“Halo, Bos. Nona Joanna sudah kembali ke rumahnya,” lapor seorang pria di dalam avanza hitam yang membuntuti mobil Harry.
“Sama siapa, dia?”
Terdengar suara dingin dari orang yang dipanggil bos itu.“Sama lelaki yang menabraknya bos, ada anak kecil perempuan juga.”
“Oke, kau awasi saja dia sekalian selidiki siapa lelaki yang telah menabraknya itu.”
“Siap, bos!”
Setelah sambungan telepon itu terputus, Ardi tampak tersenyum dingin.
“Anna, aku tidak akan melepaskanmu, Sayang,” ucapnya psikopat, “kau milikku sejak awal.”
****
“Ini rumah, Kakak?”tanya Amelia ketika mobil Harry tiba di rumah Anna.
Wanita itu sontak tersenyum. “Bukan, Sayang. Ini rumah orang tua Kakak.”
“Kak Anna, janji ya besok ke rumah Amel?” ujar gadis cilik itu sambil menjulurkan jari kelingkingnya.
“Oke, tapi Kakak harus ke rumah sakit dulu ya menemui nenek,” jawab Anna sambil mengaitkan jari kelingkingnya ke jari mungil Amel.
“Oke, selamat malam Kakak Joanna cantik.”
Amelia kemudian merangkul Anna.“Selamat malam sayang, Amelia yang manis, yang imut yang pinter,” ujar Anna sambil mencium pipi Amelia gemes.
Harry memperhatikan keakraban Anna dengan putrinya.Dia masih saja heran dengan keduanya yang baru saja saling kenal namun terlihat sudah sangat dekat. Bahkan, keakraban keduanya terlihat tulus dan natural, berbeda jika dibandingkan dengan Elsa–perempuan yang sedang dekat dengan Harry saat ini.
“Jangan lupa, besok kita harus menemui nenek.” Anna mengingatkan Harry membuat pria itu tersadar dari lamunannya.
“Oke, jam berapa besok aku jemput?”
“Nggak usah dijemput, aku bawa mobil sendiri, kita janjian aja di rumah sakit jam sepuluh pagi.”
“Loh, kok jalan sendiri-sendiri? Kalian kan ceritanya pacaran, kalau pacaran itu jalannya harus bareng, harus bersama,” sela Amel.
“Terus gimana dong, Mel?”
“Ya Kakak harus bareng sama Papa. Nanti, Papa jemput Kakak dan bukain pintu buat Kakak.”
“Terus, jangan lupa saat di depan nenek Kak Anna harus gandeng tangan Papa,” tambah anak itu lagi.“Masa harus digandeng sih, Mel?”
“Ya iya dong Kak, kalau nggak nanti nenek nggak akan percaya kalau kalian pacaran,” balas Amelia.
Anna segera mencubit sayang pipi Amel. “Oh gitu ya, Mel? Yaudah, aku nurut apa kata teman imutku ini aja.”
“Emang kakak belum pernah pacaran, ya?” tanya Amelia polos yang membuat Anna tersenyum canggung dan menggeleng.
“Amel juga belum pernah, sih,” ucap anak itu lalu melihat pada Harry mendadak, “ya udah, nanti Papa ajarin Kak Anna pacaran, ya?”
“Ufz ….” Anna menutup mulutnya.
Ia tak bisa menahan tawa. Begitu pun, Harry ia tertawa melihat tingkah putrinya yang polos.“Ya udah, sudah malam, kamu harus segera tidur.” Harry mengingatkan putrinya.
“Baik, Pa.”
“Oh, iya Anna. Ini obatmu. Kata dokter, kalau kamu masih merasa pusing obatnya harus dihabiskan.”
“Terima kasih, Pak.”
“Kok Pak sih, Kak?” sela gadis kecil itu lagi.
“Oh, kakak salah lagi ya, Mel?”
“Mas dong Kak, ‘terima kasih Mas Harry' gitu.”
“Amel!” bentak Harry kesal yang membuat gadis kecil itu langsung terdiam dan tertunduk sedih.
Tanpa sadar, Anna melirik Harry sambil menggelengkan kepalanya–tak tega dengan teman imutnya itu.
Jadi, Anna memutuskan untuk mengikuti saran Amelia, “Oke, terima kasih, Mas Harry.”
Tak lupa, Anna tersenyum.“Amel jangan sedih ya, Sayang. Besok, dari rumah sakit, Kakak akan ke rumah Amel. Kita main bareng, oke?” bujuk Anna.
Amelia perlahan kembali mendongakkan wajahnya, “Janji ya, Kak?”
“Janji, tapi Amel senyum dulu, dong.”
Gadis manis itu pun tersenyum.“Nah gitu dong, itu baru teman Anna, nanti pulang Amel langsung bobo ya.”
“Iya Kak,” sahut Amel patuh.
“Oke, daah Amel, see you tomorrow.”
“Daah Kak Anna, love you.”
“Love you Amel.”
Anna tersenyum mengingat semua tingkah lucu gadis cilik itu.
Ia segera masuk ke rumahnya dan menuju kamar.
Setelah duduk di tepi ranjang, segera ia keluarkan ponsel dan menghubungi sang ibu.
“Halo, Ma. Anna enggak jadi ke rumah sakit jenguk nenek malam ini. Kepala Anna masih pusing. Kata dokter, harus istirahat dulu.”
“Ya sudah. Kamu istirahat aja,” ucap sang ibu, “tapi, bener kamu enggak apa-apa, An?”
“Nggak apa-apa Ma, cuma pusing. Ini sudah di rumah, kondisi nenek gimana, Ma?”
“Masa kritisnya sudah lewat, tapi masih belum sadar.”
“Oke, besok Anna ke sana.”
Panggilan keduanya pun terputus.
Anna memutuskan untuk segera mandi dan berganti pakaian. Diambilnya obat yang diberikan Harry dan meminumnya--mempersiapkan diri untuk hari esok yang panjang.
Pagi-pagi sekali, Harry sudah menjemputnya sesuai janji.
Keduanya pun pergi ke rumah sakit tempat nenek Anna dirawat.
“Bagaimana Amel, Mas?" tanya Anna membuka obrolan.
“Sudah di sekolah. Dia tadi berpesan agar kamu jangan lupa untuk datang.”
“Ia aku tidak lupa,” jawab Anna sambil tersenyum.
“Ada lagi pesan Amel yang bikin aku tertawa.”
“Pesan apa?”
“Aku disuruh ngajarin kamu pacaran,” geleng Harry menahan senyum, “ada-ada aja, bisa jadi pinteran kamu daripada aku.”
“Sok tahu, dari mana Mas tahu aku pinter pacaran?”
“Memang benar kamu belum pernah pacaran?” Harry balik bertanya.
“Benar, memang kenapa?”
“Aku kok nggak yakin, ya. Secara kamu cantik dan usia kamu bukan remaja belasan tahun lagi, masa iya nggak ada cowok yang ngantri?”
“Yang ngantri banyak tapi kalau akunya nggak mau, gimana?”
“Wah, jangan-jangan kamu....”
“Apa? Mau bilang aku lesbi, penyuka sesama jenis?” delik Anna tajam, “aku masih normal, ya. Memang, dulu aku pernah suka sama cowok waktu usia-usia belasan gitu lah. Tapi, dia nyakitin aku. Ya sudah, aku nggak tertarik lagi.”
Harry menaikkan sedikit bibirnya. “Memang, usia kamu sekarang berapa?”
“Desember tahun ini, 25 tahun. Masih muda, kan? Tapi, nenek nggak ngerti juga mendesak terus untuk menikah.”
“Terus, sampai kapan kamu akan bersandiwara di depan nenek kamu?” tanya Harry sembari fokus pada jalanan.
“Entahlah, nanti aku pikirin lagi caranya. Setidaknya, untuk saat ini, aku bisa menyelamatkan nenek dulu.”
Harry mengangguk santai–membuat Anna sadar dia belum berterima kasih pada pria di sampingnya ini.
“Terima kasih ya Mas, udah mengerti,” ucapnya.
“Tidak perlu berterima kasih, aku melakukannya karena putriku. Selama Amel ingin aku membantu, ya akan aku bantu,” jawab Harry datar.
‘Hmm, bapaknya Amelia angkuh juga ternyata. Aku jadi penasaran.’ Anna membatin di dalam hatinya.
Sementara itu, di rumah sakit, mama Anna sedang menunggu dengan cemas karena nenek belum juga sadar.
Biasanya, penyakit nenek kambuh tidak akan membuat wanita itu tidur selama ini.
“Ma …” Anna memeluk mamanya ketika sampai.
“Akhirnya kamu datang juga An,” sahut mama.
“Bagaimana kondisi nenek, Ma?”
“Sudah dipindahkan ke ruang perawatan setelah semalaman di ruang ICU, tapi masih belum sadar.”
“Boleh Anna melihat nenek, Ma?” pinta Anna seketika.
“Ya, masuklah! Ajak nenekmu bicara.”
Anna mengangguk sebelum menyadari bahwa sang mama menatap pria di sampingnya dengan penasaran.
“Oh, iya Ma! Kenalkan, ini Mas Harry.” Anna mengenalkan Harry kepada mamanya.
“Pagi Tante, saya Harry,” ujar Harry sopan.
Mama Anna tersenyum ramah. Namun, ia tidak bisa menutupi keterkejutannya. Segera, wanita itu menarik putrinya sambil berbisik curiga, “Anna, siapa laki-laki ini?”
“Nanti Anna jelasin semuanya Ma. Sekarang, Anna dan Mas Harry masuk dulu.”
Ia pun mengangguk meski masih bingung menatap pria yang dibawa putrinya.Perlahan, kedua anak manusia itu masuk bersama wanita itu ke ruangan sang Nenek yang masih terbaring lemah di tempat tidur.
Selang infus membelit tangan hingga ke hidungnya dan gerakan napasnya pun lemah.
Anna seketika meraih tangan neneknya yang dingin.
Air matanya pun jatuh–tak kuasa menahan kesedihan.
Semua ini karena dia.“Nek, maafin Anna ya, Nek. Anna sudah membuat Nenek seperti ini. Tapi Nek, Nenek harus tahu kenapa Anna melarikan diri dari Ardi, karena dia bukan laki-laki yang baik.”
Harry mendengarkan keluh kesah gadis yang jadi pacar pura-puranya itu.
Melihat langsung, pria itu baru menyadari masalah yang dihadapi Anna sangat pelik.
Tapi, cara ini pun tidak benar. Hanya saja, dia sudah berjanji jadi akan mengikuti saja permainan ini.
“Tapi, Nenek jangan khawatir ya. Sebenarnya, Anna sudah punya calon Nek. Ini sekarang dia ada di sini sama Anna.”
Mama yang mendengarkan sedari tadi akhirnya mengerti siapa Harry.
Hanya saja, ia sungguh bingung.
Benarkah dia pacar Anna? Bukankah, putrinya itu selalu bilang belum punya pacar? Mama Anna bergelut dengan berbagai pertanyaan di hatinya, hingga tiba-tiba Harry berteriak pelan mengejutkannya.“Tangan Nenek bergerak!”
“Tangan Nenek bergerak!” seru Harry. Mama dan Anna terkejut dan menemukan wanita tua kesayangan mereka memang menggerakan jari-jarinya dan mencoba membuka matanya.Mama Anna sangat senang. Ia pun bergegas memanggil dokter. Di sis lain, Nenek menatap Anna dengan lemah, lalu perlahan pandangannya berpindah kepada Harry. Sosok lelaki tampan yang berdiri disamping Anna membuat mulut nenek terbuka hendak mengucapkan sesuatu. Namun, dokter dan beberapa perawat datang dan segera melakukan pengecekan.“Nenek benar-benar sangat mengkhawatirkan kamu, An. Setelah kamu bilang kamu punya calon suami, dia mungkin berjuang keras untuk bangun. Padahal, dokter semalam bilang kemungkinannya fifty-fifty, tergantung kemauan hidup nenek. Jangan kecewaain nenek lagi An.” Mama tiba-tiba berujar sambil menatap Anna dan Harry.Deg!Anna tertegun. ‘Duh, bagaimana ini kalau nenek tahu hubunganku dengan Harry adalah pura-pura? Semoga ada jalan keluar. Yang penting sekarang nenek selamat, dan selanjutnya me
Amelia sangat senang melihat kedatangan Anna, gadis cilik itu menjadi sangat sibuk. Ia mengajak Anna berkeliling rumah besar itu. Harry tidak pernah melihat putrinya seceria itu, seolah mendapatkan sesuatu yang sudah lama diidamkannya.“Bagaimana sekolahnya tadi, sayang?” tanya Anna.“Biasa aja Kak, sekolah itu nggak asik, membosankan,” jawab Amel datar.“Oh ya? Kalau gitu kalau Kak Anna temani besok, gimana?”“Beneran, Kak?”“Hu’um,” sahut Anna.“Wah pasti asik kalau itu sih.”Harry memperhatikan putrinya, tanpa sadar ia geleng-geleng kepala. Selama ini Amel susah dibujuk, tapi herannya dengan Anna yang belum lama dikenalnya sudah nempel begitu.Cukup lama Anna di rumah Harry, ia menemani Amelia bermain dan belajar. Malam hari ia baru kembali, Harry mengantarnya pulang.“Serius besok kamu mau nemenin Amelia ke sekolah, An?”“Iya Mas, aku pingin tahu, jadi nanti kalau Mas Harry berangkat kan aku harus jagain Amel, jadi aku harus tahu segala sesuatunya tentang dia, termasuk lingkungan
Anna mulai terbiasa bangun pagi, meskipun awalnya sulit, berkali-kali ia kena tegur Harry.Ternyata laki-laki yang kelihatannya cool itu sangat disiplin dan tegas kalau urusan kerjaan, pantas ia sudah sukses di usia yang terbilang masih muda.Terkadang Anna nggak habis pikir, mengapa pria pekerja keras seperti Harry mau nikah muda? Kalau dilihat dari usia Harry yang sekarang 28 tahun sedangkan putrinya sekarang berusia 8 tahun, itu artinya dia menikah pada usia 19 atau 20 tahun.Buat Anna usia segitu sedang asik-asiknya main, kuliah dan bebas mengekspresikan diri, tapi memang ada sebagian orang yang berprinsip untuk menikah muda.Anna yang biasanya santai mau tak mau harus mengikuti aturan Harry. Karena dia sudah sepakat mengikuti persyaratan dari Harry terkait perjanjian menjadi pacar pura-puranya.Setiap pagi Anna berangkat ke rumah Harry, memastikan semuanya yang terkait Amelia sudah siap, lalu mengantar gadis cilik itu ke sekolah.Setelah itu barulah ia mengurus pekerjaannya sendi
“Halo semuanyaaa selamat malam.” Wanita itu menyapa yang hadir dengan suara terkesan merdu. Namun, tidak dengan Amel. Gadis cilik itu menyedekapkan tangannya sambil tersenyum sinis.Hanya saja, wanita itu tak mempedulikan tatapan Amel. Dia justru sedang merasa bangga karena menganggap sebagai pusat perhatian malam itu. Semua orang memang mengenalnya sebagai wanita yang selalu dekat dengan Harry, atau tepatnya ... selalu mendekati Harry dan berusaha mencari perhatian pria itu dan putrinya. Padahal, Harry sebenarnya biasa-biasa saja.“Selamat malam, Mba Elsa.” Untungnya, ada yang lain menjawab ucapan wanita itu.“Oho silahkan-silahkan, silahkan dilanjutkan menikmati makan malamnya,” ucap Elsa mendadak bergaya seakan nyonya rumah. Perlahan, ia pun mendekati Amelia dan menyapa dengan hangat.“Halo sayangku, manisku apa kabar? Wah, kamu cantik banget malam ini.” “Yah, aku emang udah cantik dari lahir, yang pasti cantiknya aku natural nggak dipoles-poles kayak Tante.” Jawaban nyelek
Tak lama, Harry menyimpan kembali bingkai foto itu, lalu beranjak tidur. Sementara itu, pagi-pagi sekali, Anna telah bangun. Ia membantu Amelia mandi dan berpakaian lalu turun untuk sarapan bersama Papanya. Lucunya, mereka sarapan layaknya sebuah keluarga lengkap. Amelia tentu sangat senang. Ia bahkan tak henti tersenyum. "Sayang, enggak usah ngantar ke bandara ya, Amel berangkat sekolah aja sama Kak Anna," ucap Harry tiba-tiba. Amelia mengangguk patuh. "Iya, Pa. Papa jangan lupa untuk selalu kabari Amel." "Siap, Putri Papa yang cantik!" balas Harry lalu menoleh pada Anna, "Oh ya, An. Nanti, kamu antar Amel bawa mobilku aja biar aku ke bandara diantar Mang Ujang." "Baik, Mas." Harry mengangguk puas. "Oke, Amel sekolah yang rajin ya. Jangan nakal, Sayang." "Iya Pa, Papa juga hati-hati di sana, jangan nakal, jangan genit, salam sama Nanny." "Hahaha, emang sejak kapan Papa genit?" tanya Harry balik. "Ya kali aja ada ulat bulu yang bikin gatal." Mendengar Amel mengungkit Els
Sepulang dari rumah Harry Anna langsung ke rumah sakit. Nenek menanyakan kabar Harry, Anna menjelaskan kalau Harry baru saja berangkat ke luar negeri dan tidak sempat pamit kepada nenek karena banyak pekerjaan yang harus di delegasikan. Nenek bisa mengerti, dan berpesan kepada Anna agar selalu menjaga komunikasi kepada Harry. Mama juga membawa berita gembira, kalau nenek sudah dibolehkan pulang. Anna sangat senang, ia bergegas pulang untuk mengambil mobil untuk menjemput nenek. "Akhirnya, nenek sudah dibolehkan pulang ya." "Iya, makanya setelah ini jangan menyakiti hati nenek lagi," timpal Mama. "Iya, Ma. Tapi nenek juga harus rajin olahraga, Nek. Senam jantung sehat, supaya jantung nenek kuat tidak mudah kumat ketika mendengar kabar buruk." "Kamu benar, An. Dokter juga nyuruh begitu, mulai besok nenek mau senam, supaya jantung nenek sehat supaya umur nenek lebih panjang." "Yeay, keren nenek nih." Setelah menjemput nenek Anna segera menghubungi Harry, ia melaporkan apa yang terj
Anna sangat cemas, mengapa nomor Amel enggak bisa dihubungi? Berkali-kali ia mengecek HP tidak ada panggilan masuk ataupun pesan dari Amel. Tidak biasanya Amel seperti ini. Biasanya Amel akan berkali-kali kirim pesan mengingatkan Anna.Anna mencoba menghubungi si bibi, tapi nomor si bibi pun tidak aktif. Kenapa semua nomor di rumah itu tidak ada yang aktif? Ini aneh. Anna mondar-mandir, ia sangat mengkhawatirkan Amelia.Anna mencoba menghubungi Harry, namun sepertinya Harry sangat sibuk, hanya pesan suara. Akhirnya Anna mencoba kirim pesan ke kotak suara Harry."Halo Mas, ini Anna. Ada sesuatu yang urgent, tadi aku mau ke rumah, tapi di halangi oleh tunangan Mas Harry, dia bilang aku enggak boleh lagi datang ke rumah dan harus menjauhi Amelia. Yang aku heran nomor Amel nggak bisa di hubungi, Amel pun tidak menghubungi aku, nomor rumah enggak bisa di hubungi sampai nomor si bibi pun enggak bisa. Oya security sudah diganti, jadi aku enggak dibolehin masuk. Aku khawatir sama Amel Mas, to
Hampir semalaman Anna berada di samping tempat tidur Amelia, hingga menjelang subuh akhirnya gadis kecil itu membuka matanya, saat itu Anna tertidur di atas kursi di sampingnya."Kak Anna ..." panggil Amelia pelan.Anna seperti sedang bermimpi, ia mendengar suara yang memanggilnya dari jauh. Perlahan Anna membuka mata dan mengangkat kepalanya, ia seperti linglung melihat Amelia sedang menatapnya."Amel? kamu sudah bangun sayang?" Anna berdiri, ia mengusap kepala gadis cilik yang tergolek lemah itu."Amel di mana kak?" tanya Amelia menatap Anna."Amel di rumah sakit sayang," jawab Anna sambil tersenyum.Amelia mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan."Kenapa Amel bisa ada di rumah sakit kak?"Amelia memperhatikan botol infus yang tergantung disamping tempat tidurnya, ia juga mengangkat tangan kirinya yang ditempel selang infus yang terhubung ke botol yang menggantung."Umm ... Amel keracunan tepatnya over dosis obat tidur," jawab Anna."Siapa yang meracuni Amel Kak? pasti peremp
Roda kehidupan terus berputar, mesin waktu pun terus berpacu. Hari demi hari berganti menjadi bulan, bulan pun terus berubah. Akhirnya kehamilan Anna pun genap 9 bulan.Seorang bayi laki-laki tampan telah dilahirkan, wajahnya sangat mirip dengan Harry, bak pinang dibelah dua. Anna merasa sangat takjub, ia benar-benar merasakan hidupnya menjadi sangat sempurna.Dulu, Anna selalu berpikir, menikah, lalu punya Anak, sangat merepotkan. Setiap hari hanya mengurus anak, sangat tidak bebas, itu sebabnya ia selalu berkeras menolak untuk menikah.Namun siapa sangka, berawal dari ide gilanya yang meminta lelaki yang tak dikenalnya itu untuk menikahinya. Ya, semua memang meluncur begitu saja tanpa ia pikirkan apa yang akan terjadi nantinya.Bermimpi pun tidak pernah, kalau ia akan menjadi istri seorang konglomerat berkebangsaan Inggris. Saat itu ia hanya asal meminta Harry menikahinya, yang dipikirkannya adalah bagaimana menyelamatkan sang nenek yang sedang koma.Siapa sangka, bak gayung bersam
“Ada apa Hubby?” tanya Anna melihat suaminya mematung setelah menerima panggilan telepon, “telepon dari mana?”Harry tidak menjawab, tapi kedua mata lelaki itu berkaca-kaca, ia langsung menatap Amelia dan bergegas memeluknya.“Sayang, Mommy …” Suara Harry terbata-bata seakan tak bisa lagi berbicara.“Ada apa dengan Sis Anne, Hubby?” potong Anna, ia menjadi cemas.Harry menghela napas panjang, ia berusaha mengatur berbagai perasaan yang bergejolak di hatinya, pria itu pun memeluk Amelia dan Anna. “Sis Anne … siuman.”“Apa? Mom sudah bangun?” Amelia seakan tidak percaya, Harry mengangguk.“Oh Tuhan!” Amelia langsung memeluk Harry dan Anna, tangis ketiganya pun pecah, tangis haru dan bahagia, sungguh tak bisa terucapkan dengan kata-kata.Begitu pun Nanny, wanita paruh baya itu tidak bisa lagi menahan tangisnya. Ia adalah saksi perjalanan keluarga ini, seketika terlintas semua kenangan masa lalu, saat-saat ia mulai mengasuh dua putra keluarga terkemuka ini, David dan Harry.Wanita itu
“Ada apa?” tanya Vincent kepada anak buahnya, “cepat periksa!”“Baik Boss” Pria itu pun bergegas, sementara Vincent membuka laci mejanya, mengeluarkan 2 buah pistol yang tergeletak di sana.“Gawat Boss!” ujar anak buah Vincent yang tadi melihat ke luar.“Ada apa?”“Kita sudah dikepung!” jawab lelaki itu terengah-engah.“Sial!” Vincent segera memeriksa monitor keamanan, baku tembak pun mulai terdengar.“Boss! Anda harus bersiap menyelamatkan diri, biar di sini anak-anak yang menghadapi.”“Ok, kamu kumpulkan bahan-bahan penting, cepat!”“Siap, Boss!” Tidak berapa lama keduanya pun masuk ke ruang rahasia.“Boss, bagaimana dengan Nona Rebecca?”“Ah tidak penting, kita tidak membutuhkannya, biar saja dia ditangkap tidak banyak juga informasi yang dia tahu.”“OK.” Keduanya pun memasuki lorong rahasia yang gelap dan sempit, namun lorong itu cukup panjang.Sementara itu pihak kepolisian terus merangsek masuk, baku tembak pun terdengar saling bersahutan, hal itu terdengar pula ke kamar Reb
Harry sangat cemas, berbagai bayangan buruk melintas begitu saja di benaknya, hal itu membuatnya jadi kurang fokus. Nyaris mobilnya menyenggol mobil lain.“Son, tenangkan dirimu. Jika kau tidak fokus seperti ini, akan sangat buruk dampaknya, sedapat mungkin kau harus menghindari guncangan.”Nanny mengingatkan Harry sambil menepuk bahu lelaki itu lembut. Harry menghela napas, lalu mengurangi kecepatan laju mobilnya.“Nyonya, apa rasanya kencang sekali?” tanya Nanny pada Anna sambil menletakan tangannya di atas perut Anna yang tidak mampu berbicara lagi, ia hanya mengangguk pada Nanny.“Oke, sepertinya kram perut, coba untuk rileks dan mengatur napas.” Anna kembali mengangguk, ia pun mengikuti intruksi Nanny.Tidak lama berselang mereka pun tiba di rumah sakit, Harry segera menggendong istrinya dan membawanya ke unit gawat darurat, tim dokter pun segera melakukan pemeriksaan.Harry sangat gugup, ia mondar-mandir gelisah. Nanny kembali menenagkannya, dan meminta anak asuhnya itu untuk d
Pelayan itu terengah-engah, nampak ia lari tergesa-gesa. “Ada apa?” tanya Nanny. Anna dan Amelia pun berhenti, ikut memperhatikan si pelayan.“Ada orang mabuk menabrak gerbang depan, ditegur security malah dia yang marah-marah dan minta ganti rugi.”Anna dan Nanny saling berpandangan sekilas, namun Nanny segera meminta izin kepada Anna untuk melihat ke luar.“Nyonya dan Nona tenang saja, biar saya yang urus,” ujar Nanny.“Okay, Nanny. Lihat saja kerusakannya, kalau dia minta ganti, bawa saja mobilnya ke bengkel, lalu panggil tukang untuk memperbaiki gerbang jika ada kerusakan.”“Baik Nyonya, saya permisi dulu.” Nanny pun bergegas ke luar diikuti pelayan tadi, Anna dan Amelia pun duduk sambil minum air putih.“Aneh ya, Ma. Masa dia yang menabrak malah minta ganti rugi sama kita.” Amelia berpendapat, mengomentari keributan yang dijelaskan sang pelayan.“Ya namanya orang cari keuntungan, bisa macam-macam, Sayang.” Anna tersenyum sambil meneguk air di botolnya.”Cari keuntungan?” Amel m
Postman gadungan itu tersentak, ia menoleh dan melihat ke samping. Seorang lelaki mengenakan jaket dan kaca mata hitam dengan wajah dingin menodongkan pistol ke arahnya,Sontak lelaki yang sedang membuka seragam petugas post itu menggigil ketakutan, ia mengikuti isyarat si penodong untuk masuk ke dalam mobil, yang berhenti tidak jauh dari mereka, lalu melaju meninggalkan tempat itu.Sedangkan di kediaman Barnes, Harry tiba di rumah setelah mendapat telepon dari Nanny, wanita itu segera menyerahkan surat kedua yang dikirim si penjahat. Ia semakin marah membaca isinya, namun Nanny mengingatkan agar Harry tenang dan menenangkan Anna yang masih syock karena membaca isi surat itu.Harry segera menemui Anna yang sedang duduk sendirian di kamar. Wanita itu terlihat sedang memikirkan sesuatu. Yah, Anna memang sedang berusaha memperkirakan berbagai kemungkinan, bahkan yang terburuk.Tidak dipungkiri, sebelum menikah Anna adalah seorang gadis tomboi yang pemberani, ia tidak gentar menghadapi
Anna dan Harry tertegun, memang lelaki gila itu terobsesi dengan Anna, dan itu bisa membuat dia melakukan apa pun, spontan Anna mengusap perutnya, sesungguhnya ia tidak gentar, hanya saja saat ini ia lebih memikirkan bayi di kandungannya. “Lalu apa yang harus kita lakukan?” tanya Anna menatap Harry dan Bobby. Harry menggenggam tangan Anna dengan erat. “Kamu tenang ya, Honey. Semua akan baik-baik saja.” Harry berusaha menenangkan Anna. “Itu benar, An, yang penting kau tetap selalu berada di rumah, kita akan memperketat keamanan di kediaman.” Bobby menimpali. “OK, aku percaya pada kalian,” jawab Anna sambil tersenyum. Bobby segera meninggalkan kediaman Barnes, Anna dan Harry pun kembali ke kamar tidur mereka, Harry menjadi sangat gelisah, namun ia berusaha untuk terlihat tenang di hadapan istrinya, hingga malam semakin larut matanya tidak juga bisa terpejam. “Hubby …” panggil Anna lirih. “Ya Honey, kenapa terbangun love,” sahut Harry sambil memeluk kembali istrinya yang terbangun
Nanny menyerahkan selembar amplop surat berwarna cokelat kepada Harry, lelaki itu membeku memeriksa amplop surat yang ditujukan kepada Nyonya Joanna Barnes, ia membolak balik namun tidak terdapat nama pengirimnya.Harry segera membuka amplop itu, lalu membuka secarik kertas yang isinya hanya beberapa kalimat.Hello Anna,Aku datang, bersiaplah sayangKamu adalah milikku selamanya.Tubuh Harry bergetar menahan marah, wajah pria itu merah padam, ia sduah bisa menebak siapa pengirimnya.“Nanny, Anna di mana?”“Nyonya sedang menemani Nona Amel belajar, ada tugas katanya.”“Nanny, jangan beritahu Anna mengenai surat ini, biar nanti aku yang menyampaikan,” pinta Harry.“Baik,” jawab Nanny, “tapi ada apa dear, kenapa kamu terlihat sangat marah dan gelisah?” tanya Nanny cemas, wanita itu adalah pengasuh Harry sejak masih kecil, ia sangat menyayangi Harry seperti anaknya sendiri.“Penjahat itu ada di sini Nanny, dia menginginkan keluargaku hancur, dia ingin merebut istriku.” Suara Harray be
Rebecca terkesiap, seorang wanita bertubuh tinggi langsing dengan mengenakan setelan brazer hitam-hitam mencekal lengan Rebecca dengan kuat. Ia meronta, namun tenaga wanita itu sangat kuat. “Lepas!” teriak Rebecca. Alih-alih melepas, wanita itu malah memutar tangan Rebecca ke belakang, spontan ia menjerit kesakitan. “Saya peringatkan! Jangan coba-coba mengganggu atau menyakiti Nona Amelia.” Suara wanita itu tegas, dengan tatapan dingin. “Siapa kamu?!” tanya Rebecca sambil meringis kesakitan. “Siapa saya, itu bukan urusan Anda,” tandas wanita itu. “Sudahlah Emma, jangan ladeni perempuan ular ini, ayo kita pulang.” Amelia menarik tangan wanita yang bernama Emma itu. Emma melepaskan Rebecca dan mendorong pelan wanita itu, namun cukup membuat Rebecca terhuyung-huyung. “Mari Nona,” ucap Emma, ia segera mengiringi Amelia. Rebecca masih terkesima, siapa perempuan itu? Tapi kemudian ia bergegas mengejar Amelia. “Amel, tunggu sayang? Tante mau bicara?” Namun Emma dengan sigap mengha