Hanan hanya bisa menghela napas panjang ketika telpon dari sang Ibu berakhir. Kabar yang baru saja ia dengar membuat Hanan ingin segera pulang ke rumah orang tuanya yang mungkin sudah lebih dari setahun tak pernah ia kunjungi.
Bukan karena ia anak durhaka, tapi karena kedua orangtuanya memilih menetap di jepang dan Ibunya baru saja kembali dua bulan yang lalu ke indonesia.Hanan kembali menghela napas panjang, masalahnya di kantor saja belum selesai kini masalah di rumah kembali hadir menambah daftar kerumitan hidup seorang Hananta Adiguna."Batalkan semua pertemuan hari ini, saya ada urusan mendesak." Putus Hanan tanpa pikir panjang kepada sekertaris barunya.Sang sekertaris yang awalnya ingin membantah pun hanya bisa menjalankan tugas begitu sang atasan berlalu begitu saja.Hanan pun segera beranjak untuk segera mengunjungi kediaman orang tuanya dan disepanjang jalan ia hanya bisa menahan emosi akan keputusan sepihak Ibunya yang merekrut seorang pengasuh tanpa persetujuannya terlebih dahulu.Begitu sampai di rumah megah tersebut, Hanan pun segera mencari sang Ibu."Selamat datang orang sibuk." Hanan memutar matanya begitu melihat respon sang Ibu mengenai kedatangannya."Saya gak setuju, apapun itu keputusan Mama saya gak akan setuju." Ratih menghela napas panjang. Hanan dan sifat keras kepala itu memang tak bisa dipisahkan."Kamu gak bisa gak setuju. Keputusan Mama sudah bulat dan soal kamu, Mama cuma mau memberikan informasi. Bukan meminta ijin, karena mau bagaimana pun mereka tetap anak-anak kamu dan kamu harus tau." Kata Ratih dengan tenang."Mama gak bisa seenaknya begini. Saya punya alasan kenapa tidak pernah mempekerjakan orang lain. Saya tau yang terbaik buat anak-anak saya." Ratih terkekeh mendengar ucapan anak semata wayangnya itu."Kenapa Mama gak boleh? Sedangkan kamu bisa seenaknya dengan anak-anak kamu sendiri. Kamu mengabaikan mereka dengan alasan pemulihan trauma, tapi nyatanya kamu bahkan tidak pernah bertanya bagaimana kabar mereka." Hanan mengepalkan tangannya.Ia merasa tersentil dengan omongan sang Ibu."Tapi saya tau dengan baik apa yang mereka lakukan selama saya gak ada disana." Ucap Hanan dengan wajah tanpa ekspresinya."Mama tau kamu nyuruh banyak orang buat jagain mereka, tapi bukan itu yang mereka butuhkan Hanan. Mereka itu butuh Ayah mereka yang secara langsung melindungi mereka, bukan perpanjangan tangan kamu yang jaga dari jauh itu." Balas Ratih yang membuat Hanan meraup wajahnya dan memilih untuk mengalihkan tatapannya kearah halaman belakang.Emosinya sedang memuncak, ia tak ingin menyakiti sang Ibu dengan kata-katanya yang bisa saja menyakiti hati wanita itu."Kamu itu gak tau yang terbaik buat anak kamu." Tambah Ratih tanpa memperdulikan bagaimana tanggapan Hanan nantinya.Dalam hatinya Hanan bersyukur kedua anaknya yang lain belum pulang dari kegiatan akademi mereka, jadi mereka tak perlu mendengar perdebatan antara ia dan juga sang Ibu."Saya tau saya bukan Ayah yang baik, tapi seenggaknya Mama kasih tau saya keputusan Mama dari awal, bukan sekarang." Yang menjadi masalah Hanan saat ini adalah, pendapatnya tak dijadikan sebuah pertimbangan."Emang kalo Mama minta ijin kamu dari awal bakal dikasih? Enggak. Ini bukan kali pertama Mama minta buat rekrut orang, Hanan." Saat ini Ratih tengah mencoba sabar menjelaskan kepada Hanan agar anaknya itu mengerti bahwa memberikan sedikit kepercayaan tak akan berdampak sebesar itu."Mama mau balik ke jepang ngurusin Papa kamu. Mama disini udah hampir dua bulan. Mama gak masalah soal jagain anak kamu, tapi Mama juga gak bisa biarin kamu lepas dari tanggung jawab. Jadi Mama mau kamu buat ngerti dan percaya sama keputusan Mama kali ini. Dan keputusan Mama sudah bulat.""Mama udah dapet orangnya, kita tinggal tanda tangan kontrak." Tambah Ratih yang membuat Hanan segera berbalik."Tapi sa- " Namun Hanan terdiam begitu melihat sosok yang kini tengah berdiri disamping sang Ibu dengan mata yang juga tengah menatapnya dengan tatapan terkejut yang sama.Hanan pernah mendengar pepatah perihal dunia itu kecil, bahkan hanya selebar daun kelor. Tapi ia tak menyangka jika pepatah tersebut juga bekerja di dunianya.Semesta itu lucu, cara kerjanya selalu diluar akal manusia.Mungkin ini yang dikatakan perihal semesta yang berkonspirasi dan bekerja sama untuk membuat sebuah kejadian tak terduga menjadi nyata.Hanan rasanya ingin tertawa melihat peran semesta yang sangat jago bercanda pada hidup setiap manusia khususnya wanita yang ada disamping Ibunya saat ini."Matahari?"•••Hanan berdehem pelan ketika Matahari kini tak juga angkat suara ketika kini hanya mereka berdua yang tertinggal di dalam ruang kerja yang dulu dipakai oleh Ayahnya.Matahari tampak tengah menunduk memainkan ujung jemarinya, kebiasaan Matahari ketika sedang dilanda gugup yang sudah Hanan hafal diluar kepala sebab ia telah mengenal Matahari sejak lima tahun yang lalu."Kamu bisa mengundurkan diri, sebelum kita tanda tangan kontrak. Saya gak mau buang-buang waktu dan ngambil resiko buat mempercayakan anak-anak saya ke orang yang tidak menyukai saya. Urusan bakal lebih gampang kalau kamu sendiri yang bilang ke Ibu saya soal pengunduran diri kamu." Ucap Hanan membuat Matahari mendongak."Saya gak bilang saya mau mengundurkan diri." Hanan tersenyum sumir sembari melipat kedua tangannya di depan dada."Tapi kamu sendiri yang bilang kalau kamu tidak mau berurusan dengan saya lagi barang sedikit pun. Dan sekarang urusan kamu sama saya itu gak cuma sedikit, Matahari. Kamu mau ngasuh anak saya." Ucap Hanan dengan tenang namun penuh penekanan."Saya mohon maaf sebelumnya, tapi saya disini bukan bekerja dengan Bapak. Saya disini bekerja untuk Nyonya Ratih, jadi kita tidak punya urusan secara langsung karena saya bakal stay disini." Balasan Matahari membuat Hanan terdiam."Ibu saya bakal balik ke jepang beberapa hari lagi, jadi otomatis urusan kamu bakal sama saya juga. Jadi saya minta kamu buat mengundurkan diri." Ucap Hanan dibarengi dengan sebuah kertas yang diangsur kan kearah Matahari. "Dan sebelum itu kamu harus tanda tangan disini sebagai jaminan kalau kamu tidak akan membocorkan perihal anak-anak saya kemana pun."Namun ditengah diskusi sengit mereka, pintu terbuka begitu saja dan menampilkan sosok Ratih."Tanda tangan kontrak aja kok lama banget? Kalau masih belum, nanti aja lagi soalnya Airis lagi rewel dan kayaknya dia nyariin kamu, Matahari."Mendengar hal tersebut Matahari pun bergegas bangkit dan berlalu meninggalkan Hanan setelah sempat pamit kepada Hanan yang terdiam."Kamu tau kan kalau Airis itu pemilih? Bahkan sama kamu aja dia gak mau, tapi kamu tau? Anak kamu itu langsung mau bareng Matahari padahal mereka baru sekali ketemu. Feeling anak kecil itu kuat, Han. Dan Mama juga percaya sama dia."Matahari kini tengah berada di dalam kamar Airis, ia tengah menemani gadis kecil itu setelah sempat menangis karena mencarinya.Matahari terus memandang Airis yang kini tampak nyaman berada di pelukannya, hingga ia sadar ternyata Airis begitu mirip dengan Hanan. Mulai dari bentuk bibirnya, hidungnya, bentuk wajahnya semua terlihat sama kecuali mata Airis yang terlihat bulat. Sedangkan Hanan memiliki mata yang tajam."Kamu gini terus gak capek?" Tanya Matahari dengan lembut sembari mengelus pelan puncak kepala Airis.Sedangkan anak tersebut mendongak menatap wajah Matahari dan menggeleng dengan polos. Matahari sebenarnya sedikit merasa heran dengan Airis yang sampai saat ini masih tak mengeluarkan suara sama sekali, apakah Airis masih sedikit merasa tak nyaman dengannya?Ah, dan ada satu hal lagi yang membuat Matahari amat sangat terkejut adalah sosok Hananta yang berstatuskan Ayah dari Airis.Bukan hanya terkejut perihal ia harus kembali bekerja dengan mantan atasannya yang begitu ia
Saat ini Matahari tengah beristirahat di dalam kamarnya, ia baru saja selesai mandi dan membersihkan diri sebelum waktu makan malam tiba. Tadi Nenek dari Airis menyuruhnya untuk istirahat lebih dulu sebelum makan malam selesai, ia benar-benar disuruh untuk mengistirahatkan tubuh dan diperbolehkan turun ketika makan malam sudah akan dimulai.Dan kini yang Matahari lakukan ketika sudah selesai membersihkan tubuh adalah duduk sebari kembali memperhatikan kamar barunya. Kamar itu terlihat luas, bahkan mungkin luasnya sama dengan apartemen yang ia tempati. Fasilitasi disini bahkan lebih lengkap dibanding apartemennya dulu. Ada ac, dispenser bahkan kamar mandi pribadi.Matahari memilih untuk membereskan barang-barangnya yang tak seberapa itu, menyusunnya dengan rapi. Dan untuk barang-barangnya di apartemen rencananya ia akan meminta ijin untuk mengambilnya besok atau mungkin lusa, sedangkan sisa perabotan rumah tangga yang tak mungkin ia bawa akan ia jual nantinya."Enak banget jadi wong s
Matahari mengawali pagi nya dengan senyum merekah. Bahkan ia sempat menyapa udara pagi buta yang masih gelap itu dengan senyum lima jarinya.Dan alasan Matahari sangat senang hari ini tak lain karena ini akan menjadi hari pertamanya menjaga anak-anak lucu itu. Meskipun belum dekat, Matahari yakin jika ketiganya pasti anak-anak yang baik.Meski Matahari tak menyukai Hanan karena sikapnya yang selalu membuat Matahari harus ekstra sabar menghadapi mantan bosnya itu, tetapi kini berbeda sebab ia bukan mengurus seorang Hanan, melainkan tiga bocah lucu menggemaskan.Matahari yang sudah membersihkan diri dan juga kamarnya pun segera keluar dari kamarnya. Dan tujuan pertamanya adalah kamar yang berada tepat di samping kamarnya.Matahari membuka pintu dengan perlahan dan mendekat kearah ranjang milik Airis. Tersenyum kecil ketika melihat gadis kecil itu ternyata masih terlelap di dunia mimpi. Setelah membenarkan letak selimut milik Airis, Matahari pun kembali keluar dan menutup pintu kamar Air
Sepanjang hari pertamanya bekerja, Matahari hanya duduk diam sembari memperhatikan sosok Airis yang sibuk mewarnai selama berjam-jam lamanya.Bocah itu tampak begitu nyaman duduk diatas lantai kamarnya yang beralaskan karpet bulu tanpa minta ini itu, bahkan ketika waktu makan siang saja Matahari harus membujuknya terlebih dahulu, setelah itu ia akan kembali sibuk dengan kertas dan pensil warna kesukaannya.Tak bisa dipungkiri, Matahari merasa sedikit bosan. Dan rasa bosan yang ia rasakan saat ini sedikit banyak membuat otaknya tak bisa diam.Ada banyak hal yang tiba-tiba ia pikirkan, mulai dari status Hanan yang ternyata sudah menikah dan bahkan mempunyai anak. Hingga perihal Airis dan trauma yang bocah kecil itu alami.Matahari memang mencoba untuk mengabaikan hal tersebut, tapi ia tetaplah manusia yang masih mempunyai rasa ingin tau yang tinggi.Seingatnya dulu, ia sempat mendengar kabar perihal status Hanan yang mempunyai seorang kekasih, namun putus di tengah jalan. Tak ada yang t
"Airis juga bisa nerima kamu dengan mudah, dia juga keliatan sayang sama kamu. Abang-abangnya juga gak protes, jadi disini aja dulu. Seenggaknya sampe Airis bisa ngelakuin semuanya sendiri dan aktif kayak dulu. Atau mungkin sampe anak saya ketemu sama pasangannya, boleh ya?"Matahari hanya mengangguk kaku dengan perasaan yang sedikit kesal.Sampai apa?! Sampai Hanan punya pasangan?! Lalu Matahari?! Jomblo sampai tua?! Begitu?!Namun tak mungkin kan ia menggeleng atau bahkan mengucapkan hal tersebut secara gamblang kepada Ratih? Bisa-bisa ia dipecat saat ini juga."Saya usahakan, Bu." "Saya permisi bawa Matahari ke kamar dulu ya, Bu? Anaknya udah tidur ternyata." Ucap Matahari mencoba untuk pergi dari sana agar ia bisa mengumpat dengan bebas.Sedangkan Ratih mengangguk dan terus memperhatikan punggung Matahari yang semakin menjauh itu dengan senyuman hangatnya.Ratih tersenyum senang mendengar balasan dari Matahari. Setidaknya ketika nantinya Ratih akan kembali ke Jepang, Ratih tak pe
Matahari menatap bangunan mewah yang berdiri di depannya dengan mata mengerjap lambat.Hari ini ia berencana untuk melamar pekerjaan sebagai pengasuh anak dan jujur saja ia tak menyangka jika calon anak yang akan ia asuh adalah anak dari orang sekaya ini."Mari masuk, Nyonya ada di dalam." Sontak Matahari pun meneguk ludahnya dengan berat begitu dihadapkan dengan sebuah ruangan yang begitu megah dengan hiasan yang dari jauh saja sudah terlihat semahal apa harganya.Sepanjang jalan yang dipimpin oleh wanita yang Matahari duga sebagai kepala pelayan di rumah tersebut, Matahari mencoba untuk berjalan sejauh mungkin dari guci-guci yang menjadi hiasan di koridor yang ia lewati."Silahkan masuk." Matahari menghela napas panjang sebelum masuk ke dalam sebuah ruangan yang terdapat sosok wanita yang sudah mulai berumur itu."Matahari?" Matahari mengangguk kaku begitu namanya disebut oleh wanita yang jika ia kira-kira mungkin akan seumuran dengan Ibunya itu. Wanita itu tersenyum ramah dan meny
"Airis juga bisa nerima kamu dengan mudah, dia juga keliatan sayang sama kamu. Abang-abangnya juga gak protes, jadi disini aja dulu. Seenggaknya sampe Airis bisa ngelakuin semuanya sendiri dan aktif kayak dulu. Atau mungkin sampe anak saya ketemu sama pasangannya, boleh ya?"Matahari hanya mengangguk kaku dengan perasaan yang sedikit kesal.Sampai apa?! Sampai Hanan punya pasangan?! Lalu Matahari?! Jomblo sampai tua?! Begitu?!Namun tak mungkin kan ia menggeleng atau bahkan mengucapkan hal tersebut secara gamblang kepada Ratih? Bisa-bisa ia dipecat saat ini juga."Saya usahakan, Bu." "Saya permisi bawa Matahari ke kamar dulu ya, Bu? Anaknya udah tidur ternyata." Ucap Matahari mencoba untuk pergi dari sana agar ia bisa mengumpat dengan bebas.Sedangkan Ratih mengangguk dan terus memperhatikan punggung Matahari yang semakin menjauh itu dengan senyuman hangatnya.Ratih tersenyum senang mendengar balasan dari Matahari. Setidaknya ketika nantinya Ratih akan kembali ke Jepang, Ratih tak pe
Sepanjang hari pertamanya bekerja, Matahari hanya duduk diam sembari memperhatikan sosok Airis yang sibuk mewarnai selama berjam-jam lamanya.Bocah itu tampak begitu nyaman duduk diatas lantai kamarnya yang beralaskan karpet bulu tanpa minta ini itu, bahkan ketika waktu makan siang saja Matahari harus membujuknya terlebih dahulu, setelah itu ia akan kembali sibuk dengan kertas dan pensil warna kesukaannya.Tak bisa dipungkiri, Matahari merasa sedikit bosan. Dan rasa bosan yang ia rasakan saat ini sedikit banyak membuat otaknya tak bisa diam.Ada banyak hal yang tiba-tiba ia pikirkan, mulai dari status Hanan yang ternyata sudah menikah dan bahkan mempunyai anak. Hingga perihal Airis dan trauma yang bocah kecil itu alami.Matahari memang mencoba untuk mengabaikan hal tersebut, tapi ia tetaplah manusia yang masih mempunyai rasa ingin tau yang tinggi.Seingatnya dulu, ia sempat mendengar kabar perihal status Hanan yang mempunyai seorang kekasih, namun putus di tengah jalan. Tak ada yang t
Matahari mengawali pagi nya dengan senyum merekah. Bahkan ia sempat menyapa udara pagi buta yang masih gelap itu dengan senyum lima jarinya.Dan alasan Matahari sangat senang hari ini tak lain karena ini akan menjadi hari pertamanya menjaga anak-anak lucu itu. Meskipun belum dekat, Matahari yakin jika ketiganya pasti anak-anak yang baik.Meski Matahari tak menyukai Hanan karena sikapnya yang selalu membuat Matahari harus ekstra sabar menghadapi mantan bosnya itu, tetapi kini berbeda sebab ia bukan mengurus seorang Hanan, melainkan tiga bocah lucu menggemaskan.Matahari yang sudah membersihkan diri dan juga kamarnya pun segera keluar dari kamarnya. Dan tujuan pertamanya adalah kamar yang berada tepat di samping kamarnya.Matahari membuka pintu dengan perlahan dan mendekat kearah ranjang milik Airis. Tersenyum kecil ketika melihat gadis kecil itu ternyata masih terlelap di dunia mimpi. Setelah membenarkan letak selimut milik Airis, Matahari pun kembali keluar dan menutup pintu kamar Air
Saat ini Matahari tengah beristirahat di dalam kamarnya, ia baru saja selesai mandi dan membersihkan diri sebelum waktu makan malam tiba. Tadi Nenek dari Airis menyuruhnya untuk istirahat lebih dulu sebelum makan malam selesai, ia benar-benar disuruh untuk mengistirahatkan tubuh dan diperbolehkan turun ketika makan malam sudah akan dimulai.Dan kini yang Matahari lakukan ketika sudah selesai membersihkan tubuh adalah duduk sebari kembali memperhatikan kamar barunya. Kamar itu terlihat luas, bahkan mungkin luasnya sama dengan apartemen yang ia tempati. Fasilitasi disini bahkan lebih lengkap dibanding apartemennya dulu. Ada ac, dispenser bahkan kamar mandi pribadi.Matahari memilih untuk membereskan barang-barangnya yang tak seberapa itu, menyusunnya dengan rapi. Dan untuk barang-barangnya di apartemen rencananya ia akan meminta ijin untuk mengambilnya besok atau mungkin lusa, sedangkan sisa perabotan rumah tangga yang tak mungkin ia bawa akan ia jual nantinya."Enak banget jadi wong s
Matahari kini tengah berada di dalam kamar Airis, ia tengah menemani gadis kecil itu setelah sempat menangis karena mencarinya.Matahari terus memandang Airis yang kini tampak nyaman berada di pelukannya, hingga ia sadar ternyata Airis begitu mirip dengan Hanan. Mulai dari bentuk bibirnya, hidungnya, bentuk wajahnya semua terlihat sama kecuali mata Airis yang terlihat bulat. Sedangkan Hanan memiliki mata yang tajam."Kamu gini terus gak capek?" Tanya Matahari dengan lembut sembari mengelus pelan puncak kepala Airis.Sedangkan anak tersebut mendongak menatap wajah Matahari dan menggeleng dengan polos. Matahari sebenarnya sedikit merasa heran dengan Airis yang sampai saat ini masih tak mengeluarkan suara sama sekali, apakah Airis masih sedikit merasa tak nyaman dengannya?Ah, dan ada satu hal lagi yang membuat Matahari amat sangat terkejut adalah sosok Hananta yang berstatuskan Ayah dari Airis.Bukan hanya terkejut perihal ia harus kembali bekerja dengan mantan atasannya yang begitu ia
Hanan hanya bisa menghela napas panjang ketika telpon dari sang Ibu berakhir. Kabar yang baru saja ia dengar membuat Hanan ingin segera pulang ke rumah orang tuanya yang mungkin sudah lebih dari setahun tak pernah ia kunjungi.Bukan karena ia anak durhaka, tapi karena kedua orangtuanya memilih menetap di jepang dan Ibunya baru saja kembali dua bulan yang lalu ke indonesia.Hanan kembali menghela napas panjang, masalahnya di kantor saja belum selesai kini masalah di rumah kembali hadir menambah daftar kerumitan hidup seorang Hananta Adiguna."Batalkan semua pertemuan hari ini, saya ada urusan mendesak." Putus Hanan tanpa pikir panjang kepada sekertaris barunya.Sang sekertaris yang awalnya ingin membantah pun hanya bisa menjalankan tugas begitu sang atasan berlalu begitu saja.Hanan pun segera beranjak untuk segera mengunjungi kediaman orang tuanya dan disepanjang jalan ia hanya bisa menahan emosi akan keputusan sepihak Ibunya yang merekrut seorang pengasuh tanpa persetujuannya terlebi
Matahari menatap bangunan mewah yang berdiri di depannya dengan mata mengerjap lambat.Hari ini ia berencana untuk melamar pekerjaan sebagai pengasuh anak dan jujur saja ia tak menyangka jika calon anak yang akan ia asuh adalah anak dari orang sekaya ini."Mari masuk, Nyonya ada di dalam." Sontak Matahari pun meneguk ludahnya dengan berat begitu dihadapkan dengan sebuah ruangan yang begitu megah dengan hiasan yang dari jauh saja sudah terlihat semahal apa harganya.Sepanjang jalan yang dipimpin oleh wanita yang Matahari duga sebagai kepala pelayan di rumah tersebut, Matahari mencoba untuk berjalan sejauh mungkin dari guci-guci yang menjadi hiasan di koridor yang ia lewati."Silahkan masuk." Matahari menghela napas panjang sebelum masuk ke dalam sebuah ruangan yang terdapat sosok wanita yang sudah mulai berumur itu."Matahari?" Matahari mengangguk kaku begitu namanya disebut oleh wanita yang jika ia kira-kira mungkin akan seumuran dengan Ibunya itu. Wanita itu tersenyum ramah dan meny