Rebecca tersenyum, ia mendekati gadis kecil yang duduk menyendiri itu, gadis itu tidak menyadari kehadiran Rebecca, hingga wanita itu menyapanya.“Hi girl. Sedang apa sendirian? Boleh aku duduk di sampingmu?” sapa Rebecca ramah.Gadis kecil itu mengangkat wajahnya, ia menatap Rebecca penuh tanda tanya. “Siapa kamu?”“Aku Reby, sedang menunggu keponakanku,” jawab Rebecca, tanpa disuruh ia langsung duduk di samping siswa perempuan itu. “Nama kamu siapa, manis?”“Aku Ester,” jawab gadis kecil itu acuh.“Ester, kenapa kamu duduk menyendiri di sini? Kenapa nggak gabung dengan teman-temanmu?”Ester menggeleng. “Aku lagi sedih, kami dapat undangan dari teman sekelas, tapi aku nggak bisa datang.”“Undangan?” tanya Rebecca, “undangan apa? dan kenapa kamu nggak bisa datang?”“Birthday party teman sekelasku,” jawab Ester, “diundangan itu mengharuskan datang dengan orang tua atau walinya, sedangkan aku …”“Kamu kenapa, dear? Ada apa dengan orang tuamu?Ester menghela napas. “Aku tidak punya ora
Dua orang pria duduk di dalam mobil tersebut, sambil terus mengawasi sekeliling. Jarak mereka cukup aman untuk bisa dicurigai oleh Harry, selain itu fokus Harry adalah pada kesuksesan acara mereka, ia ingin acara nanti berkesan yang mendalam untuk Amelia.“Sepertinya mereka sangat sibuk,” ujar Vincent, “kira-kira ada apa ya?”“Hmm, kau harus cari tahu,” timpal Eric.“Harus aku?” protes Vincent sambil mengernyitkan kening.“Ya kamu, masa aku,” sanggah Eric, “aku mana tahu kota ini.” Keduanya terdiam hanya helaan napas yang samar terdengar.**Waktu yang ditunggu-tunggu pun tiba, hari itu akan digelar birthday party Amelia yang ke sembilan tahun, diperkirakan ada sekitar 80 orang akan hadir, terdiri dari anak-anak yang merupakan teman-teman sekolah Amelia, orang tua atau wali dan juga para guru serta beberapa teman dekat Harry.Acara akan di gelar malam hari, dan sangat kebetulan jatuh pada weekend sehingga mereka sangat antusias mengikuti.Event organizer telah sibuk bersiap dari pagi
Rebecca mengangkat wajahnya, seorang pria berwajah lumayan tampan meskipun tidak bisa dibandingkan dengan Hrrison, pria itu tersenyum padanya.“Siapa Anda?” tanya Rebecca acuh. Ia kembali mengalihkan pandangannya pada kolam renang yang tenang. Lelaki itu tersenyum lalu duduk di atas kursi di samping Rebecca. Ia mengeluarkan cigarrete dan menyalakannya.“Mengapa duduk menyendiri di sini, Nona?” lelaki itu balik bertanya, “bukankah pesta di sana sangat meriah?” imbuhnya.“Di mana pun aku mau duduk, itu bukan urusanmu,” ketus Rebecca. Ia hendak berdiri namun lelaki itu menarik tangannya dan menekannya. Rebeca terkejut, ia hendak mengatakan sesuatu namun lelaki itu menyodorkan secarik kertas di tangannya.Rebecca mengurungkan niatnya, ia membuka lipatan kertas kecil itu.[Nona, jangan melakukan sesuatu yang mencolok, ingat setiap jengkal kediaman Barnes dipasang kamera pengintai. Kita bertemu di bar C&D malam ini jam 11, kita punya tujuan yang sama]Rebecca menoleh pada lelaki itu, yang d
“Kenapa kamu menolong aku?” sungut Rebecca geram. Lelaki itu terdiam, alih-alih menjawab ia mengangkat tubuh Rebecca ke pundaknya lalu membawanya ke tepi.Rebecca meronta-ronta sambil memukul panggung lelaki itu. “Tommy! Turunkan aku, Tom!”Namun Tommy tidak menggubrisnya, setelah tiba di tepi ia segera menurunkan gadis itu. “Kamu mau mati kedinginan di sana, hem.” Tommy berkata pelan namun tegas, “trik kamu itu nggak lucu, tahu,” bisiknya.“Bukan urusanmu!” sungut Rebecca sambil cemberut.“Hi Tom! Aku kira kau sudah pulang,” sapa Bobby, “thanks ya udah nyelametin tamu kami yang tercebur.”“Kalian cepat ambilkan 2 buah bathrobe buat tamu kita,” seru Harry. Tidak berapa lama 2 orang pelayan membawakan 2 buah handuk kimono untuk Tommy dan Rebecca.“Saudara-saudara, kami mohon maaf atas insiden ini. Silahkan dilanjutkan kembali menikmati acara malam ini,” ucap Harry sopan.“Ternyata Tuan Barnes yang terhormat adalah seorang manusia kejam yang tidak punya rasa kemanusiaan.” Tiba-tiba Reb
Rebecca menoleh ke arah suara yang memanggilnya, ia terkejut. Seorang pria berdiri dengan senyum sedikit datar, namun wajahnya cukup menawan sehingga membuat senyum itu terlihat menarik, ada bekas luka di wajahnya yang sepertinya sengaja dibiarkan.“Malam, Anda siapa?”“Saya Eric, teman Vincent,” sahut lelaki itu.“Vincent?” Rebecca mengernyitkan kening, “lelaki yang tadi menemui saya di kediaman Barnes?”“Benar,” sahut Eric.“Tapi, bukankah dia memintaku menemuinya di club jam 11, kenapa Anda kemari?”“Nona, sekarang sudah lewat dari jam 11,” sahut Eric.“What?” Rebecca terperanjat, is segera melihat arlojinya, “Ghos!, aku nggak merhatiin jam, sorry!”“Okay Nona, silahkan,” ujar lelaki itu, “Vincent menunggu di mobil.”Rebecca tidak berkata-kata lagi, ia segera mengikuti lelaki itu. Di seberang jalan, Vincent berdiri sambil menghisap merokok.“Hi Reby, aku kira kamu ketiduran makanya aku meminta temanku menjemputmu.” Seru Vincent sambil membukakan pintu untuk Rebecca.“Ya, tadi meman
Bobby nampak berpikir seraya mengulang-ulang di bagian sebelum insiden Rebecca menceburkan diri ke kolam, namun ia tidak mengatakan apa-apa kepada Amelia dan Willy, ia hanya menunjukan apa yang ingin di lihat kedua bocah itu.“Nah benar kan. Mel apa yang aku bilang,” celetuk Willy sambil menunjuk rekaman disaat-saat Rebecca melompat.“Yeah, kamu benar, Will.” Amelia terdiam, gadis polos itu masih belum mengerti apa yang dilakukan Rebecca, “tapi, kenapa dia melakukan itu ya? Melompat sendiri, tapi malah teriak minta tolong.”“O my dear, kamu itu polos sekali,” sahut Willy sambil tersenyum, “itu namanya trik.”“Trik? Maksudnya trik bagaimana?”“Itu triknya dia supaya ditolong oleh Papa kamu,” terang Willy, “kalau aku tidak salah memperkirakan, pasti perempuan itu sudah melihat Tuan Barnes yang jaraknya tidak jauh, benar kan, Uncle Bob?”“Yep, benar sekali Boy,” timpal Bobby, “dan saat itu Harry hampir melompat karena refleks, beruntung aku masih bisa mencegahnya.”“Ya Tuhan, pantas dia
Harry menunjuk rekaman di area depan, saat-saat Rebecca dan Tommy bertengkar. Ada dua orang lelaki sedang menonton mereka.“Hmm, bukankah salah satunya itu pria yang tadi bersama Rebecca sebelum dia melompat ke air,” gumam Bobby.“Benar, dan yang satunya …” Harry terdiam sejenak, ia terigat sesuatu, “ah tapi tidak mungkin, dia sudah mati, bukan.”“Maksudmu?” tanya Bobby menatap Harry.“Lelaki yang satu itu, seperti familier,” ujar Harry, “seperti orang yang menculik Amelia dulu.”“Maksudmu, Ardi?” tanya Bobby.“Ya, dari sosoknya sedikit ada kemiripan, tapi tidak mungkin, kan?”“Hmm …” Bobby tidak menjawab, tapi matanya tajam menyelidik.“Sepertinya mereka memang terkait dengan Rebecca, mereka ikut pergi saat mobil Tommy pergi.”“Ya, apa Tommy tahu?”“Kurasa tidak,” jawab Bobby, bahkan sepertinya Bobby tidak tahu pertemuan Rebecca dengan pria itu.”“Kasihan Tommy, dia selalu dimanfaatkan oleh Rebecca,” timpal Harry.“Yeah mau gimana lagi, mata dan hatinya sudah dibutakan oleh cinta,”
Seorang lelaki bertubuh tinggi jangkung mendekati meja Tommy yang penuh botol minuman, ia langsung duduk di samping lelaki itu dan menuang minuman ke gelas dan menyesapnya. “Kenapa Tom? Mau kau habiskan sendiri ini 5 botol, atau mau aku tambah 5 botol lagi?” “Hahaha, 5 lagi, boleh haha,” gelak Tommy, tapi sejurus kemudian dia menangis. Bobby tidak berkata apa-apa, dibiarkannya Tommy tertawa, lalu menangis kemudian tertawa lagi. “Dia sekarang sudah benar-benar pergi, Bob,” ucap Tommy lirih disela tangisnya “Padahal, aku sudah cukup lama bersabar, berharap dia bisa berubah. Aku sudah melakukan apa saja buat dia, bahkan aku tega membiarkan saudaraku Anne berjuang sendirian, demi dia, aku berharap dia bisa berubah.” Hening, keduanya terdiam. Tommy kembali meneguk minumannya. “Memangnya apa yang terjadi?” tanya Bobby pada akhirnya. “Dia sudah menemukan pacar baru, lelaki kaya raya yang bisa memuaskan kegilaannya pada harta.” “Siapa?” tanya Boby. “Aku tidak tahu, tapi kata dia naman
Roda kehidupan terus berputar, mesin waktu pun terus berpacu. Hari demi hari berganti menjadi bulan, bulan pun terus berubah. Akhirnya kehamilan Anna pun genap 9 bulan.Seorang bayi laki-laki tampan telah dilahirkan, wajahnya sangat mirip dengan Harry, bak pinang dibelah dua. Anna merasa sangat takjub, ia benar-benar merasakan hidupnya menjadi sangat sempurna.Dulu, Anna selalu berpikir, menikah, lalu punya Anak, sangat merepotkan. Setiap hari hanya mengurus anak, sangat tidak bebas, itu sebabnya ia selalu berkeras menolak untuk menikah.Namun siapa sangka, berawal dari ide gilanya yang meminta lelaki yang tak dikenalnya itu untuk menikahinya. Ya, semua memang meluncur begitu saja tanpa ia pikirkan apa yang akan terjadi nantinya.Bermimpi pun tidak pernah, kalau ia akan menjadi istri seorang konglomerat berkebangsaan Inggris. Saat itu ia hanya asal meminta Harry menikahinya, yang dipikirkannya adalah bagaimana menyelamatkan sang nenek yang sedang koma.Siapa sangka, bak gayung bersam
“Ada apa Hubby?” tanya Anna melihat suaminya mematung setelah menerima panggilan telepon, “telepon dari mana?”Harry tidak menjawab, tapi kedua mata lelaki itu berkaca-kaca, ia langsung menatap Amelia dan bergegas memeluknya.“Sayang, Mommy …” Suara Harry terbata-bata seakan tak bisa lagi berbicara.“Ada apa dengan Sis Anne, Hubby?” potong Anna, ia menjadi cemas.Harry menghela napas panjang, ia berusaha mengatur berbagai perasaan yang bergejolak di hatinya, pria itu pun memeluk Amelia dan Anna. “Sis Anne … siuman.”“Apa? Mom sudah bangun?” Amelia seakan tidak percaya, Harry mengangguk.“Oh Tuhan!” Amelia langsung memeluk Harry dan Anna, tangis ketiganya pun pecah, tangis haru dan bahagia, sungguh tak bisa terucapkan dengan kata-kata.Begitu pun Nanny, wanita paruh baya itu tidak bisa lagi menahan tangisnya. Ia adalah saksi perjalanan keluarga ini, seketika terlintas semua kenangan masa lalu, saat-saat ia mulai mengasuh dua putra keluarga terkemuka ini, David dan Harry.Wanita itu
“Ada apa?” tanya Vincent kepada anak buahnya, “cepat periksa!”“Baik Boss” Pria itu pun bergegas, sementara Vincent membuka laci mejanya, mengeluarkan 2 buah pistol yang tergeletak di sana.“Gawat Boss!” ujar anak buah Vincent yang tadi melihat ke luar.“Ada apa?”“Kita sudah dikepung!” jawab lelaki itu terengah-engah.“Sial!” Vincent segera memeriksa monitor keamanan, baku tembak pun mulai terdengar.“Boss! Anda harus bersiap menyelamatkan diri, biar di sini anak-anak yang menghadapi.”“Ok, kamu kumpulkan bahan-bahan penting, cepat!”“Siap, Boss!” Tidak berapa lama keduanya pun masuk ke ruang rahasia.“Boss, bagaimana dengan Nona Rebecca?”“Ah tidak penting, kita tidak membutuhkannya, biar saja dia ditangkap tidak banyak juga informasi yang dia tahu.”“OK.” Keduanya pun memasuki lorong rahasia yang gelap dan sempit, namun lorong itu cukup panjang.Sementara itu pihak kepolisian terus merangsek masuk, baku tembak pun terdengar saling bersahutan, hal itu terdengar pula ke kamar Reb
Harry sangat cemas, berbagai bayangan buruk melintas begitu saja di benaknya, hal itu membuatnya jadi kurang fokus. Nyaris mobilnya menyenggol mobil lain.“Son, tenangkan dirimu. Jika kau tidak fokus seperti ini, akan sangat buruk dampaknya, sedapat mungkin kau harus menghindari guncangan.”Nanny mengingatkan Harry sambil menepuk bahu lelaki itu lembut. Harry menghela napas, lalu mengurangi kecepatan laju mobilnya.“Nyonya, apa rasanya kencang sekali?” tanya Nanny pada Anna sambil menletakan tangannya di atas perut Anna yang tidak mampu berbicara lagi, ia hanya mengangguk pada Nanny.“Oke, sepertinya kram perut, coba untuk rileks dan mengatur napas.” Anna kembali mengangguk, ia pun mengikuti intruksi Nanny.Tidak lama berselang mereka pun tiba di rumah sakit, Harry segera menggendong istrinya dan membawanya ke unit gawat darurat, tim dokter pun segera melakukan pemeriksaan.Harry sangat gugup, ia mondar-mandir gelisah. Nanny kembali menenagkannya, dan meminta anak asuhnya itu untuk d
Pelayan itu terengah-engah, nampak ia lari tergesa-gesa. “Ada apa?” tanya Nanny. Anna dan Amelia pun berhenti, ikut memperhatikan si pelayan.“Ada orang mabuk menabrak gerbang depan, ditegur security malah dia yang marah-marah dan minta ganti rugi.”Anna dan Nanny saling berpandangan sekilas, namun Nanny segera meminta izin kepada Anna untuk melihat ke luar.“Nyonya dan Nona tenang saja, biar saya yang urus,” ujar Nanny.“Okay, Nanny. Lihat saja kerusakannya, kalau dia minta ganti, bawa saja mobilnya ke bengkel, lalu panggil tukang untuk memperbaiki gerbang jika ada kerusakan.”“Baik Nyonya, saya permisi dulu.” Nanny pun bergegas ke luar diikuti pelayan tadi, Anna dan Amelia pun duduk sambil minum air putih.“Aneh ya, Ma. Masa dia yang menabrak malah minta ganti rugi sama kita.” Amelia berpendapat, mengomentari keributan yang dijelaskan sang pelayan.“Ya namanya orang cari keuntungan, bisa macam-macam, Sayang.” Anna tersenyum sambil meneguk air di botolnya.”Cari keuntungan?” Amel m
Postman gadungan itu tersentak, ia menoleh dan melihat ke samping. Seorang lelaki mengenakan jaket dan kaca mata hitam dengan wajah dingin menodongkan pistol ke arahnya,Sontak lelaki yang sedang membuka seragam petugas post itu menggigil ketakutan, ia mengikuti isyarat si penodong untuk masuk ke dalam mobil, yang berhenti tidak jauh dari mereka, lalu melaju meninggalkan tempat itu.Sedangkan di kediaman Barnes, Harry tiba di rumah setelah mendapat telepon dari Nanny, wanita itu segera menyerahkan surat kedua yang dikirim si penjahat. Ia semakin marah membaca isinya, namun Nanny mengingatkan agar Harry tenang dan menenangkan Anna yang masih syock karena membaca isi surat itu.Harry segera menemui Anna yang sedang duduk sendirian di kamar. Wanita itu terlihat sedang memikirkan sesuatu. Yah, Anna memang sedang berusaha memperkirakan berbagai kemungkinan, bahkan yang terburuk.Tidak dipungkiri, sebelum menikah Anna adalah seorang gadis tomboi yang pemberani, ia tidak gentar menghadapi
Anna dan Harry tertegun, memang lelaki gila itu terobsesi dengan Anna, dan itu bisa membuat dia melakukan apa pun, spontan Anna mengusap perutnya, sesungguhnya ia tidak gentar, hanya saja saat ini ia lebih memikirkan bayi di kandungannya. “Lalu apa yang harus kita lakukan?” tanya Anna menatap Harry dan Bobby. Harry menggenggam tangan Anna dengan erat. “Kamu tenang ya, Honey. Semua akan baik-baik saja.” Harry berusaha menenangkan Anna. “Itu benar, An, yang penting kau tetap selalu berada di rumah, kita akan memperketat keamanan di kediaman.” Bobby menimpali. “OK, aku percaya pada kalian,” jawab Anna sambil tersenyum. Bobby segera meninggalkan kediaman Barnes, Anna dan Harry pun kembali ke kamar tidur mereka, Harry menjadi sangat gelisah, namun ia berusaha untuk terlihat tenang di hadapan istrinya, hingga malam semakin larut matanya tidak juga bisa terpejam. “Hubby …” panggil Anna lirih. “Ya Honey, kenapa terbangun love,” sahut Harry sambil memeluk kembali istrinya yang terbangun
Nanny menyerahkan selembar amplop surat berwarna cokelat kepada Harry, lelaki itu membeku memeriksa amplop surat yang ditujukan kepada Nyonya Joanna Barnes, ia membolak balik namun tidak terdapat nama pengirimnya.Harry segera membuka amplop itu, lalu membuka secarik kertas yang isinya hanya beberapa kalimat.Hello Anna,Aku datang, bersiaplah sayangKamu adalah milikku selamanya.Tubuh Harry bergetar menahan marah, wajah pria itu merah padam, ia sduah bisa menebak siapa pengirimnya.“Nanny, Anna di mana?”“Nyonya sedang menemani Nona Amel belajar, ada tugas katanya.”“Nanny, jangan beritahu Anna mengenai surat ini, biar nanti aku yang menyampaikan,” pinta Harry.“Baik,” jawab Nanny, “tapi ada apa dear, kenapa kamu terlihat sangat marah dan gelisah?” tanya Nanny cemas, wanita itu adalah pengasuh Harry sejak masih kecil, ia sangat menyayangi Harry seperti anaknya sendiri.“Penjahat itu ada di sini Nanny, dia menginginkan keluargaku hancur, dia ingin merebut istriku.” Suara Harray be
Rebecca terkesiap, seorang wanita bertubuh tinggi langsing dengan mengenakan setelan brazer hitam-hitam mencekal lengan Rebecca dengan kuat. Ia meronta, namun tenaga wanita itu sangat kuat. “Lepas!” teriak Rebecca. Alih-alih melepas, wanita itu malah memutar tangan Rebecca ke belakang, spontan ia menjerit kesakitan. “Saya peringatkan! Jangan coba-coba mengganggu atau menyakiti Nona Amelia.” Suara wanita itu tegas, dengan tatapan dingin. “Siapa kamu?!” tanya Rebecca sambil meringis kesakitan. “Siapa saya, itu bukan urusan Anda,” tandas wanita itu. “Sudahlah Emma, jangan ladeni perempuan ular ini, ayo kita pulang.” Amelia menarik tangan wanita yang bernama Emma itu. Emma melepaskan Rebecca dan mendorong pelan wanita itu, namun cukup membuat Rebecca terhuyung-huyung. “Mari Nona,” ucap Emma, ia segera mengiringi Amelia. Rebecca masih terkesima, siapa perempuan itu? Tapi kemudian ia bergegas mengejar Amelia. “Amel, tunggu sayang? Tante mau bicara?” Namun Emma dengan sigap mengha