Bab 49. Si Lelaki Ganjen
Setelah Ainun benar-benar pergi, Alia menutup pagar itu, kemudian melangkah cepat masuk rumah karena matahari begitu menyengat kulit.
Dia mendapati mama dan ibu mertuanya sedang mengobrol ringan. Bu Zahra sengaja datang ke sana sambil membawa kue kesukaan sang anak.
"Insya Allah, dua hari lagi kakakmu pulang. Dia katanya malas nge-chat kamu, takutnya minta oleh-oleh lagi, sementara dia nabung buat usaha di sini sama Nizar kalau misal beneran mau," kata Bu Zahra memberitahu putrinya.
Alia melebarkan kedua mata, duduk begitu antusias. Dia tidak bisa menyembunyikan kebahagiaannya. Wanita itu tersenyum semringah. "Kak Nawaf malah gak ngabarin. Pokoknya kalau gak ada hadiah, aku ngambek."
"Loh, dikasih tau malah mau ngambek. Nawaf kan mau buka usaha sama suami kamu."
"Iya tuh. Kamu harus dukung mereka, siapa tahu dengan cara itu kalian jadi pengusaha sukses. Kan banyak tuh pengusaha restoran yang mengawali karir dengan be
Bab 50. Suara Hati AinunSetiap harapan yang disandarkan pada selain-Nya, berarti menanam rasa kecewa di kemudian hari karena apa pun yang kita simpan dalam hati selain Allah adalah luka yang pelihara.Hati sering menaruh harap pada yang tersemat di dalamnya. Lantas, tidakkah seharusnya kita mengikis harapan pada orang yang lemah? Sebut saja manusia.Semakin besar harapanmu kepada manusia, maka semakin besar pula rasa kecewa yang engkau terima nanti. Namun, apabila engkau berharap hanya kepada Allah, maka tidak akan ada rasa kecewa walau secuil pun.Ikhlas, sabar dan tawakkal. Hanya itu yang seharusnya kita lakukan.Pernah seorang teman online dari Sulawesi Barat, bertanya, "Tahu gak makna kalimat ini? 'Jangan pernah rindu sama Mandar, tetapi jadikan Mandar rindu sama kamu."Aku mengatakan, "tidak."Ternyata makna sesungguhnya dari segi tasawuf adalah, 'Hilangkan Mandar di hatimu dan tetapkan Allah, maka Allah akan menjadikan Mandar d
Bab 51. De Javu"Nggak sakit itu, Kak. Mungkin dia kayak lagi nahan sesuatu deh. Pengen buang angin misalnya," balas Ainun sengaja melempar guyonan agar suasana menjadi semakin cair.Rania yang mendengar jawaban nyeleneh dari Ainun segera menyikut lengan gadis itu. Namun, bukannya marah, dia justru semakin terkekeh apalagi Nawaf pun terlihat santai.Aroma parfum lemon menyeruak dalam indra penciuman Rania. Aroma yang sama seperti dua tahun yang lalu ketika Nawaf memberi sebuah jawaban tak mengenakkan."Bener lagi nahan angin?" Pertanyaan Nawaf justru semakin membuat Rania malu. Wajahnya benar-benar merah bagai kepiting rebus."Enggak, Kak. Cuma malu aja ketemu sama laki-laki. Jaga pandangan," jawab Rania sedikit gagap karena jantungnya masih berdegup cepat bagai pacuan kuda. Sementara tangan dan kaki mendadak dingin. Sangat tak enak rasanya dalam posisi itu, di mana seharusnya dia bisa bersikap biasa saja seperti sebelum pintu terbuka."Jaga
Bab 52. Kebetulan yang Berulang"Jangan. Ainun gak usah jadi admin sosmed. Nanti dia temani Kak Nawaf jualan, sementara Rania promosi di media sosial."Rania dan Ainun cemberut mendengar penolakan Nizar. Kedua gadis itu menggerutu dalam hati dengan alasan berbeda.Pertama adalah Rania. Dia kesal jika mengurus sosmed sendiri sambil menikmati pemandangan di mana Ainun dan Nawaf sibuk jualan. Kalau ada yang melihat, lalu menganggap mereka sepasang kekasih, maka hati Rania pasti langsung patah.Kedua adalah Ainun. Gadis itu tidak punya perasaan apa-apa pada Nawaf, jadi percuma saja menemaninya sementara Nizar akan menganggap Rania paling berpotensi untuk dijadikan karyawan tetap apabila banyak pesanan online.Namun, mau bagaimana lagi karena keputusan ada di tangan mereka bertiga terutama Nizar dan Nawaf. Modal datang dari mereka berdua, jadi Alia hanya bertugas sebagai manager."Kursinya dibuat warna apa, ya?" tanya Alia lagi sambil mengeluarka
Bab 53. Karena Cinta"Inget kata Neng Rifa yang kita baca di Tele-gram, 'kelak kamu akan hidup dengan akhlaknya, bukan ketampanannya. Kamu akan hidup dengan tanggung jawabnya, bukan hartanya. Kamu akan hidup dengan ilmunya, bukan gaya hidupnya. Maka dari itu temukanlah seseorang yang meredam amarahmu tanpa memakimu, yang bisa memahamimu dengan fitrah sisi wanitamu. Pada hakikatnya kekuatan do'a lebih kuat daripada janji-janji dan Kata-Kata yang tak ada artinya."Ainun tertegun mendengar kata-kata Rania. Benar, bahwa yang dibutuhkan seorang wanita itu bukan ketampanan semata, bukan pula harta benda. Betapa banyak wanita di luar sana yang menyesal menikah dengan lelaki pilihannya sebab terlalu mengutamakan rupa dan ingin hidup mewah.Padahal ketampanan akan memudar seiring berjalannya waktu, lalu harta benda bisa saja Tuhan ambil dalam hitungan detik. Bukan hanya itu, meski hidup mewah, segala kebutuhan terpenuhi jika suami ringan tangan itu menyakitkan.Ti
Bab 54. Akibat Meremehkan Orang"Jangan menilai seseorang dari luar saja. Sebenarnya aku berusaha untuk tidak marah. Andai saja cuma sekali dua kali, masih bisa dimaklumi. Sementara kamu, sudah ke sekian kalinya nyindir-nyindir, bandingin aku sama orang lain. Rania, aku punya pekerjaan.""Pekerjaan apa? Mencintai Ainun tanpa mendapat balasan? Bego banget ngejar-ngejar orang yang gak mau sama kamu. Antara orang yang mencintai dan kita cintai, pilih mana? Sebut saja Ayu dan Ainun."Diqi memalingkan wajah. "Bukan urusan kamu.""Pekerjaan lari dari kenyataan? Pekerjaan memendam rasa cemburu, atau apa? Lagi pula, Ainun tentu saja penasaran, kamu memilih dia atau Ayu. Dijawab doang, gampang!""Kalau kamu ke sini cuma buat rusak mood orang, mending pulang aja deh!" usir Alia mulai tidak tahan.Nizar sendiri memilih diam, tidak ada usaha untuk menghentikan istrinya karena memang Rania sudah keterlaluan. Nizar juga tidak mau berdebat dengan gadis bla
Bab 55. Perempuan yang Menggigit BibirnyaSesampainya di depan rumah, Ainun menghela napas, menghapus jejak di pipi sambil mengucapkan salam dengan suara sangat pelan. Dia melewati pintu utama dengan perasaan gundah gulana. Bu Madinah tidak terlihat, jadi gadis bermata indah itu langsung menuju kamar dan mengunci dari dalam.Padahal dia sudah berusaha untuk lebih lapang pada setiap takdir, membaca surah thoha setiap selesai salat serta dzikir penenang hati. Mata sudah sedikit bisa terbiasa melihat kedekatan Nizar dan Alia, menerima kenyataan kalau mereka adalah sepasang suami istri.Akan tetapi, ketika berjuang bangkit dalam keterpurukan, Rania justru sengaja membongkar luka lama yang sudah Ainun kubur dalam. Demi menjaga kesehatan mentalnya.Ainun memejamkan mata, menahan setiap rasa sakit yang ada. Dia menggigit bibir agar tidak sampai menangis. Sayangnya, sekuat apa pun gadis itu menahan tangisnya, sekuat apa pun dia menggigit bibir, bulir bening tak m
Bab 56. Rasa yang Selalu AdaEmpat puluh sembilan hari kemudian, mereka akhirnya sibuk menata kursi serta memasang baliho selebar atap warung tanpa dinding itu, juga papan spanduk warna kuning di depan rumah sebagai penanda bahwa mereka sedang berjualan.Semua sudah tertata begitu rapi berkat kerja keras mereka semua. Diqi tidak ada di sana karena harus mengunjungi usahanya sendiri, menjelang akhir bulan.Yang paling lucu adalah gerobak baksonya yang penuh dengan stiker love pada bagian kaca. Tembok yang merupakan pagar rumah itu mereka warnai sedemikian rupa sehingga terlihat memanjakan mata. Seperti cafe-cafe kecil di luar sana.____BAKSO MERIANGMerindukan Kasih SayangSo, yang sedang meriang bisa mampir ke sini di rumah Bu Zahra jalan Kenangan nomor 11. E tapi, tidak untuk mengenang masa lalu, ya! Canda masa lalu.Selain rasa bakso yang begitu memanjakan lidah, kalian juga akan disuguhi pemandangan indah alias
Bab 57. Pandangan Cinta dan CemburuKarena perawat yang ditelepon oleh Nawaf sedang merujuk pasien, akhirnya menyerah saja dan memilih menunggu gadis itu siuman atas permintaan Bu Zahra.Alia sangat khawatir. Dia menyembunyikan air matanya sambil terus mengoleskan balsem pada leher belakang Ainun. Hanya ada dia di dalam kamar, Bu Zahra memasak di dapur sementara Nawaf dan Nizar menunggu di luar.Keduanya bertopang dagu, khawatir terhadap keadaan Ainun. Sekalipun Nizar hanya mantan, tetap saja gadis itu sangat baik baginya terutama karena dia adalah sahabat sang istri."Tidak, aku tidak bisa melupakannya," kata Ainun masih memejamkan matanya."Aku sangat mencintainya. Terpaksa menyembunyikan luka itu menyakitkan. Lebih baik tanpa senyuman daripada tersenyum padahal hati terasa perih.""Mau bagaimana lagi, aku sudah berusaha, tetapi sepertinya perasaan cinta ini semakin megah saja.""Aku pikir akan terasa mudah, tetapi semua janji yang
Bab 88. Takdir Itu Selalu Indah.Setiap hari selalu sama, diisi dengan warna kehidupan yang indah. Seperti dulu, seolah tidak ada kisah kelam di masa lalu yang menyebabkan hati hancur tanpa kepingan lagi.Ainun bahagia berada di dekat teman-temannya, tetapi tentu saja ada masa dia menangis dalam kesendirian mengingat orang yang telah mendahului.Semua orang bahagia meski tidak ada kabar dari Rania. Semenjak pindah ke Manado, dia menghilang bagai ditelan bumi. Namun, mereka semua berusaha untuk terlihat santai walau khawatir pindah agama.Tak terasa sudah dua tiga berlalu. Usaha bakso meriang pun tidak lagi berada di depan rumah Bu Zahra melainkan di sampingnya. Jadi tetangga sebelah rumah Alia pindah ke luar kota, jadi mereka membeli lokasi itu karena lumayan luas.Rumah diratakan, lalu membangun warung makan yang lebih terkesan mewah dan bersih. Sementara pada tingkat dua adalah rumah Nizar dan Alia."Cie yang mau nikah. Jadinya sama
Bab 87. Pengaruh NgidamAlia pulang ke rumahnya setelah siang karena Nizar yang meminta. Sementara Ainun berkumpul dengan keluarga Diqi, mereka begitu baik karena mau membantu Ainun.Sebenarnya perempuan itu merasa sedih, seolah dilupakan oleh Rania. Dia hanya menanggapi status Face-book tentang kematian sang umi dengan emotikon sedih, tanpa mengirim pesan apalagi memunculkan batang hidungnya.Dia terbuai oleh godaan Cris. Mereka terlalu bucin sampai lupa pada teman dan yang lainnya. Mereka seperti perangko, menempel siang dan malam. Rania melangkah semakin jauh dari Tuhannya."Kamu pake parfum kopi ya?"Sebelah alis Nizar terangkat tipis. "Iya, emang selalu pake, kan?"Alia mengulum senyum, kemudian memeluk erat Nizar padahal posisinya sedang berada di depan rumah. Untung saja lagi sepi pelanggan siang itu karena cuaca benar-benar panas.Menghirup lekat-lekat aroma parfum Nizar, membuatnya mengulum senyum. "Suka banget!""Lepa
Bab 86. Aroma MenyengatPukul delapan pagi, Ainun baru saja keluar dari kamar mandi tepat setelah Nawaf dan Nizar pulang karena harus bekerja, begitu pula dengan kedua mertuanya.Saat tiba di dalam kamar, aroma sabun lemon menguar begitu saja sampai menusuk indra penciuman Alia yang sedang sibuk berkirim pesan dengan suaminya."Ainun!" pekik Alia merasa mual. Dia berlari keluar dari kamar sambil menutup hidung rapat. Kepalanya mendadak pusing, keringat membasahi pelipis.Perempuan yang baru saja ingin mengambil daster panjang dalam lemari pakaian itu mengerutkan kening, bingung. Kenapa Alia menutup hidung seakan mencium bau busuk atau menyengat?Padahal selama ini selera sabun mereka sama. Lantas, kenapa? batin Ainun penasaran.Sementara dalam kamar mandi, Alia muntah sedikit. Setelah itu mengambil minum dan langsung meneguknya setengah gelas. Dia terduduk lesu di meja makan sambil sesekali menghela napas panjang."Kamu kenapa, sih?"
Bab 85. Jangan Tinggalkan Aku"Jangan larut dalam kesedihan, Ainun. Perbanyak doa untuk umi, semoga Allah menerima semua amal kebaikannya," kata Ustazah Halimah begitu melihat perempuan itu duduk di dalam kamarnya, menatap kosong dalam pelukan Alia."Umi sudah nggak ada. Sekarang aku yatim piatu, Ustazah," balas Ainun lirih. Tidak ada lagi air mata yang mengalir di sepanjang pipinya.Puncak dari segala kesedihan adalah ketika mata tak lagi mampu menangis. Kehilangan kedua orang tua sangat menyakitkan, membuat Ainun merasa sendiri di dunia.Sakit yang disebabkan kehilangan itu tidak memiliki obat. Mereka bilang, hati akan pulih seiring berjalannya waktu. Akan tetapi, menurut Ainun berbeda. Sampai kapan pun, rasa sakit itu akan selalu ada.Apalagi karena kehilangan orang tua, di mana setiap insan tidak bisa terlahir kembali. Orang tua adalah sosok yang tidak ada gantinya. Mereka ada dalam hati, di tempat paling istimewa.Perempuan itu menunduk
Bab 84. Berujung Air MataEmosi Diva meluap sampai ke ubun-ubun. Baru saja si Kemayu itu ingin menyerang Ainun ketika Diqi lantas mendorongnya.Diqi sudah berjanji akan melindungi Ainun dalam keadaan apa pun bahkan jika harus kehilangan nyawa sendiri. Dia memberi tatapan tajam, dingin tak tersentuh pada Diva. "Jangan berani menyentuh istriku atau kamu harus berakhir di rumah sakit!" ancamnya serius."Serius amat, Yang? Padahal kalau kamu bagi nomer Whats-App, kan, gak bakal seribet ini. Ayolah!" Diva mengedipkan sebelah mata, sengaja ingin menggoda Diqi.Namun, siapa yang akan tergoda padanya? Setiap lelaki normal itu mencintai wanita dan bukan waria. Diqi sangat tahu bagaimana Islam melarang perbuatan yang meniru umat terdahulu, sebut saja Kaum Sodom."Minggir!" Ainun dengan penuh keberanian mendorong bahu lelaki kemayu itu sampai harus tersungkur ke belakang. Beberapa pasang memperhatikan mereka. Ada yang merasa kasihan ada pula yang menganggap m
Bab 83. Senyum tanpa Makna"Kamu beneran hamil, Sayang?" tanya Nizar sangat antusias. Kedua matanya berbinar, lalu bulir bening menggenang di sana."Iya, alhamdulillah. Sebentar lagi kamu akan jadi seorang ayah." Alia mengulum senyum, tidak lama setelah itu Nizar langsung menariknya masuk kamar agar bisa leluasa memeluk sang istri.Sebenarnya bisa saja melakukan itu di luar, tetapi khawatir tertangkap basah sama Bu Aminah dan Pak Abdullah, mereka bisa malu. Di dalam kamar, Nizar memeluk erat istrinya sambil menghujaninya dengan kecupan lembut di seluruh wajah."Makanya tadi aku suruh mandi dulu sebelum ngasih tahu, takut bau jigong!" kata Alia setelah Nizar melonggarkan pelukannya.Namun, lelaki itu tidak menanggapi. Dia menuntun Alia untuk duduk di tepi ranjang, setelah itu dia akan mensejajarkan wajahnya dengan perut Alia yang masih sangat rata.Tangan kanannya mengusap perut perempuan itu. "Anak abi. Apa kabar, Sayang? Oh iya, kamu jangan
Bab 82. Takdir yang DirindukanPukul sebelas malam, kedua mempelai sudah memasuki kamar karena kelelahan karena terus melayani tamu dan memaksakan senyuman. Padahal, Ainun merasa nyeri di bagian perut dan pinggangnya.Saat sedang duduk di depan kaca rias untuk menghapus make up dengan remover, tiba-tiba Diqi berlutut dan memeluknya dari belakang membuat bulu kuduk perempuan itu meremang."Ada apa?" tanya Ainun sedikit gugup. Dia takut melakukan itu. Apalagi sekarang ada di rumah Diqi, mudah bagi lelaki itu untuk memaksanya.Bibirnya yang sedikit gemetar terlihat jelas dari pantulan cermin. Diqi menarik sudut bibir tipis, kemudian berdiri, melangkah menuju lemari pakaian.Setelah kembali, dia meletakkan hadiah dari Alia tadi di meja, tepat depan Ainun. "Buka sekarang!""Nanti saja, Diq–""Eh, bukan Diqi. Habibi, singkatnya 'bi'. Mengerti, Sayangku?"Jauh di lubuk hati, Ainun merasa senang karena melihat binar cinta terpanc
Bab 81. Gemuruh dalam DadaLepas salat asar, kedua mempelai kembali ke pelaminan. Semua masih saja, tamu undangan silih berganti menyalami mereka. Tentu saja, baik Ainun maupun Nizar hanya mengulurkan tangan kepada mahram saja dan mengatup kedua tangan di depan dada untuk yang lainnya.Rasa lelah duduk seharian hadir memeluk raga mereka. Ainun ingin sekali masuk kamar untuk meregangkan otot walau sebentar. Namun, senyum dari setiap tamu seolah membakar semangatnya lagi dan lagi."Kamu udah buka kado dari Alia?" Kembali Diqi bertanya sesuatu yang tidak ingin Ainun bahas saat ini."Belum. Gak mau buka sekarang, nanti saja.""Kenapa?""Pokoknya nanti saja. Gak usah terlalu penasaran, nanti malah gak sesuai harapan. Alia pasti ngasih jilbab kalau gak gamis.""Menurut aku bukan gamis, melainkan ...." Diqi tersenyum, sengaja menggantung ucapannya lantas mengerling manja pada sang istri.Ainun sendiri menghela napas panjang, lalu memb
Bab 80. Qobiltu"Qobiltu nikahaha wa tazwijaha alal mahril madzkuur wa radhiitu bihi, wallahu waliyyu taufiq," ucap Diqi begitu lantang melafazkan sighot qabul di depan penghulu dan semua orang.Air mata Ainun kembali menggenang ketika mengingat momen beberapa jam lalu saat dia telah resmi menjadi seorang istri. Seluruh keluarga serta tamu undangan nampak bahagia, Ainun mengulum senyum.Achmad Asshidiqi adalah sosok lelaki yang sudah lama menjadi sahabat gadis bermata indah itu. Mereka sering berbagi pengalaman dan saling melempar pendapat sehingga Diqi tidak menyadari bahwa benih cinta perlahan tumbuh di dalam hatinya.Dia anak bungsu, tetapi hidup mandiri. Tanpa sahabatnya ketahui bahwa sejak sekolah, Diqi memang pernah diajari berbisnis oleh orang tua. Padahal dia terlahir dari keluarga berada.Cinta yang terus tumbuh detik demi detik. Diqi berjanji akan selalu menjaga Ainun, dalam suka duka bahkan di siang dan malamnya."Alhamdulillah, s