Bab 55. Perempuan yang Menggigit Bibirnya
Sesampainya di depan rumah, Ainun menghela napas, menghapus jejak di pipi sambil mengucapkan salam dengan suara sangat pelan. Dia melewati pintu utama dengan perasaan gundah gulana. Bu Madinah tidak terlihat, jadi gadis bermata indah itu langsung menuju kamar dan mengunci dari dalam.
Padahal dia sudah berusaha untuk lebih lapang pada setiap takdir, membaca surah thoha setiap selesai salat serta dzikir penenang hati. Mata sudah sedikit bisa terbiasa melihat kedekatan Nizar dan Alia, menerima kenyataan kalau mereka adalah sepasang suami istri.
Akan tetapi, ketika berjuang bangkit dalam keterpurukan, Rania justru sengaja membongkar luka lama yang sudah Ainun kubur dalam. Demi menjaga kesehatan mentalnya.
Ainun memejamkan mata, menahan setiap rasa sakit yang ada. Dia menggigit bibir agar tidak sampai menangis. Sayangnya, sekuat apa pun gadis itu menahan tangisnya, sekuat apa pun dia menggigit bibir, bulir bening tak m
Bab 56. Rasa yang Selalu AdaEmpat puluh sembilan hari kemudian, mereka akhirnya sibuk menata kursi serta memasang baliho selebar atap warung tanpa dinding itu, juga papan spanduk warna kuning di depan rumah sebagai penanda bahwa mereka sedang berjualan.Semua sudah tertata begitu rapi berkat kerja keras mereka semua. Diqi tidak ada di sana karena harus mengunjungi usahanya sendiri, menjelang akhir bulan.Yang paling lucu adalah gerobak baksonya yang penuh dengan stiker love pada bagian kaca. Tembok yang merupakan pagar rumah itu mereka warnai sedemikian rupa sehingga terlihat memanjakan mata. Seperti cafe-cafe kecil di luar sana.____BAKSO MERIANGMerindukan Kasih SayangSo, yang sedang meriang bisa mampir ke sini di rumah Bu Zahra jalan Kenangan nomor 11. E tapi, tidak untuk mengenang masa lalu, ya! Canda masa lalu.Selain rasa bakso yang begitu memanjakan lidah, kalian juga akan disuguhi pemandangan indah alias
Bab 57. Pandangan Cinta dan CemburuKarena perawat yang ditelepon oleh Nawaf sedang merujuk pasien, akhirnya menyerah saja dan memilih menunggu gadis itu siuman atas permintaan Bu Zahra.Alia sangat khawatir. Dia menyembunyikan air matanya sambil terus mengoleskan balsem pada leher belakang Ainun. Hanya ada dia di dalam kamar, Bu Zahra memasak di dapur sementara Nawaf dan Nizar menunggu di luar.Keduanya bertopang dagu, khawatir terhadap keadaan Ainun. Sekalipun Nizar hanya mantan, tetap saja gadis itu sangat baik baginya terutama karena dia adalah sahabat sang istri."Tidak, aku tidak bisa melupakannya," kata Ainun masih memejamkan matanya."Aku sangat mencintainya. Terpaksa menyembunyikan luka itu menyakitkan. Lebih baik tanpa senyuman daripada tersenyum padahal hati terasa perih.""Mau bagaimana lagi, aku sudah berusaha, tetapi sepertinya perasaan cinta ini semakin megah saja.""Aku pikir akan terasa mudah, tetapi semua janji yang
Bab 58. Nasib Malang AinunPOV Ainun___"Al-Anbiya ayat 89." Aku menjawab sedikit ketus. Bisa-bisanya Alia menanyakan hal itu padahal dia juga sudah lama tahu karena kami belajar bersama. Sementara tadi kan aku emang lupa dengan amalan itu.Aku harus mengamalkan, tetapi berpikir lagi bagaimana cara mengambil debu. Jika cara itu berhasil, ditambah doa pada Tuhan agar dijodohkan dengan Nizar ... tunggu, masihkah aku mencintai Nizar?Hari sudah semakin sore, harusnya aku pulang sekarang. Namun, berat rasanya meninggalkan tempat di mana ada Nizar di sana. Perih hati mengingat semua masa lalu.Sebenarnya aku sangat benci pada diri sendiri karena tidak bisa melupakan Nizar. Dia adalah lelaki yang sudah menghipnotis aku, berani membuatku melambungkan harapan dengan sangat tinggi.Kami bahkan sudah menentukan nama anak di masa depan kami saat Nizar tidak sengaja membalas story yang aku unggah tentang keinginan meniru ibu Nusa dan Rara.
Bab 59. Menikahlah DengankuPoV Author______Gadis itu baru saja membuka matanya. Pandangan masih sangat buram, sehingga du harus mengucek mata indah itu perlahan.Beberapa menit kemudian, dia menyalakan lampu utama, lalu menoleh ke arah kanan tepat di mana jam dinding berada."Hah? Astagfirullah!" Ainun memekik ketika melihat jarum jam panjang itu menunjuk angka dua malam. Berarti dia sudah tertidur selama hampir tujuh jam."Mana belum salat magrib sama isya lagi," gumam Ainun segera keluar dari kamar menuju dapur untuk mengambil wudu.Sebenarnya dia masih sedikit linglung, tetapi salat adalah sebuah kewajiban yang tidak boleh ditinggalkan sebagai rukun Islam ke dua. Apalagi jika meninggalkan salat itu harus di-qadha.Selesai mengambil wudu, gadis itu langsung melaksanakan salat isya, meng-qadha salat magrib, lalu memanjatkan doa kepada Tuhan. Dia membaca doa nurun nubuwah sesuai rutinitasnya selama ini.Masih me
Bab 60. Cinta yang Salah"Maaf, aku gak sengaja ngomong gitu ke waria. Aku cuma pengen menghindari mereka doang, makanya kelepasan bohong. Soalnya malu banget diliatin banyak orang. Apalagi dia ngomRuwong sesuatu yang menjijikkan." Diqi kembali menjelaskan, kali ini air mukanya terlihat sangat serius.Sekali lagi, dia tidak mau jika Ainun sampai menjauhinya karena perasaan itu. Lebih baik tetap menjadi teman biasa daripada harus berubah asing.Diqi paham bahwa tidak semua cinta berujung kisah indah seperti dalam Negeri Dongeng di mana sang pangeran dan putri pasti bersatu dan hidup bahagia selama-lamanya. Sementara di real life sangat menyakitkan."Gak apa-apa. Aku paham, kok." Ainun menjawab sambil mencomot cemilan itu karena berusaha menghargai perjuangan Diqi. Dia senang, tetapi hanya sebatas itu, masih tak ada ruang untuknya.Melihat Ainun begitu menikmati cemilan, Diqi merogoh ponsel, hendak membuat status di Facebo0k hasil copas dari channel
Bab 61. Pelukan NestapaSaat jeda sepuluh menit menjelang salat asar yang kebetulan tidak ada pelanggan baru lagi, mereka menutup pagar sementara. Hanya ada beberapa orang yang makan di tempat, tentu saja mereka adalah sekumpulan makhluk genit yang sudah lama merindukan kepulangan Nawaf.Keuntungan hari ini belum mereka hitung, menunggu kelar saja. Empat puluh delapan pelanggan online tentu saja membuat Ainun tidak kalah sibuknya membalas pesan mereka satu per satu yang langsung di arahkan ke Whats-App.Ainun membuat grup dadakan agar bisa me-list pesanan mereka. Nanti peserta bisa keluar kalau sudah menerima bakso itu sekaligus mengomentari rasa dan sebagainya.Lelah menjawab pertanyaan mereka. Ainun menggunakan voice note. Jika pertanyaan itu dari seorang lelaki, Diqi inisiatif membalas, begitu pula sebaliknya.Kelar, lima kurir berangkat menuju lokasi. Nawaf dan Nizar mengangkat kursi kayu panjang, kemudian mereka berlima duduk di sana, menunggu
Bab 62. Kesengajaan"Siapa yang menjadi orang ketiga?" Diqi langsung berdiri di hadapan Ainun.Mereka semua perlahan mundur melihat tatapan tajam dari lelaki itu. Setelahnya, menyerahkan uang pada Alia, kabur bersama-sama.Stok bakso tinggal sedikit, begitu juga dengan es teh manis. Namun, suasana hati Ainun sudah rusak. Gadis itu duduk di kursi panjang semula, kemudian bersandar sambil menghela napas panjang.Pikirannya tidak bisa tenang. Semenjak ditinggal Nizar, dia selalu mendapat ledekan dari orang-orang bahkan kepada mereka yang tidak dia kenal.Sementara itu, Alia tersenyum manis. "Biar jualannya dilanjut Nizar sama Kak Nawaf. Ayo, kita masuk ke dalam. Diqi juga pasti capek.""Aku bantu mereka saja," sahut Diqi masih tanpa senyuman. Lelaki berkulit putih itu sangat tidak suka apabila ada yang berani menyakiti hati Ainun dengan sengaja.Mereka bertiga kembali jualan. Ah ya, Rania ternyata masih di sana. Akan tetapi, Alia tidak b
Bab 63. Menikahlah, Ainun"Itu karena Rania. Dia salah paham tentang isi percakapan palsu yang dibuat oleh orang yang tidak bertanggungjawab. Intinya Ainun sendiri sudah jelas melupakan Nizar!" Jawaban dari Alia berhasil membungkam pertanyaan tetangga.Nizar yang sejak tadi diam terpaksa menyuruh mereka pulang dan menganggap grand opening sudah berakhir meskipun masih ada satu jam lagi juga stok masih ada.Mereka mengunci gerbang, kemudian langsung masuk rumah setelah merapikan semuanya. Stok yang masih ada bisa dijual lagi besok, sedangkan es teh manis akan mereka minum sendiri.Ainun ingin pamit, tetapi mereka justru melarangnya. Ya, Nawaf mencengkram lengan gadis bermata indah itu memaksa untuk tetap duduk di ruang tamu. Untung saja dia selalu memakai gamis, jadi mereka tidak bersentuhan secara langsung."Ada yang mau aku sampaikan sama kamu, Ainun. Ini terkait dengan segala hinaan, cemooh serta prasangka buruk mereka ketika melihatmu. Tidak sem