Sepulang dari mengantar Erlin pulang ke rumahnya, Windy melanjutkan perjalanan menuju sebuah tempat makan. Dia sudah ada janji untuk bertemu dengan Regan. Regan mengatakan itu adalah hari terakhirnya sebelum pulang ke luar negeri.Layaknya seorang rekan, Regan meminta Windy menemaninya untuk hari itu. Katanya mereka bisa mengadakan sedikit perayaan keberhasilan sekaligus salam perpisahan. Windy tak keberatan untuk menuruti kemauan Regan.Lagi pula dia juga butuh berbicara dengan laki-laki itu. Windy penasaran bagaimana penyelesaian atas kesalah pahaman orang tua mereka. Sebelumnya Regan yang menyanggupi untuk memberikan penjelasan pada orang tua Windy.Regan mengajak Windy bertemu di sebuah restoran yang cukup mewah. Saat tiba di sana, ternyata Regan sudah menunggu lebih dulu. Seperti biasa, tampilan Regan selalu tampak rapi bahkan cenderung terlalu formal dengan setelan jas yang dikenakan. Berbeda sekali dengan Windy yang justru berpenampilan santai.“Hai, sudah lama menunggu?” sapa
Sesuai rencana, Windy menjemput Erlin secara diam-diam pada tengah malam. Tingkah mereka persis seperti maling yang mengendap-endap agar tidak ketahuan. Bahkan Erlin juga keluar lewat jendela kamarnya agar tidak menimbulkan kecurigaan.“Gila kamu, Lin! Sumpah aku merasa seperti penjahat yang masuk diam-diam ke rumah orang,” celoteh Windy setelah mereka berada di dalam mobil.“Tanganku bahkan gemetar takut ketahuan,” imbuhnya sambil menyetir.“Maaf ya, Win. Aku selalu merepotkanmu. Keadaanku benar-benar terdesak. Aku tidak bisa memikirkan jalan keluar lain yang lebih baik. Mama sama sekali tidak mau mendengarkanku,” ujar Erlin mengeluhkan problemnya dengan sang ibu.“Aku juga tidak menyangka Tante Gayatri sampai memaksamu untuk melakukan aborsi. Apa sebenci itu dia pada Pak Adian sampai tak sudi memiliki cucu dari laki-laki itu,” komentar Windy juga tak habis pikir.“Lalu ke mana tujuan kita kali ini? Maksudku, rencananya ke mana kamu akan pergi?” tanya Windy membuat Erlin kembali dila
“Apa kamu sudah mempertimbangkan semuanya dengan matang? Ini sesuatu yang sangat serius, Adian. Kamu akan melepas karir yang selama ini sudah kamu bangun dengan susah payah,” kata Antonio memastikan temannya tidak akan menyesali keputusan yang diambil.“Aku sudah memikirkan semuanya, Anton. Anggap saja ini demi menebus semua kesalahanku pada Erlin. Aku sudah banyak merenung dan aku sadar telah banyak melakukan kesalahan pada Erlin. Aku menyakiti hatinya dengan sikap dan ucapanku. Aku menempatkannya dalam posisi sulit. Dia terkena banyak masalah di kampus karena aku. Dia hampir kehilangan nyawa demi mengandung anakku dan aku justru menuduhnya berselingkuh,” kata Adian seolah sedang menghitung satu-persatu kesalahannya.“Aku benar-benar tidak tahu diri. Padahal dia juga nyaris mengorbankan masa depan pendidikannya untuk hal itu. Sekarang aku tidak ingin menjadi penghalang lagi bagi Erlin. Situasinya sudah sangat buruk, Anton. Kalau aku tidak keluar, Erlin tidak akan kembali ke sana. Aku
“Maaf, Non. Ada seseorang yang ingin bertemu. Dia sedang menunggu di depan,” tutur salah seorang pembantu di rumah Windy.“Siapa, Bi?” tanya Windy penasaran.“Saya juga kurang tahu, Non.”“Laki-laki atau perempuan? Masih muda atau sudah tua?” tanya Windy lebih lanjut. Dia saling pandang dengan Erlin. Mereka harus berjaga-jaga jika ternyata orang tua Erlin yang datang.“Laki-laki, Non. Tapi masih muda kok. Tampan pula,” kata pembantu itu memberikan deskripsi singkat.Erlin dan Windy semakin penasaran dengan sosok itu. Mereka tidak bisa menerka siapa yang berkunjung. Demi menjaga keamanan, Windy memilih untuk menemui tamu itu dan membiarkan Erlin tetap menungguu di kamar. Windy meminta agar Erlin tidak keluar kamar sampai Windy kembali.Windy kemudian turun untuk melihat siapa yang datang. Saat dia tiba di depan pintu, dia mendapati ternyata tamu yang dimaksud adalah Adian. Windy merasa sedikit aneh dengan kedatangan Adian yang tidak dia mengerti tujuannya.“Pak Adian,” sapa Windy membu
“Lebih baik kalian cari tempat untuk bersembunyi sebelum Tante Gayatri benar-benar datang ke sini,” kata Windy memberi instruksi.Mereka bertiga sama-sama panik. Kalau sampai Gayatri menemukan keberadaan Erlin, dia pasti akan memaksanya ikut pulang. Terlebih lagi jika mengetahui keberadaan Adian juga, pasti kemarahannya akan semakin bertambah.“Jangan sampai mama tahu kalau aku dan Pak Adian ada di sini,” ujar Erlin kalang kabut.“Makanya ayo cepat sembunyi,” balas Windy.“Terus mobil Pak Adian gimana? Mama pasti mengenalinya,” kata Erlin cemas teringat mobil Adian yang masih terparkir di halaman rumah Windy.“Kita tidak punya banyak waktu. Cepat kalian cari tempat bersembunyi yang aman. Aku sarankan masuk ke kamar orang tuaku sehingga aku punya alasan agar mama kamu tidak menggeledah sampai ke sana. Mobil Pak Adian biar aku yang urus,” kata Windy yang langsung bergegas meminta kunci mobil Adian.Erlin kemudian menarik tangan Adian untuk meninggalkan ruang tamu. Dia kalang kabut menca
Erlin mulai menjalani hari-harinya bersama Adian. Bertetangga dengan laki-laki itu membuat mereka terus terhubung. Terlebih lagi Adian memang setiap beberapa kali sehari berkunjung. Adian selalu memastikan Erlin baik-baik saja dan terpenuhi segala kebutuhannya.Pada suatu hari, Adian mengajak Erlin pergi berbelanja. Tidak ada stok makanan di unit Erlin. Selain itu Adian sengaja mengajak Erlin agar tidak bosan terus berada di apartemen saja.Awalnya Erlin menolak ajakan Adian. Dia takut ketahuan Gayatri jika dia berkeliaran di luar. Tapi Adian meyakinkan Erlin bahwa semuanya akan berjalan dengan aman. Erlin yang berusaha percaya akhirnya setuju untuk pergi bersama.Mereka pergi ke sebuah pusat perbelanjaan. Mereka berkeliling berdua sambil memilih barang-barang kebutuhan dengan Adian yang berjalan di belakang sembari mendorong troli. Saat sedang asik berbelanja, tiba-tiba saja langkah Erlin terhenti. Adian yang tidak tahu apa-apa mempertanyakan alasannya.“Kenapa berhenti?” tanya Adian
Tatapan mata Ardan mengekor langkah Adian dan Erlin yang meninggalkan ruangannya. Dia bahkan sampai mengintip dari pintu demi memperhatikan keduanya di lorong rumah sakit. Dia bisa menyaksikan bagaimana hubungan mantan suami istri itu tampak akur.Ardan tersenyum licik. Dia memiliki informasi baru untuk disampaikan pada seseorang yang sangat menginginkannya. Ardan terkesan baik hati mau membantu. Tapi sebenarnya dia melakukan itu untuk keuntungannya sendiri. Erlin adalah pijakan awal yang akan membawanya pada tujuan.Laki-laki itu kemudian merogoh saku jas putihnya. Dia mengambil ponsel untuk menghubungi seseorang. Dia berperan seolah menjadi mata-mata yang bekerja secara cuma-cuma.“Ternyata benar. Baru saja mereka datang berdua ke sini. Saya yakin mereka tinggal bersama,” tutur Ardan berbicara dengan seseorang di telepon. Logatnya seperti orang yang sedang memberi laporan.“Lalu ke mana mereka pergi?” tanya lawan bicaranya dari seberang.“Kalau perihal itu saya tidak tahu. Hanya saj
Suara bel mengalihkan perhatian Erlin. Perempuan itu kemudian beranjak untuk membuka pintu unit apartemennya. Ternyata yang datang adalah Adian. Dia membawa sebuah paper bag dan menyerahkannya pada Erlin.“Apa ini?” tanya Erlin penasaran.“Pakailah untuk perayaan kita nanti malam,” jawab Adian.“Tapi kita akan pergi ke mana?” ujar perempuan itu karena belum diberitahu apa-apa.“Rahasia. Kamu akan mengetahuinya nanti. Bersiap saja dan aku akan kemari lagi jam tujuh malam,” jelas Adian. Dia kemudian langsung berpamitan setelah menyerahkan paper bag itu. Dia tampak sedang sibuk menyiapkan sesuatu.Sepeninggal Adian, Erlin membuka isi paper bag itu. Ternyata Adian memberinya sebuah lace dress berwarna hitam dengan panjang selutut. Sebuah senyuman terbit di wajah Erlin mendapat perhatian seperti itu dari Adian. Dia semakin tak sabar untuk menanti kejutan apa yang akan diberikan laki-laki itu nanti malam.Erlin melirik jam dinding yang sudah menunjukkan waktu pukul lima sore. Hanya tinggal