Share

5. Pengakuan

Penulis: Mkarmila
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Sekujur tubuh Aluna membeku bahkan kakinya tidak bisa digerakkan melihat hal yang mengerikan di depan matanya. Darah segar melumuri tubuh bocah kecil yang sedang tergeletak dengan mata terpejam. Hingga segerombolan orang-orang dengan kepanikan datang mendekat, Aluna pun sadar lalu berlari kencang untuk menembus kerumunan orang-orang tersebut.

“Langit!” Aluna menjerit lalu menjatuhkan kedua lututnya di aspal jalanan, menekuknya lantas mendekap tubuh kecil sang putra dengan tangisan pilu. “Bangun, Sayang ... maafkan Mami.”

“Cepat panggil ambulans!”

Yang Aluna dengar hanya seruan itu, selebihnya indera pendengarannya tidak mampu lagi menampung kata-kata lain. Tubuhnya bergetar hebat dengan isakan yang masih membasahi wajah cantiknya. Di kecupnya wajah Langit berkali-kali dengan selalu mengucapkan rasa bersalahnya. “Maafkan Mami, Nak!”

***

Entah, apa saja yang ia lakukan ketika mobil putih bersirine itu sudah tiba di pelataran rumah sakit. Pintu belakang dibuka oleh seorang petugas medis, Aluna hanya mengikutinya tanpa memikirkan yang lain.

“Maaf, Ibu tidak boleh masuk!” seorang wanita yang ia yakini seorang Dokter menghalau langkah Aluna saat akan ikut masuk ke dalam ruangan. “Serahkan pada kami.”

Baru saja bibirnya bergerak memprotes, tiba-tiba pintu sudah ditutup dan ia hanya bisa terpaku melihat dengan tatapan kosong. Tubuh Aluna luruh ke lantai dengan menekuk lututnya, tangisnya pecah kembali membayangkan anaknya sedang berjuang sendirian di dalam sana. Ia tidak sanggup membayangkan bagaimana hidupnya jika kehilangan Langit. Satu-satunya yang membuatnya bertahan hidup adalah Langit.

“Permisi, Ibu!”

Aluna mendongak melihat seorang suster menghampirinya. Dengan bantuannya Aluna ditarik lalu didudukan disalah satu bangku kosong.

“Bisa ke loket dulu untuk pendaftaran pasien.”

Aluna mengeleng tidak ingin jauh dari Langit, ia ingin orang pertama yang ada di sisi Langit ketika pria kecilnya itu sadar. “Ta-pi, saya mau menunggu anak saya dulu,” lirih Aluna dengan matanya yang sembab.

“Maaf Ibu, itu sudah prosedurnya jadi mohon kerjasamanya, di dalam sudah ada Dokter yang akan berusaha untuk menyelamatkan anak Ibu.”

“Nanti saja, sus,” tolak Aluna, pokonya ia ingin menunggu sampai pintu di depannya ini terbuka.

Sang suster belum beranjak, karena dia mengikuti prosedur rumah sakit. “Tapi, Bu-”

“Saya mau disini dulu, bisa ngerti gak!” sentak Aluna, merasa tidak dimengerti. Harusnya suster itu paham maksudnya, bagaimanapun ia tengah cemas, tidak ada orang yang membantunya, pikirannya kacau takut kehilangan sang anak.

Sang suster menghembuskan napas melihat bagaimana kacaunya Aluna. Saat bersamaan, seorang Dokter yang keluar dari ruang operasi melihat keributan itu.

“Ada apa, sus?” tanyanya.

“Ini Ibu ti-”

“Aluna!” desis sang Dokter tidak sengaja melihat wanita yang tengah menunduk. “Ada apa, siapa yang sakit?”

Tubuh Ryu tertarik saat tangan Aluna mencengkram lengannya. Bahkan suster tersebut terkesima dengan sikap tiba-tiba Aluna.

“Dokter, tolong anak saya,” suara serak Aluna karena terlalu banyak menangis masuk ke dalam indera pendengaran sang Dokter. “Tolong selamatnya anak saya!”

“Langit,” gumam Ryu tanpa menolak tangan mantan istrinya itu yang pada lengannya.

Suster yang melihat tidak melakukan apa-apa, tapi ia dapat melihat kalau kedua orang itu seperti sudah saling mengenal.

“Langit kenapa?”

“Kecelakaaan, Dokter!” Bukan Aluna yang menjawab, melainkan suster karena melihat Aluna yang kembali meneteskan airmatanya dengan mengelengkan kepalanya, wanita itu bahkan tidak sanggup berkata-kata.

***

Akhirnya setelah membujuk Aluna, Ryu berhasil membawa mantan istrinya itu menuju ruangannya. Ia ingin menenangkan wanita yang sedang kacau itu. Sengaja Ryu meminta pada asistennya agar tidak menganggunya agar bisa memiliki waktu dengan Aluna lebih banyak. Meskipun beberapa orang disana menaruh curiga tapi bisa apa mereka kalau yang memberi perintah adalah putra pemiliki rumah sakit.

“Sekarang, coba ceritakan apa yang sudah terjadi?” tanya Ryu setelah melihat Aluna yang sudah tenang. Laki-laki menatap ke dalam mata Aluna yang basah, jika saja dirinya masih berstatus suami akan direngkuhnya wanita ini.

Aluna mulai bercerita seolah seperti terdorong sesuatu dari dalam hatinya. Aluna berharap akan mendapatkan kelegaan bercerita dengan Ayah kandungnya meskipun dia menolak mengatakan bahwa Langit anak kandung pria itu.

“Oke, kamu gak perlu khawatir, saya akan bertarung nyawa untuk anak kita.”

“Langit bukan anak anda, Dokter!”

“Terus saja berbohong, Aluna!” Ryu mengabaikan ucapan Aluna, ia sangat yakin kalau Langit adalah keturunan dari benih yang ia titipkan pada Aluna sebelum perceraian.

“Tapi memang be-”

“Permisi Dokter.” Seorang suster membuka pintu setelah mengetuknya.

“Ya.”

“Pasien anfal,” ucap suster lalu kebetulan mengenali siapa orang tua pasien. Maniknya berlari menatap Aluna. “Putranya Ibu.”

Ryu bergegas berdiri dan meninggalkan Alunan guna memastikan sendiri. Begitu belum terlalu jauh, wanita itu menarik lengan Ryu yang otomatis menghentikan langkah pria itu. “Apa yang terjadi dengan Langit?”

“Dokter, tolong selamatnya anak saya!”

Ryu mendesah kasar mendengar panggilan mantan istrinya itu. “Kamu lupa, aku ini Ayahnya, Aluna!” ucapnya tegas dengan aura dominan membuat Aluna menciut nyalinya melupakan hal itu. “Tidak perlu memohon seperti itu, aku juga akan menyelamatkan anakku, paham!”

Aluna dapat melihat kilatan amarah dari tatapan Ryu, tatapan yang sama setelah ketukan palu pengadilan yang mengabulkan permohonan perceraiannya.

“Oke, sebagai Dokter itu memang tanggung jawab, Anda.” Aluna mencoba mengabaikan Ryu sebagai Ayah Langit dan lebih melihat kepada profesi laki-laki itu.

Tanpa berkata lagi, Ryu meninggalkan Aluna dan menuju ruangan operasi. Sebagai Direktur sekaligus anak pemilik rumah sakit, membuat Ryu bebas melakukan apa saja termasuk masuk ke dalam ruangan yang tidak semua orang boleh masuk.

Dari dalam ruangan itu, sudah ada Dokter yang menanganinya. Ia sempat memantau langsung tindakan yang diambil oleh Dokter-dokter tersebut hingga jantungnya seakan berhenti berdetak ketika melihat satu garis datar di hadapannnya. Tut …

***

Beberapa jam kemudian.

“Makanlah dulu! Langit sudah baik-baik saja sekarang.”

Aluna mengabaikan kalimat yang terlontar dari pria di sampingnya. Beberapa saat yang lalu, Ryu mengambil alih tugas salah satu Dokter yang ada di ruang operasi. Kehebatan Ryu dalam menangani pasien memang tidak diragukan lagi, beruntung nyawa Langit bisa diselamatkan oleh Ayah kandungnya.

“Aluna Yudhistira!”

Aluna masih bergeming seolah tidak terpengaruh dengan panggilan Ryu. Meski ia tahu mantan suaminya itu kini sedang menahan amarahnya. Kotak makan yang ada di atas nakas itu, diambilnya dan buka. Aluna masih tidak peduli dengan yang dilakukan lelaki itu hingga sesuatu yang dingin menyentuh bibir bawahnya.

“Buka mulut!” Ryu menyodorkan sendok berisi nasi dan sepotong daging. “Kamu harus mengumpulkan banyak tenaga untuk menjaga anak kita.”

Bukannya membuka mulut, Aluna menatap tajam mantan suaminya itu. “Langit hanya anakku!”

“Seberapa keras kamu menolakku tetap saja, ada darahku mengalir di tubuh Langit, karena dia anakku. Jadi lebih baik sudahi keras kepalamu itu.”

Tanpa mereka sadari karena sibuk dengan perdebatan, Langit tengah tersadar dan mendengarkan kalimat panjang Ryu. Bukannya senang, bocah itu tidak terima kalau ada yang memiliki sang Papi selain dirinya.  Sebelumnya Langit sudah tidak menyukai Ryu karena pria itu telah memarahi sang Mami makanya ia bertekad tidak akan membuat sang Mami sedih.

“Langit! Kamu sudah sadar, sayang!” Aluna terhenyak mendapati jari kelingking Langit bergerak.

Sedangkan Ryu yang berada sedikit jauh dari ranjang, berjalan mendekatinya. Laki-laki itu juga merasa lega dengan bangunnya Langit. Baru saja tangannya ingin mengenggam tangan munggil Langit ketika tangan kecil itu menepisnya, memberontak tidak mau digenggam.

“Langit, ini …

Belum juga Aluna selesai mengatakannya tetapi respon yang diberikan Langit adalah mengelengkan kepalanya.

“Pergi!” teriak Langit meski dengan kesakitan. “Om, jangan marahi Mamiku lagi.”

Wajah penyesalan tergambar jelas di wajah Ryu. Pertemuan yang harusnya diwarnai kebahagiaan, nyatanya telah menorehkan luka di hati sang putra. “Sayang … maafkan Papi.” Ryu menyentuh punggung tangan Langit tapi naasnya bocah tujuh tahun itu langsung menepis dengan kasar.

“Pergi! Pergi …! Per-”

“Langit!” teriak Aluna menatap monitor yang bergerak lurus dengan bunyi panjang tut …

tbc

Bab terkait

  • Mengandung Benih Mantan Setelah Berpisah   6. Disadarkan

    “Tolong menjauhlah dari kami, Dok!”Aluna pikir, dengan kehadiran Ryu membuat kondisi sang putra menjadi memburuk. Jadi lebih baik pertemuan ini di sudahi saja.Mendengar permintaan Aluna, Ryu refleks menatap wanita yang dari tadi hanya terfokus pada Langit saja dan mengabaikan dirinya yang juga sedang sangat khawatir dengan kondisi Langit.“No,” ucap Ryu tegas menolaknya, dia bukanlah orang yang akan lari dari tanggung jawab kendati mereka sudah tidak terikat dalam pernikahan. “Harusnya kamu sadar dengan penolakan Langit seperti ini, salah satunya juga karena kesalahanmu yang tidak pernah mempertemukan kami, dia tidak mengenal sosok Ayahnya.” Ryu tertawa hambar seolah mengejek dirinya sendiri yang menjadi orang bodoh, anak kandungnya tidak ia kenali padahal anak yang lain sangat ia sayangi. “Langit berhak tahu siapa Ayah kandungnya.”Ini yang ditakutkan Aluna ketika bertemu dengan mantan suaminya. Laki-laki itu akan meminta haknya sebagai Ayah Langit. “Tapi Langit sudah menolak kamu,

  • Mengandung Benih Mantan Setelah Berpisah   7. Menjadi Baik

    “Mi …!”Aluna yang membaringkan wajahnya pada kedua tangan yang terlipat di samping kepala Langit, hanya mengeliat saja ketika mendengar suara yang begitu familiar buatnya. Bukannya segera membuka mata melainkan ia hanya bergumam saja. “Hmm.”Setelah semalam ia tidak bisa tidur karena memikirkan sikap Ryu yang tiba-tiba pergi, membuat wanita yang berprofesi sebagai Dosen itu sulit memejamkan mata. Alhasil, sebelum Subuh dia baru bisa terlelap.“Mami…!” panggilan itu terdengar untuk yang kedua kalinya dengan suara sedikit keras. Detik itu barulah Aluna membuka mata. “Sayang, kamu sudah bangun!”. Aluna menegakkan punggungnya agar bisa menatap sang putra. “Ada yang sakit, Nak!” Tangan Aluna terulur untuk menyentuh tangan Langit kemudian mengusapnya pelan.“Ha-haus, Mi.”“Iya, bentar Mami ambilkan.” Aluna bangkit dan menuju nakas, mengambil air putih yang memang sudah disiapkan oleh rumah sakit. Membuka tutupnya kemudian mendekatkan pada bibir Langit. Bocah itu meneguknya pelan. “Sudah?”

  • Mengandung Benih Mantan Setelah Berpisah   8. Berbagi

    Berbagi“Apa rencanamu setelah ini, Ryu?”Bara menatap penuh selidik pada sang teman lalu meraih gelas di hadapannya yang masih mengepulkan asap. Bibirnya meniup-niup agar hawa napasnya berkurang. Sesaat kemudian menyesapnya. Melihat sang lawan bicara belum memberikan jawaban, ia melanutkan ucapannya. “Kalau Renata tahu kamu masih ngasih perhatian ke mantan, dia bisa ngamuk.”Barayudha Al Ghifari, teman sejawat Ryu. Keduanya sama-sama berprofesi sebagai Dokter Spesialis Jantung. Ryu memang pernah bercerita tentang pernikahan pertamanya dengan Aluna, tetapi pernikahan tersebut kandas bahkan belum genap satu bulan.Pernikahan singkat Ryu tidak banyak yang mengetahui termasuk Bara yang belum sempat dikenalkan dengan Aluna. Yang Bara tahu, pernikahan Ryu dan Aluna adalah pernikahan dadakan yang dibuat oleh Papa Aluna karena Ryu harus bertanggung jawab terhadap kesehatan Papa Aluna. Namun, setelah Papa Aluna meninggal, Aluna menginginkan berpisah dari Ryu. “Aku belum tahu, Bar.” Ada gura

  • Mengandung Benih Mantan Setelah Berpisah   9. Dokter Itu

    “Mami!” Langit berseru ketika sang Mami melihat kedatangan Aluna.Aluna mendekat menampilkan senyuman lebar pada sang putra. “Ish, jangan keras-keras bicaranya nanti mengganggu pasien lain.”“Oke,” jawab Langit.“Maaf ya, lama,” ujar Aluna bicara pada seseorang yang duduk di sebelah Langit.Tangan Aluna mengulurkan kopi yang tadi sudah dibeli. “Minum dulu!”“Thanks a lot,” ucapnya setelah menerima paperglass tersebut. Kemudian, segera menyesapnya separuh, mumpung masih hangat.“Ada masalah?” tanyanya lagi.“Biasa macet.” Wanita itu mengambil duduk di ujung ranjang Langit, ia tergelak sendiri merasa sedang berbohong dan pastinya pria yang sedang menatapnya lekat itu akan curiga. Gimana ceritanya bisa macet, lha tempatnya aja hanya beberapa meter dari gedung rumah sakit ini.“Oh … macet, ya? Mungkin ada si komo lewat.”Aluna menatapnya sekilas, tak lama kemudian keduanya sama-sama tertawa karena menyadari tengah sama-sama berbohong. Mendadak hati Aluna menghangat mendengar candaan rando

  • Mengandung Benih Mantan Setelah Berpisah   10. Terbongkar

    “Dokter itu … apa, Aluna?” desak Bian ketika Aluna belum juga menjelaskan padahal sudah 5 menit berlalu.“Aluna!”Sontak Bian dan Aluna kompak menoleh pada suara tegas seseorang.“Kalau mau pacaran jangan di rumah sakit. Gak modal banget,” ucap Ryu sinis.Laki-laki itu menyimpan kekesalan karena Aluna pergi meninggalkan kamar sedangkan ia datang untuk mengecek kondisi Langit bukannya malah berdua dengan seorang pria. Ryu juga tidak peduli apa hubungan Aluna dengan pria itu, ia hanya tidak suka Aluna mengabaikan anaknya demi laki-laki lain.Aluna terkesiap dengan ucapan Ryu. Tangannya terkepal kuat hingga ingin melayangkan tamparan di wajahnya kalau saja bukan di tempat umum.“Kita gak lagi paca- ah, sial!” Aluna mengumpat ketika Ryu berjalan melewatinya dan tidak mau mendengarkan penjelasannya.“Hey, mau kemana, Mas!” Aluna mencekal pergelangan tangan Bian, melihat pria itu akan mengejar langkah Ryu.Bian menepis tangan Aluna dengan tatapan datar. “Kalau kamu gak mau bicara, biar aku

  • Mengandung Benih Mantan Setelah Berpisah   11. Renata

    Kalau saja tidak sedang menjemput Renata, Ryu akan banyak berbicara dengan seseorang yang ditemuinya di dalam lift tadi. Begitu melihat keberadaan sang istri Ryu langsung melambaikan tangannya. “Mas, aku kangen sama kamu!”Ryu tersenyum lebar mendengar ucapan Renata. Sudah empat hari mereka berpisah karena Renata harus pergi ke luar kota untuk menghadiri seminar dengan salah satu Yayasan peduli anak. Di sana Renata sebagai narasumber sekaligus sebagai Dokter Anak.“Ayo pulang,” ajak Ryu seraya mengandeng tangan Renata untuk meninggalkan terminal kedatangan.Mereka berjalan menyusuri koridor menuju lobi bandara. Sampai di sana, Ryu meminta Renata untuk menunggu karena Ryu hendak mengambil mobil. Hingga mobil berwarna hitam milik Ryu sudah terparkir di depan lobi, Renata mengampiri kemudian membuka pintu sebelah kemudi. Perlahan Ryu menjalankan mobilnya meniggalkan pelataran lobi.Renata menunggu sampai Ryu memasang sabuk pengamannya, baru ia menahan Ryu yang hendak mengemudi. “Mas …!

  • Mengandung Benih Mantan Setelah Berpisah   12. Mau Kamu

    “Gara-gara kamu sih, kan jadinya telat!” Renata mengerucutkan bibirnya kekesalannya sudah memuncak meski dia begitu menikmati cumbuan Ryu. “Aku kan gak enak sama Dokter Bambang, dipikirnya gak profesional.”Renata menuruni anak tangga menuju ruang makan.“Pagi, Mami!”Kali ini hilang sudah kekesalan di hati wanita itu melihat Mauren mendekatinya. Gadis kecilnya itu berhambur memeluknya erat. “Aku kangen sama Mami, tapi … Papi jahat, aku gak boleh masuk kamar tadi.”Renata melirik Ryu yang tanpa rasa bersalah, suaminya itu melengang menarik kursi lalu duduk dengan tenang di sana.“Kan sudah dibilang Mami masih mandi kenapa tetap mau masuk,” jawab Ryu tanpa mengalihkan perhatiannya dari piring yang sudah terisi nasi dengan ayam goreng krispi. Jelas dia tidak mau disalahkan.“Tapi aku kan mau nungguin Mami di dalam, Pi,” balas Mauren masih merasa kesal dengan penolakan Ryu setelah mengurai pelukan. Jangan lupakan tatapan kebencian terlihat dari kedua bola matanya.Renata memijat pelipisn

  • Mengandung Benih Mantan Setelah Berpisah   13. Tidur

    “Selamat pulang ke rumah dan tetap kontrol ya, untuk merawat luka-luka yang belum sepenuhnya sembuh.”“Iya, Dok,” balas Aluna. “Dan terima kasih sudah merawat putra saya sampai kami pulang.”Bara menganggukan kepalanya. Menyesalkan sikap Ryu yang masih belum datang padahal kemarin ia sudah mengatakan kalau Langit hari ini sudah bisa pulang.“Kalau ada apa-apa bisa langsung datang ke rumah sakit atau telepon ke …” Bara tidak melanjutkan ucapannya melihat perubahan wajah Aluna. “Ah, maksud saya telepon ke rumah sakit,” ralat Bara untuk menghindari kesalahpahaman.“Baik-baik ya, Langit.” Bara mengacak puncak kepala Langit. “Semoga lekas sembuh dan tidak kembali lagi ke rumah sakit lagi.”“Terima kasih, Dokter.” Langit berujar dengan sopan. Lalu seorang perawat sudah menyiapkan kursi rodanya untuk membawa Langit keluar kamar.Hari ini yang membawa Langit pulang hanya Aluna, Bian berhalangan karena laki-laki itu harus menghadiri meeting ke luar negeri. Sebelum melangkah keluar tiba-tiba po

Bab terbaru

  • Mengandung Benih Mantan Setelah Berpisah   87. Gendut

    Setelah kejadian malam itu, Aluna seperti tidak memiliki muka lagi ketika harus bertemu dengan Bian. Selama ini hubungan keduanya tidak pernah seintim itu. Bian adalah sosok yang selalu menghormatinya dan juga menjaganya. Namun, setan apa yang membuat pria normal itu berbuat sejauh itu, Aluna bahkan tidak pernah terbayangkan sebelumnya.Namun, kejadian semalam tidak berpengaruh apa-apa dengan Bian. Lelaki itu bersikap biasa seolah tidak pernah terjadi apa-apa sebelumnya, datang ke rumah dan masuk begitu saja.“Lun, Langit biar bareng aku saja ya?” ucapnya yang tiba-tiba, bersandar di pintu dapur saat mengatakannya. “Biar Roni langsung ke kantor.” Ya, beberapa hari ini Langit selalu diantar jemput oleh Roni-sekretaris Bian.“Mas, jangan dibangunkan, Awan baru sejam tidur,” teriak Aluna saat melihat Bian melangkah menuju kamarnya. Lelaki itu tanpa permisi dan sungkan masuk saja.Sepertinya ucapan Aluna hanya dianggap angin oleh Bian. Nyatanya, sekarang Awan sudah berada di gendongannya.

  • Mengandung Benih Mantan Setelah Berpisah   86. Mati Rasa

    “Mi, aku mau nasi goreng buatan Mami.” Langit duduk di sebelah Aluna yang sedang berbaring meng-ASIhi Awan. “Bisa tolong buatin kan, Mi.”“Hmm,” jawab Aluna bergumam. Nanti setelah Awan tidur, ia akan membuatkan untuk anak pertamanya itu menu kesukaannya. “Tunggu Adiknya tidur dulu ya.”Langit bisa mengerti. Setelah lahirnya Awan, ia harus berbagi Mami dengan sang Adik. Makanya Langit pun memiliki stok kesabaran yang tinggi untuk itu. Bahkan tanpa diminta oleh Aluna.Hingga setengah jam berlalu, Aluna pikir Awan sudah terlelap. Perlahan, wanita itu melepaskan diri dari mulut mungil bayi tersebut. Namun, ternyata salah. Awan merengek, pada akhirnya Aluna tidak jadi mencabut sumber ASInya. Satu jam sudah berlalu, Langit yang ditangannya sedang memegang ponsel, merasakan perutnya bergejolak.“Mami, aku lapar kapan mau buatin nasi gorengnya,” protes sang anak sudah tidak sanggup menahan laparnya.“Adiknya belum ti-”“Lama! Ya udah aku minta Ayah saja.” Langit beranjak dari kasur, sudah be

  • Mengandung Benih Mantan Setelah Berpisah   85. Dejavu

    “Oke, kamu harus sembuh,” jawab Bara. Kalau memang dengan berbohong bisa membuat Renata sembuh, ia akan lakukan. “Dan nurut sama dokter kalau di suruh minum obat ataupun makan. Oke?” Sering kali Bara mendapatkan informasi kalau Renata sering tidak mau minum obat dan makan, membuat laki-laki itu memberi peringatan. Terlihat sekali tubuh Renata yang kurus karena kurang makan.“O-ke,” jawab Renata dengan pandangan kosong.Melihat seorang perawat yang baru saja datang dengan membawa makanan, Bara tidak tinggal diam untuk menyuruh menghabiskan makanan itu. “Tolong sini, Sus,” pinta Bara pada sang perawat sembari mengulurkan tangannya. Lalu tatapannya tertuju pada Renata yang masih diam sambil menatap ke arah jendela. “Makan ya, Ren!” perintahnya pada Renata, mengulurkan sepiring nasi beserta lauk pauknya.Renata hanya bergeming, tidak pun bergerak untuk mengambil piring dari tangan Bara.“Ah, lupa dia kan gak normal,” gerutu Bara dalam hati.“Ren,” panggil Bara lirih. Namun, Renata masih t

  • Mengandung Benih Mantan Setelah Berpisah   84. Mau Suami

    “Mami …!”Panggilan yang diucapkan Mauren tidak membuat wanita yang sedang menatap kosong ke luar jendela bergerak.“Mami … Mauren kang-”Renata menoleh, menatap ke arah Mauren. Detik berikutnya, wanita itu berteriak histeris dengan telunjuk mengarah pada Mauren di ambang pintu.“Mauren, kamu anak sialan. Pergi, pergi … pergi anak sialan kamu!”Awalnya Mauren sudah percaya diri kalau kali ini kunjungannya bakal diterima oleh sang Mami. Akan tetapi, diluar expektasinya ternyata Renata menolak kedatangannya lagi dan ini sudah yang kesekian kalinya.Sementara Alan yang berada di belakang Mauren, seketika memberikan pelukan dari samping pada anak gadisnya itu untuk menguatkan. “Biar Ayah yang coba ya,” ucapnya.“Tap-tapi ….” Suara Mauren bergetar menahan isakan. Ia bisa menerima ketika Renata membentaknya tetapi tidak mengumpatinya. Gadis berusia delapan tahun itu semakin sesak dadanya ketika melihat tatapan tajam sang Mami. Buliran bening yang sempat ditahannya tidak mampu lagi disembun

  • Mengandung Benih Mantan Setelah Berpisah   83. My Family

    Setelah tiga hari dua malam berada di rumah sakit, akhirnya Aluna diperbolehkan pulang. Meskipun Bian memberikan kamar VVIP saat di rumah sakit, tetapi Aluna lebih menyukai tinggal di rumah sederhananya.“Sudah semua kan?” tanya Bian sambil menelisik satu persatu barang yang akan dibawanya pulang ke rumah.“Kayaknya ….” Aluna ikut berdiri di samping Bian sambil memperhatikan sekeliling, mana tahu ada yang tertinggal. “Sudah semua deh, Mas.”“Selamat siang!” Suara dokter Lia terdengar dari arah pintu.“Selamat siang, dok,” sapa Aluna menjawab salam dokter Lia. Bian hanya tersenyum menjawab sapaan dokter yang telah membantu proses kelahiran Awan.“Jadi mau pulang hari ini ya?” ucap dokter Lia setelah menatap bayi tampan Aluna yang masih tidur. “Hem … bayinya tampan seperti Ayahnya.” Dokter Lia mengatakan lagi sambil menatap Bian dengan tersenyum.“Dia bukan-”“Ah, terima kasih, dok,” sela Bian dengan terkekeh. Lalu melirik Aluna. Wanita itu sedang menatapnya geregetan dan Bian tidak pe

  • Mengandung Benih Mantan Setelah Berpisah   82. Baper

    “Tante, nanti pulang sekolah aku boleh jenguk Mami dulu ya?” tanya Mauren pada Nia. Sudah delapan bulan, semenjak Renata berada di rumah sakit jiwa, Mauren tinggal bersama keluarga Bara. Mauren melanjutkan kunyahannya yang ada di mulutnya baru kemudian melanjutkan ucapannya. “Tapi kalau gak ada ekskul, sih.”“Jangan dulu deh, tunggu Om Bara off dulu aja ya. Nanti biar ditemani,” jawab Nia sambil mengaduk minuman hangatnya untuk sang suami. Biasanya memang Mauren di temani oleh Bara jika ingin datang ke rumah sakit. “Coba tanya sama Om Bara, kapan off.”“Tan, aku ke sana sama Ayah koq.” Mauren segera menghabiskan nasi goreng yang ada di piringnya. Menyisahkan nugget yang biasanya ia makan belakangan. “Jadi gak sama Om.”Mauren memang sudah bisa menerima kehadiran Alan sebagai Ayahnya. Tetapi hubungan mereka tidak lah terlalu dekat karena di saat butuh saja Mauren mendatangi lelaki itu. Alan pun tidak masalah jika Mauren hanya memanfaatkannya saja. Toh, ada darahnya yang mengalir di tu

  • Mengandung Benih Mantan Setelah Berpisah   81. Launching

    Delapan bulan kemudian …Aluna meringis, merasakan nyeri itu kembali datang. Sesuai hari perkiraan lahir, harusnya masih seminggu lagi. Akan tetapi, sejak bangun tadi pagi ia merasakan beberapa kali nyeri. Merasa sudah berpengalaman saat melahirkan Langit dulu, Aluna bergegas menuju klinik.“Kita langsung ke rumah sakit saja ya,” ucap Bian. Laki-laki itu langsung berangkat menuju rumah Aluna saat di telepon Aluna. Acara meeting yang masih setengah jalan, terpaksa ia tinggalkan. Tidak masalah meninggalkan kantor, karena Aluna adalah prioritasnya saat ini.“Klinik saja, Mas!” pinta Aluna. Setiap bulan Aluna memang kontrol di klinik tersebut. Selain itu lokasi yang dekat dengan rumah, membuat tidak menghabiskan waktu di perjalanan.Desahan pelan keluar dari bibir Bian. Ia hanya ingin Aluna mendapatkan pelayanan yang terbaik dan lengkap jika datang ke rumah sakit. Tetapi wanita hamil itu ternyata masih saja keras kepala. Aluna masih trauma datang ke rumah sakit setelah kepergian Ryu. Lant

  • Mengandung Benih Mantan Setelah Berpisah   80. Kenyataan

    “Stop, Renata!” teriak Bara. Ketika mendengar kegaduhan di dalam kamar, ia tidak bisa menunggu lagi sampai Alan keluar. Tanpa permisi Bara membuka pintu. Untuk pertama kalinya pria itu tercengang dengan apa yang dilihatnya. Akal sehatnya masih menyangkal apa benar ini yang dilakukan oleh istri Ryu. Bara lantas mendekati Renata menarik kedua tangan wanita itu dari kepala Alan kemudian mencengkramnya dengan kuat. “Kamu mau jadi pembunuh, hah? Mau kamu membusuk di buih, hah! Kalau kamu gak bisa mengendalikan diri, terpaksa aku bawa kamu ke rumah sakit jiwa. Mau kamu seperti itu, ya?”“Pergi, Alan!” ucap Bara setelah tangan Renata terlepas dari kepala Alan. “Kamu juga, bodoh atau gimana sih, diam saja diha-”“Saya ikhlas, Mas,” sahut Alan tidak menyimpan dendam sama sekali pada Renata. “Kalau dengan seperti ini bisa membuat Mbak Renata memaafkan saya.”“Konyol itu namanya,” geram Bara. “Mati sia-sia, belum tentu dimaafkan juga.” Kembali decakan kesal keluar dari bibir Bara. “Ck, sebenarny

  • Mengandung Benih Mantan Setelah Berpisah   79. Psikopat

    “Kamu …” Renata mengacungkan telunjuknya dan mengarahkan pada lelaki yang telah memanggilnya beberapa saat yang lalu. “Pergi! Brengsek, kamu!” Tanpa ragu Renata melempar bantal yang ada di sampingnya ke arah laki-laki tersebut.Bara yang masih berada di dalam kamar. Menyadari Renata yang akan mengamuk lagi, ia refleks menutup pintunya rapat. Mengangkat kedua tangannya di depan dada. “Ren, bisa tenang! Aku mau bantu kamu, tapi tolong kamu tenang. Di luar akan banyak orang, kalau kamu seperti ini mereka akan mengira kalau kamu gila. Pasti kamu tahu dimana orang gila berada, kan.”“Kamu ngatain aku gila, Mas?” Di sela amukannya Renata masih bisa berpikir normal. “Aku gak gila, Mas.” Wanita itu jatuh di lantai sambil menekuk lututnya. Suaranya bergetar dengan buliran bening yang tiba-tiba menetes di pipi. “Maaf … Mas Ryu, harusnya … aku, harusnya … aku.” Ada rasa sakit yang tak terlihat menghujam, saat menyadari tindakannya yang telah membuat Ryu menghembuskan napas terakhirnya. Kembali r

DMCA.com Protection Status