Harry menggelengkan kepala. Tampak jelas pria itu tak percaya dengan ucapan Anna.
“Apa saya nggak salah dengar?” tatap Harry tajam pada Anna, “nikah?”
“Iya … nikah, tapi palsu,” ujar Anna polos.
Harry memejamkan mata. Pria itu merasa ucapan Anna tak masuk akal.
Mungkinkah, wanita di depannya ini gegar otak gara-gara jatuh sebelumnya?“Sayang, kamu tunggu di sini, ya,” ucap Harry mendadak menatap putrinya, “Papa akan menemui dokter. Sepertinya, Nona Anna mengalami gangguan di kepalanya, sehingga berbicara asal.”
Mendengar itu, mata wanita itu sontak membulat. “Eiit, tunggu ... tunggu. Saya enggak gegar otak, saya normal dan sehat, saya sadar,” sahut Anna cepat.“Lalu, kenapa kamu bicara ngawur? Kamu kira nikah itu bisa buat main-main?” ketus pria itu.
“Kamu kan belum kenal saya. Kamu lihat saya sudah punya anak, kan? Kamu tidak berpikir bagaimana perasaan istri saya?”
Anna menunduk seketika–menyadari tindakan konyolnya.Wajar saja bila pria di hadapannya ini marah, kan?
Hanya saja, Amel tiba-tiba memotong ucapan sang ayah, “Pa, istri Papa siapa? Bukannya Amel enggak punya mama?”
Anak itu tersenyum jahil–membuat Harry tampak sedikit gugup. “I-iya ... itu misalkan, Sayang.” “Jadi, enggak boleh seenaknya minta nikah sama orang asing yang belum dikenal,” tambah pria itu lagi kembali memasang wajah angkuh pada Anna.Amelia tampak mengangguk.“Maaf, maksud saya bukan nikah sungguhan,” ucap Anna akhirnya setelah berhasil mengendalikan diri, “hanya pura-pura agar nenek saya tidak menyuruh saya nikah.” “Saya juga enggak mau nikah. Makanya, saya kabur sampai tertabrak mobil Anda,” jelas wanita itu lagi tanpa disuruh.Tampak, Harry memijit kening. “Maksudnya, bagaimana?”
Anna menghela napas sambil menepuk keningnya. “Duh, gimana ngejelasinnya?”
Drrt!
Suara ponsel Anna yang bergetar–membuat wanita itu segera membuka tasnya.
[ 7 Panggilan Tak Terjawab ]Melihat itu, Annna membelakkan mata. Mama dan papanya tampak menghubunginya berkali-kali!Segera, wanita itu menelpon balik kontak mamanya. “Halo–”
“Anna kamu di mana? Kenapa panggilan Mama dan Papa enggak diangkat dari tadi.” Terdengar suara Mama bergetar karena marah.
“I-iya, Ma. Maaf Anna baru buka handphone. Anna mengalami sedikit kecelakaan. Ini baru siuman makanya baru angkat panggilan Mama.”
“Kecelakaan? Kecelakaan apa? Anna, apa sebenarnya yang terjadi?” Suara mamanya kini berubah cemas.
Anna menghela napas. “Tadi, waktu Anna kabur, Anna lari sampai tidak lihat sekeliling sehingga tertabrak mobil. Sekarang, Anna ada di rumah sakit, tapi Anna enggak apa-apa kok, Ma. Nanti Anna segera pulang, Mama tenang saja, oke.”
“Apa?” teriak mamanya, “Tenang? Bagaimana tenang? Sebenarnya, ada apa? Mengapa kamu kabur? Tadi, Ardi marah-marah sama nenek karena dia merasa dipermainkan. Dia bilang tidak terima dipermalukan seperti ini."
“Ha? Tidak terima kenapa?” Kening Anna mengerut. “Memang, dia rugi apa? Apa dia sudah keluar biaya besar? Bilang sama dia, Anna akan ganti rugi.”
“Tidak penting soal ganti rugi itu, Anna. Masalahnya, setelah mendengar ucapan Ardi, nenek sangat marah, hingga mengalami serangan jantung, sekarang kondisinya kritis.”
“K–kritis?” beo Anna tak percaya. “Ya, Tuhan….Nenek kritis?”
“Sudah. Cepat kamu ke mari. Kalau terjadi hal yang buruk sama nenek, Om dan Tante kamu pasti akan menyalahkan kamu meski mereka sayang denganmu.”
Tuut!
Panggilan pun terputus.Anna memejamkan matanya. Tanpa sadar, air mata sudah mengalir deras di kedua pipinya.
Melihat itu, Amelia segera bertanya, “Kak Anna, kenapa menangis?”
Anak itu bahkan mengusap tangan Anna lembut, membuat wanita itu terisak. “Nenek Kakak kritis, dan semua karena Kakak.”Amelia segera memeluknya.
Anak kecil yang mudah tersentuh itu bahkan ikut menangis bersama Kakak Anna yang baru dikenalnya.Melihat pemandangan di depannya, Harry sedikit melunak. Pria itu tampak menarik nafas dalam sebelum berbicara, “Sebenarnya, apa yang terjadi? Coba ceritakan pelan-pelan karena anak saya juga jadi ikut menangis.”
Mendengar suara Harry, Anna sadar akan tindakannya.Perlahan, wanita itu melepaskan pelukan Amel dan berusaha tersenyum pada anak itu. “Amel kenapa ikut menangis?” Diulurkannya tangan dan menghapus air mata gadis cilik di depannya itu.
“Amel sedih lihat Kakak menangis, Amel juga jadi ingat nenek.”
“Ya sudah Kakak enggak akan menangis, tapi Amel juga jangan menangis lagi, ya?” bujuk Anna yang disambut dengan anggukan anak itu.
Ketika melirik Harry yang menatapnya penasaran, Anna kemudian menghela napas pelan. “Dua hari lalu nenek saya datang. Beliau terus menanyakan kapan saya menikah. Jujur, saya memang belum kepingin menikah. Saya masih ingin menikmati hidup saya sendiri. Mama dan papa saya juga enggak masalah, tapi nenek beda. Beliau terus mendesak saya untuk menikah, karena saya belum juga menunjukan calon suami pilihan saya, akhirnya nenek memaksa saya untuk menerima pilihannya.”
Anna kembali menghela napas, ia memandang dinding kamar dengan tatapan kosong.
“Malam ini, nenek memaksa saya untuk ngedate dengan seorang lelaki kaya yang saya tidak kenal, tapi saya tidak suka sama sekali, sikapnya tidak sopan dan tatapan matanya membuat saya mual.”
“Kakak, kalau mual muntah aja,” potong Amelia, Anna tertegun.
“Oh iya, ya. Hehe.”
“Amel, jangan bercanda!” ujar Harry menatap putrinya.
“Iya, Pa.”
“Saya mencari cara untuk menggagalkan kencan dengan lelaki itu. Akhirnya, saya mencari alasan untuk kembali ke kamar, lalu melompat dari balkon dan kabur. Nenek sangat marah, apalagi lelaki itu juga marah-marah sama nenek karena tidak terima dipermainkan. Akhirnya, penyakit jantung nenek kambuh, dan sekarang di rumah sakit masih belum sadar,” lanjut Anna.
“Itu sebabnya kamu meminta saya untuk nikah sama kamu?” tanya Harry sedikit kesal. Dia sebenarnya sedikit prihatin, tetapi pria itu paling tidak suka dilibatkan dalam masalah orang lain.
“Ya, tapi bukan sungguhan cuma untuk pura-pura,” cicit Anna pelan.
“Bagaimana mungkin nikah bisa pura-pura, nikah adalah sesuatu yang sakral.”
“Sakral kalau sungguhan, ini kan bohongan.”
“Pokoknya, saya nggak setuju dengan ide gila ini,” tegas Harry.
“Saya mohon untuk kali ini saja bantu saya. Setidaknya, untuk menyelamatkan hidup nenek saya.”
Anna memohon. Ia terlihat sedih dan putus asa karena tidak tahu lagi harus bagaimana.
“Pa, kenapa Papa dan Kak Anna nggak pacaran aja dulu?”
Kali ini, Amelia memberikan ide yang membuat keduanya terkejut.“Pacaran?!” seru Anna dan Harry hampir berbarengan menatap anak tersebut.
“Tuh, kan udah kompak, hihihi,” seloroh Amelia sambil tertawa, “serasi, deh!”
“Amel, jangan bercanda!” Harry mengingatkan kembali putrinya.
Anak kecil itu menaikkan bahu, tampak seperti orang dewasa. “Pacaran pura-pura, Pa. Nanti, Kak Anna bilang ke nenek kalau Papa calon suami Kak Anna.”
Mendengar ucapan anak lucu itu, Anna kembali bersemangat, “Wah, boleh juga tuh usulannya! Amel pintar, ya.”
Amelia tertawa. Gadis manis itu bahkan mengajak Anna tos.
Diam-diam Harry memperhatikan keakraban antara Amelia dan Anna. Sepertinya, anak itu sangat menyukai Anna. Jarang sekali, ia melihat Amelia bisa tertawa lepas begitu.Harry tampak memijit keningnya, sebelum akhirnya duda satu anak itu kembali berbicara, “Baiklah, saya setuju, tapi ada syaratnya.”
Kini giliran Anna dan Amelia yang terkejut, keduanya menatap Harry.
“Syarat apa?” tanya Anna cepat.
“Kamu harus jadi baby sitter untuk putri saya.”
Anna dan Amelia saling berpandangan. “Pa, Amel sudah besar tidak perlu baby sitter. Lagian, ada si bibi di rumah.”
“Maksud Papa, menemani kamu karena bulan depan, Papa harus keluar negeri untuk urusan bisnis. Jadi, kamu enggak bosan dengan si bibi.”
“Oh …” angguk anak itu, “kalau itu, Amel setuju.”
“Gimana, Kak?”
Amelia kini menatap Anna.“Deal, saya setuju,” jawabnya cepat.
“Yeay, mulai sekarang kita berteman.”
Amelia kembali bersorak dan mengajak Anna kembali tos tangan.
“Baiklah, saya akan mengantar kamu pulang,” ucap Harry kembali.
“Tapi, saya harus ke rumah sakit tempat nenek dirawat.”
“Apa kamu mau ke rumah sakit dengan pakaian seperti ini?”
Harry menatap Anna. Wanita itu memang masih mengenakan gaun malam yang sedikit terbuka dan juga sedikit kotor karena terjatuh di jalan tadi.“Iya juga sih, saya juga nggak nyaman dengan pakaian begini,” ucap Anna menggaruk tengkuknya yang tak gatal, “ini karena nenek yang memaksa.” Akhirnya, Anna pun setuju untuk menunda mengunjungi neneknya. Harry juga segera menyelesaikan administrasi lalu mengantar Anna pulang.
Hanya saja, tanpa mereka sadari, sebuah mobil mengikuti mereka sejak mereka keluar rumah sakit.
“Halo, Bos. Nona Joanna sudah kembali ke rumahnya,” lapor seorang pria di dalam avanza hitam yang membuntuti mobil Harry.“Sama siapa, dia?” Terdengar suara dingin dari orang yang dipanggil bos itu.“Sama lelaki yang menabraknya bos, ada anak kecil perempuan juga.”“Oke, kau awasi saja dia sekalian selidiki siapa lelaki yang telah menabraknya itu.”“Siap, bos!”Setelah sambungan telepon itu terputus, Ardi tampak tersenyum dingin.“Anna, aku tidak akan melepaskanmu, Sayang,” ucapnya psikopat, “kau milikku sejak awal.”****“Ini rumah, Kakak?”tanya Amelia ketika mobil Harry tiba di rumah Anna. Wanita itu sontak tersenyum. “Bukan, Sayang. Ini rumah orang tua Kakak.”“Kak Anna, janji ya besok ke rumah Amel?” ujar gadis cilik itu sambil menjulurkan jari kelingkingnya.“Oke, tapi Kakak harus ke rumah sakit dulu ya menemui nenek,” jawab Anna sambil mengaitkan jari kelingkingnya ke jari mungil Amel.“Oke, selamat malam Kakak Joanna cantik.” Amelia kemudian merangkul Anna.“Selamat malam
“Tangan Nenek bergerak!” seru Harry. Mama dan Anna terkejut dan menemukan wanita tua kesayangan mereka memang menggerakan jari-jarinya dan mencoba membuka matanya.Mama Anna sangat senang. Ia pun bergegas memanggil dokter. Di sis lain, Nenek menatap Anna dengan lemah, lalu perlahan pandangannya berpindah kepada Harry. Sosok lelaki tampan yang berdiri disamping Anna membuat mulut nenek terbuka hendak mengucapkan sesuatu. Namun, dokter dan beberapa perawat datang dan segera melakukan pengecekan.“Nenek benar-benar sangat mengkhawatirkan kamu, An. Setelah kamu bilang kamu punya calon suami, dia mungkin berjuang keras untuk bangun. Padahal, dokter semalam bilang kemungkinannya fifty-fifty, tergantung kemauan hidup nenek. Jangan kecewaain nenek lagi An.” Mama tiba-tiba berujar sambil menatap Anna dan Harry.Deg!Anna tertegun. ‘Duh, bagaimana ini kalau nenek tahu hubunganku dengan Harry adalah pura-pura? Semoga ada jalan keluar. Yang penting sekarang nenek selamat, dan selanjutnya me
Amelia sangat senang melihat kedatangan Anna, gadis cilik itu menjadi sangat sibuk. Ia mengajak Anna berkeliling rumah besar itu. Harry tidak pernah melihat putrinya seceria itu, seolah mendapatkan sesuatu yang sudah lama diidamkannya.“Bagaimana sekolahnya tadi, sayang?” tanya Anna.“Biasa aja Kak, sekolah itu nggak asik, membosankan,” jawab Amel datar.“Oh ya? Kalau gitu kalau Kak Anna temani besok, gimana?”“Beneran, Kak?”“Hu’um,” sahut Anna.“Wah pasti asik kalau itu sih.”Harry memperhatikan putrinya, tanpa sadar ia geleng-geleng kepala. Selama ini Amel susah dibujuk, tapi herannya dengan Anna yang belum lama dikenalnya sudah nempel begitu.Cukup lama Anna di rumah Harry, ia menemani Amelia bermain dan belajar. Malam hari ia baru kembali, Harry mengantarnya pulang.“Serius besok kamu mau nemenin Amelia ke sekolah, An?”“Iya Mas, aku pingin tahu, jadi nanti kalau Mas Harry berangkat kan aku harus jagain Amel, jadi aku harus tahu segala sesuatunya tentang dia, termasuk lingkungan
Anna mulai terbiasa bangun pagi, meskipun awalnya sulit, berkali-kali ia kena tegur Harry.Ternyata laki-laki yang kelihatannya cool itu sangat disiplin dan tegas kalau urusan kerjaan, pantas ia sudah sukses di usia yang terbilang masih muda.Terkadang Anna nggak habis pikir, mengapa pria pekerja keras seperti Harry mau nikah muda? Kalau dilihat dari usia Harry yang sekarang 28 tahun sedangkan putrinya sekarang berusia 8 tahun, itu artinya dia menikah pada usia 19 atau 20 tahun.Buat Anna usia segitu sedang asik-asiknya main, kuliah dan bebas mengekspresikan diri, tapi memang ada sebagian orang yang berprinsip untuk menikah muda.Anna yang biasanya santai mau tak mau harus mengikuti aturan Harry. Karena dia sudah sepakat mengikuti persyaratan dari Harry terkait perjanjian menjadi pacar pura-puranya.Setiap pagi Anna berangkat ke rumah Harry, memastikan semuanya yang terkait Amelia sudah siap, lalu mengantar gadis cilik itu ke sekolah.Setelah itu barulah ia mengurus pekerjaannya sendi
“Halo semuanyaaa selamat malam.” Wanita itu menyapa yang hadir dengan suara terkesan merdu. Namun, tidak dengan Amel. Gadis cilik itu menyedekapkan tangannya sambil tersenyum sinis.Hanya saja, wanita itu tak mempedulikan tatapan Amel. Dia justru sedang merasa bangga karena menganggap sebagai pusat perhatian malam itu. Semua orang memang mengenalnya sebagai wanita yang selalu dekat dengan Harry, atau tepatnya ... selalu mendekati Harry dan berusaha mencari perhatian pria itu dan putrinya. Padahal, Harry sebenarnya biasa-biasa saja.“Selamat malam, Mba Elsa.” Untungnya, ada yang lain menjawab ucapan wanita itu.“Oho silahkan-silahkan, silahkan dilanjutkan menikmati makan malamnya,” ucap Elsa mendadak bergaya seakan nyonya rumah. Perlahan, ia pun mendekati Amelia dan menyapa dengan hangat.“Halo sayangku, manisku apa kabar? Wah, kamu cantik banget malam ini.” “Yah, aku emang udah cantik dari lahir, yang pasti cantiknya aku natural nggak dipoles-poles kayak Tante.” Jawaban nyelek
Tak lama, Harry menyimpan kembali bingkai foto itu, lalu beranjak tidur. Sementara itu, pagi-pagi sekali, Anna telah bangun. Ia membantu Amelia mandi dan berpakaian lalu turun untuk sarapan bersama Papanya. Lucunya, mereka sarapan layaknya sebuah keluarga lengkap. Amelia tentu sangat senang. Ia bahkan tak henti tersenyum. "Sayang, enggak usah ngantar ke bandara ya, Amel berangkat sekolah aja sama Kak Anna," ucap Harry tiba-tiba. Amelia mengangguk patuh. "Iya, Pa. Papa jangan lupa untuk selalu kabari Amel." "Siap, Putri Papa yang cantik!" balas Harry lalu menoleh pada Anna, "Oh ya, An. Nanti, kamu antar Amel bawa mobilku aja biar aku ke bandara diantar Mang Ujang." "Baik, Mas." Harry mengangguk puas. "Oke, Amel sekolah yang rajin ya. Jangan nakal, Sayang." "Iya Pa, Papa juga hati-hati di sana, jangan nakal, jangan genit, salam sama Nanny." "Hahaha, emang sejak kapan Papa genit?" tanya Harry balik. "Ya kali aja ada ulat bulu yang bikin gatal." Mendengar Amel mengungkit Els
Sepulang dari rumah Harry Anna langsung ke rumah sakit. Nenek menanyakan kabar Harry, Anna menjelaskan kalau Harry baru saja berangkat ke luar negeri dan tidak sempat pamit kepada nenek karena banyak pekerjaan yang harus di delegasikan. Nenek bisa mengerti, dan berpesan kepada Anna agar selalu menjaga komunikasi kepada Harry. Mama juga membawa berita gembira, kalau nenek sudah dibolehkan pulang. Anna sangat senang, ia bergegas pulang untuk mengambil mobil untuk menjemput nenek. "Akhirnya, nenek sudah dibolehkan pulang ya." "Iya, makanya setelah ini jangan menyakiti hati nenek lagi," timpal Mama. "Iya, Ma. Tapi nenek juga harus rajin olahraga, Nek. Senam jantung sehat, supaya jantung nenek kuat tidak mudah kumat ketika mendengar kabar buruk." "Kamu benar, An. Dokter juga nyuruh begitu, mulai besok nenek mau senam, supaya jantung nenek sehat supaya umur nenek lebih panjang." "Yeay, keren nenek nih." Setelah menjemput nenek Anna segera menghubungi Harry, ia melaporkan apa yang terj
Anna sangat cemas, mengapa nomor Amel enggak bisa dihubungi? Berkali-kali ia mengecek HP tidak ada panggilan masuk ataupun pesan dari Amel. Tidak biasanya Amel seperti ini. Biasanya Amel akan berkali-kali kirim pesan mengingatkan Anna.Anna mencoba menghubungi si bibi, tapi nomor si bibi pun tidak aktif. Kenapa semua nomor di rumah itu tidak ada yang aktif? Ini aneh. Anna mondar-mandir, ia sangat mengkhawatirkan Amelia.Anna mencoba menghubungi Harry, namun sepertinya Harry sangat sibuk, hanya pesan suara. Akhirnya Anna mencoba kirim pesan ke kotak suara Harry."Halo Mas, ini Anna. Ada sesuatu yang urgent, tadi aku mau ke rumah, tapi di halangi oleh tunangan Mas Harry, dia bilang aku enggak boleh lagi datang ke rumah dan harus menjauhi Amelia. Yang aku heran nomor Amel nggak bisa di hubungi, Amel pun tidak menghubungi aku, nomor rumah enggak bisa di hubungi sampai nomor si bibi pun enggak bisa. Oya security sudah diganti, jadi aku enggak dibolehin masuk. Aku khawatir sama Amel Mas, to
Roda kehidupan terus berputar, mesin waktu pun terus berpacu. Hari demi hari berganti menjadi bulan, bulan pun terus berubah. Akhirnya kehamilan Anna pun genap 9 bulan.Seorang bayi laki-laki tampan telah dilahirkan, wajahnya sangat mirip dengan Harry, bak pinang dibelah dua. Anna merasa sangat takjub, ia benar-benar merasakan hidupnya menjadi sangat sempurna.Dulu, Anna selalu berpikir, menikah, lalu punya Anak, sangat merepotkan. Setiap hari hanya mengurus anak, sangat tidak bebas, itu sebabnya ia selalu berkeras menolak untuk menikah.Namun siapa sangka, berawal dari ide gilanya yang meminta lelaki yang tak dikenalnya itu untuk menikahinya. Ya, semua memang meluncur begitu saja tanpa ia pikirkan apa yang akan terjadi nantinya.Bermimpi pun tidak pernah, kalau ia akan menjadi istri seorang konglomerat berkebangsaan Inggris. Saat itu ia hanya asal meminta Harry menikahinya, yang dipikirkannya adalah bagaimana menyelamatkan sang nenek yang sedang koma.Siapa sangka, bak gayung bersam
“Ada apa Hubby?” tanya Anna melihat suaminya mematung setelah menerima panggilan telepon, “telepon dari mana?”Harry tidak menjawab, tapi kedua mata lelaki itu berkaca-kaca, ia langsung menatap Amelia dan bergegas memeluknya.“Sayang, Mommy …” Suara Harry terbata-bata seakan tak bisa lagi berbicara.“Ada apa dengan Sis Anne, Hubby?” potong Anna, ia menjadi cemas.Harry menghela napas panjang, ia berusaha mengatur berbagai perasaan yang bergejolak di hatinya, pria itu pun memeluk Amelia dan Anna. “Sis Anne … siuman.”“Apa? Mom sudah bangun?” Amelia seakan tidak percaya, Harry mengangguk.“Oh Tuhan!” Amelia langsung memeluk Harry dan Anna, tangis ketiganya pun pecah, tangis haru dan bahagia, sungguh tak bisa terucapkan dengan kata-kata.Begitu pun Nanny, wanita paruh baya itu tidak bisa lagi menahan tangisnya. Ia adalah saksi perjalanan keluarga ini, seketika terlintas semua kenangan masa lalu, saat-saat ia mulai mengasuh dua putra keluarga terkemuka ini, David dan Harry.Wanita itu
“Ada apa?” tanya Vincent kepada anak buahnya, “cepat periksa!”“Baik Boss” Pria itu pun bergegas, sementara Vincent membuka laci mejanya, mengeluarkan 2 buah pistol yang tergeletak di sana.“Gawat Boss!” ujar anak buah Vincent yang tadi melihat ke luar.“Ada apa?”“Kita sudah dikepung!” jawab lelaki itu terengah-engah.“Sial!” Vincent segera memeriksa monitor keamanan, baku tembak pun mulai terdengar.“Boss! Anda harus bersiap menyelamatkan diri, biar di sini anak-anak yang menghadapi.”“Ok, kamu kumpulkan bahan-bahan penting, cepat!”“Siap, Boss!” Tidak berapa lama keduanya pun masuk ke ruang rahasia.“Boss, bagaimana dengan Nona Rebecca?”“Ah tidak penting, kita tidak membutuhkannya, biar saja dia ditangkap tidak banyak juga informasi yang dia tahu.”“OK.” Keduanya pun memasuki lorong rahasia yang gelap dan sempit, namun lorong itu cukup panjang.Sementara itu pihak kepolisian terus merangsek masuk, baku tembak pun terdengar saling bersahutan, hal itu terdengar pula ke kamar Reb
Harry sangat cemas, berbagai bayangan buruk melintas begitu saja di benaknya, hal itu membuatnya jadi kurang fokus. Nyaris mobilnya menyenggol mobil lain.“Son, tenangkan dirimu. Jika kau tidak fokus seperti ini, akan sangat buruk dampaknya, sedapat mungkin kau harus menghindari guncangan.”Nanny mengingatkan Harry sambil menepuk bahu lelaki itu lembut. Harry menghela napas, lalu mengurangi kecepatan laju mobilnya.“Nyonya, apa rasanya kencang sekali?” tanya Nanny pada Anna sambil menletakan tangannya di atas perut Anna yang tidak mampu berbicara lagi, ia hanya mengangguk pada Nanny.“Oke, sepertinya kram perut, coba untuk rileks dan mengatur napas.” Anna kembali mengangguk, ia pun mengikuti intruksi Nanny.Tidak lama berselang mereka pun tiba di rumah sakit, Harry segera menggendong istrinya dan membawanya ke unit gawat darurat, tim dokter pun segera melakukan pemeriksaan.Harry sangat gugup, ia mondar-mandir gelisah. Nanny kembali menenagkannya, dan meminta anak asuhnya itu untuk d
Pelayan itu terengah-engah, nampak ia lari tergesa-gesa. “Ada apa?” tanya Nanny. Anna dan Amelia pun berhenti, ikut memperhatikan si pelayan.“Ada orang mabuk menabrak gerbang depan, ditegur security malah dia yang marah-marah dan minta ganti rugi.”Anna dan Nanny saling berpandangan sekilas, namun Nanny segera meminta izin kepada Anna untuk melihat ke luar.“Nyonya dan Nona tenang saja, biar saya yang urus,” ujar Nanny.“Okay, Nanny. Lihat saja kerusakannya, kalau dia minta ganti, bawa saja mobilnya ke bengkel, lalu panggil tukang untuk memperbaiki gerbang jika ada kerusakan.”“Baik Nyonya, saya permisi dulu.” Nanny pun bergegas ke luar diikuti pelayan tadi, Anna dan Amelia pun duduk sambil minum air putih.“Aneh ya, Ma. Masa dia yang menabrak malah minta ganti rugi sama kita.” Amelia berpendapat, mengomentari keributan yang dijelaskan sang pelayan.“Ya namanya orang cari keuntungan, bisa macam-macam, Sayang.” Anna tersenyum sambil meneguk air di botolnya.”Cari keuntungan?” Amel m
Postman gadungan itu tersentak, ia menoleh dan melihat ke samping. Seorang lelaki mengenakan jaket dan kaca mata hitam dengan wajah dingin menodongkan pistol ke arahnya,Sontak lelaki yang sedang membuka seragam petugas post itu menggigil ketakutan, ia mengikuti isyarat si penodong untuk masuk ke dalam mobil, yang berhenti tidak jauh dari mereka, lalu melaju meninggalkan tempat itu.Sedangkan di kediaman Barnes, Harry tiba di rumah setelah mendapat telepon dari Nanny, wanita itu segera menyerahkan surat kedua yang dikirim si penjahat. Ia semakin marah membaca isinya, namun Nanny mengingatkan agar Harry tenang dan menenangkan Anna yang masih syock karena membaca isi surat itu.Harry segera menemui Anna yang sedang duduk sendirian di kamar. Wanita itu terlihat sedang memikirkan sesuatu. Yah, Anna memang sedang berusaha memperkirakan berbagai kemungkinan, bahkan yang terburuk.Tidak dipungkiri, sebelum menikah Anna adalah seorang gadis tomboi yang pemberani, ia tidak gentar menghadapi
Anna dan Harry tertegun, memang lelaki gila itu terobsesi dengan Anna, dan itu bisa membuat dia melakukan apa pun, spontan Anna mengusap perutnya, sesungguhnya ia tidak gentar, hanya saja saat ini ia lebih memikirkan bayi di kandungannya. “Lalu apa yang harus kita lakukan?” tanya Anna menatap Harry dan Bobby. Harry menggenggam tangan Anna dengan erat. “Kamu tenang ya, Honey. Semua akan baik-baik saja.” Harry berusaha menenangkan Anna. “Itu benar, An, yang penting kau tetap selalu berada di rumah, kita akan memperketat keamanan di kediaman.” Bobby menimpali. “OK, aku percaya pada kalian,” jawab Anna sambil tersenyum. Bobby segera meninggalkan kediaman Barnes, Anna dan Harry pun kembali ke kamar tidur mereka, Harry menjadi sangat gelisah, namun ia berusaha untuk terlihat tenang di hadapan istrinya, hingga malam semakin larut matanya tidak juga bisa terpejam. “Hubby …” panggil Anna lirih. “Ya Honey, kenapa terbangun love,” sahut Harry sambil memeluk kembali istrinya yang terbangun
Nanny menyerahkan selembar amplop surat berwarna cokelat kepada Harry, lelaki itu membeku memeriksa amplop surat yang ditujukan kepada Nyonya Joanna Barnes, ia membolak balik namun tidak terdapat nama pengirimnya.Harry segera membuka amplop itu, lalu membuka secarik kertas yang isinya hanya beberapa kalimat.Hello Anna,Aku datang, bersiaplah sayangKamu adalah milikku selamanya.Tubuh Harry bergetar menahan marah, wajah pria itu merah padam, ia sduah bisa menebak siapa pengirimnya.“Nanny, Anna di mana?”“Nyonya sedang menemani Nona Amel belajar, ada tugas katanya.”“Nanny, jangan beritahu Anna mengenai surat ini, biar nanti aku yang menyampaikan,” pinta Harry.“Baik,” jawab Nanny, “tapi ada apa dear, kenapa kamu terlihat sangat marah dan gelisah?” tanya Nanny cemas, wanita itu adalah pengasuh Harry sejak masih kecil, ia sangat menyayangi Harry seperti anaknya sendiri.“Penjahat itu ada di sini Nanny, dia menginginkan keluargaku hancur, dia ingin merebut istriku.” Suara Harray be
Rebecca terkesiap, seorang wanita bertubuh tinggi langsing dengan mengenakan setelan brazer hitam-hitam mencekal lengan Rebecca dengan kuat. Ia meronta, namun tenaga wanita itu sangat kuat. “Lepas!” teriak Rebecca. Alih-alih melepas, wanita itu malah memutar tangan Rebecca ke belakang, spontan ia menjerit kesakitan. “Saya peringatkan! Jangan coba-coba mengganggu atau menyakiti Nona Amelia.” Suara wanita itu tegas, dengan tatapan dingin. “Siapa kamu?!” tanya Rebecca sambil meringis kesakitan. “Siapa saya, itu bukan urusan Anda,” tandas wanita itu. “Sudahlah Emma, jangan ladeni perempuan ular ini, ayo kita pulang.” Amelia menarik tangan wanita yang bernama Emma itu. Emma melepaskan Rebecca dan mendorong pelan wanita itu, namun cukup membuat Rebecca terhuyung-huyung. “Mari Nona,” ucap Emma, ia segera mengiringi Amelia. Rebecca masih terkesima, siapa perempuan itu? Tapi kemudian ia bergegas mengejar Amelia. “Amel, tunggu sayang? Tante mau bicara?” Namun Emma dengan sigap mengha