Matahari menatap bangunan mewah yang berdiri di depannya dengan mata mengerjap lambat.
Hari ini ia berencana untuk melamar pekerjaan sebagai pengasuh anak dan jujur saja ia tak menyangka jika calon anak yang akan ia asuh adalah anak dari orang sekaya ini."Mari masuk, Nyonya ada di dalam." Sontak Matahari pun meneguk ludahnya dengan berat begitu dihadapkan dengan sebuah ruangan yang begitu megah dengan hiasan yang dari jauh saja sudah terlihat semahal apa harganya.Sepanjang jalan yang dipimpin oleh wanita yang Matahari duga sebagai kepala pelayan di rumah tersebut, Matahari mencoba untuk berjalan sejauh mungkin dari guci-guci yang menjadi hiasan di koridor yang ia lewati."Silahkan masuk." Matahari menghela napas panjang sebelum masuk ke dalam sebuah ruangan yang terdapat sosok wanita yang sudah mulai berumur itu."Matahari?" Matahari mengangguk kaku begitu namanya disebut oleh wanita yang jika ia kira-kira mungkin akan seumuran dengan Ibunya itu.Wanita itu tersenyum ramah dan menyuruh Matahari untuk duduk terlebih dahulu. "Saya Ratih, sebelum kesini kamu sudah tau persyaratannya kan?""Sudah, Nyonya." Wanita itu terkekeh pelan dengan gaya anggun khas orang kaya."Panggil Ibu saja, gak usah terlalu kaku. Kita langsung saja ya? Jadi kalau kamu bersedia bekerja disini, kamu juga harus bersedia untuk menetap disini karena saya mau mereka diawasi dua luluh empat jam, kamu bersedia?"Matahari meneguk ludahnya dan mengangguk. "Saya bersedia, Bu."Apapun syaratnya akan Matahari terima selagi tak merugikan dirinya sendiri. Yoh yang ada dia akan sangat betah tinggal di rumah semegah ini bukan?"Cucu bungsu saya itu punya trauma dengan orang baru. Mungkin pendekatan dengan dia akan sangat sulit, belum lagi Daddy nya Airis yang juga susah percaya sama orang lain. Jadi persyaratan paling utama dari pekerjaan kamu ini ya Airis harus menerima kamu dan soal anak saya, nanti kita pikirkan yang penting Airis dulu."Matahari menjadi semakin gugup, bahkan ujung-ujung jarinya mendadak menjadi dingin. Bagaimana jika anak tersebut tak mau menerimanya?Matahari memang sangat menyukai anak kecil dan gampang dekat dengan mereka. Namun bukan berarti ia tak pernah ditolak. Terlebih jika anaknya adalah tipe anak seperti Airis yang mempunyai trauma.Matahari jadi tak yakin ia akan berhasil dengan pekerjaan ini. Tampaknya ia harus kembali mencari pekerjaan lain."Disini kamu gak hanya harus menjaga Airis, tapi juga kedua Kakaknya. Dan untuk mereka mungkin pendekatan bisa lebih mudah, jadi yang diutamakan disini adalah Airis."Namun, ditengah pembicaraan Matahari dan juga Nenek dari ketiga bocah yang ia jaga, pintu ruangan tempat mereka berbincang tiba-tiba terbuka dan menampilkan sosok pelayan dengan wajah sedikit paniknya."Maaf sebelumnya Nyonya, tapi Non Airis tiba-tiba nangis." Sontak Ratih pun segera bangkit dan berjalan dengan tergopoh-gopoh.Sedangkan Matahari pun ikut berjalan di belakang Ratih, hingga mereka sampai di depan sebuah kamar bernuansa putih.Di dalamnya terduduk seorang anak yang Matahari duga berusia empat atau lima tahun yang tampak tengah menangis tersedu. Anak tersebut bukan menangis meraung dengan suara melengking yang memekakkan telinga, melainkan ia menangis dengan suara yang lirih membuat orang-orang yang mendengarnya ikut merasa tak tega.Ratih mendekat kearah sang cucu mencoba untuk membujuk namun tak mempan. Matahari yang tak tega melihat wajah bocah yang kini sudah memerah itu pun ikut mendekat.Matahari masih tak berani untuk langsung membujuk, ia hanya berdiri lebih dekat sembari terus memperhatikan bocah tersebut hingga netra keduanya bertemu.Gadis kecil dengan mata bulat dan berpipi chubby itu perlahan menghentikan tangisnya. Matanya menatap Matahari dari ujung kaki hingga ujung kepala dengan tatapan memindai.Matahari memperhatikan wajah Airis yang tampak lucu itu dengan seksama. Wajahnya terlihat begitu familiar, namun Matahari tak dapat mengingat dimana ia pernah bertemu dengan Airis.Matahari tersenyum kecil dan mencoba untuk merayu bocah kecil berwajah imut itu dengan cara menjulurkan tangannya.Dan ajaibnya, bocah itu malah membalas uluran tangan Matahari dan bersedia ketika Matahari rengkuh dengan sangat hati-hati. Bahkan kini tangan Airis mulai bertaut dibalik leher Matahari, menyamankan posisi di dalam pelukan Matahari.Ratih yang melihat kejadian tersebut tentu saja kehilangan kata-kata. Sudah beberapa orang yang melamar pekerjaan tersebut, namun baru Matahari yang berhasil.Bahkan pelayan senior disini saja selalu ditolak oleh Airis. Dan kini, Airis dengan mudah dan tanpa perlawanan menerima Matahari begitu saja.Rasanya Ratih ingin menangis bahagia."Bersihkan kamar disebelah secepatnya."•••"Akhirnya ya Tuhaan." Gumam Matahari sembari merebahkan tubuhnya diatas ranjang yang begitu empuk.Ia baru saja selesai menidurkan Airis dan berkat kerja sama bocah lucu tersebut ia setidaknya mempunyai kesempatan untuk dapat bekerja disini dengan mudah.Matanya perlahan bergerak memandang langit-langit serta seluruh sudut kamar yang nantinya akan menjadi tempat ia beristirahat ketika selesai bekerja. Ini masih calon kamarnya, sebab ia belum menandatangani kontrak.Dan untuk menandatangani kontak, ia harus menunggu Ayah dari Airis pulang bekerja terlebih dahulu."Dari dulu kek gue nemuin ini kerjaan, seenggaknya gue gak usah buang-buang tenaga ama emosi tiap hari ngadepin bos model kulkas berjalan yang suka emosian." Sewot Matahari ketika mengingat mantan atasannya selama lima tahun belakangan.Matahari bahkan heran dengan dirinya sendiri, kenapa ia bisa betah bekerja disana selana lima tahun?Sedangkan disini ia hanya perlu mengawasi anak imut selama seharian penuh, belum lagi persyaratannya yang tak memberatkan sama sekali malah lebih menguntungkan untuk Matahari sebab ia tak perlu bayar uang untuk tempat tinggal plus kebutuhannya juga dipenuhi oleh para pekerja lainnya."Berasa jadi nyonya gue kalo gini mah." Gumam Matahari dengan senyum selebar samudera antartika dengan mata terpejam menikmati empuknya kasur yang ia tiduri.Pekerjaan ini memang sangat melenceng jauh dari riwayat pendidikan serta pekerjaannya yang terdahulu sebagai sekertaris di sebuah perusahaan besar tanah air, namun jika ia bisa diterima serta pekerjaannya lebih menyenangkan kenapa tidak?Toh mengurusi anak-anak akan lebih mudah ketimbang mengurusi orang dewasa yang selalu sukses membuat Matahari emosi setiap hari.Ditengah kesibukan Matahari yang tengah menikmati kasur serta kamar barunya, sebuah ketukan datang dari arah pintu kamar dan membuat Matahari segera berdiri."Bapak sudah pulang, Nyonya suruh Mbak Matahari untuk segera turun." Matahari menghela napas panjang begitu seorang pekerja di rumah tersebut memintanya untuk turun.Matahari merapikan pakaiannya terlebih dahulu dan bergegas untuk turun.Ketika Matahari masih di tangga, Matahari terdiam di tempatnya ketika mendengar ada sedikit kegaduhan."Mama mau balik ke jepang ngurusin Papa kamu! Mama disini udah hampir dua bulan! Mama gak masalah soal jagain anak kamu, tapi Mama juga gak bisa biarin kamu lepas dari tanggung jawab! Jadi Mama mau kamu buat ngerti dan percaya sama keputusan Mama kali ini! Dan keputusan Mama sudah bulat."Matahari menautkan kedua tangannya ketika Ratih tak sengaja bersitatap dengannya. Ratih pun tersenyum dan meminta Matahari untuk segera turun, sementara Ayah dari Airis tampak tengah berdiri berkacak pinggang sembari membelakangi mereka berdua.Matahari menyipitkan sedikit matanya ketika melihat postur tersebut, namun ia segera menggeleng mengenyahkan segala pikiran yang ada."Mama udah dapet orangnya, kita tinggal tanda tangan kontrak.""Tapi sa- " Rasanya Matahari ingin menguap dan bergabung dengan udara lainnya saat sosok bertubuh tegap itu berbalik dan bersitatap dengannya.Matahari tau bahwa dunia itu kecil, tapi tidak harus seburuk ini juga."Matahari?"Hanan hanya bisa menghela napas panjang ketika telpon dari sang Ibu berakhir. Kabar yang baru saja ia dengar membuat Hanan ingin segera pulang ke rumah orang tuanya yang mungkin sudah lebih dari setahun tak pernah ia kunjungi.Bukan karena ia anak durhaka, tapi karena kedua orangtuanya memilih menetap di jepang dan Ibunya baru saja kembali dua bulan yang lalu ke indonesia.Hanan kembali menghela napas panjang, masalahnya di kantor saja belum selesai kini masalah di rumah kembali hadir menambah daftar kerumitan hidup seorang Hananta Adiguna."Batalkan semua pertemuan hari ini, saya ada urusan mendesak." Putus Hanan tanpa pikir panjang kepada sekertaris barunya.Sang sekertaris yang awalnya ingin membantah pun hanya bisa menjalankan tugas begitu sang atasan berlalu begitu saja.Hanan pun segera beranjak untuk segera mengunjungi kediaman orang tuanya dan disepanjang jalan ia hanya bisa menahan emosi akan keputusan sepihak Ibunya yang merekrut seorang pengasuh tanpa persetujuannya terlebi
Matahari kini tengah berada di dalam kamar Airis, ia tengah menemani gadis kecil itu setelah sempat menangis karena mencarinya.Matahari terus memandang Airis yang kini tampak nyaman berada di pelukannya, hingga ia sadar ternyata Airis begitu mirip dengan Hanan. Mulai dari bentuk bibirnya, hidungnya, bentuk wajahnya semua terlihat sama kecuali mata Airis yang terlihat bulat. Sedangkan Hanan memiliki mata yang tajam."Kamu gini terus gak capek?" Tanya Matahari dengan lembut sembari mengelus pelan puncak kepala Airis.Sedangkan anak tersebut mendongak menatap wajah Matahari dan menggeleng dengan polos. Matahari sebenarnya sedikit merasa heran dengan Airis yang sampai saat ini masih tak mengeluarkan suara sama sekali, apakah Airis masih sedikit merasa tak nyaman dengannya?Ah, dan ada satu hal lagi yang membuat Matahari amat sangat terkejut adalah sosok Hananta yang berstatuskan Ayah dari Airis.Bukan hanya terkejut perihal ia harus kembali bekerja dengan mantan atasannya yang begitu ia
Saat ini Matahari tengah beristirahat di dalam kamarnya, ia baru saja selesai mandi dan membersihkan diri sebelum waktu makan malam tiba. Tadi Nenek dari Airis menyuruhnya untuk istirahat lebih dulu sebelum makan malam selesai, ia benar-benar disuruh untuk mengistirahatkan tubuh dan diperbolehkan turun ketika makan malam sudah akan dimulai.Dan kini yang Matahari lakukan ketika sudah selesai membersihkan tubuh adalah duduk sebari kembali memperhatikan kamar barunya. Kamar itu terlihat luas, bahkan mungkin luasnya sama dengan apartemen yang ia tempati. Fasilitasi disini bahkan lebih lengkap dibanding apartemennya dulu. Ada ac, dispenser bahkan kamar mandi pribadi.Matahari memilih untuk membereskan barang-barangnya yang tak seberapa itu, menyusunnya dengan rapi. Dan untuk barang-barangnya di apartemen rencananya ia akan meminta ijin untuk mengambilnya besok atau mungkin lusa, sedangkan sisa perabotan rumah tangga yang tak mungkin ia bawa akan ia jual nantinya."Enak banget jadi wong s
Matahari mengawali pagi nya dengan senyum merekah. Bahkan ia sempat menyapa udara pagi buta yang masih gelap itu dengan senyum lima jarinya.Dan alasan Matahari sangat senang hari ini tak lain karena ini akan menjadi hari pertamanya menjaga anak-anak lucu itu. Meskipun belum dekat, Matahari yakin jika ketiganya pasti anak-anak yang baik.Meski Matahari tak menyukai Hanan karena sikapnya yang selalu membuat Matahari harus ekstra sabar menghadapi mantan bosnya itu, tetapi kini berbeda sebab ia bukan mengurus seorang Hanan, melainkan tiga bocah lucu menggemaskan.Matahari yang sudah membersihkan diri dan juga kamarnya pun segera keluar dari kamarnya. Dan tujuan pertamanya adalah kamar yang berada tepat di samping kamarnya.Matahari membuka pintu dengan perlahan dan mendekat kearah ranjang milik Airis. Tersenyum kecil ketika melihat gadis kecil itu ternyata masih terlelap di dunia mimpi. Setelah membenarkan letak selimut milik Airis, Matahari pun kembali keluar dan menutup pintu kamar Air
Sepanjang hari pertamanya bekerja, Matahari hanya duduk diam sembari memperhatikan sosok Airis yang sibuk mewarnai selama berjam-jam lamanya.Bocah itu tampak begitu nyaman duduk diatas lantai kamarnya yang beralaskan karpet bulu tanpa minta ini itu, bahkan ketika waktu makan siang saja Matahari harus membujuknya terlebih dahulu, setelah itu ia akan kembali sibuk dengan kertas dan pensil warna kesukaannya.Tak bisa dipungkiri, Matahari merasa sedikit bosan. Dan rasa bosan yang ia rasakan saat ini sedikit banyak membuat otaknya tak bisa diam.Ada banyak hal yang tiba-tiba ia pikirkan, mulai dari status Hanan yang ternyata sudah menikah dan bahkan mempunyai anak. Hingga perihal Airis dan trauma yang bocah kecil itu alami.Matahari memang mencoba untuk mengabaikan hal tersebut, tapi ia tetaplah manusia yang masih mempunyai rasa ingin tau yang tinggi.Seingatnya dulu, ia sempat mendengar kabar perihal status Hanan yang mempunyai seorang kekasih, namun putus di tengah jalan. Tak ada yang t
"Airis juga bisa nerima kamu dengan mudah, dia juga keliatan sayang sama kamu. Abang-abangnya juga gak protes, jadi disini aja dulu. Seenggaknya sampe Airis bisa ngelakuin semuanya sendiri dan aktif kayak dulu. Atau mungkin sampe anak saya ketemu sama pasangannya, boleh ya?"Matahari hanya mengangguk kaku dengan perasaan yang sedikit kesal.Sampai apa?! Sampai Hanan punya pasangan?! Lalu Matahari?! Jomblo sampai tua?! Begitu?!Namun tak mungkin kan ia menggeleng atau bahkan mengucapkan hal tersebut secara gamblang kepada Ratih? Bisa-bisa ia dipecat saat ini juga."Saya usahakan, Bu." "Saya permisi bawa Matahari ke kamar dulu ya, Bu? Anaknya udah tidur ternyata." Ucap Matahari mencoba untuk pergi dari sana agar ia bisa mengumpat dengan bebas.Sedangkan Ratih mengangguk dan terus memperhatikan punggung Matahari yang semakin menjauh itu dengan senyuman hangatnya.Ratih tersenyum senang mendengar balasan dari Matahari. Setidaknya ketika nantinya Ratih akan kembali ke Jepang, Ratih tak pe
"Airis juga bisa nerima kamu dengan mudah, dia juga keliatan sayang sama kamu. Abang-abangnya juga gak protes, jadi disini aja dulu. Seenggaknya sampe Airis bisa ngelakuin semuanya sendiri dan aktif kayak dulu. Atau mungkin sampe anak saya ketemu sama pasangannya, boleh ya?"Matahari hanya mengangguk kaku dengan perasaan yang sedikit kesal.Sampai apa?! Sampai Hanan punya pasangan?! Lalu Matahari?! Jomblo sampai tua?! Begitu?!Namun tak mungkin kan ia menggeleng atau bahkan mengucapkan hal tersebut secara gamblang kepada Ratih? Bisa-bisa ia dipecat saat ini juga."Saya usahakan, Bu." "Saya permisi bawa Matahari ke kamar dulu ya, Bu? Anaknya udah tidur ternyata." Ucap Matahari mencoba untuk pergi dari sana agar ia bisa mengumpat dengan bebas.Sedangkan Ratih mengangguk dan terus memperhatikan punggung Matahari yang semakin menjauh itu dengan senyuman hangatnya.Ratih tersenyum senang mendengar balasan dari Matahari. Setidaknya ketika nantinya Ratih akan kembali ke Jepang, Ratih tak pe
Sepanjang hari pertamanya bekerja, Matahari hanya duduk diam sembari memperhatikan sosok Airis yang sibuk mewarnai selama berjam-jam lamanya.Bocah itu tampak begitu nyaman duduk diatas lantai kamarnya yang beralaskan karpet bulu tanpa minta ini itu, bahkan ketika waktu makan siang saja Matahari harus membujuknya terlebih dahulu, setelah itu ia akan kembali sibuk dengan kertas dan pensil warna kesukaannya.Tak bisa dipungkiri, Matahari merasa sedikit bosan. Dan rasa bosan yang ia rasakan saat ini sedikit banyak membuat otaknya tak bisa diam.Ada banyak hal yang tiba-tiba ia pikirkan, mulai dari status Hanan yang ternyata sudah menikah dan bahkan mempunyai anak. Hingga perihal Airis dan trauma yang bocah kecil itu alami.Matahari memang mencoba untuk mengabaikan hal tersebut, tapi ia tetaplah manusia yang masih mempunyai rasa ingin tau yang tinggi.Seingatnya dulu, ia sempat mendengar kabar perihal status Hanan yang mempunyai seorang kekasih, namun putus di tengah jalan. Tak ada yang t
Matahari mengawali pagi nya dengan senyum merekah. Bahkan ia sempat menyapa udara pagi buta yang masih gelap itu dengan senyum lima jarinya.Dan alasan Matahari sangat senang hari ini tak lain karena ini akan menjadi hari pertamanya menjaga anak-anak lucu itu. Meskipun belum dekat, Matahari yakin jika ketiganya pasti anak-anak yang baik.Meski Matahari tak menyukai Hanan karena sikapnya yang selalu membuat Matahari harus ekstra sabar menghadapi mantan bosnya itu, tetapi kini berbeda sebab ia bukan mengurus seorang Hanan, melainkan tiga bocah lucu menggemaskan.Matahari yang sudah membersihkan diri dan juga kamarnya pun segera keluar dari kamarnya. Dan tujuan pertamanya adalah kamar yang berada tepat di samping kamarnya.Matahari membuka pintu dengan perlahan dan mendekat kearah ranjang milik Airis. Tersenyum kecil ketika melihat gadis kecil itu ternyata masih terlelap di dunia mimpi. Setelah membenarkan letak selimut milik Airis, Matahari pun kembali keluar dan menutup pintu kamar Air
Saat ini Matahari tengah beristirahat di dalam kamarnya, ia baru saja selesai mandi dan membersihkan diri sebelum waktu makan malam tiba. Tadi Nenek dari Airis menyuruhnya untuk istirahat lebih dulu sebelum makan malam selesai, ia benar-benar disuruh untuk mengistirahatkan tubuh dan diperbolehkan turun ketika makan malam sudah akan dimulai.Dan kini yang Matahari lakukan ketika sudah selesai membersihkan tubuh adalah duduk sebari kembali memperhatikan kamar barunya. Kamar itu terlihat luas, bahkan mungkin luasnya sama dengan apartemen yang ia tempati. Fasilitasi disini bahkan lebih lengkap dibanding apartemennya dulu. Ada ac, dispenser bahkan kamar mandi pribadi.Matahari memilih untuk membereskan barang-barangnya yang tak seberapa itu, menyusunnya dengan rapi. Dan untuk barang-barangnya di apartemen rencananya ia akan meminta ijin untuk mengambilnya besok atau mungkin lusa, sedangkan sisa perabotan rumah tangga yang tak mungkin ia bawa akan ia jual nantinya."Enak banget jadi wong s
Matahari kini tengah berada di dalam kamar Airis, ia tengah menemani gadis kecil itu setelah sempat menangis karena mencarinya.Matahari terus memandang Airis yang kini tampak nyaman berada di pelukannya, hingga ia sadar ternyata Airis begitu mirip dengan Hanan. Mulai dari bentuk bibirnya, hidungnya, bentuk wajahnya semua terlihat sama kecuali mata Airis yang terlihat bulat. Sedangkan Hanan memiliki mata yang tajam."Kamu gini terus gak capek?" Tanya Matahari dengan lembut sembari mengelus pelan puncak kepala Airis.Sedangkan anak tersebut mendongak menatap wajah Matahari dan menggeleng dengan polos. Matahari sebenarnya sedikit merasa heran dengan Airis yang sampai saat ini masih tak mengeluarkan suara sama sekali, apakah Airis masih sedikit merasa tak nyaman dengannya?Ah, dan ada satu hal lagi yang membuat Matahari amat sangat terkejut adalah sosok Hananta yang berstatuskan Ayah dari Airis.Bukan hanya terkejut perihal ia harus kembali bekerja dengan mantan atasannya yang begitu ia
Hanan hanya bisa menghela napas panjang ketika telpon dari sang Ibu berakhir. Kabar yang baru saja ia dengar membuat Hanan ingin segera pulang ke rumah orang tuanya yang mungkin sudah lebih dari setahun tak pernah ia kunjungi.Bukan karena ia anak durhaka, tapi karena kedua orangtuanya memilih menetap di jepang dan Ibunya baru saja kembali dua bulan yang lalu ke indonesia.Hanan kembali menghela napas panjang, masalahnya di kantor saja belum selesai kini masalah di rumah kembali hadir menambah daftar kerumitan hidup seorang Hananta Adiguna."Batalkan semua pertemuan hari ini, saya ada urusan mendesak." Putus Hanan tanpa pikir panjang kepada sekertaris barunya.Sang sekertaris yang awalnya ingin membantah pun hanya bisa menjalankan tugas begitu sang atasan berlalu begitu saja.Hanan pun segera beranjak untuk segera mengunjungi kediaman orang tuanya dan disepanjang jalan ia hanya bisa menahan emosi akan keputusan sepihak Ibunya yang merekrut seorang pengasuh tanpa persetujuannya terlebi
Matahari menatap bangunan mewah yang berdiri di depannya dengan mata mengerjap lambat.Hari ini ia berencana untuk melamar pekerjaan sebagai pengasuh anak dan jujur saja ia tak menyangka jika calon anak yang akan ia asuh adalah anak dari orang sekaya ini."Mari masuk, Nyonya ada di dalam." Sontak Matahari pun meneguk ludahnya dengan berat begitu dihadapkan dengan sebuah ruangan yang begitu megah dengan hiasan yang dari jauh saja sudah terlihat semahal apa harganya.Sepanjang jalan yang dipimpin oleh wanita yang Matahari duga sebagai kepala pelayan di rumah tersebut, Matahari mencoba untuk berjalan sejauh mungkin dari guci-guci yang menjadi hiasan di koridor yang ia lewati."Silahkan masuk." Matahari menghela napas panjang sebelum masuk ke dalam sebuah ruangan yang terdapat sosok wanita yang sudah mulai berumur itu."Matahari?" Matahari mengangguk kaku begitu namanya disebut oleh wanita yang jika ia kira-kira mungkin akan seumuran dengan Ibunya itu. Wanita itu tersenyum ramah dan meny