Tak lama, Harry menyimpan kembali bingkai foto itu, lalu beranjak tidur. Sementara itu, pagi-pagi sekali, Anna telah bangun. Ia membantu Amelia mandi dan berpakaian lalu turun untuk sarapan bersama Papanya. Lucunya, mereka sarapan layaknya sebuah keluarga lengkap. Amelia tentu sangat senang. Ia bahkan tak henti tersenyum. "Sayang, enggak usah ngantar ke bandara ya, Amel berangkat sekolah aja sama Kak Anna," ucap Harry tiba-tiba. Amelia mengangguk patuh. "Iya, Pa. Papa jangan lupa untuk selalu kabari Amel." "Siap, Putri Papa yang cantik!" balas Harry lalu menoleh pada Anna, "Oh ya, An. Nanti, kamu antar Amel bawa mobilku aja biar aku ke bandara diantar Mang Ujang." "Baik, Mas." Harry mengangguk puas. "Oke, Amel sekolah yang rajin ya. Jangan nakal, Sayang." "Iya Pa, Papa juga hati-hati di sana, jangan nakal, jangan genit, salam sama Nanny." "Hahaha, emang sejak kapan Papa genit?" tanya Harry balik. "Ya kali aja ada ulat bulu yang bikin gatal." Mendengar Amel mengungkit Els
Sepulang dari rumah Harry Anna langsung ke rumah sakit. Nenek menanyakan kabar Harry, Anna menjelaskan kalau Harry baru saja berangkat ke luar negeri dan tidak sempat pamit kepada nenek karena banyak pekerjaan yang harus di delegasikan. Nenek bisa mengerti, dan berpesan kepada Anna agar selalu menjaga komunikasi kepada Harry. Mama juga membawa berita gembira, kalau nenek sudah dibolehkan pulang. Anna sangat senang, ia bergegas pulang untuk mengambil mobil untuk menjemput nenek. "Akhirnya, nenek sudah dibolehkan pulang ya." "Iya, makanya setelah ini jangan menyakiti hati nenek lagi," timpal Mama. "Iya, Ma. Tapi nenek juga harus rajin olahraga, Nek. Senam jantung sehat, supaya jantung nenek kuat tidak mudah kumat ketika mendengar kabar buruk." "Kamu benar, An. Dokter juga nyuruh begitu, mulai besok nenek mau senam, supaya jantung nenek sehat supaya umur nenek lebih panjang." "Yeay, keren nenek nih." Setelah menjemput nenek Anna segera menghubungi Harry, ia melaporkan apa yang terj
Anna sangat cemas, mengapa nomor Amel enggak bisa dihubungi? Berkali-kali ia mengecek HP tidak ada panggilan masuk ataupun pesan dari Amel. Tidak biasanya Amel seperti ini. Biasanya Amel akan berkali-kali kirim pesan mengingatkan Anna.Anna mencoba menghubungi si bibi, tapi nomor si bibi pun tidak aktif. Kenapa semua nomor di rumah itu tidak ada yang aktif? Ini aneh. Anna mondar-mandir, ia sangat mengkhawatirkan Amelia.Anna mencoba menghubungi Harry, namun sepertinya Harry sangat sibuk, hanya pesan suara. Akhirnya Anna mencoba kirim pesan ke kotak suara Harry."Halo Mas, ini Anna. Ada sesuatu yang urgent, tadi aku mau ke rumah, tapi di halangi oleh tunangan Mas Harry, dia bilang aku enggak boleh lagi datang ke rumah dan harus menjauhi Amelia. Yang aku heran nomor Amel nggak bisa di hubungi, Amel pun tidak menghubungi aku, nomor rumah enggak bisa di hubungi sampai nomor si bibi pun enggak bisa. Oya security sudah diganti, jadi aku enggak dibolehin masuk. Aku khawatir sama Amel Mas, to
Hampir semalaman Anna berada di samping tempat tidur Amelia, hingga menjelang subuh akhirnya gadis kecil itu membuka matanya, saat itu Anna tertidur di atas kursi di sampingnya."Kak Anna ..." panggil Amelia pelan.Anna seperti sedang bermimpi, ia mendengar suara yang memanggilnya dari jauh. Perlahan Anna membuka mata dan mengangkat kepalanya, ia seperti linglung melihat Amelia sedang menatapnya."Amel? kamu sudah bangun sayang?" Anna berdiri, ia mengusap kepala gadis cilik yang tergolek lemah itu."Amel di mana kak?" tanya Amelia menatap Anna."Amel di rumah sakit sayang," jawab Anna sambil tersenyum.Amelia mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan."Kenapa Amel bisa ada di rumah sakit kak?"Amelia memperhatikan botol infus yang tergantung disamping tempat tidurnya, ia juga mengangkat tangan kirinya yang ditempel selang infus yang terhubung ke botol yang menggantung."Umm ... Amel keracunan tepatnya over dosis obat tidur," jawab Anna."Siapa yang meracuni Amel Kak? pasti peremp
"Apa? Apa maksudmu?" tanya nenek bingung, ia menatap mama Anna yang sama bingungnya. "Siapa kamu?" tanya mama penasaran. Wanita itu perlahan bangkit, wajahnya sangat menyedihkan. Nenek tidak tega melihatnya ia mempersilahkan wanita itu duduk dan memberikan air minum padanya. "Saya Elsa, Elsa Delilah. Saya sebentar lagi akan menikah, namun belakangan ini tunangan saya menjauhi saya, bahkan putrinya jadi ikut membenci saya. Padahal saya sangat mencintainya, dan menganggapnya sebagai putri kandung saya sendiri. Tapi kehadiran orang ketiga diantara kami, telah merusak kebahagiaan kami." Elsa menangis pilu, seolah sangat menderita. "Memangnya siapa calon suami kamu?" tanya mama. "Harrison Barnes, biasa dipanggil Harry." "Harry?" Nenek dan mama tampak terkejut. "Ya Mas Harry, belakangan seorang gadis bernama Joanna menggodanya dan mendekati putrinya." "Putri? Harry punya putri?" Nenek bingung, "kamu pasti salah orang, mungkin Harry yang lain." Elsa tersenyum sinis. "Apa cucu
"Apakah Elsa yang menyerahkan foto-foto ini?" tanya Anna. Mama yang sudah melangkahkan kakinya akan meninggalkan Anna segera berhenti, wanita itu membalikkan tubuhnya dan menatap Anna. "Kamu sudah tahu, kan? Tapi mengapa An, mengapa kamu masih lanjutkan hubunganmu dengan Harry? apakah kamu bangga dicap sebagai pelakor, perusak hubungan orang lain?" "Tapi, Ma. Elsa bukan tunangan Mas Harry. Mereka tidak ada hubungan apa-apa." "Sudahlah Anna, kamu sedang dibutakan oleh cinta, jadi tidak bisa lagi berpikir realistis." "Ma, percaya sama Anna ...." Mama segera berlalu tak menghiraukan kicauan Anna, wanita itu sudah terlanjur kecewa kepada Anna. Ia tak pernah membayangkan putrinya akan berprilaku seperti itu, seperti nggak ada laki-laki lain aja. Anna segera masuk ke kamarnya, ia membanting pintu dengan keras dan melemparkan tubuhnya ke tempat tidur, pikirannya kacau. "Kurang ajar si Elsa itu, licik! beraninya main belakang," umpatnya. Drrtt Tiba-tiba ponsel Anna bergetar, ia sege
Anna tertegun, ia diam mematung sambil melihat ke ruang tamu. Itu memang benar Amelia dan pak Rama asisten Harry. Di atas meja tergeletak tumpukan berkas, Pak Rama sedang berbicara sambil menunjuk pada berkas-berkas di atas meja, mama dan papa Anna juga ikut melihat ke meja sambil mendengarkan penjelasan Pak Rama. Papa nampak manggut-manggut. Tiba-tiba Amelia mendongak, ia melihat ke arah Anna yang sedang berdiri tak bergerak di tangga. "Kak Anna!" panggil Amelia senang. Sontak Pak Rama, papa dan mama Anna ikut menoleh. Anna jadi linglung, ia menggaruk kepalanya yang tak gatal. "Loh, kamu ngapain berdiri di situ, An. Sini ke mari." Papa memanggil sambil tersenyum. "Baik, Pa." Anna bergegas turun. Amelia menghambur, memeluk Anna. "Kamu nggak sekolah, sayang?" "Amel izin, Kak. Mau jenguk nenek yang sakit." Anna menoleh, menatap Pak Rama, yang dibalas anggukan oleh lelaki itu. Tatapan Anna berpindah ke papanya, yang juga mengangguk sambil tersenyum. Sedangkan mama, perhatian
Elsa membeku sesaat, "Bagaimana bisa ketahuan?""Saya juga nggak tahu, Pak Rama melakukan interogasi kepada beberapa orang termasuk saya. Pertanyaannya sangat menjebak.""Bodoh! nggak bisa diandalkan!" Elsa memaki."M-maaf, Nyonya." Gemetar suara lelaki di ujung telepon."Dasar sampah! Sudah, kamu hapus semua bukti, termasuk chat saya dan foto-foto yang kamu kirim.""Baik Nyonya."Usai menutup panggilan, Elsa melempar gelas kosong yang ada di meja, ia mendengus marah."Kurang ajar si Rama. Go to the hell!!" umpatnya sambil melempar apa saja yang ada di meja.Orang-orang yang dia bayar itu adalah sumber informasinya untuk mengetahui segala sesuatu tentang Harry, kenapa si Rama tiba-tiba curiga?Elsa segera menghubungi seseorang, ia memberi perintah untuk mencari semua informasi tentang Joanna. Bagaimana bisa gadis tomboy dan urakan itu dekat dengan Harry? Apa memang selera Harry yang seperti itu?"Hmh, buruk sekali seleramu Har!" Wanita itu mendengus sinis, salah satu sudut bibirnya te
Roda kehidupan terus berputar, mesin waktu pun terus berpacu. Hari demi hari berganti menjadi bulan, bulan pun terus berubah. Akhirnya kehamilan Anna pun genap 9 bulan.Seorang bayi laki-laki tampan telah dilahirkan, wajahnya sangat mirip dengan Harry, bak pinang dibelah dua. Anna merasa sangat takjub, ia benar-benar merasakan hidupnya menjadi sangat sempurna.Dulu, Anna selalu berpikir, menikah, lalu punya Anak, sangat merepotkan. Setiap hari hanya mengurus anak, sangat tidak bebas, itu sebabnya ia selalu berkeras menolak untuk menikah.Namun siapa sangka, berawal dari ide gilanya yang meminta lelaki yang tak dikenalnya itu untuk menikahinya. Ya, semua memang meluncur begitu saja tanpa ia pikirkan apa yang akan terjadi nantinya.Bermimpi pun tidak pernah, kalau ia akan menjadi istri seorang konglomerat berkebangsaan Inggris. Saat itu ia hanya asal meminta Harry menikahinya, yang dipikirkannya adalah bagaimana menyelamatkan sang nenek yang sedang koma.Siapa sangka, bak gayung bersam
“Ada apa Hubby?” tanya Anna melihat suaminya mematung setelah menerima panggilan telepon, “telepon dari mana?”Harry tidak menjawab, tapi kedua mata lelaki itu berkaca-kaca, ia langsung menatap Amelia dan bergegas memeluknya.“Sayang, Mommy …” Suara Harry terbata-bata seakan tak bisa lagi berbicara.“Ada apa dengan Sis Anne, Hubby?” potong Anna, ia menjadi cemas.Harry menghela napas panjang, ia berusaha mengatur berbagai perasaan yang bergejolak di hatinya, pria itu pun memeluk Amelia dan Anna. “Sis Anne … siuman.”“Apa? Mom sudah bangun?” Amelia seakan tidak percaya, Harry mengangguk.“Oh Tuhan!” Amelia langsung memeluk Harry dan Anna, tangis ketiganya pun pecah, tangis haru dan bahagia, sungguh tak bisa terucapkan dengan kata-kata.Begitu pun Nanny, wanita paruh baya itu tidak bisa lagi menahan tangisnya. Ia adalah saksi perjalanan keluarga ini, seketika terlintas semua kenangan masa lalu, saat-saat ia mulai mengasuh dua putra keluarga terkemuka ini, David dan Harry.Wanita itu
“Ada apa?” tanya Vincent kepada anak buahnya, “cepat periksa!”“Baik Boss” Pria itu pun bergegas, sementara Vincent membuka laci mejanya, mengeluarkan 2 buah pistol yang tergeletak di sana.“Gawat Boss!” ujar anak buah Vincent yang tadi melihat ke luar.“Ada apa?”“Kita sudah dikepung!” jawab lelaki itu terengah-engah.“Sial!” Vincent segera memeriksa monitor keamanan, baku tembak pun mulai terdengar.“Boss! Anda harus bersiap menyelamatkan diri, biar di sini anak-anak yang menghadapi.”“Ok, kamu kumpulkan bahan-bahan penting, cepat!”“Siap, Boss!” Tidak berapa lama keduanya pun masuk ke ruang rahasia.“Boss, bagaimana dengan Nona Rebecca?”“Ah tidak penting, kita tidak membutuhkannya, biar saja dia ditangkap tidak banyak juga informasi yang dia tahu.”“OK.” Keduanya pun memasuki lorong rahasia yang gelap dan sempit, namun lorong itu cukup panjang.Sementara itu pihak kepolisian terus merangsek masuk, baku tembak pun terdengar saling bersahutan, hal itu terdengar pula ke kamar Reb
Harry sangat cemas, berbagai bayangan buruk melintas begitu saja di benaknya, hal itu membuatnya jadi kurang fokus. Nyaris mobilnya menyenggol mobil lain.“Son, tenangkan dirimu. Jika kau tidak fokus seperti ini, akan sangat buruk dampaknya, sedapat mungkin kau harus menghindari guncangan.”Nanny mengingatkan Harry sambil menepuk bahu lelaki itu lembut. Harry menghela napas, lalu mengurangi kecepatan laju mobilnya.“Nyonya, apa rasanya kencang sekali?” tanya Nanny pada Anna sambil menletakan tangannya di atas perut Anna yang tidak mampu berbicara lagi, ia hanya mengangguk pada Nanny.“Oke, sepertinya kram perut, coba untuk rileks dan mengatur napas.” Anna kembali mengangguk, ia pun mengikuti intruksi Nanny.Tidak lama berselang mereka pun tiba di rumah sakit, Harry segera menggendong istrinya dan membawanya ke unit gawat darurat, tim dokter pun segera melakukan pemeriksaan.Harry sangat gugup, ia mondar-mandir gelisah. Nanny kembali menenagkannya, dan meminta anak asuhnya itu untuk d
Pelayan itu terengah-engah, nampak ia lari tergesa-gesa. “Ada apa?” tanya Nanny. Anna dan Amelia pun berhenti, ikut memperhatikan si pelayan.“Ada orang mabuk menabrak gerbang depan, ditegur security malah dia yang marah-marah dan minta ganti rugi.”Anna dan Nanny saling berpandangan sekilas, namun Nanny segera meminta izin kepada Anna untuk melihat ke luar.“Nyonya dan Nona tenang saja, biar saya yang urus,” ujar Nanny.“Okay, Nanny. Lihat saja kerusakannya, kalau dia minta ganti, bawa saja mobilnya ke bengkel, lalu panggil tukang untuk memperbaiki gerbang jika ada kerusakan.”“Baik Nyonya, saya permisi dulu.” Nanny pun bergegas ke luar diikuti pelayan tadi, Anna dan Amelia pun duduk sambil minum air putih.“Aneh ya, Ma. Masa dia yang menabrak malah minta ganti rugi sama kita.” Amelia berpendapat, mengomentari keributan yang dijelaskan sang pelayan.“Ya namanya orang cari keuntungan, bisa macam-macam, Sayang.” Anna tersenyum sambil meneguk air di botolnya.”Cari keuntungan?” Amel m
Postman gadungan itu tersentak, ia menoleh dan melihat ke samping. Seorang lelaki mengenakan jaket dan kaca mata hitam dengan wajah dingin menodongkan pistol ke arahnya,Sontak lelaki yang sedang membuka seragam petugas post itu menggigil ketakutan, ia mengikuti isyarat si penodong untuk masuk ke dalam mobil, yang berhenti tidak jauh dari mereka, lalu melaju meninggalkan tempat itu.Sedangkan di kediaman Barnes, Harry tiba di rumah setelah mendapat telepon dari Nanny, wanita itu segera menyerahkan surat kedua yang dikirim si penjahat. Ia semakin marah membaca isinya, namun Nanny mengingatkan agar Harry tenang dan menenangkan Anna yang masih syock karena membaca isi surat itu.Harry segera menemui Anna yang sedang duduk sendirian di kamar. Wanita itu terlihat sedang memikirkan sesuatu. Yah, Anna memang sedang berusaha memperkirakan berbagai kemungkinan, bahkan yang terburuk.Tidak dipungkiri, sebelum menikah Anna adalah seorang gadis tomboi yang pemberani, ia tidak gentar menghadapi
Anna dan Harry tertegun, memang lelaki gila itu terobsesi dengan Anna, dan itu bisa membuat dia melakukan apa pun, spontan Anna mengusap perutnya, sesungguhnya ia tidak gentar, hanya saja saat ini ia lebih memikirkan bayi di kandungannya. “Lalu apa yang harus kita lakukan?” tanya Anna menatap Harry dan Bobby. Harry menggenggam tangan Anna dengan erat. “Kamu tenang ya, Honey. Semua akan baik-baik saja.” Harry berusaha menenangkan Anna. “Itu benar, An, yang penting kau tetap selalu berada di rumah, kita akan memperketat keamanan di kediaman.” Bobby menimpali. “OK, aku percaya pada kalian,” jawab Anna sambil tersenyum. Bobby segera meninggalkan kediaman Barnes, Anna dan Harry pun kembali ke kamar tidur mereka, Harry menjadi sangat gelisah, namun ia berusaha untuk terlihat tenang di hadapan istrinya, hingga malam semakin larut matanya tidak juga bisa terpejam. “Hubby …” panggil Anna lirih. “Ya Honey, kenapa terbangun love,” sahut Harry sambil memeluk kembali istrinya yang terbangun
Nanny menyerahkan selembar amplop surat berwarna cokelat kepada Harry, lelaki itu membeku memeriksa amplop surat yang ditujukan kepada Nyonya Joanna Barnes, ia membolak balik namun tidak terdapat nama pengirimnya.Harry segera membuka amplop itu, lalu membuka secarik kertas yang isinya hanya beberapa kalimat.Hello Anna,Aku datang, bersiaplah sayangKamu adalah milikku selamanya.Tubuh Harry bergetar menahan marah, wajah pria itu merah padam, ia sduah bisa menebak siapa pengirimnya.“Nanny, Anna di mana?”“Nyonya sedang menemani Nona Amel belajar, ada tugas katanya.”“Nanny, jangan beritahu Anna mengenai surat ini, biar nanti aku yang menyampaikan,” pinta Harry.“Baik,” jawab Nanny, “tapi ada apa dear, kenapa kamu terlihat sangat marah dan gelisah?” tanya Nanny cemas, wanita itu adalah pengasuh Harry sejak masih kecil, ia sangat menyayangi Harry seperti anaknya sendiri.“Penjahat itu ada di sini Nanny, dia menginginkan keluargaku hancur, dia ingin merebut istriku.” Suara Harray be
Rebecca terkesiap, seorang wanita bertubuh tinggi langsing dengan mengenakan setelan brazer hitam-hitam mencekal lengan Rebecca dengan kuat. Ia meronta, namun tenaga wanita itu sangat kuat. “Lepas!” teriak Rebecca. Alih-alih melepas, wanita itu malah memutar tangan Rebecca ke belakang, spontan ia menjerit kesakitan. “Saya peringatkan! Jangan coba-coba mengganggu atau menyakiti Nona Amelia.” Suara wanita itu tegas, dengan tatapan dingin. “Siapa kamu?!” tanya Rebecca sambil meringis kesakitan. “Siapa saya, itu bukan urusan Anda,” tandas wanita itu. “Sudahlah Emma, jangan ladeni perempuan ular ini, ayo kita pulang.” Amelia menarik tangan wanita yang bernama Emma itu. Emma melepaskan Rebecca dan mendorong pelan wanita itu, namun cukup membuat Rebecca terhuyung-huyung. “Mari Nona,” ucap Emma, ia segera mengiringi Amelia. Rebecca masih terkesima, siapa perempuan itu? Tapi kemudian ia bergegas mengejar Amelia. “Amel, tunggu sayang? Tante mau bicara?” Namun Emma dengan sigap mengha