Beranda / Romansa / Mendadak Jadi Ibu Untuk Anak Bos / 5. Pikiran Random Matahari

Share

5. Pikiran Random Matahari

Penulis: kimbabroll
last update Terakhir Diperbarui: 2023-05-10 13:45:21

Matahari mengawali pagi nya dengan senyum merekah. Bahkan ia sempat menyapa udara pagi buta yang masih gelap itu dengan senyum lima jarinya.

Dan alasan Matahari sangat senang hari ini tak lain karena ini akan menjadi hari pertamanya menjaga anak-anak lucu itu. Meskipun belum dekat, Matahari yakin jika ketiganya pasti anak-anak yang baik.

Meski Matahari tak menyukai Hanan karena sikapnya yang selalu membuat Matahari harus ekstra sabar menghadapi mantan bosnya itu, tetapi kini berbeda sebab ia bukan mengurus seorang Hanan, melainkan tiga bocah lucu menggemaskan.

Matahari yang sudah membersihkan diri dan juga kamarnya pun segera keluar dari kamarnya. Dan tujuan pertamanya adalah kamar yang berada tepat di samping kamarnya.

Matahari membuka pintu dengan perlahan dan mendekat kearah ranjang milik Airis. Tersenyum kecil ketika melihat gadis kecil itu ternyata masih terlelap di dunia mimpi. Setelah membenarkan letak selimut milik Airis, Matahari pun kembali keluar dan menutup pintu kamar Airis.

Kata Ratih, Airis baru akan sekolah di minggu depan sebab masih banyak yang harus disesuaikan untuk Airis yang memiliki trauma bertemu dengan orang baru terlebih di situasi sekolah yang sudah pasti ramai dengan anak-anak lainnya.

Dan katanya jika penyesuaian tersebut tak berjalan dengan baik, maka Airis akan bersekolah di rumah terlebih dahulu.

Setelah itu Matahari berlanjut menuju kamar Saka. Takut Saka masih terlelap, Matahari membuka pintu secara perlahan sama seperti apa yang ia lakukan pada Airis.

Namun, begitu pintu terbuka Matahari dapat melihat Saka yang tengah duduk di atas ranjang dengan buku ditangannya serta mata yang menatap Matahari.

"Eh? Udah bangun? Kakak kirain kamu belum bangun. Lagi ngapain?" Ucap Matahari dari balik pintu dan hanya menyembulkan sedikit saja kepalanya.

"Baca buku. Kenapa gak masuk aja?" Matahari menggeleng.

"Takut ganggu kamu. Kamu rajin banget jam segini baca buku." Saka menggeleng.

"Aku baca buku karena nanti ulangan." Wajah Saka terlihat begitu polos, membuat Matahari terkekeh melihat tingkah anak berumur sembilan tahun itu.

"Yaudah, Kakak tinggal dulu ya? Mau liat Kala. Nanti kalau sarapan udah selesai Kakak panggil." Saka mengangguk patuh.

Setelah itu Matahari melanjutkan langkahnya kearah kamar Kala yang berada di depan kamar Saka.

Masih dengan cara yang sama, Matahari membuka pintu kamar Kala dengan begitu hati-hati. Dan untuk kali ini yang Matahari lihat adalah sosok Kala yang tampak masih tertidur dengan posisi yang sudah berputar arah bak jarum jam.

Matahari tersenyum dan memilih untuk mendekat kearah tempat tidur milik Kala. Matahari juga memperhatikan meja belajar milik Kala yang berantakan dengan segala macam buku belajar milik anak tersebut.

Matahari jongkok di dekat ranjang milik Kala dan mencoba membangunkan Kala dari tudurnya.

"Kala? Niskala?" Anak itu tampak menggeliat dan mengerjapkan matanya pelan. Mencoba menyesuaikan cahaya yang masuk ke dalam matanya dan menatap Matahari sembari berkedip-kedip lucu. "Bangun yuk? Sekolahkan hari ini?"

Kala masih menatap Matahari dan mengangguk kecil.

"Makasih, Kak Ayi." Matahari tersenyum dan mengusak lembut puncak kepala Kala.

"Sama-sama, Kala. Kalo gitu Kakak keluar dulu ya? Nanti kalo sarapan udah jadi Kakak kesini lagi." Saka mengangguk dan Matahari pun kembali melanjutkan langkanya menuju ruang makan.

Sepanjang jalan menuju dapur, Matahari sempat berpapasan dengan beberapa pekerja di rumah keluarga Hanan dan mereka semua menyapanya dengan ramah. Mungkin Ratih sudah memberitahu mereka tentang dirinya yang mulai hari ini akan bekerja menjadi pengasuh ketiga anak dari Hanan itu.

Namun, bukannya senang Matahari malah merasa tak nyaman sebab mereka semua menyapanya dengan cara yang begitu hormat. Padahal posisi mereka sama saja, sama-sama sebagai pekerja di rumah tersebut.

"Saya bisa bantu apa?" Seorang pekerja yang berada di dapur terkejut dengan kehadiran Matahari.

"Aduh, Mbak jangan disini. Ayo kedepan saja, nanti Pak Hanan marah. Mbak duduk saja nanti kalau makanan sudah siap saya akan panggil Mbak untuk turun." Matahari mendengus pelan ketika kehadirannya malah ditolak.

Padahal kan ia benar-benar ingin membantu sebab sedang tak ada kegiatan apapun. Ini masih terlalu pagi untuk jam bangun Airis, sedangkan kedua Kakak Airis itu sudah bangun dan selesai menyiapkan segala keperluan mereka secara mandiri.

Saat ini Matahari merasa bahwa dirinya tak berguna.

Karena tak tau melakukan apa, Matahari pun memilih untuk berjalan-jalan mengitari rumah yang besarnya menyerupai istana itu.

Tak jarang Matahari berdecak kagum melihat setiap hal yang baru ia temui.

"Ini sih gak cocok dibilang rumah, tapi istana. Gede banget, ini kayaknya kalo kejauhan bisa nyasar sih." Gumam Matahari dengan mata yang sibuk menatap sekelilingnya hingga matanya fokus pada kolam berenang luas yang ada disana. "Anjir, ada kolam renangnya juga."

Sangking tidak fokusnya Matahari sampai tidak menyadari apa yang ada di depannya hingga tabrakan pun tak dapat dihindari dan membuat Matahari mengaduh kesakitan karena terjatuh.

Matahari mengusap telapak tangan dan pantatnya secara bergantian.

Setelah itu ia pun mendongak dan mendapati sosok Hanan yang tampak berdiri tegak di depannya.

"Bapak ngapain berdiri disitu?"

"Saya gak berdiri, saya baru keluar dari situ. Kamu sedang apa disini?" Tunjuk Hanan pada sebuah ruangan di dekat pintu keluar menuju kolam renang.

"Jalan-jalan? Bapak udah mau berangkat?" Hanan melirik jam tangannya dan mengangguk. "Gak sarapan dulu?"

"Kamu itu pengasuh anak saya, bukan sekertaris saya. Jadi cukup urus anak saya saja." Ingin rasanya Matahari menarik rambut milik Hanan.

Padahal maksud Matahari itu apa Hanan tak menunggu anak-anaknya terlebih dahulu untuk pamit?

"Saya pergi dulu, titip anak-anak." Ucap Hanan sebelum pergi dari pintu samping rumah dan meninggalkan Matahari yang tengah mematung ditempatnya.

Ucapan Hanan barusan terdengar seperti seorang suami yang tengah pamit kepada istinya sebelum berangkat kerja.

Pipi Matahari memerah tanpa sadar.

Begitu sadar dengan apa yang baru saja ia pikirkan, Matahari pun segera menggeleng dan menggeliat geli.

"Apa-apaan itu?!" Seru Matahari tertahan kepada dirinya sendiri.

Bisa-bisanya ia berpikiran seperti itu disaat yang berbicara adalah Hanan.

"Sadar, Yi! Sadar! Lo mikir apaan sih?! Geli banget." Gumam Matahari tak habis pikir dengan otaknya sendiri.

Ia hanya bekerja sebagai pengasuh, sudah tentu wajar bagi Hanan untuk mengucapkan hal tersebut sebab yang ia jaga adalah anak Hanan.

Lalu kenapa ia merasakan panas diwajahnya?

Matahari menggeleng kuat ketika sebuah kemungkinan lewat di kepalanya. "Astaga! Jangan sampe! Kerja Matahari kerja! Sadar!"

Matahari pun segera pergi dari sana sebab ia rasa kinerja otaknya pagi ini belum sempurna dalam bekerja.

Bab terkait

  • Mendadak Jadi Ibu Untuk Anak Bos    PART 6. Permintaan Nyonya Adiguna

    Sepanjang hari pertamanya bekerja, Matahari hanya duduk diam sembari memperhatikan sosok Airis yang sibuk mewarnai selama berjam-jam lamanya.Bocah itu tampak begitu nyaman duduk diatas lantai kamarnya yang beralaskan karpet bulu tanpa minta ini itu, bahkan ketika waktu makan siang saja Matahari harus membujuknya terlebih dahulu, setelah itu ia akan kembali sibuk dengan kertas dan pensil warna kesukaannya.Tak bisa dipungkiri, Matahari merasa sedikit bosan. Dan rasa bosan yang ia rasakan saat ini sedikit banyak membuat otaknya tak bisa diam.Ada banyak hal yang tiba-tiba ia pikirkan, mulai dari status Hanan yang ternyata sudah menikah dan bahkan mempunyai anak. Hingga perihal Airis dan trauma yang bocah kecil itu alami.Matahari memang mencoba untuk mengabaikan hal tersebut, tapi ia tetaplah manusia yang masih mempunyai rasa ingin tau yang tinggi.Seingatnya dulu, ia sempat mendengar kabar perihal status Hanan yang mempunyai seorang kekasih, namun putus di tengah jalan. Tak ada yang t

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-17
  • Mendadak Jadi Ibu Untuk Anak Bos    PART 7. Awal Dari Mimpi Buruk

    "Airis juga bisa nerima kamu dengan mudah, dia juga keliatan sayang sama kamu. Abang-abangnya juga gak protes, jadi disini aja dulu. Seenggaknya sampe Airis bisa ngelakuin semuanya sendiri dan aktif kayak dulu. Atau mungkin sampe anak saya ketemu sama pasangannya, boleh ya?"Matahari hanya mengangguk kaku dengan perasaan yang sedikit kesal.Sampai apa?! Sampai Hanan punya pasangan?! Lalu Matahari?! Jomblo sampai tua?! Begitu?!Namun tak mungkin kan ia menggeleng atau bahkan mengucapkan hal tersebut secara gamblang kepada Ratih? Bisa-bisa ia dipecat saat ini juga."Saya usahakan, Bu." "Saya permisi bawa Matahari ke kamar dulu ya, Bu? Anaknya udah tidur ternyata." Ucap Matahari mencoba untuk pergi dari sana agar ia bisa mengumpat dengan bebas.Sedangkan Ratih mengangguk dan terus memperhatikan punggung Matahari yang semakin menjauh itu dengan senyuman hangatnya.Ratih tersenyum senang mendengar balasan dari Matahari. Setidaknya ketika nantinya Ratih akan kembali ke Jepang, Ratih tak pe

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-18
  • Mendadak Jadi Ibu Untuk Anak Bos    1. Dunia Itu Kecil

    Matahari menatap bangunan mewah yang berdiri di depannya dengan mata mengerjap lambat.Hari ini ia berencana untuk melamar pekerjaan sebagai pengasuh anak dan jujur saja ia tak menyangka jika calon anak yang akan ia asuh adalah anak dari orang sekaya ini."Mari masuk, Nyonya ada di dalam." Sontak Matahari pun meneguk ludahnya dengan berat begitu dihadapkan dengan sebuah ruangan yang begitu megah dengan hiasan yang dari jauh saja sudah terlihat semahal apa harganya.Sepanjang jalan yang dipimpin oleh wanita yang Matahari duga sebagai kepala pelayan di rumah tersebut, Matahari mencoba untuk berjalan sejauh mungkin dari guci-guci yang menjadi hiasan di koridor yang ia lewati."Silahkan masuk." Matahari menghela napas panjang sebelum masuk ke dalam sebuah ruangan yang terdapat sosok wanita yang sudah mulai berumur itu."Matahari?" Matahari mengangguk kaku begitu namanya disebut oleh wanita yang jika ia kira-kira mungkin akan seumuran dengan Ibunya itu. Wanita itu tersenyum ramah dan meny

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-27
  • Mendadak Jadi Ibu Untuk Anak Bos    2. Semesta Yang Jago Bercanda

    Hanan hanya bisa menghela napas panjang ketika telpon dari sang Ibu berakhir. Kabar yang baru saja ia dengar membuat Hanan ingin segera pulang ke rumah orang tuanya yang mungkin sudah lebih dari setahun tak pernah ia kunjungi.Bukan karena ia anak durhaka, tapi karena kedua orangtuanya memilih menetap di jepang dan Ibunya baru saja kembali dua bulan yang lalu ke indonesia.Hanan kembali menghela napas panjang, masalahnya di kantor saja belum selesai kini masalah di rumah kembali hadir menambah daftar kerumitan hidup seorang Hananta Adiguna."Batalkan semua pertemuan hari ini, saya ada urusan mendesak." Putus Hanan tanpa pikir panjang kepada sekertaris barunya.Sang sekertaris yang awalnya ingin membantah pun hanya bisa menjalankan tugas begitu sang atasan berlalu begitu saja.Hanan pun segera beranjak untuk segera mengunjungi kediaman orang tuanya dan disepanjang jalan ia hanya bisa menahan emosi akan keputusan sepihak Ibunya yang merekrut seorang pengasuh tanpa persetujuannya terlebi

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-28
  • Mendadak Jadi Ibu Untuk Anak Bos    3. Status Seorang Hananta

    Matahari kini tengah berada di dalam kamar Airis, ia tengah menemani gadis kecil itu setelah sempat menangis karena mencarinya.Matahari terus memandang Airis yang kini tampak nyaman berada di pelukannya, hingga ia sadar ternyata Airis begitu mirip dengan Hanan. Mulai dari bentuk bibirnya, hidungnya, bentuk wajahnya semua terlihat sama kecuali mata Airis yang terlihat bulat. Sedangkan Hanan memiliki mata yang tajam."Kamu gini terus gak capek?" Tanya Matahari dengan lembut sembari mengelus pelan puncak kepala Airis.Sedangkan anak tersebut mendongak menatap wajah Matahari dan menggeleng dengan polos. Matahari sebenarnya sedikit merasa heran dengan Airis yang sampai saat ini masih tak mengeluarkan suara sama sekali, apakah Airis masih sedikit merasa tak nyaman dengannya?Ah, dan ada satu hal lagi yang membuat Matahari amat sangat terkejut adalah sosok Hananta yang berstatuskan Ayah dari Airis.Bukan hanya terkejut perihal ia harus kembali bekerja dengan mantan atasannya yang begitu ia

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-28
  • Mendadak Jadi Ibu Untuk Anak Bos    4. Bukan Keluarga Biasa

    Saat ini Matahari tengah beristirahat di dalam kamarnya, ia baru saja selesai mandi dan membersihkan diri sebelum waktu makan malam tiba. Tadi Nenek dari Airis menyuruhnya untuk istirahat lebih dulu sebelum makan malam selesai, ia benar-benar disuruh untuk mengistirahatkan tubuh dan diperbolehkan turun ketika makan malam sudah akan dimulai.Dan kini yang Matahari lakukan ketika sudah selesai membersihkan tubuh adalah duduk sebari kembali memperhatikan kamar barunya. Kamar itu terlihat luas, bahkan mungkin luasnya sama dengan apartemen yang ia tempati. Fasilitasi disini bahkan lebih lengkap dibanding apartemennya dulu. Ada ac, dispenser bahkan kamar mandi pribadi.Matahari memilih untuk membereskan barang-barangnya yang tak seberapa itu, menyusunnya dengan rapi. Dan untuk barang-barangnya di apartemen rencananya ia akan meminta ijin untuk mengambilnya besok atau mungkin lusa, sedangkan sisa perabotan rumah tangga yang tak mungkin ia bawa akan ia jual nantinya."Enak banget jadi wong s

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-01

Bab terbaru

  • Mendadak Jadi Ibu Untuk Anak Bos    PART 7. Awal Dari Mimpi Buruk

    "Airis juga bisa nerima kamu dengan mudah, dia juga keliatan sayang sama kamu. Abang-abangnya juga gak protes, jadi disini aja dulu. Seenggaknya sampe Airis bisa ngelakuin semuanya sendiri dan aktif kayak dulu. Atau mungkin sampe anak saya ketemu sama pasangannya, boleh ya?"Matahari hanya mengangguk kaku dengan perasaan yang sedikit kesal.Sampai apa?! Sampai Hanan punya pasangan?! Lalu Matahari?! Jomblo sampai tua?! Begitu?!Namun tak mungkin kan ia menggeleng atau bahkan mengucapkan hal tersebut secara gamblang kepada Ratih? Bisa-bisa ia dipecat saat ini juga."Saya usahakan, Bu." "Saya permisi bawa Matahari ke kamar dulu ya, Bu? Anaknya udah tidur ternyata." Ucap Matahari mencoba untuk pergi dari sana agar ia bisa mengumpat dengan bebas.Sedangkan Ratih mengangguk dan terus memperhatikan punggung Matahari yang semakin menjauh itu dengan senyuman hangatnya.Ratih tersenyum senang mendengar balasan dari Matahari. Setidaknya ketika nantinya Ratih akan kembali ke Jepang, Ratih tak pe

  • Mendadak Jadi Ibu Untuk Anak Bos    PART 6. Permintaan Nyonya Adiguna

    Sepanjang hari pertamanya bekerja, Matahari hanya duduk diam sembari memperhatikan sosok Airis yang sibuk mewarnai selama berjam-jam lamanya.Bocah itu tampak begitu nyaman duduk diatas lantai kamarnya yang beralaskan karpet bulu tanpa minta ini itu, bahkan ketika waktu makan siang saja Matahari harus membujuknya terlebih dahulu, setelah itu ia akan kembali sibuk dengan kertas dan pensil warna kesukaannya.Tak bisa dipungkiri, Matahari merasa sedikit bosan. Dan rasa bosan yang ia rasakan saat ini sedikit banyak membuat otaknya tak bisa diam.Ada banyak hal yang tiba-tiba ia pikirkan, mulai dari status Hanan yang ternyata sudah menikah dan bahkan mempunyai anak. Hingga perihal Airis dan trauma yang bocah kecil itu alami.Matahari memang mencoba untuk mengabaikan hal tersebut, tapi ia tetaplah manusia yang masih mempunyai rasa ingin tau yang tinggi.Seingatnya dulu, ia sempat mendengar kabar perihal status Hanan yang mempunyai seorang kekasih, namun putus di tengah jalan. Tak ada yang t

  • Mendadak Jadi Ibu Untuk Anak Bos    5. Pikiran Random Matahari

    Matahari mengawali pagi nya dengan senyum merekah. Bahkan ia sempat menyapa udara pagi buta yang masih gelap itu dengan senyum lima jarinya.Dan alasan Matahari sangat senang hari ini tak lain karena ini akan menjadi hari pertamanya menjaga anak-anak lucu itu. Meskipun belum dekat, Matahari yakin jika ketiganya pasti anak-anak yang baik.Meski Matahari tak menyukai Hanan karena sikapnya yang selalu membuat Matahari harus ekstra sabar menghadapi mantan bosnya itu, tetapi kini berbeda sebab ia bukan mengurus seorang Hanan, melainkan tiga bocah lucu menggemaskan.Matahari yang sudah membersihkan diri dan juga kamarnya pun segera keluar dari kamarnya. Dan tujuan pertamanya adalah kamar yang berada tepat di samping kamarnya.Matahari membuka pintu dengan perlahan dan mendekat kearah ranjang milik Airis. Tersenyum kecil ketika melihat gadis kecil itu ternyata masih terlelap di dunia mimpi. Setelah membenarkan letak selimut milik Airis, Matahari pun kembali keluar dan menutup pintu kamar Air

  • Mendadak Jadi Ibu Untuk Anak Bos    4. Bukan Keluarga Biasa

    Saat ini Matahari tengah beristirahat di dalam kamarnya, ia baru saja selesai mandi dan membersihkan diri sebelum waktu makan malam tiba. Tadi Nenek dari Airis menyuruhnya untuk istirahat lebih dulu sebelum makan malam selesai, ia benar-benar disuruh untuk mengistirahatkan tubuh dan diperbolehkan turun ketika makan malam sudah akan dimulai.Dan kini yang Matahari lakukan ketika sudah selesai membersihkan tubuh adalah duduk sebari kembali memperhatikan kamar barunya. Kamar itu terlihat luas, bahkan mungkin luasnya sama dengan apartemen yang ia tempati. Fasilitasi disini bahkan lebih lengkap dibanding apartemennya dulu. Ada ac, dispenser bahkan kamar mandi pribadi.Matahari memilih untuk membereskan barang-barangnya yang tak seberapa itu, menyusunnya dengan rapi. Dan untuk barang-barangnya di apartemen rencananya ia akan meminta ijin untuk mengambilnya besok atau mungkin lusa, sedangkan sisa perabotan rumah tangga yang tak mungkin ia bawa akan ia jual nantinya."Enak banget jadi wong s

  • Mendadak Jadi Ibu Untuk Anak Bos    3. Status Seorang Hananta

    Matahari kini tengah berada di dalam kamar Airis, ia tengah menemani gadis kecil itu setelah sempat menangis karena mencarinya.Matahari terus memandang Airis yang kini tampak nyaman berada di pelukannya, hingga ia sadar ternyata Airis begitu mirip dengan Hanan. Mulai dari bentuk bibirnya, hidungnya, bentuk wajahnya semua terlihat sama kecuali mata Airis yang terlihat bulat. Sedangkan Hanan memiliki mata yang tajam."Kamu gini terus gak capek?" Tanya Matahari dengan lembut sembari mengelus pelan puncak kepala Airis.Sedangkan anak tersebut mendongak menatap wajah Matahari dan menggeleng dengan polos. Matahari sebenarnya sedikit merasa heran dengan Airis yang sampai saat ini masih tak mengeluarkan suara sama sekali, apakah Airis masih sedikit merasa tak nyaman dengannya?Ah, dan ada satu hal lagi yang membuat Matahari amat sangat terkejut adalah sosok Hananta yang berstatuskan Ayah dari Airis.Bukan hanya terkejut perihal ia harus kembali bekerja dengan mantan atasannya yang begitu ia

  • Mendadak Jadi Ibu Untuk Anak Bos    2. Semesta Yang Jago Bercanda

    Hanan hanya bisa menghela napas panjang ketika telpon dari sang Ibu berakhir. Kabar yang baru saja ia dengar membuat Hanan ingin segera pulang ke rumah orang tuanya yang mungkin sudah lebih dari setahun tak pernah ia kunjungi.Bukan karena ia anak durhaka, tapi karena kedua orangtuanya memilih menetap di jepang dan Ibunya baru saja kembali dua bulan yang lalu ke indonesia.Hanan kembali menghela napas panjang, masalahnya di kantor saja belum selesai kini masalah di rumah kembali hadir menambah daftar kerumitan hidup seorang Hananta Adiguna."Batalkan semua pertemuan hari ini, saya ada urusan mendesak." Putus Hanan tanpa pikir panjang kepada sekertaris barunya.Sang sekertaris yang awalnya ingin membantah pun hanya bisa menjalankan tugas begitu sang atasan berlalu begitu saja.Hanan pun segera beranjak untuk segera mengunjungi kediaman orang tuanya dan disepanjang jalan ia hanya bisa menahan emosi akan keputusan sepihak Ibunya yang merekrut seorang pengasuh tanpa persetujuannya terlebi

  • Mendadak Jadi Ibu Untuk Anak Bos    1. Dunia Itu Kecil

    Matahari menatap bangunan mewah yang berdiri di depannya dengan mata mengerjap lambat.Hari ini ia berencana untuk melamar pekerjaan sebagai pengasuh anak dan jujur saja ia tak menyangka jika calon anak yang akan ia asuh adalah anak dari orang sekaya ini."Mari masuk, Nyonya ada di dalam." Sontak Matahari pun meneguk ludahnya dengan berat begitu dihadapkan dengan sebuah ruangan yang begitu megah dengan hiasan yang dari jauh saja sudah terlihat semahal apa harganya.Sepanjang jalan yang dipimpin oleh wanita yang Matahari duga sebagai kepala pelayan di rumah tersebut, Matahari mencoba untuk berjalan sejauh mungkin dari guci-guci yang menjadi hiasan di koridor yang ia lewati."Silahkan masuk." Matahari menghela napas panjang sebelum masuk ke dalam sebuah ruangan yang terdapat sosok wanita yang sudah mulai berumur itu."Matahari?" Matahari mengangguk kaku begitu namanya disebut oleh wanita yang jika ia kira-kira mungkin akan seumuran dengan Ibunya itu. Wanita itu tersenyum ramah dan meny

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status