Bab 32. Beradu Mulut
"Siapa yang berani meledek anak saya, hah?!" teriak Bu Zahra lagi di sepanjang jalan diikuti oleh Alia di belakangnya.
Melihat Pak Darsono, Gendis dan juga Novita sedang nongkrong di warung tadi sambil menikmati kopi hitam plus pisang goreng, Bu Zahra langsung mampir memberi tatapan tajam serupa elang yang siap menerkam mangsanya.
Napasnya memburu, Bu Zahra menatap dongkol pada mereka begitu Novita dan Gendis tersenyum mengejek, paham tujuan Bu Zahra ke sana.
"Mau klarifikasi kalau Alia itu nggak merebut kekasih Ainun, iya?" celetuk Novita semakin berani.
Bu Zahra pun menunjuk wajahnya dengan spatula. "Heh, Centong Nasi. Siapa yang katamu merebut kekasih Ainun? Lia? Emang pacaran itu diperbolehkan dalam Islam? Kagak, kan? Jadi Nizar itu bukan pacarnya Ainun. Mereka cuma pernah dekat!"
"Enak aja anak gue dikatain centong nasi. Anak lu kali yang mirip ampas onggok!" timpal Pak Darsono menunjuk wajah Lia.
Suasana sem
Bab 33. Salah Paham"Alia, percaya sama aku. Aku bisa jelasin semuanya dari awal. Ini bukan pertama kalinya." Suara Nizar tetap lembut berharap dirinya serupa air yamg bisa memadamkan api.Namun, sepertinya percuma saja memelankan suara karena Alia malah menatap kesal pada suaminya disebabkan oleh hati yang terbakar api cemburu."Halo, Nizar? Kenapa kamu blokir nomor aku tadi? Apa kamu udah nggak sayang lagi sama aku? Kamu janji bakal lamar aku bulan depan, kenapa malah menghilang? Untung aja aku masih simpan nomer kamu waktu kita marahan. Nizar sayang, aku kangen. Sayang kenapa diem aja? Aku kapan dilamar jadinya? Pokoknya aku nggak mau tahu, nggak mau dengar alasan apa pun. Kita udah setahun pacaran dan kamu bahkan udah pernah cium pipi aku. Jadi, aku nuntut tanggungjawab atau aku laporin ke bunda," ucap Alia menirukan suara manja wanita misterius tadi."Sayang, please. Aku nggak kenal sama dia. Sebelum nikah sama kamu, yang dekat sama aku itu cuma Ainu
Bab 34. Tidak DiinginkanSeperti biasa, setiap pagi Nizar akan sibuk bersiap ke sekolah untuk mengajar. Sebagai guru honorer, dia harus rajin meskipun gaji tak seberapa. Nizar pun tengah memikirkan bagaimana caranya agar bisa menafkahi istri sendiri tanpa bantuan orang tua lagi."Pecinya jangan sampai ketinggalan." Alia sedikit berjinjit memasang peci hitam itu di kepala sang suami yang menunduk.Setelah motor Nizar meninggalkan halaman rumah, Alia pun bersiap menuju tempat pengajian. Butuh waktu tiga puluh menit untuk tiba karena harus membereskan kamar terlebih dahulu serta menjemur pakaian.Namun, sebelum keluar dari rumah, langkah Alia terhenti ketika melihat saudara ibunya sedang berkacak pinggang di depan sana. Wajahnya ditekuk menyiratkan amarah.Untung saja pintu sedikit terbuka, jadi Alia bisa menguping pembicaraan. Masih di balik tirai jendela, Alia menghela napas panjangnya."Tidak, Rita. Mereka saling mencintai, kamu jangan perca
Bab 35. Suamiku bukan Pengangguran"Salah satunya adalah ilmu yang bermanfaat. Jadi, kami sudah merencanakan jadwal untuk aku mengkaji beberapa kitab bersamanya termasuk akhlak suami kepada istri, begitu juga sebaliknya dan ilmu itu tidak bisa dibeli dengan uang." Alia menjawab penuh percaya diri karena mengingat jawaban Ustazah Halimah tadi.Nizar bukan tidak mau bertanggungjawab urusan nafkah, tetapi belum waktunya saja. Dia sedang memikirkan usaha apa yang bisa dia lakukan sebagai kerja sampingan di mana dirinya masih boleh menimba ilmu.Sebenarnya di waktu magrib, Nizar juga mengajar beberapa tetangganya mengaji al-qur'an, tetapi semenjak tinggal di rumah mertua, pengajian justru diliburkan sementara atau ditangani teman Nizar yang masih dekat rumah dengannya.Hanya saja, Nizar tidak pernah mengizinkan mereka untuk membayar iuran pengajian sesuai ajaran dari Ustaz Hamka. Anggap aja itu sedekah sekaligus ajang mengulang kembali pelajaran dasar agar tid
Bab 36. Ke Rumah MertuaNizar langsung berdiri, membuka pintu, lalu menjawab, "ada apa, Ma?""Sini bentar, mama mau bicara penting!"Alia dan Nizar mengikuti langkah Bu Zahra ke ruang tengah, duduk tepat di depan televisi. AC dinyalakan karena cuaca begitu panas membakar kulit padahal sudah berlindung di bawah atap rumah.Bu Zahra menghela napas, menyampaikan unek-uneknya dengan meminta mereka buat tinggal di rumah Nizar dulu dengan alasan wanita paruh baya itu ingin kumpul sama teman-temannya, khawatir mengganggu ketenangan karena suara tawanya melengking."Em, itu tergantung Lia, Ma. Kalau misal dia mau ke rumah ibu." Nizar menjawab ragu, mengerjapkan mata beberapa kali."Soalnya mama khawatir tetangga songong itu pada ngehujat kalian lagi. Ntar Nizar disinggung masalah pekerjaan atau Alia dikatain perebut. Mama capek ngebela kalian. Tolong, jangan tersinggung, mama cuma mau melindungi," jelas Bu Zahra lagi, melipat bibirnya merasa bersala
Bab 37. Aku tidak Tahu"Kira-kira, Nizar pernah nggak inget aku? Atau misal mengaku ke kamu kalau dia sudah salah meninggalkan aku?" Kembali Ainun bertanya pada Alia yang semakin merasa tidak nyaman.Wanita itu berharap dalam hati teman-temannya yang lain langsung datang agar Ainun mengalihkan topik pembicaraan. Namun, sepertinya tidak karena pengajian masih lama lagi."Kemarin Diqi ke rumah aku buat ngambil kitabnya yang sudah lama aku pinjem. Dia kalau ngomong mungkin suka ngawur, tapi entah kenapa aku malah senang. Katanya, Nizar selalu ngebahas aku ke dia setiap kali ketemu. Nizar masih merasa bersalah bahkan berharap di kehidupan yang akan datang, jodohnya adalah aku. Dia seperti lupa bahwa kehidupan yang akan datang adalah akhirat, tidak seperti dalam negeri dongeng atau drama-drama Kulea. Mungkin itu sebabnya, setiap malam aku memimpikan Nizar datang meminta maaf. Ternyata dia masih selalu memikirkan aku. Menurut kamu sendiri, kenapa Nizar masih mikirin a
Bab 38. Suara Hati Ainun"Sepertinya kamu kurang bersih, deh, masa ada debu di dapur ini?" Ainun mencolek lemari kaca, lantas tersenyum penuh arti karena tidak ada debu sama sekali yang menempel di sana. Dia pun melanjutkan, "mau aku bantu buatin kopi sesuai takaran yang Nizar suka?""Tidak perlu." Alia merampas kembali gula yang dipegang oleh sahabatnya, lalu menuangkan satu sendok makan gula, satu sendok teh kopi."Bukan seperti itu, Lia."Alia menatap tajam pada Ainun. "Mungkin itu dulu, tapi setelah menikah, kesukaan Nizar berubah. Dia lebih menyukai takaran yang aku buat sendiri.""Oke." Senyum Ainun merekah, kemudian meninggalkan dapur begitu saja karena merasa kesal.Dia tersentak begitu melihat Bu Aminah yang baru saja melewati pintu. Luka lama kembali terkuak. Tiga hari sebelum putranya menikah, wanita paruh baya itu meminta Ainun untuk bertemu.Hari itu, sepulang dari majlis, Ainun menemui Bu Aminah di dekat alun-alun. "Iya, Tan?""Aku tahu kamu dan Nizar saling mencintai, t
Bab 39. Tangisan AliaAlia merenung sendiri dalam kamar setelah mencuci piring bekas makan siang tadi. Suaminya telat pulang karena ada pekerjaan tambahan di sekolah tempatnya mengajar dan Bu Aminah memaksa agar wanita itu mau ikut makan duluan bersamanya. Nizar pun mengizinkan.Dia merenung bukan tanpa sebab, tetapi story Whats-App Ainun yang menjadi penyebabnya. Sepulang dari sana, Ainun memang langsung menyimpan nomor sahabatnya kembali.'Tuhan, bila cintaku pada Shinta terlarang, mengapa Kau bangun megah perasaan ini dalam sukmaku. —Rahwana.'"Ai, kamu gak marah kan sama ibu? Setelah aku tanya Nizar, beliau ternyata emang suka nonton kisah Ramayana. Makanya tadi mungkin tanpa sengaja ibu bahas tentang kisah cinta Rahwana." Pesan suara itu Alia kirim sebagai balasan atas story Ainun.Tidak berselang lama, centang dua abu-abu itu berubah menjadi biru menyusul tulisan 'mengetik...' di bawah nama pemilik akun.Ainun : Apakah aku akan menemukan lelaki seperti Rahwana yang mencintai Shi
Bab 40. Pengkhianat Berkedok Sahabat"Jadi, kita harus melakukan apa?"Rania tersenyum licik. "Mudah saja, pukul lima sore nanti kita ke rumah mertuanya. Kita buat kekacauan di sana supaya suami dan kedua mertuanya tahu kalau Alia nggak sebaik yang mereka pikir. Tadi kamu bilang Bu Aminah muji-muji Alia, kan? Lakukan bagianmu, kulakukan bagianku.""Ah, aku pusing. Kayaknya Alia gak bakal tega deh ngefitnah aku ke Diqi. Secara dia tahu kalau Diqi itu sahabat aku juga." Ainun memutar badan, sengaja memunggungi Rania yang langsung memanyunkan bibir.Perasaannya kacau balau. Meskipun kesal, tetapi hatinya tidak sejalan dengan pikiran. Antara mau mengomel atau diam saja menunggu klarifikasi dari Alia sendiri.Selain karena takut pada Bu Aminah, Ainun juga khawatir Nizar salah paham dan langsung mengusirnya demi melindungi sang istri. Bisa saja kan itu terjadi karena Nizar adalah tipe lelaki pelindung.Bagaimana jika Nizar sekeluarga menyerbu Ainun, balas mempermalukannya? Terlebih Bu Amina