Home / Romansa / Menerima Lamaran Kekasih Sahabatku / Bab 5. Lupakan Kalau Kita Sahabat

Share

Bab 5. Lupakan Kalau Kita Sahabat

Author: Bintu Hasan
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

"Lambat laun, dia akan mengerti. Ibarat sebuah doa yang belum dikabulkan sesuai keinginan kita, suatu hari pasti ada jawaban mengapa doa tersebut baru dikabulkan hari ini, bukan lima bulan lalu sesuai keinginan kita, misalnya? Takdir Tuhan itu selalu indah jika kita melapangkan dada untuk menerima setiap ketetapannya. Ainun pasti selalu meminta jodoh terbaik kepada Tuhan dan mungkin bukan aku jawabannya."

Aku tertegun mendengar jawaban dari Nizar. Apa yang dia katakan, semuanya adalah kebenaran. Apalagi tentang takdir yang tidak bisa kita lawan dan hanya bisa berharap merubahnya dengan kekuatan doa.

Membahas tentang masalah kami yang diibaratkan pada sebuah doa. Tentu kita merasa Tuhan tidak mengabulkannya karena sudah lewat waktu dalam perhitungan kita, padahal Tuhan selalu mengabulkan doa di waktu yang tepat karena selalu ada hikmah di balik semua itu.

Benar pula dugaan Nizar karena Ainun selalu mengatakan kalau dirinya meminta jodoh terbaik kepada Tuhan tanpa menyebut nama seseorang. Ketika doanya dikabulkan dengan menjauhkan Nizar darinya karena bukan yang terbaik menurut-Nya, Ainun seketika merasa menjadi korban harapan palsu.

Namun, aku tidak akan mengatakan ini pada Ainun. Hatinya sedang sensitif, jadi lebih baik mendoakan saja agar dia mau berlapang dada menerima setiap ketentuan dari takdir. Kalau saja boleh meminta, aku tidak pernah menginginkan masalah seperti ini menimpa kami karena bersahabat dengan Ainun adalah keberuntungan bagi diriku sendiri.

"Kalian dekat sejak masih sekolah sampai belajar di rumah Ustazah Halimah. Pasti Ainun bisa memahamimu juga. Ainun butuh waktu, Alia," tambah mama memegang bahuku lembut.

Aku bisa melihat Nizar mengulum senyum. "Jadi, masalah sudah selesai, ya? Tidak ada pembatalan lamaran dan tanggal pernikahan tetap sama?"

"Iya," jawabku yang hampir terdengar seperti gumaman.

Setelah itu, Nizar langsung pamit karena tidak lama lagi mentari kembali ke peraduan digantikan oleh rembulan. Sekalipun sinarnya kalah terang, tetapi kita lebih leluasa menatap bulan. Ah, apa yang aku katakan? Lupakan semua itu, aku hanya ingin tenang.

***

Selesai mencuci piring, aku langsung kembali ke kamar. Ayah belum juga pulang, mungkin masih ada pekerjaan lain, sementara mama langsung masuk kamar karena kelelahan.

Aku menekuk lutut di samping tempat tidur sambil memandangi layar ponsel menunggu balasan dari Ainun. Ya, pertama-tama aku hanya mengirim salam dahulu sambil menunggunya online.

Nur Ainun Jamilah dan Nizar Abdullah memang kelihatan cocok saat bersama. Sementara aku? Mungkin orang-orang akan menuduhku sebagai perebut jika tahu kalau mereka berdua pernah memiliki hubungan istimewa. Sakit? Tentu saja.

'Biar Tuhan menjadi saksi kalau aku tidak pernah memiliki niat merebut kebahagiaan orang lain apalagi jika dia orang terdekatku.'

Sengaja aku memasang story seperti itu di aplikasi hijau agar Ainun semakin yakin kalau aku sebenarnya masih memikirkan dia. Namun, tidak berhasil mengembalikan Nizar. Sekalipun aku ingin, kalau Nizar menolak, maka semua akan percuma. Aku kasihan pada Ainun dan semoga saja ego tidak membunuh imannya.

Notifikasi Whats-App mengalihkan perhatian. Lekas aku kembali pada kolom percakapan dan membuka balasan Ainun. Bukan balasan salam semata, gadis itu juga menanyakan kejelasannya dengan Nizar karena nomornya sudah diblokir duluan.

Tidak lama kemudian, panggilan masuk dari nomor Ainun. Aku menghela napas panjang, melafazkan dzikir dan doa Nabi Musa berharap Ainun bisa mengerti penjelasan aku nantinya. Panggilan terhubung dan Ainun langsung menodong dengan banyak pertanyaan.

"Betul, aku sudah menyampaikannya sama Nizar. Aku membujuk sebisa mungkin bahkan mengaku menolak untuk melanjutkan hubungan ini sampai ke pernikahan. Namun, ternyata semua usahaku tidak membuahkan hasil padahal aku sudah minta Nizar untuk menikahimu saja dan bukan aku."

"Apa alasannya bertahan selain takdir, Lia? Aku tahu, Nizar pasti mengatakan semuanya adalah takdir."

Berulang kali aku mengusap wajah gusar karena napas memburu. "Tidak, Ainun."

"Katakan atau mulai detik ini kita bukan sahabat lagi!"

"Dia mencintaiku ... katanya." Aku menjawab malas padahal hati berbunga-bunga.

Tidak ada jawaban lagi, hanya isakan kecil yang kini terdengar jelas. Sekali lagi aku memahami keadaan Ainun. Meskipun di luar sana banyak lelaki yang jauh lebih tampan dan mapan, hati tidak bisa berbohong hendak memilih pelabuhan mana untuk berlabuh.

"Kalau begitu lupakan aku sebagai sahabat kamu, Lia. Aku nggak sanggup kalau nanti ngeliat story kamu tentang Nizar. Aku tidak mau cemburu pada seseorang yang bukan milikku sekaligus mencintai orang lain."

"Ainun, kamu itu bilang apa, sih? Nggak ada mantan sahabat. Sampai kapan pun aku bakal nganggap kamu saudara aku meskipun tidak sedarah. Jangan katakan itu lagi!" balasku sedikit emosi mendengar ucapan Ainun.

Terdengar embusan napas kasar dari balik telepon. Ainun memang kadang cepat marah dan susah pulihnya kecuali setelah dibujuk selama tiga kali. Entah benar atau tidak, gadis yang lahir pada hari selasa memang cenderung mudah marah sekaligus membesar-besarkan masalah karena mereka ibarat sebuah api.

"Aku bakal tetap hapus nomor kamu, Lia, sampai hatiku benar-benar pulih atau kamu mengembalikan Nizar untukku. Aku mencintainya dan mungkin tidak ada yang bisa menggantikan Nizar di dalam hati ini."

"Ai–"

"Kalau kamu emang menganggap aku saudara, tidak mungkin kamu menyakiti aku. Alia, kalau aku nggak bisa dapatin Nizar, kamu atau orang lain pun sama."

Setelah itu panggilan diputus sepihak. Aku semakin bersalah dibuatnya. Ingin menyampaikan pada Nizar juga ragu karena bisa-bisa dia menganggap Ainun sebagai gadis aneh yang sulit melupakan padahal tidak terjadi sesuatu di antara mereka.

Aku menggertakkan gigi. Masalah ini membuatku ingin mendaki gunung, kemudian berteriak sekencang mungkin agar unek-unek yang terpendam hilang dibawa angin. Tuhan, apa kesalahanku di masa lalu sehingga Engkau memberi ujian seperti ini?

Nizar Abdullah memang memikat hati gadis mana pun yang menginginkan suami salih. Matanya teduh, mampu memukau siapa saja yang memandang. Ternyata aku adalah calon pemenang di antara banyaknya gadis yang mengharapkan Nizar menjadi suaminya.

"Alia, kamu sudah tidur?" panggil mama di balik pintu kamar.

Aku beranjak, lalu membuka pintu lebar. "Kenapa, Ma?"

"Ayah kamu mau bicara. Dia sudah tahu tentang Ainun karena mama nggak bisa memikirkannya sendiri. Boleh?"

"Iya, Ma." Aku mengangguk lantas maju tiga langkah, duduk di depan televisi. Ayah tidak tersenyum, padahal biasanya sering bercanda terutama saat malam seperti ini.

Aku mendesah putus asa, lalu memberanikan diri berbicara. "Ayah mau bicara apa?"

"Apa kata Ainun? Apa dia masih mendesakmu untuk pisah sama Nizar? Atau kamu terlalu lemah dan tidak mau memberitahu Ainun kalau kita menjunjung tinggi harga diri, Alia?" Pertanyaan ayah seperti sebuah sindiran. Aku menelan saliva, menundukkan kepala dalam.

Related chapters

  • Menerima Lamaran Kekasih Sahabatku   Bab 6. Resah

    "Ayah tolong jangan menyalahkan Ainun. Aku mengerti keadaannya. Ainun sebenarnya akan menjadi orang paling bahagia kalau aku dilamar seseorang jika saja orang itu bukan Nizar." Aku menjawab dengan pelan karena takut jika sampai ayah marah. Ayah adalah sosok laki-laki yang selalu tersenyum, mudah beradaptasi serta sering melempar guyonan untuk keluarga demi mencairkan suasana. Namun, untuk masalah serius yang melibatkan kehormatan ini membuat ayah terlihat berbeda. "Jujur, ayah tidak akan menyalahkan Ainun jika dia sudah tidak mendesakmu lagi. Masih gadis begitu malah bucin kebangetan seolah sudah tidak ada lagi lelaki lain di luar sana. Kata kasarnya, terkesan tidak laku. Ayah mencoba memahami karena kalian bersahabat, sayangnya gagal." Aku menunduk dalam, sedikit tersinggung mendengar ucapan ayah tadi. Ainun memang bersalah dalam hal mencintai terlalu dalam serta melambungkan harapan setinggi langit. Namun, jangan lupakan bahwa Nizar berperan penting dalam mempermainkan perasaanny

  • Menerima Lamaran Kekasih Sahabatku   Bab 7. Katakan Alasanmu!

    Bab 7. Katakan Alasanmu!"Aku tidak mungkin menjelaskannya. Ini menyangkut aib Ainun dan kita tidak boleh menyebar aib saudara sendiri.""Aib?" Kedua alisku saling bertaut mendengar kata yang tersusun atas tiga huruf itu. "Apa kalian pernah ...."Sengaja aku menggantung kalimat karena khawatir didengar oleh orang lain. Namun, aku yakin kalau Nizar pasti paham arah pembicaraanku. Untung saja cuaca sedikit mendung sehingga matahari tidak membakar kulit."Astagfirullah, naudzubillah min dzalik. Jangan berpikir ke sana, aku tidak mungkin melakukannya. Selama dekat dengan Ainun, aku tidak pernah menyentuh tangannya apalagi untuk berbuat hal ...." Nizar ikut melirik sekitar. Aku bisa memahami.Akan tetapi, rasa penasaran tentang aib yang dimaksud masih mengusik pikiran. Bukan maksud ingin mencari tahu kekurangan orang lain, hanya saja penasaran alasan mereka berpisah. Aku mana mau menikah dengan lelaki perusak wanita.Melihat lelaki itu masih bisa menahan marah, membuatku semakin yakin tent

  • Menerima Lamaran Kekasih Sahabatku   Bab 8. Bukan Romeo dan Juliet

    Bab 8. Bukan Romeo dan Juliet"Itu berarti kamu menganggap dirimu adalah Juliet dan aku ini Rosaline?"Aku lekas menggeleng, lalu tersenyum. Sebenarnya aku sedang memberanikan diri untuk menatap mata Ainun yang merah memancarkan luka menyekat. Menyedihkan, kalimat itu terlintas begitu saja dalam hati."Mungkin sebagian orang akan menganggap demikian, tetapi aku tidak pernah tahu kalau kalian memiliki hubungan. Sementara Juliet, dia tahu kalau Romeo adalah kekasih Rosaline. Lagi pula, cinta Romeo dan Juliet tidak mendapat restu disebabkan perbedaan kasta, sedangkan aku ...." Aku tidak lagi sanggup menjelaskan pada Ainun bahwa antara aku dan Nizar itu tidak ada ikatan sebelum lamaran.Semua terjadi begitu saja. Dia datang melamar, lalu aku menerima karena mengenal dia sebagai lelaki yang baik. Tentang kekurangan yang dia miliki merupakan hal lumrah di mana manusia pasti memilikinya.Namun, cinta akan menjadikan kekurangan itu sebuah kelebihan. Saat menerima lamaran Nizar, aku telah siap

  • Menerima Lamaran Kekasih Sahabatku   Bab 9. Pesan-Pesan di W******p

    Bab 9. Pesan-Pesan di WhasAppPandai ilmu agama tidak menjadi tolak ukur seseorang itu suci dari dosa. Faktanya, sebagian dari mereka melakukan aktivitas pacaran yang keharamannya sudah jelas dalam agama.Namun, aku tidak memukul rata semua orang. Pemahaman yang mereka miliki adalah anugerah, sementara kesalahannya pun tidak harus selalu kita sangkut pautkan dengan agama apalagi menyalahkan ilmu dan penampilannya. Akhlak memang sulit diperbaiki dan ujian paling besar seorang penuntut ilmu adalah cinta.Cinta yang arahnya belum jelas. Cinta yang terkadang menyakiti, menguras energi serta dompet sampai harus membohongi orang tua jika ingin bertemu diam-diam.Aku juga merasa tidak pantas menggunjing mereka karena sama-sama memiliki dosa. Jika dia teman, aku pasti memberi sedikit nasihat dengan cara paling halus. Jika menolak, maka pilihan terbaik adalah mendoakan."Bagaimana, Lia? Apa Ainun masih belum mau save nomor Whats-App kamu lagi?" tanya Rania ketika aku memandangi akunnya yang ta

  • Menerima Lamaran Kekasih Sahabatku   Bab 10. Fitnah

    Bab 10. FitnahPagi ini aku tidak menyempatkan diri untuk sarapan pagi karena harus menuju rumah Ustazah Halimah sesuai kebiasaan setiap hari senin dan kamis. Sebagai pemula, tentu saja masih agak kesulitan, berbeda dengan mereka yang telah menguasai ilmu Nahwu.Pengajian kitab kuning yang berlangsung pukul delapan sampai sepuluh pagi itu dihadiri oleh sepuluh pelajar wanita. Sementara untuk lelaki, berada di lantai dua diajar oleh Ustaz Hamka.Nizar? Dia telah menamatkan beberapa kitab dan gurunya pun bukan hanya Ustaz Hamka saja. Ah, kenapa aku teringat pada lelaki itu lagi? Seharusnya aku melupakan dia sejenak demi ketenangan hati dan pikiran."Cie, calon pengantin udah datang!" celetuk Ayu dengan nada mengejek.Gadis itu memang sering meledek teman-temannya yang lain. Aku tidak mengerti kenapa dia masih saja bermulut pedas padahal Ustazah Halimah sering mengingatkan kami untuk menjaga lisan.Dia dan teman se-geng-nya tidak pernah alpa mengerjai santri wati baru terutama yang tingg

  • Menerima Lamaran Kekasih Sahabatku   Bab 11. Pembelaan

    Bab 11. PembelaanPertanyaan Ustazah Halimah membuat kami semua menunduk. Aku merasa seperti mendapat malaikat penolong. Dengan hadirnya beliau sudah cukup untuk membuat mereka bungkam.Jika tahu aku dianggap perebut, ustazah pasti kembali menasihati kami semua untuk selalu menjaga lisan karena menyakiti hati sesama manusia adalah perbuatan yang tidak dibenarkan."Kenapa tidak ada yang menjawab? Siapa yang merebut siapa?" Kembali Ustazah Halimah menegaskan, ketika sudah duduk di tempatnya menghadap kami semua yang berbaris rapi di depan bangku kecil memanjang ke samping."Ayu, tadi aku dengar suara kamu ketawa. Sekarang jelaskan, siapa yang merebut siapa? Dan kenapa dagu Alia merah begitu?"Bisa kulihat raut wajah Ayu menunjukkan kekesalannya ketika menatapku. Dia juga mengepalkan sebelah tangan seolah menjadi sebuah isyarat kalau aku akan dipukul sepulang pengajian nanti.Gadis itu tersentak, lalu menunduk ketika Ustazah Halimah kembali menyebut namanya."Aku sudah sering mengingatka

  • Menerima Lamaran Kekasih Sahabatku   Bab 12. Jangan Membahasnya Lagi

    Bab 12. Jangan Membahasnya Lagi"Ainun, jangan pergi dulu!"Ainun menghentikan langkahnya, segera Diqi menghampiri gadis itu sesaat setelah memintaku menunggu sebentar. Sementara Ayu dan teman-temannya dipaksa pulang.Jarak kami terlampau tiga meter. Aku tidak bisa mendengar apa yang mereka perbincangkan. Sekalipun sering usil, tetapi Diqi selalu bisa menengahi pertengkaran.Ini kali pertamanya aku bermasalah dengan Ainun. Sejak dulu aku selalu mengalah demi menjaga hubungan baik kami agar tidak renggang. Namun, dalam keadaan sekarang, apakah masih pantas untuk mengalah?"Kita ke rumah Ainun dulu. Tidak baik menyelesaikan masalah seperti ini di jalanan. Takut orang-orang pada mengira kalian memperebutkan aku."Aku menanggapi dengan anggukan kecil serta senyum samar, sedangkan Ainun malah mendelik kesal pada Diqi. Dan untuk pertama kalinya, gadis berkerudung hijau muda itu lebih memilih pulang bersama Diqi daripada aku.Sesampainya di

  • Menerima Lamaran Kekasih Sahabatku   Bab 13. Sahabat yang Baik?

    Bab 13. Sahabat yang Baik?"Ainun, jangan begitu. Apa kamu lupa kalau Alia itu sahabat terbaik kamu? Disaat susah dan senangmu dia selalu ada. Coba pikir, jika ada masalah di antara kalian, siapa yang selalu mengaku salah, selalu mengalah meskipun dirinya benar? Hanya Lia. Sementara Ayu, dia kerap menggunjingmu, mengataimu tidak punya abi. Siapa yang membelamu? Hanya Alia."Mata Ainun seketika mengeluarkan bulir bening. Dia berdiri dengan gerak cepat, lalu mengikis jarak denganku. Detik selanjutnya, Ainun menghamburkan diri dalam pelukanku.Air mataku mengalir deras. Luka Ainun semakin terasa sakitnya di dalam dada. Bahunya terguncang, aku mengusap punggungnya pelan."Nah, kalau akur gitu kan enak. Jadi nggak ada kesalahpahaman lagi. Pokoknya kita hidup itu santai aja. Kalau baik syukuri, kalau bikin sedih tetap syukuri. Alhamdulillah ala kulli haalin, yakni di setiap keadaan. Jangan mencari kebahagiaan, tetapi ciptakan kebahagiaan itu.""Ini adala

Latest chapter

  • Menerima Lamaran Kekasih Sahabatku   Bab 88. Takdir Itu Selalu Indah

    Bab 88. Takdir Itu Selalu Indah.Setiap hari selalu sama, diisi dengan warna kehidupan yang indah. Seperti dulu, seolah tidak ada kisah kelam di masa lalu yang menyebabkan hati hancur tanpa kepingan lagi.Ainun bahagia berada di dekat teman-temannya, tetapi tentu saja ada masa dia menangis dalam kesendirian mengingat orang yang telah mendahului.Semua orang bahagia meski tidak ada kabar dari Rania. Semenjak pindah ke Manado, dia menghilang bagai ditelan bumi. Namun, mereka semua berusaha untuk terlihat santai walau khawatir pindah agama.Tak terasa sudah dua tiga berlalu. Usaha bakso meriang pun tidak lagi berada di depan rumah Bu Zahra melainkan di sampingnya. Jadi tetangga sebelah rumah Alia pindah ke luar kota, jadi mereka membeli lokasi itu karena lumayan luas.Rumah diratakan, lalu membangun warung makan yang lebih terkesan mewah dan bersih. Sementara pada tingkat dua adalah rumah Nizar dan Alia."Cie yang mau nikah. Jadinya sama

  • Menerima Lamaran Kekasih Sahabatku   Bab 87. Pengaruh Ngidam

    Bab 87. Pengaruh NgidamAlia pulang ke rumahnya setelah siang karena Nizar yang meminta. Sementara Ainun berkumpul dengan keluarga Diqi, mereka begitu baik karena mau membantu Ainun.Sebenarnya perempuan itu merasa sedih, seolah dilupakan oleh Rania. Dia hanya menanggapi status Face-book tentang kematian sang umi dengan emotikon sedih, tanpa mengirim pesan apalagi memunculkan batang hidungnya.Dia terbuai oleh godaan Cris. Mereka terlalu bucin sampai lupa pada teman dan yang lainnya. Mereka seperti perangko, menempel siang dan malam. Rania melangkah semakin jauh dari Tuhannya."Kamu pake parfum kopi ya?"Sebelah alis Nizar terangkat tipis. "Iya, emang selalu pake, kan?"Alia mengulum senyum, kemudian memeluk erat Nizar padahal posisinya sedang berada di depan rumah. Untung saja lagi sepi pelanggan siang itu karena cuaca benar-benar panas.Menghirup lekat-lekat aroma parfum Nizar, membuatnya mengulum senyum. "Suka banget!""Lepa

  • Menerima Lamaran Kekasih Sahabatku   Bab 86. Aroma Menyengat

    Bab 86. Aroma MenyengatPukul delapan pagi, Ainun baru saja keluar dari kamar mandi tepat setelah Nawaf dan Nizar pulang karena harus bekerja, begitu pula dengan kedua mertuanya.Saat tiba di dalam kamar, aroma sabun lemon menguar begitu saja sampai menusuk indra penciuman Alia yang sedang sibuk berkirim pesan dengan suaminya."Ainun!" pekik Alia merasa mual. Dia berlari keluar dari kamar sambil menutup hidung rapat. Kepalanya mendadak pusing, keringat membasahi pelipis.Perempuan yang baru saja ingin mengambil daster panjang dalam lemari pakaian itu mengerutkan kening, bingung. Kenapa Alia menutup hidung seakan mencium bau busuk atau menyengat?Padahal selama ini selera sabun mereka sama. Lantas, kenapa? batin Ainun penasaran.Sementara dalam kamar mandi, Alia muntah sedikit. Setelah itu mengambil minum dan langsung meneguknya setengah gelas. Dia terduduk lesu di meja makan sambil sesekali menghela napas panjang."Kamu kenapa, sih?"

  • Menerima Lamaran Kekasih Sahabatku   Bab 85. Jangan Tinggalkan Aku

    Bab 85. Jangan Tinggalkan Aku"Jangan larut dalam kesedihan, Ainun. Perbanyak doa untuk umi, semoga Allah menerima semua amal kebaikannya," kata Ustazah Halimah begitu melihat perempuan itu duduk di dalam kamarnya, menatap kosong dalam pelukan Alia."Umi sudah nggak ada. Sekarang aku yatim piatu, Ustazah," balas Ainun lirih. Tidak ada lagi air mata yang mengalir di sepanjang pipinya.Puncak dari segala kesedihan adalah ketika mata tak lagi mampu menangis. Kehilangan kedua orang tua sangat menyakitkan, membuat Ainun merasa sendiri di dunia.Sakit yang disebabkan kehilangan itu tidak memiliki obat. Mereka bilang, hati akan pulih seiring berjalannya waktu. Akan tetapi, menurut Ainun berbeda. Sampai kapan pun, rasa sakit itu akan selalu ada.Apalagi karena kehilangan orang tua, di mana setiap insan tidak bisa terlahir kembali. Orang tua adalah sosok yang tidak ada gantinya. Mereka ada dalam hati, di tempat paling istimewa.Perempuan itu menunduk

  • Menerima Lamaran Kekasih Sahabatku   Bab 84. Berujung Air Mata

    Bab 84. Berujung Air MataEmosi Diva meluap sampai ke ubun-ubun. Baru saja si Kemayu itu ingin menyerang Ainun ketika Diqi lantas mendorongnya.Diqi sudah berjanji akan melindungi Ainun dalam keadaan apa pun bahkan jika harus kehilangan nyawa sendiri. Dia memberi tatapan tajam, dingin tak tersentuh pada Diva. "Jangan berani menyentuh istriku atau kamu harus berakhir di rumah sakit!" ancamnya serius."Serius amat, Yang? Padahal kalau kamu bagi nomer Whats-App, kan, gak bakal seribet ini. Ayolah!" Diva mengedipkan sebelah mata, sengaja ingin menggoda Diqi.Namun, siapa yang akan tergoda padanya? Setiap lelaki normal itu mencintai wanita dan bukan waria. Diqi sangat tahu bagaimana Islam melarang perbuatan yang meniru umat terdahulu, sebut saja Kaum Sodom."Minggir!" Ainun dengan penuh keberanian mendorong bahu lelaki kemayu itu sampai harus tersungkur ke belakang. Beberapa pasang memperhatikan mereka. Ada yang merasa kasihan ada pula yang menganggap m

  • Menerima Lamaran Kekasih Sahabatku   Bab 83. Senyum Tanpa Makna

    Bab 83. Senyum tanpa Makna"Kamu beneran hamil, Sayang?" tanya Nizar sangat antusias. Kedua matanya berbinar, lalu bulir bening menggenang di sana."Iya, alhamdulillah. Sebentar lagi kamu akan jadi seorang ayah." Alia mengulum senyum, tidak lama setelah itu Nizar langsung menariknya masuk kamar agar bisa leluasa memeluk sang istri.Sebenarnya bisa saja melakukan itu di luar, tetapi khawatir tertangkap basah sama Bu Aminah dan Pak Abdullah, mereka bisa malu. Di dalam kamar, Nizar memeluk erat istrinya sambil menghujaninya dengan kecupan lembut di seluruh wajah."Makanya tadi aku suruh mandi dulu sebelum ngasih tahu, takut bau jigong!" kata Alia setelah Nizar melonggarkan pelukannya.Namun, lelaki itu tidak menanggapi. Dia menuntun Alia untuk duduk di tepi ranjang, setelah itu dia akan mensejajarkan wajahnya dengan perut Alia yang masih sangat rata.Tangan kanannya mengusap perut perempuan itu. "Anak abi. Apa kabar, Sayang? Oh iya, kamu jangan

  • Menerima Lamaran Kekasih Sahabatku   Bab 82. Takdir yang Dirindukan

    Bab 82. Takdir yang DirindukanPukul sebelas malam, kedua mempelai sudah memasuki kamar karena kelelahan karena terus melayani tamu dan memaksakan senyuman. Padahal, Ainun merasa nyeri di bagian perut dan pinggangnya.Saat sedang duduk di depan kaca rias untuk menghapus make up dengan remover, tiba-tiba Diqi berlutut dan memeluknya dari belakang membuat bulu kuduk perempuan itu meremang."Ada apa?" tanya Ainun sedikit gugup. Dia takut melakukan itu. Apalagi sekarang ada di rumah Diqi, mudah bagi lelaki itu untuk memaksanya.Bibirnya yang sedikit gemetar terlihat jelas dari pantulan cermin. Diqi menarik sudut bibir tipis, kemudian berdiri, melangkah menuju lemari pakaian.Setelah kembali, dia meletakkan hadiah dari Alia tadi di meja, tepat depan Ainun. "Buka sekarang!""Nanti saja, Diq–""Eh, bukan Diqi. Habibi, singkatnya 'bi'. Mengerti, Sayangku?"Jauh di lubuk hati, Ainun merasa senang karena melihat binar cinta terpanc

  • Menerima Lamaran Kekasih Sahabatku   Bab 81. Gemuruh dalam Dada

    Bab 81. Gemuruh dalam DadaLepas salat asar, kedua mempelai kembali ke pelaminan. Semua masih saja, tamu undangan silih berganti menyalami mereka. Tentu saja, baik Ainun maupun Nizar hanya mengulurkan tangan kepada mahram saja dan mengatup kedua tangan di depan dada untuk yang lainnya.Rasa lelah duduk seharian hadir memeluk raga mereka. Ainun ingin sekali masuk kamar untuk meregangkan otot walau sebentar. Namun, senyum dari setiap tamu seolah membakar semangatnya lagi dan lagi."Kamu udah buka kado dari Alia?" Kembali Diqi bertanya sesuatu yang tidak ingin Ainun bahas saat ini."Belum. Gak mau buka sekarang, nanti saja.""Kenapa?""Pokoknya nanti saja. Gak usah terlalu penasaran, nanti malah gak sesuai harapan. Alia pasti ngasih jilbab kalau gak gamis.""Menurut aku bukan gamis, melainkan ...." Diqi tersenyum, sengaja menggantung ucapannya lantas mengerling manja pada sang istri.Ainun sendiri menghela napas panjang, lalu memb

  • Menerima Lamaran Kekasih Sahabatku   Bab 80. Qobiltu

    Bab 80. Qobiltu"Qobiltu nikahaha wa tazwijaha alal mahril madzkuur wa radhiitu bihi, wallahu waliyyu taufiq," ucap Diqi begitu lantang melafazkan sighot qabul di depan penghulu dan semua orang.Air mata Ainun kembali menggenang ketika mengingat momen beberapa jam lalu saat dia telah resmi menjadi seorang istri. Seluruh keluarga serta tamu undangan nampak bahagia, Ainun mengulum senyum.Achmad Asshidiqi adalah sosok lelaki yang sudah lama menjadi sahabat gadis bermata indah itu. Mereka sering berbagi pengalaman dan saling melempar pendapat sehingga Diqi tidak menyadari bahwa benih cinta perlahan tumbuh di dalam hatinya.Dia anak bungsu, tetapi hidup mandiri. Tanpa sahabatnya ketahui bahwa sejak sekolah, Diqi memang pernah diajari berbisnis oleh orang tua. Padahal dia terlahir dari keluarga berada.Cinta yang terus tumbuh detik demi detik. Diqi berjanji akan selalu menjaga Ainun, dalam suka duka bahkan di siang dan malamnya."Alhamdulillah, s

DMCA.com Protection Status