"Udah sampai, Queen!"Tama mengecup sayang keningku dan hal itu berhasil menarik perhatianku. Sedari tadi aku memang sibuk sendiri dan memilih untuk berkutat dengan pikiranku. Bukan karena ingin, tapi itu adalah hal yang lumrah terjadi."Kok cepet?!" Aku meringis sambil menampilkan raut wajah yang dipenuhi rasa bersalah pada pria itu. Niat hati hanya ingin melamun sebentar tapi kenyataan yang terjadi malah aku lupa waktu."Soalnya kamu dari tadi melamun, Bunda. Turun sekarang, yuk. Damar barusan chat kalau Lyan lagi riweh sama anaknya. Jadi dia nyuruh kita buat langsung naik ke lantai atas."Jangan merasa bingunh dengan panggilan Tama yang seringkali berganti. Pria itu memang sering melakukannya. Mengikuti mood yang sedang dirasakan oleh pria itu.Seharusnya acara yang akan kami lakukan setelah menemani Tama meeting adalah quality time bersama. Tama memutuskan untuk mengajakku staycation di salah satu villa miliknya. Tapu semua terpaksa dibatalkan karena Damar. Dia meminta meminta Tam
Aku membanting tubuhku ke atas sofa dan merebahkan tubuhku dengan nyaman. Rasa lelah dan letih yang sebelumnya tidak terasa sama sekali mulai menghampiri tubuhku secara perlahan. Aku memejamkan mataku sejenak. Menghilangkan semua energi negatif yang menumpuk.Jam kecil yang ada di atas nakas menunjukkan pukul 10 malam. Kami berada di luar sepanjang hari dan pantas saja rasanya sangat melelahkan. Aku menoleh ke arah pintu yang mengeluarkan suara. Ada Tama di sana yang baru saja keluar dari kamar mandi. Rambutnya masih basah dengan handuk yang tersampir di lehernya. Pria ini nampak menggiurkan.Kedua tangannya bergerak mengusap rambutnya yang masih meneteskan air. Begitu tatapan kami bertemu dia langsung tersenyum dan bergerak mendekatiku.“Capek?“ tanyanya sambil menyerahkan handuk kecil yang dia bawa tadi padaku. Tanpa dia suruh aku bisa langsung tahu apa yang di inginkan oleh priaku ini. Tanganku bergerak untuk mengusap kepalanya. Harum aroma sampoo yang dia gunakan menguar bebas di
“Lo ngerokok lagi?“ Damar mengernyitkan kening begitu melihat Tama yang mulai menyesal kembali benda yang sudah dia coba jauhi. Mereka sedang berada di rooftop kantor. Tempat yang biasanya menjadi basecamp untuk para perokok. Damar memang sengaja datang ke sini karena merasa suntuk di dalam. Dia membutuhkan rokok untuk setidaknya menenangkan pikirannya.“Cuma sebatang,” jawab Tama sambil mematikan rokok yang sudah selesai dia hisap di dalam asbak.“Jadi, masalah apa yang lagi lo terima kali ini.“Damar sangat mengenal sahabatnya ini. Tama hanya akan merokok jika dia menghadapi masalah. Jika sudah kelewat pelik, Tama akan minum. Karena sekarang hanya merokok, pasti itu masalah yang seharusnya bisa dibicarakan namun harus tertunda sejenak. Pada dasarnya Tama itu bukan perokok dan peminum. Apa yang dia lakukan pasti karena ada penyebabnya.“Cuma lagi mau ngerokok doang,” jawabnya singkat.“Lo kira lo bisa bohongin gue.“ Damar kembali menepuk pelan bahu Tama. Kebiasaan yang tidak pernah b
"Benda apa yang akan lebih berguna setelah dipecahkan?" tukasku sambil menatap Tama dari buku TTS yang akhir-akhir ini menjadi sahabat setiaku untuk mengatasi jenuh. Tama yang tadinya asyik memijat kakiku mulai menghentikan gerakannya sejenak sambil menatapku. "Ada cluenya nggak?!" jawabnya singkat lalu kembali melanjutkan tugasnya untuk memijat kakiku."Hmmm, ada. Lima kotak huruf ke empatnya U.""Telur."Aku menghitung jumlah hurufnya terlebih dahulu sebelum menuliskan kata telur. Senyumku langsung mengembang saat tahu kalau jawaban yang diberitahukan Tama itu benar."Badannya lurus, matanya satu, ekornya juga satu. Apakah itu?""Benda, kan?" Tama bertanya dengan kening yang berkerut sambil menggumamkan pertanyaan itu berkali-kali dengan suara berbisik. "Senter?!" jawabnya terdengar tidak pasti."Bukan.""Kita punya nggak?" tanyanya lagi mencoba kembali memastikan."Kayaknya sih kita nggak punya.""Huruf awalnya apa?" ucapnya, kini tangannya mulai bergerak untuk mengambil minyak za
Butuh waktu tiga jam bagi Tama untuk menemukan sosis indomaret yang masih tersedia di tengah malam seperti ini. Pria itu bahkan sampai menghampiri banyak minimarket yang dia pikir masih menyediakan sosis yang di pesan Aluna. Hanya saja tidak sesuai dugaan karena ternyata menemukan barang yang nampak sepele itu menjadi kegiatan yang menyita waktu. Pada akhirnya pencarian Tama berakhir pada sebuah mini market di ujung gang. Tama juga baru tahu ada mini market di sana. Setelah mengirimkan foto pesanan Aluna dan mendapat approval dari wanita itu, trasaksi segera dilakukan secepat mungkin. Tama sudah terlalu lama meninggalkan Aluna dan dia berharap bisa segera pulang. Banyak pikiran buruk yang berkecamuk dan membuat pria itu tidak tenang."Lama banget!!!" seru Aluna dengan nada manja saat membukakan pintu. Tama terkekeh kecil untuk memberi respon. Karena tugas yang diberikan Aluna ternyata tidak semudah dugaannya."Pada udah tutup sayang. Aku juga khawatir sama kamu. Kalau bukan karena ng
"Luna," gumaman dari suara barito itu mengisi keheningan ruangan, "aku tahu kamu belum tidur."Aku masih diam mendengar suaranya dan tidak ada niatan untuk terjaga meski tahu tindakan yang kulakukan tidak sopan. Aku tetap terpejam nyaman di ranjang rumah sakit.Dia itu suamiku, itu yang suster katakan saat aku sadar dari koma karena kecelakaan. Yang meski aku coba untuk mengingat sekuat tenaga tetap saja tidak ada sedikit pun kenangan yang muncul."Kita bakal pulang besok sehabis makan siang. Tadi dokter ke sini ngasih tahu pas kamu ke toilet." Tama melanjutkan kalimatnya.Rumah? Aku mencoba mencari di dalam ingatanku tapi tidak ada yang kutemui soal rumah yang dia sebut. Tempat macam apa itu? Dan bagaimana nasibku di rumah itu esok?Mereka bilang karena aku amnesia jadi wajar jika aku tidak bisa mengingat apa pun. Sejak tersadar dua minggu yang lalu dengan pergelangan tangan kananku yang patah, aku memang melupakan semuanya. Satu pun tidak ada yang aku ingat. Mereka bahkan memberi ta
Aku memilih blouse yang potongan dadanya sedikit aman meski tidak terlalu aman dengan paduan hotpants. Karena selain kedua outfit tersebut yang lain amat sangat tidak aman untuk digunakan. Belahan dada yang terlihat saat menggerakan tangan bahkan ada gaun pesta yang bagian punggungnya terbuka lebar.Selama perjalanan menuju rumah tidak ada yang membuka suara sama sekali. Kami berdua sama-sana terdiam dengan pikiran kami masing-masing.Aku menatap jalanan yang menuju ke pusat kota. Dan ternyata kami berhenti disalah satu kawasan apartmen mewah.Apa bangunan ini yang disebut rumah?Tempat yang sangat luar biasa dengan dinding-dinding yang terbuat dari kaca membuat sinar matahari terpantul cantik dengan sempurna sampai masuk ke dalam. Barang-barang mewah yang terkena siluet sinar matahari terlihat berkilauan sampai aku sendiri takut untuk menyentuhnya. Menghabiskan berapa uang untuk mengganti jika aku berani menghancurkan barang-barang itu?Aku segera melangkah masuk menatap ke sekelilin
Tentang aku, hubunganku, dan kehidupanku. Semuanya terlihat suram tidak ada kejelasan sama sekali. Orang yang seharusnya dapat menjelaskan banyak hal padaku hanya diam tanpa mau memulai untuk berkomunikasi.Dimana salahnya? Apa yang harus aku lakukan untuk mendapat jawaban yang pasti, jawaban yang sangat aku butuhkan agar aku bisa mengerti letak kesalahanku. Aku pun ingin diterima di dalam keluarga ini. Meski sulit untuk diungkapkan tapi jujur aku merasa bersyukur memiliki Tama di sisiku. Dia tidak memaksakan kehendaknya sama sekali. Pria dingin nan pendiam itu selalu memberikan apa yang yang aku butuhkan, untuk saat ini hidup berkecukupan sudah amat membantuku.Aku hanya terdiam. Pikiranku melayang membayangkan suatu hal buruk yang akan terjadi. Entah kenapa kalimat yang diutarakan mamanya Tama terdengar sangat realistis. Jika benar aku mencintai Tama tidak mungkin aku membiarkan diriku berpakaian terbuka yang mana mempermudah orang-orang menganggapku sebagai wanita penggoda. Belum l