Susan tercengang saat mendengar ucapan dan ungkapan yang disampaikan oleh Evan kepadanya saat ini. Dia tertawa dengan getir dan kemudian membuang jauh pandangannya ke luar jendela kaca mobil. Hatinya terasa sakit, tapi tidak tahu sakit karena apa dan mengapa bisa merasakan hal itu.“Aku nggak bisa, Mas! Aku benar-benar nggak bisa,” ucap Susan menolak permintaan Evan tanpa memandang pada wajah pria itu.“Aku mohon sama kamu, Susan. Aku nggak punya pilihan lagi dan aku mencintai Renata. Sampai aku tidak ingin kehilangan dia.” Baru sekali ini Evan merendahkan dirinya dengan memohon pada orang lain, apalagi itu adalah seorang wanita yang pernah ditolongnya.“Harusnya kamu paham tentang hal ini, Mas! Meskipun aku wanita kotor yang tidak layak mendapatkan pria baik-baik, bukan berarti hidupku bisa dibeli!”“Aku nggak membeli hidup kamu, Susan. Tolong jangan salah paham, dan aku nggak pernah menganggap kamu sebagai wanita kotor.”“Aku yakin, kamu udah kasih tau sama istrimu siapa aku dan ken
Susan tertegun mendengar pernyataan dari Evan yang menurutnya terlalu serius saat ini. Dia tidak pernah berpikir kalau Evan akan berkata dengan kalimat yang begitu serius seperti sedang menjanjikan sesuatu hal yang besar padanya. Sebagian besar itu bukan hal yang kecil dan mudah untuk dipenuhi oleh Evan.“Kamu sadar dengan yang baru aja kamu katakan itu, Mas?” tanya Susan yang mencoba untuk menyadarkan dan meyakinkan Evan sekali lagi.“Aku mengatakan semua itu dengan kesadaran penuh dan juga yakin.” Evan menjawab pertanyaan Susan dengan tatapan mata yang lekat pada wanita yang kini masih menatapnya dengan serius pula.“Mas! Semua yang aku inginkan itu nggak mudah dan nggak bisa kamu penuhi! Aku yakin itu!” tegas Susan sekali lagi kepada Evan.“Kenapa kamu bisa ngomong seperti itu? Aku bisa memenuhi yang kamu inginkan, meski nggak semua dan nggak langsung satu waktu. Tentu ... semuanya butuh waktu dan harus bertahap!” terang Evan yang masih bersikeras ingin meyakinkan Susan bahwa dia b
“Iya, Mba! Aku setuju tapi tentu aja semua ada syaratnya!” jawab Susan dengan berani menantang wajah Renata.“Syarat? Syarat apa yang sedang kamu bicarakan? Seharusnya, kamu menerima semuanya dengan lapang dada dan nggak ada lagi persyaratan lain,” ungkap Renata jelas tidak senang dengan jawaban yang dilontarkan oleh Susan barusan.“Itu adalah hal yang udah aku dan mas Evan tetapkan tadi. Jadi, Mba Renata nggak bisa ganggu gugat lagi. Itu cukup aku dan mas Evan aja yang tau!” terang Susan lagi kepada Renata.“Apa lagi ini maksudnya? Hanya antara kamu dan mas Evan? Kalian merahasiakan hal besar dariku?”“Aku hanya ingin tetap menjaga perasaan Mba Renata aja. Aku nggak mau nanti Mba malah stress sendiri dan mungkin bisa depersi kalau tau semua yang aku bicaraka sama mas Evan tadi.”“Kurang ajar! Lancang banget kamu bicara sama aku seperti itu, Susan! Kamu nggak tau diri, nggak tau terima kasih! Aku ini sedang berusaha menyelematkan harga diri dan hidup kamu, Susan!” pekik Renata tak ter
“Ya Tuhan. Apakah keputusanku ini udah benar? Apakah nantinya ini nggak akan membuat kami semua saling tersakiti?” tanya Susan seorang diri di dalam kamarnya.Meski tidak pernah menjalankan ibadahnya, tapi Susan masih percaya dengan Kuasa Tuhannya. Namun, semua itu tidak membuatnya lantas menjadi wanita yang sholehah dan mengikuti semua ajaran dalam agamanya. Susan merasa sudah sangat jauh tertinggal dan berdosa, sehingga dia merasa malu untuk menghadap pada Tuhan.Kali ini, semuanya tidak lagi sama dan Susan sendiri tidak lagi punya tempat mengadu. Selain Tuhan yang selalu dipercayanya, Susan tidak tahu lagi kepada siapa harus mengeluh dan mengadu. Situasi yang begitu rumit dan tidak mudah untuk dilewatinya sedang berada di depan mata.“Apa yang nanti akan terjadi kepadaku? Bagaimana hidupku setelah ini?” tanyanya lagi dengan rasa tak berdaya.Susan sudah pasrah dengan semua yang akan terjadi esok karena saat ini dia benar-benar tidak lagi punya pilihan lain. Apapun yang dia jalani s
“Tatapan mas Evan itu untuk siapa? Akukah? Atau untuk Susan?” tanya Renata dalam hatinya dengan tidak tenang.Dia melihat tatapan penuh kekaguman dan juga tak ingin melepaskan dari sorot mata Evan saat ini. Namun, karena jarak yang jauh dia tidak bisa memastikan ke mana arah tatapan suaminya itu. Renata tidak pernah melihat tatapan Evan yang seperti itu pada wanita lain selain dirinya.Renata mengiringi Susan hingga ke lantai dasar dan duduk berdampingan dengan Evan di depan penghulu. Kedua orang itu bertemu setelah semalaman tidak saling bertemu dan juga tidak saling bertegur sapa. Semua persiapan dan perlengkapan dilakukan oleh Renata seorang diri.“Sekarang kalian udah resmi sebagai suami dan istri. Silakan tanda tangan kertas sebagai bukti hubungan kalian ini. Nanti, kalau semua berkas yang dibutuhkan udah selesai dan bisa diurus, segera diganti dengan buku nikah. Ini hanya sementara agar tidak terjadi fitnah seperti yang dikatakan oleh mba Renata kepada saya kemarin,” ungkap pak
Renata sungguh tidak bisa berkata-kata mendengar ucapan Susan itu. Baginya, semua yang dikatakan Susan itu masuk akal. Namun, tidak seperti itu yang dia harapkan dan bayangkan sejak awal. Bagaimana Susan bisa dengan penuh rasa percaya diri mengambil posisinya saat ini? Lalu, Evan juga tidak terlihat seperti akan berpihak kepadanya.“Mas!” panggil Renata seperti sedang meminta pembelaan pada lelaki yang selalu mencintainya itu.“Maaf, Sayang. Kamu menginginkan pernikahan ini sejak awal dan semua udah terjadi sekarang. Apa yang dibilang Susan itu benar,” ungkap Evan dan semakin membuat Renata tidak berkutik lagi.“Jangan panggil mba Renata dengan sebutan sayang dong, Mas. Di sini aku yang istri kamu, bukan mba Renata!” ucap Susan yang langsung meralat perkataan Evan tadi dan melirik ke arah tamu yang masih menyantap hidangan di sekitar mereka bertiga.Evan langsung mendehem salah tingkah, begitu pula dengan Renata yang sedikit menjaga jarak dari Evan. Hatinya terasa hancur dengan peruba
“Apa maksud kamu, Mas? ““Maksud gimana? Kamu kalau nanya yang jelas, dong.”“Kamu sengaja ngomong gitu di depan penghulu tadi supaya aku sakit hati kan?”“Ngomong seperti apa, Rena? Kamu datang-datang langsung ngamuk nggak jelas. Apa lagi yang nggak kamu dapatkan dari yang udah kamu rencanakan? Lakukan semuanya sepuas kamu!” jawab Evan dengan suara tinggi dan wajah memerah menahan amarah.Sejak tadi dia sudah sebisa mungkin menahan rasa kesal dan marahnya. Namun, tetap saja semua itu terkalahkan oleh rasa cinta dan sayangnya kepada Renata. Tidak bisa dipungkiri kalau Evan mencintai Renata sangat dalam sehingga dia rela melakukan semua yang diinginkan oleh wanita itu sekarang. Dia menikahi Susan demi membuat Renata merasa puas dan senang dengan ambisinya.Meski di depan Susan, dia tetap harus berpura-pura bersikap tenang dan santai. Agar wanita itu juga tidak curiga pada sikapnya. Semua memang demi anak dan semua itu adalah keinginan yang Renata utarakan sejak lama padanya.“Mas! Kamu
Renata tidak bisa menghentikan tangisnya karena merasa bahwa semua ini adalah resiko dari keputusannya. Seharusnya, sejak awal dia sudah bisa memprediksi semua hal yang mungkin saja terjadi seperti saat ini.[Awalnya aku pikir semua mudah dan pasti bisa aku lalui dengan lapang dada. Tapi, ternyata aku salah dan semua terlalu menyakitkan untuk aku rasakan saat ini. Meski begitu, bukan kah semua adalah pilihanku dan aku harus bisa melewatinya. Semangat, Renata! Kamu hebat dan kamu bisa!]Renata baru saja mengunggah sebuah status di salah satu media sosialnya. Di sana tempat Renata berkeluh kesah dan meluapkan perasaannya. Tidak banyak orang yang tahu akun barunya itu karena memang Renata memprivasikan akun itu dari keluarga serta dari teman-teman dekat.Hanya satu orang teman lamanya yang tahu akun itu karena memang Renata tidak ingin dia tahu akun asli Renata. Orang itu adalah Rizal – mantan suaminya yang baru bertemu dengannya kemarin di Bali. Mereka sudah bertukar akun media sosial d
Sarah baru sadar bahwa Renata ada di sana dan membuatnya menjadi sedikit canggung. Renata hanya tersenyum kaku saat ditatap tak enak hati oleh Sarah. Begitu pula dengan Evan yang merasa bahwa ibunya itu sudah menyakiti hati dan perasaan Renata secara tidak sengaja.“Maafkan Mami, ya Sayang. Mami nggak bermaksud menyinggung kamu dan mengabaikan kamu. Mami hanya kasian sama Susan, dia kan senndirian sekarang dan kondisinya juga sedang hamil seperti kamu. Jadi, kita keluarganya sekarang supaya dia tetap semangat,” jelas Sarah kepada Renata dan memang terlihat sedikit gurat perasaan bersalah di wajah wanita paruh baya itu.“Nggak apa-apa kok, Mi. Aku juga udah bilang seperti itu sebelumnya sama Susan. Dia boleh anggap kami semua ini sebagai keluarganya.” Renata berkata dengan bijak dan tidak marah sama sekali.“Iya, Nak. Bagus kalau kamu mempunyai pemikiran seperti itu dan memang biasanya kalau wanita hamil akan peka terhadap perasaan wanita hamil lainnya. Jadi, Mami salut banget sama pem
“Baru trimester pertama, Bu.” Susan menjawab dengan singkat dan senyuman yang canggung.“Oh gitu, ya. Berarti sama dengan usia kehamilan Renata,” ucap Sarah lagi dan berusaha menepis perasaan aneh atau curiganya saat tadi menyentuh perut Susan.“Iya, Bu. Memang usia kehamilan kami sepertinya sama,” kata Susan dengan senyum canggung.“Nggak usah takut dan malu-malu sama saya. Saya ini maminya Evan dan kamu boleh panggil mami juga sama saya. Nggak usah panggil ibu lagi, ya.” Sarah berkata dengan sangat ramahnya kepada Susan dan hal itu tentu saja membuat Renata sedikit cemburu.Walaupun pada dasarnya dia memang ingin mencurikan simpati Sarah untuk Susan, agar Sarah tidak terlalu fokus pada kehamilan palsunya itu. Namun, tetap saja saat semua terjadi di depan mata kepalanya sendiri Renat merasa cemburu akan hal itu.Evan sudah bisa melihat gelagat cemburu dari istrinya itu dan mulai bergerak ke kursi tempat di mana Renata duduk bersama dengan Sarah saat ini. Akan tetapi, saat Sarah melih
“Oh dia ... dia istri temannya mas Evan, Ma. Dan sekarang dia udah jadi janda ...,” ucap Renata menjawab pertanyaan Sarah dengan membawa ekspresi sedih yang dibuat-buat.“Hah? Teman Evan yang mana? Kamu punya teman yang udah meninggal, Van? Kok Mami nggak tau?” tanya Sarah pula beralih kepada Evan yang berada di sisi Renata.“Eh, i-iya, Ma. Teman aku waktu masih SMA dulu dan dia memilih untuk jadi abdi negara. Tapi, sayangnya dia gugur di medan pertempuran dan sekarang istrinya menjanda dan juga lagi hamil, sama seperti Rena.” Evan untuk pertama kalinya bicara panjang lebar untuk menjelaskan semua hal yang tentu saja adalah kebohongan itu kepada SarahSelama ini Evan terkenal dengan sebutan pria yang bersikap dingin dan tidak banyak bicara. Memang seperti itulah Evan, dan dia tidak terlalu suka banyak bicara dalam hal apapun. Sarah sangat hafal dengan sikap dan kebiasaan putranya itu.Jadi, saat dia mendengar Evan berbicara seperti tadi tentu saja membuat Sarah tahu bahwa putranya jug
“Mami! Kenapa nanya gitu sama Renata? Mami melukai hati istriku!” tegur Evan lagi dan kini berpindah ke sisi Renata.Dia merangkul tubuh istrinya yang tampak sedih dan mata Renata bahkan sudah berkaca-kaca. Walaupun dia berpura-pura hamil saat ini di depan Sarah, tetap saja sebenarnya dia tidak akan pernah bisa mengandung lagi. Jadi, pertanyaan yang dilemparkan Sarah kepadanya itu terasa begitu menyakitkan dan juga mengoyak ngoyak perasaannya saat ini.“Sayang ... nggak usah diambil hati, ya ucapan mami. Mami hanya kaget dan merasa syok, soalnya kan selama ini kita udah berjuang keras untuk bisa mendapatkan keturunan.” Evan berusaha untuk menghibur hati dan perasaan Renata yang sudah jelas merasa kacau berat sekarang ini.“Nggak apa-apa, Mas. Aku ngerti kok kalau Mami masih nggak percaya sama kehamilan aku ini. Mudah-mudahan nanti anak ini lahir mirip banget sama kamu, ya Mas. Jadi, Mami nggak meragukan lagi bayi dalam kandunganku ini,” ungkap Renata dengan nada sedih di depan Sarah.
Setelah memberikan arahan kepada Susan, Renata pun turun ke bawah dan mempersiapkan jamuan untuk ibu mertuanya yang akan datang dan menginap. Tentu saja mbok Minah sudah membantunya membersihkan rumah yang memang selalu sudah dalam keadaan rapi dan bersih.“Mbok Nah udah masak apa di dapur?” tanya Renata yang duduk di ruang keluarga, di atas sebuah sofa empuk berwarna merah hati.“Mbok Nah lagi bikin sambalado tanak gitu, Mba. Soalnya bu Sarah kan suka itu banget dari dulu.”“Oh iya. Apa kebetulan semua bahan ada di kulkas, ya Mbo?” tanya Renata lagi.“Iya, Mba. Kebetulan semua bahan ada karena kemarin kan mas Evan abis belanja online juga sama yang biasa nganter ke rumah. Tapi, tadi Mbok Nah tambahin telor puyuh aja biar enak dan ada lauknya selain campuran teri dan kawan-kawannya di sana.” Mbok Minah menjelaskan hal itu kepada Renata dengan sangat detail.Renata tidak mendapatkan info dari Evan bahwa ibunya akan datang dan menginap. Sebenarnya, Renata merasa kesal kepada Evan karena
“Bu Sarah itu maminya mas Evan, berarti itu mertuanya Nak Susan juga sekarang. Tapi ... tetap nggak boleh dikasih tau, ya.” Mbok Minah berkata dengan wajah yang sendu setelah sempat bersemangat.“Maminya mas Evan? Jadi, dia mau datang ke sini, Mbok Nah?” tanya Susan yang jujur saja merasa kaget dengan kabar kedatangan ibu mertua Renata itu.“Iya, Nak. Beliau udah ada di Bandara sekarang. Biasanya kalau datang, beliau akan menginap seminggu paling lama di sini,” jelas mbok Minah kepada Susan pula.“Menginap seminggu di sini? Terus, aku gimana, dong Mbok Nah? Apa aku harus sembunyi selama seminggu sampai maminya mas Evan pulang?”“Itu yang Mbok Nah belum tau, Nak. Gimana kalau kita tunggu aja keputusan dari mba Renata atau mas Evan? Biar lebih jelas dan nggak salah ambil langkah.”“Mbok Nah benar. Aku siap kalau harus pergi dulu dari rumah ini selama maminya mas Evan menginap. Kalau sembunyi di dalam rumah doang selama seminggu, aku nggak mau, Mbok!”Susan terus terang saja kepada mbok
“Oke kalau gitu, Mba. Aku pegang janji Mba dan aku pasti akan tagih saat waktunya tiba nanti,” kata Susan dengan suara yang terdengar penuh tekad.Renata tidak menanggapinya terlalu serius karena dia tahu tidak ada yang lebih diinginkan seorang wanita dengan kehidupan miris seperti Susan itu kecuali uang. Bukan maksud hati Renata untuk merendahkan derajat Susan, tapi kebanyakan wanita yang dia temui memang mengidolak uang dan uang di atas segala-galanya untuk dijadikan sebagai permintaan atau persyaratan utama.Jadi, untuk saat ini pun dia sudah bisa menebak apa yang akan diminta Susan ketika anak dalam kandungannya itu sudah lahir. Susan pasti butuh biaya dan juga banyak sekali uang untuk pergi dari hidupnya dan Evan. Gadis dengan latar belakang keluarga tidak mampu itu tentu butuh modal banyak untuk bisa terus melanjutkan hidupnya setelah pergi dan keluar dari keluarga Evan.“Sekarang, kamu ikuti aturan mainnya dan lakukan semua dengan baik. Bisa?” tanya Renata dengan suara pelan ta
Renata tertegun mendengar pertanyaan dari Evan dan tidak menduga kalau pria itu akan bertanya seperti itu. Bagi Renata, dia sudah melakukan semua yang terbaik sejak awal dan sekarang mereka sudah mendapatkan hasil yang diinginkan.“Aku juga akan bantu merawat dia, Mas. Dia kan tinggal di sini, jadi nggak mungkin aku cuek aja sama dia.” Renata menjawab dengan senyum ramah.“Merawat dia bagaimana?” tanya Evan sekali lagi.“Aku akan membantu meringankan tugas kamu sebagai seorang suami lah, Mas. Kamu kan juga harus kerja dan nggak bisa selalu ada untuk Susan. Makanya aku yang akan gantiin kamu selama kamu bekerja.”“Terus, kalau aku udah pulang kerja gimana?”“Saatnya kamu yang mengurus dia dan memenuhi semua yang dia mau, Sayang. Kita harus kerja sama karena anak itu nantinya juga akan menjadi anak kita.”“Kamu yakin itu akan jadi anak kita nantinya? Gimana kalau tiba-tiba aja nanti Susan nggak mau menyerahkan anak itu untuk kita?” tanya Evan yang terdengar tidak terlalu serius bertanya
“Kamu ngomong apa sih, Sayang? Aku nggak ada maksud untuk membawa serius pernikahan dengan Susan saat ini!” tegas Evan kepada Renata.“Kita nggak ada bisa menebak apa yang akan dan bisa terjadi di kemudian hari, Mas.”“Maksudnya, kamu berharap kalau perasaanku ke Susan berubah jadi sungguhan, begitu?” tanya Evan dengan nada penuh penekanan di akhir kalimatnya itu.Renata tidak bisa menjawab lagi karena sebenarnya dia tidak pernah mengharapkan hal itu sama sekali. Hanya saja, dari cara dan sikap Evan yang tampak aneh itu jelas bisa dibaca oleh Renata. Namun, tetap dia tidak ingin mempertegasnya terlalu cepat karena bagaimanapun juga saat ini Renata masih teramat sangat mencintai suaminya itu.Hal yang nekad dan begitu menguji keimanan, kesabaran, keikhlasan, dan juga ketabahan ini harus dia jalani karena rasa cintanya yang begitu besar terhadap Evan pada awalnya. Renata tidak ingin bercerai dan berpisah dari pria yang sudah sepuluh tahun menjadi suaminya itu.Semua hal yang dia takutka