Anna tertegun, ia diam mematung sambil melihat ke ruang tamu. Itu memang benar Amelia dan pak Rama asisten Harry. Di atas meja tergeletak tumpukan berkas, Pak Rama sedang berbicara sambil menunjuk pada berkas-berkas di atas meja, mama dan papa Anna juga ikut melihat ke meja sambil mendengarkan penjelasan Pak Rama. Papa nampak manggut-manggut. Tiba-tiba Amelia mendongak, ia melihat ke arah Anna yang sedang berdiri tak bergerak di tangga. "Kak Anna!" panggil Amelia senang. Sontak Pak Rama, papa dan mama Anna ikut menoleh. Anna jadi linglung, ia menggaruk kepalanya yang tak gatal. "Loh, kamu ngapain berdiri di situ, An. Sini ke mari." Papa memanggil sambil tersenyum. "Baik, Pa." Anna bergegas turun. Amelia menghambur, memeluk Anna. "Kamu nggak sekolah, sayang?" "Amel izin, Kak. Mau jenguk nenek yang sakit." Anna menoleh, menatap Pak Rama, yang dibalas anggukan oleh lelaki itu. Tatapan Anna berpindah ke papanya, yang juga mengangguk sambil tersenyum. Sedangkan mama, perhatian
Elsa membeku sesaat, "Bagaimana bisa ketahuan?""Saya juga nggak tahu, Pak Rama melakukan interogasi kepada beberapa orang termasuk saya. Pertanyaannya sangat menjebak.""Bodoh! nggak bisa diandalkan!" Elsa memaki."M-maaf, Nyonya." Gemetar suara lelaki di ujung telepon."Dasar sampah! Sudah, kamu hapus semua bukti, termasuk chat saya dan foto-foto yang kamu kirim.""Baik Nyonya."Usai menutup panggilan, Elsa melempar gelas kosong yang ada di meja, ia mendengus marah."Kurang ajar si Rama. Go to the hell!!" umpatnya sambil melempar apa saja yang ada di meja.Orang-orang yang dia bayar itu adalah sumber informasinya untuk mengetahui segala sesuatu tentang Harry, kenapa si Rama tiba-tiba curiga?Elsa segera menghubungi seseorang, ia memberi perintah untuk mencari semua informasi tentang Joanna. Bagaimana bisa gadis tomboy dan urakan itu dekat dengan Harry? Apa memang selera Harry yang seperti itu?"Hmh, buruk sekali seleramu Har!" Wanita itu mendengus sinis, salah satu sudut bibirnya te
Untuk sesaat Anna terdiam, seorang wanita dengan tubuh tinggi langsing berpakaian seksi berdiri di hadapannya. "Ngapain wanita ular itu di sini? mau apa dia?" Anna membathin di dalam hatinya. Tapi kemudian ia bisa menguasai diri kembali, ia tetap tenang dan santai. "Malam," jawabnya datar. Merasa tidak disambut, Elsa menjadi geram. "Gadis ini benar-benar batu, kenapa dia begitu santai? harusnya dia gugup, dan bertanya mau apa kamu di sini? ini kok tenang aja sih." Kali ini Elsa yang bergumul dengan hatinya sendiri, ia merasa kecewa karena reaksi Anna tidak sesuai yang ia harapkan. "Ehem, tidak mempersilahkan saya duduk nih?" tanya Elsa. Ia berusaha menekan suaranya agar terdengar natural. Anna tersenyum mendengarnya, "Oh mau duduk? kalau mau duduk ya duduk aja sih, kenapa repot pake nanya, toh ini bukan rumah saya juga." Elsa tidak menyahut, dengan sedikit kasar ia menarik kursi dan duduk dengan menyilangkan kaki, gadis di hadapannya ini benar-benar tidak menghormatinya. Kedua
Anna pun terdiam, ikut menunggu. Sebenarnya apa yang mau ditanyakan Harry? kenapa sepertinya sangat serius?"Halo, Mas?" ulang Anna."Hmm, ya. Anna, mengapa kamu menemui Elsa?" tanya Harry spontan.Sontak Anna terkejut, bagaimana Harry bisa tahu?"M-mas Harry tahu?" tanya Anna bingung."Aku kan memang sedang mengawasi wanita itu An, aku nggak mau dia melakukan hal buruk lagi pada kamu dan Amel."'Duh gimana ini, mas Harry kan memang memintaku menjauhi Elsa, tapi malah aku terlibat kerjasama begini.' Anna membathin."Mas, memang benar Elsa itu seorang model?""Ya, dulu memang dia seorang top model, tapi sekarang aku nggak tahu lagi. Nggak ada beritanya, mungkin udah nggak laku, karena karier seorang model wanita gemilang-gemilangnya itu di usia 20-25 kan?""Waduh, kenapa Mas nggak bilang? tapi kok aku nggak pernah dengar ya ada top model bernama Elsa?""Dia nggak pake nama sebenarnya, kamu tahu Mis. Dela? itu dia.""Oh, jadi Dela itu Elsa?" Anna terkejut setelah mendengar penjelasan H
"Har, kuliah yang benar. Kamu harus lebih sukses dari aku." Lelaki tampan yang wajahnya mirip Harry itu berpesan."Ck, kan udah ada kamu Dav yang ngurusin perusahaan, aku bisa santai dong.""Dasar bocah bandel, kalau mendiang Daddy masih ada bakal dijewer kamu.""Hahaha, aku bukan bocah lagi Dav, udah 20 ini bentar lagi jadi uncle, ya kan kakak ipar?" Wanita cantik yang berdiri di samping lelaki itu tersenyum."Udah sana berangkat, kamu ada exams kan hari ini? nanti sepulang dari kampus langsung ke kantor, ada yang mau aku diskusikan sama kamu.""Oke dear Bro, aku berangkat. Bye!"Harry melajukan ferrarinya dengan santai ke kampus, entah mengapa hari ini ia merasa malas ngampus, kalau bukan ada ujian dia gak bakalan datang.Dan ia baru saja menyelesaikan ujian hari itu ketika mendapatkan kabar buruk tentang David. Ia segera melesatkan mobilnya ke lokasi, namun ia hanya mendapatkan tubuh yang bermandikan darah. Harry jatuh terduduk seketika, namun ia menguatkan diri.Lelaki itu menggen
Anna tampak berpikir keras, siapa yang di maksud Harry? tapi ia tetap tidak juga menemukan jawabannya."Mas, aku nggak ngerti maksudnya siapa? aku rasa aku nggak punya musuh."Harry tetap tenang menatap Anna. "Coba kamu ingat, seseorang yang terobsesi dengan kamu, lalu merasa kecewa karena kamu menolaknya.""Menolak?" Anna tertegun, "apa mungkin dia yang tempo hari mau dijodohkan oleh nenek?" tanyanya seraya menatap Harry -- meminta jawaban.Harry tersenyum. "Ya, dia telah terobsesi dengan kamu saat nenek kamu menawarkan menjodohkanmu dengannya, namun tiba-tiba kamu kabur darinya.""Maksudnya Ardi?" tanya Anna. Harry mengangguk."Lalu Mas bilang dia dendam sama Mas Har, apa kalian saling mengenal?""Secara pribadi kami tidak mengenal satu sama lain, tapi tahukah kamu, siapa Ardi?" tanya Harry. Anna menggeleng--Dia memang tidak tahu apa-apa, dan tidak mau tahu siapa lelaki yang akan dijodohkannya itu."Dia adalah Ardi Agara, pemilik Agra Group. Kamu tahu, Barnesia Group adalah rival te
Untuk sesaat Anna terpaku melihat kekacauan di ruang itu, beberapa gaun di manekin jatuh. Dan yang paling mengenaskan gaun utama yang akan ditampilkan dirusak, sobek di beberapa bagian. "Safa," panggil Anna, ia berusaha tenang meskipun suaranya bergetar, "bagaimana ini bisa terjadi? apa nggak ada yang nunggu di ruangan?" tanyanya kepada sang asisiten yang tertunduk lemas. "Ada, Mbak. Sesuai yang Mbak Anna arahkan. Tapi kata mereka tiba-tiba lampu padam, beberapa dari mereka keluar ruangan untuk mengecek, pas lampu nyala sudah berantakan." Suara safa terbata-bata menahan rasa sesak di dada. Anna paham di dalam hatinya, ini adalah perbuatan orang-orang Elsa, sekarang ia mengerti, jadi untuk ini mereka ngotot ingin bekerjasama. 'Tidak, aku harus cari cara untuk membereskan kekacauan ini.' Anna membathin di dalam hatinya. Anna meneliti gaun yang koyak dan sobek itu, ada sobekan bekas torehan pisau di bagian bawah dekat lutut, bagian atas masih mulus, mungkin karena gelap, si pelaku
Elsa berusaha tenang, ia mengatur napasnya dengan susah payah dan masih merasakan sakit di lehernya karena cekikan keras pria gila itu. "Katakan!" bentak Ardi mengejutkan Elsa. "B-baik," jawab Elsa terbata-bata. Ia berusaha mendekati Ardi dan membisikkan sesuatu di telinganya. Sejurus lelaki itu tersenyum, Elsa menghela napas lega, dia berpikir Ardi akan melepaskannya. Ia segera merapihkan bajunya dan hendak beranjak, namun tangan lelaki itu dengan kasar kembali menarik rambutnya. Spontan wanita itu teriak kesakitan, namun justru membuat Ardi semakin bergairah. "Aku setuju rencanamu, tapi jangan coba-coba menipuku." Lelaki itu berbisik di telinga Elsa dengan suara berat, namun terdengar mengerikan di telinga Elsa. "A-aku tidak akan menipumu, kamu akan segera mendapatkan gadis gembel it-uuu...." Elsa berkata penuh kebencian kepada Anna, namun tiba-tiba ia merasa sesak ketika tangan kasar Ardi kembali mencekiknya dengan kuat. "Apa kamu bilang? jangan coba-coba menghina milikku! d
Roda kehidupan terus berputar, mesin waktu pun terus berpacu. Hari demi hari berganti menjadi bulan, bulan pun terus berubah. Akhirnya kehamilan Anna pun genap 9 bulan.Seorang bayi laki-laki tampan telah dilahirkan, wajahnya sangat mirip dengan Harry, bak pinang dibelah dua. Anna merasa sangat takjub, ia benar-benar merasakan hidupnya menjadi sangat sempurna.Dulu, Anna selalu berpikir, menikah, lalu punya Anak, sangat merepotkan. Setiap hari hanya mengurus anak, sangat tidak bebas, itu sebabnya ia selalu berkeras menolak untuk menikah.Namun siapa sangka, berawal dari ide gilanya yang meminta lelaki yang tak dikenalnya itu untuk menikahinya. Ya, semua memang meluncur begitu saja tanpa ia pikirkan apa yang akan terjadi nantinya.Bermimpi pun tidak pernah, kalau ia akan menjadi istri seorang konglomerat berkebangsaan Inggris. Saat itu ia hanya asal meminta Harry menikahinya, yang dipikirkannya adalah bagaimana menyelamatkan sang nenek yang sedang koma.Siapa sangka, bak gayung bersam
“Ada apa Hubby?” tanya Anna melihat suaminya mematung setelah menerima panggilan telepon, “telepon dari mana?”Harry tidak menjawab, tapi kedua mata lelaki itu berkaca-kaca, ia langsung menatap Amelia dan bergegas memeluknya.“Sayang, Mommy …” Suara Harry terbata-bata seakan tak bisa lagi berbicara.“Ada apa dengan Sis Anne, Hubby?” potong Anna, ia menjadi cemas.Harry menghela napas panjang, ia berusaha mengatur berbagai perasaan yang bergejolak di hatinya, pria itu pun memeluk Amelia dan Anna. “Sis Anne … siuman.”“Apa? Mom sudah bangun?” Amelia seakan tidak percaya, Harry mengangguk.“Oh Tuhan!” Amelia langsung memeluk Harry dan Anna, tangis ketiganya pun pecah, tangis haru dan bahagia, sungguh tak bisa terucapkan dengan kata-kata.Begitu pun Nanny, wanita paruh baya itu tidak bisa lagi menahan tangisnya. Ia adalah saksi perjalanan keluarga ini, seketika terlintas semua kenangan masa lalu, saat-saat ia mulai mengasuh dua putra keluarga terkemuka ini, David dan Harry.Wanita itu
“Ada apa?” tanya Vincent kepada anak buahnya, “cepat periksa!”“Baik Boss” Pria itu pun bergegas, sementara Vincent membuka laci mejanya, mengeluarkan 2 buah pistol yang tergeletak di sana.“Gawat Boss!” ujar anak buah Vincent yang tadi melihat ke luar.“Ada apa?”“Kita sudah dikepung!” jawab lelaki itu terengah-engah.“Sial!” Vincent segera memeriksa monitor keamanan, baku tembak pun mulai terdengar.“Boss! Anda harus bersiap menyelamatkan diri, biar di sini anak-anak yang menghadapi.”“Ok, kamu kumpulkan bahan-bahan penting, cepat!”“Siap, Boss!” Tidak berapa lama keduanya pun masuk ke ruang rahasia.“Boss, bagaimana dengan Nona Rebecca?”“Ah tidak penting, kita tidak membutuhkannya, biar saja dia ditangkap tidak banyak juga informasi yang dia tahu.”“OK.” Keduanya pun memasuki lorong rahasia yang gelap dan sempit, namun lorong itu cukup panjang.Sementara itu pihak kepolisian terus merangsek masuk, baku tembak pun terdengar saling bersahutan, hal itu terdengar pula ke kamar Reb
Harry sangat cemas, berbagai bayangan buruk melintas begitu saja di benaknya, hal itu membuatnya jadi kurang fokus. Nyaris mobilnya menyenggol mobil lain.“Son, tenangkan dirimu. Jika kau tidak fokus seperti ini, akan sangat buruk dampaknya, sedapat mungkin kau harus menghindari guncangan.”Nanny mengingatkan Harry sambil menepuk bahu lelaki itu lembut. Harry menghela napas, lalu mengurangi kecepatan laju mobilnya.“Nyonya, apa rasanya kencang sekali?” tanya Nanny pada Anna sambil menletakan tangannya di atas perut Anna yang tidak mampu berbicara lagi, ia hanya mengangguk pada Nanny.“Oke, sepertinya kram perut, coba untuk rileks dan mengatur napas.” Anna kembali mengangguk, ia pun mengikuti intruksi Nanny.Tidak lama berselang mereka pun tiba di rumah sakit, Harry segera menggendong istrinya dan membawanya ke unit gawat darurat, tim dokter pun segera melakukan pemeriksaan.Harry sangat gugup, ia mondar-mandir gelisah. Nanny kembali menenagkannya, dan meminta anak asuhnya itu untuk d
Pelayan itu terengah-engah, nampak ia lari tergesa-gesa. “Ada apa?” tanya Nanny. Anna dan Amelia pun berhenti, ikut memperhatikan si pelayan.“Ada orang mabuk menabrak gerbang depan, ditegur security malah dia yang marah-marah dan minta ganti rugi.”Anna dan Nanny saling berpandangan sekilas, namun Nanny segera meminta izin kepada Anna untuk melihat ke luar.“Nyonya dan Nona tenang saja, biar saya yang urus,” ujar Nanny.“Okay, Nanny. Lihat saja kerusakannya, kalau dia minta ganti, bawa saja mobilnya ke bengkel, lalu panggil tukang untuk memperbaiki gerbang jika ada kerusakan.”“Baik Nyonya, saya permisi dulu.” Nanny pun bergegas ke luar diikuti pelayan tadi, Anna dan Amelia pun duduk sambil minum air putih.“Aneh ya, Ma. Masa dia yang menabrak malah minta ganti rugi sama kita.” Amelia berpendapat, mengomentari keributan yang dijelaskan sang pelayan.“Ya namanya orang cari keuntungan, bisa macam-macam, Sayang.” Anna tersenyum sambil meneguk air di botolnya.”Cari keuntungan?” Amel m
Postman gadungan itu tersentak, ia menoleh dan melihat ke samping. Seorang lelaki mengenakan jaket dan kaca mata hitam dengan wajah dingin menodongkan pistol ke arahnya,Sontak lelaki yang sedang membuka seragam petugas post itu menggigil ketakutan, ia mengikuti isyarat si penodong untuk masuk ke dalam mobil, yang berhenti tidak jauh dari mereka, lalu melaju meninggalkan tempat itu.Sedangkan di kediaman Barnes, Harry tiba di rumah setelah mendapat telepon dari Nanny, wanita itu segera menyerahkan surat kedua yang dikirim si penjahat. Ia semakin marah membaca isinya, namun Nanny mengingatkan agar Harry tenang dan menenangkan Anna yang masih syock karena membaca isi surat itu.Harry segera menemui Anna yang sedang duduk sendirian di kamar. Wanita itu terlihat sedang memikirkan sesuatu. Yah, Anna memang sedang berusaha memperkirakan berbagai kemungkinan, bahkan yang terburuk.Tidak dipungkiri, sebelum menikah Anna adalah seorang gadis tomboi yang pemberani, ia tidak gentar menghadapi
Anna dan Harry tertegun, memang lelaki gila itu terobsesi dengan Anna, dan itu bisa membuat dia melakukan apa pun, spontan Anna mengusap perutnya, sesungguhnya ia tidak gentar, hanya saja saat ini ia lebih memikirkan bayi di kandungannya. “Lalu apa yang harus kita lakukan?” tanya Anna menatap Harry dan Bobby. Harry menggenggam tangan Anna dengan erat. “Kamu tenang ya, Honey. Semua akan baik-baik saja.” Harry berusaha menenangkan Anna. “Itu benar, An, yang penting kau tetap selalu berada di rumah, kita akan memperketat keamanan di kediaman.” Bobby menimpali. “OK, aku percaya pada kalian,” jawab Anna sambil tersenyum. Bobby segera meninggalkan kediaman Barnes, Anna dan Harry pun kembali ke kamar tidur mereka, Harry menjadi sangat gelisah, namun ia berusaha untuk terlihat tenang di hadapan istrinya, hingga malam semakin larut matanya tidak juga bisa terpejam. “Hubby …” panggil Anna lirih. “Ya Honey, kenapa terbangun love,” sahut Harry sambil memeluk kembali istrinya yang terbangun
Nanny menyerahkan selembar amplop surat berwarna cokelat kepada Harry, lelaki itu membeku memeriksa amplop surat yang ditujukan kepada Nyonya Joanna Barnes, ia membolak balik namun tidak terdapat nama pengirimnya.Harry segera membuka amplop itu, lalu membuka secarik kertas yang isinya hanya beberapa kalimat.Hello Anna,Aku datang, bersiaplah sayangKamu adalah milikku selamanya.Tubuh Harry bergetar menahan marah, wajah pria itu merah padam, ia sduah bisa menebak siapa pengirimnya.“Nanny, Anna di mana?”“Nyonya sedang menemani Nona Amel belajar, ada tugas katanya.”“Nanny, jangan beritahu Anna mengenai surat ini, biar nanti aku yang menyampaikan,” pinta Harry.“Baik,” jawab Nanny, “tapi ada apa dear, kenapa kamu terlihat sangat marah dan gelisah?” tanya Nanny cemas, wanita itu adalah pengasuh Harry sejak masih kecil, ia sangat menyayangi Harry seperti anaknya sendiri.“Penjahat itu ada di sini Nanny, dia menginginkan keluargaku hancur, dia ingin merebut istriku.” Suara Harray be
Rebecca terkesiap, seorang wanita bertubuh tinggi langsing dengan mengenakan setelan brazer hitam-hitam mencekal lengan Rebecca dengan kuat. Ia meronta, namun tenaga wanita itu sangat kuat. “Lepas!” teriak Rebecca. Alih-alih melepas, wanita itu malah memutar tangan Rebecca ke belakang, spontan ia menjerit kesakitan. “Saya peringatkan! Jangan coba-coba mengganggu atau menyakiti Nona Amelia.” Suara wanita itu tegas, dengan tatapan dingin. “Siapa kamu?!” tanya Rebecca sambil meringis kesakitan. “Siapa saya, itu bukan urusan Anda,” tandas wanita itu. “Sudahlah Emma, jangan ladeni perempuan ular ini, ayo kita pulang.” Amelia menarik tangan wanita yang bernama Emma itu. Emma melepaskan Rebecca dan mendorong pelan wanita itu, namun cukup membuat Rebecca terhuyung-huyung. “Mari Nona,” ucap Emma, ia segera mengiringi Amelia. Rebecca masih terkesima, siapa perempuan itu? Tapi kemudian ia bergegas mengejar Amelia. “Amel, tunggu sayang? Tante mau bicara?” Namun Emma dengan sigap mengha