“Ternyata ini kamar Pak Keinan,” ucap Keira setelah mendudukkan dirinya di kasur empuk itu.Tiba-tiba seseorang masuk ke kamar itu tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu.“Siapa?” tanya Keira.“Oh, Kak,” ucap Raka kikuk sambil menganggukkan kepalanya.“Ada apa ya?” tanya Keira.“Ehm, aku mau naruh tas ini kak.” Raka menunjukkan tas yang dibawa oleh Keira sebelum dirinya ke sini. Ya, karena memang sudah direncakan untuk menginap. Tentu saja, Keira sekalian membawa baju ganti. Lagian besok juga akhir pekan. Jadi, tentu saja Keira tidak perlu ke kampus.“Oh, yaudah taruh aja di situ,” tunjuk Keira ke meja tepat di samping pintu masuk.Jadi, kamar Keinan itu setelah pintu masuk langsung ada meja kecil di situ. Entah gunanya untuk apa. Mungkin untuk meletakkan handphone yang sedang diisi baterai kali.Raka meletakkan tas itu. Namun, dirinya tidak langsung pergi. Justru mendekati Keira yang sedang duduk di kasur itu.“Kak, kenalin aku Raka, adiknya Kak Keinan,” ucap Raka sambil memberikan ta
Saat waktu tidur tentu saja Keira sama sekali tidak bisa tidur. Ia hanya bolak-balik ke sana kemari karena merasa jika tubuhnya tidak enak. Seluruh tubuhnya rasanya sakit dan dengan posisi apa pun itu tidak nyaman sama sekali.Keinan yang terus merasakan pergerakan ranjang pun sudah tidak tahan lagi. Keinan memeluk tubuh Keira secara perlahan yang berakibat Keira berjengkit kaget.“P-Pak?” tanya Keira gugup.“Sudahlah tidur,” ucap Keinan sambil mengeratkan pelukannya dan memejamkan matanya.Namun, jelas berbeda dengan Keira yang justru malah semakin tidak bisa tidur. Jantungnya sudah seperti mau konser saja. Keira bahkan takut jika Keinan merasakan degupan jantungnya yang kencang itu.Keira mencoba untuk menormalkan napasnya berharap degupan jantungnya tidak semenggila itu. Tapi salah, saat Keira mencoba untuk lebih rileks dirinya justru merasakan hembusan napas Keinan yang menerpa tengkuknya dan itu membuat dirinya semakin merinding.“P-pak, saya nggak bisa tidur kalau kaya gini,” uc
Beberapa hari setelah kunjungan Keira ke rumah orang tuanya dan mertuanya itu. Sekarang Keira kembali disibukkan dengan tugas yang sangat bejibun dari dosen kesayanganya. Iya, dosen kesayangannya yang ternyata juga suaminya itu.“Pak, apa nggak bisa dikurangin tugasnya?” protes Keira kepada Keinan yang terlihat sedang santai menikmati susu jahe kesukaannya.“Kenapa?” Keinan menaikkan alisnya.“Ini tuh tugasnya banyak lho Pak! Mana waktunya mepet juga! Bapak nggak kasian sama saya!” ucap Keira memelas.Keinan menatap Keira dalam diam. “Kenapa saya harus kasian ke kamu? Kamu saja nggak kasian kok ke saya.”“Hah? Maksud Bapak?” tanya Keira pelan.“Ini udah lebih dari satu bulan lho Keira. Saya punya pasangan bahkan istri, tapi kalau saya kondangan masih harus sendiri. Masa kamu nggak mau sih temenin saya?” tanya Keinan yang kali merajuk.Sebenarnya, kemaren Keinan sempat meminta Keira untuk menemaninya kondangan ke temannya. Tapi Keira beralasan kalau sedang ada tugas. Padahal Keinan tah
“Pak! Bapak mau kemana?!” teriak Keira yang semakin kesal karena Keinan pergi meninggalkannya.“Itu gimana sih! Gua marah kok dia malah ninggalin gua aja! Jangan bilang kalau gua ditinggalin dan gua harus pulang sendirian! Ih, nyebelin!” teriak Keira kesal sendiri.Sedangkan di sisi lain, ada seorang perempuan sedang tersenyum puas menatap foto jepretannya. Ia sekarang sudah dapat bukti jika Keira ada hubungan spesial dengan Keinan. Dosen kampus yang paling dingin, tapi paling popular.Tin tin. Suara telakson mobil berbunyi dua kali mengagetkan Keira. “Astaufirullah!” ucap Keira kaget sambil memengangi dadanya.Keinan menurunkan kaca mobilnya. “Masuk!” ucap Keinan datar.Keira hanya mampu ngedumel di dalam hati dan memilih masuk ke dalam mobil. Di dalam mobil, meraka hanya diam saja. Tidak ada pembicaraan sama sekali. Keinan hanya fokus menyetir mobil dan Keira yang memalingkan pandangannya ke samping melihat jalanan.Lalu, tiba-tiba suara dering telepon membuat Keira menoleh ke arah
Setelah peristiwa tadi pagi yang sudah membuat warga kampus itu heboh. Setelah selesai kelas mata kuliah pun. Keira sudah dihadang dengan anak-anak pentolannya dari fakultas psikologi. Meraka adalah kakak-kakak tingkat yang memang sudah mendeklarasikan Keinan sebagai idola hak paten milik mereka. Mereka juga lah yang membuat grup penggemar Keinan di kampus itu.“Ho, ada adik tingkat yang udah ngerasa hebat nih!” sindir kakak tingkat itu.Mereka berjumlah lima orang. Jelas, jika pun melawan Keira hanya akan berakhir dengan mempermalukan diri sendiri.“A-apa maksudh kakak?” tanya Keira gugup.Biar bagaimana pun Keira bisa saja kalau melawan Sarah dan antek-anteknya. Karena memang mereka seperti seorang rival sejak dulu SMP. Tapi melawan seorang kakak tingkat itu tidak pernah terbayangkan oleh Keira Hadikusumo.“Lo pura-pura nggak tahu?” “Ah, gua tahu. Lo pura-pura polos dan pengen nipu kita-kita lagi kan?” tanya Kakak tingkat itu.Mereka terus bersaut-sautan untuk menjelek-njelekkan Ke
Di sebuah rumah berlantai dua, terdapat dua orang yang sedang duduk berdua bercengkarama.“Lo yakin apa yang kita lakuin itu bener buat Keira?” tanya Lala kepada Winda.Saat ini Lala masih di rumah Winda karena Lala yang memang masih ingin membahas soal Keira. Entahlah, menurut Lala ini salah. Tidak seharusnya sahabat malah saling bertengkar seperti ini.“Gua nggak suka kebohongan, La,” ucap Winda serius kepada Lala.“Tapi emang lo yakin kalau itu Keira?” tanya Lala serius kepada Winda."Tentu saja gua yakin, gua ada di sana saat Pak Keinan dan Keira hadir di acara perikahan itu. Lo tahu Mas Yudha sepupu gua itu kan? Yang gua cerita kalau dia nikah minggu ini.”Keira mengangguk.“Iya, itu Keira sama Pak Keinan ada di sana. Gua bahkan bisa lihat seberapa dekatnya Pak Keinan ke Keira. Gua lihat pake mata kepala gua sendiri, La!” ucap Winda yakin.“Tapi terus kenapa kita harus marah ke Keira? Keira nggak salah apa-apa. Lo sendiri yang bilang ke Keira kalau emang itu masalah pribadi nggak
Keinan sekarang sedang menunggu Keira yang sudah mendapatkan penanganan pertama tadi. Keira mengalami dehidrasi parah dan juga maggnya kambuh. Keinan menatap Keira sendu. Keinan memegang tangan Keira yang terlihat rapuh itu. Sekarang Keinan benar-benar merasa bersalah. Dikecupnya tangan yang mungil itu. “Cepat sembuh,” bisik Keinan kepada Keira yang sebenarnya tidak bisa mendengarnya.Di tempat lain, Winda dan Lala sudah sampai di tempat biasa yang digunakan sebagai tongkrongan anak-anak nakal. Ya, di sebuah club malam yang sangat terkenal. Karena Winda yakin kakak-kakak tingkat itu pasti sedang berkumpul di sini.“Kita ngapain ke sini?” tanya Lala yang bingung.“Kamu nggak mau kan kalau sahabatmu itu sakit?” tanya Winda yang semakin membuat Lala bertanya-tanya.“Kita bungkam mereka dengan hal yang biasa kita lakukan,” ucap Winda dengan menggerakkan lehernya ke kanan dan ke kiri.“Tu-tunggu dulu lo nggak bermasuk buat ‘bersihin’ mereka kan?” tanya Lala panik.“Kenapa?” Winda menaikk
Setelah kepergian Winda dan Lala. Kini hanya Keinan dan Keira yang tinggal di ruangan persegi sempit itu. Mereka hanya saling diam canggung satu sama lain.Keinan mencuri-curi pandang ke arah Keira. Sedangkan Keira hanya cuek dan memilih memainkan game di handphone miliknya.“Ra,” panggil Keinan pelan.Keira hanya diam. Tidak menggubris panggilan Keinan sama sekali.“Ra,” panggil Keinan lagi.Keira masih diam dan asyik bermain game.“Ra, saya mau bicara,” ucap Keinan sambil melihat Keira dan menurunkan handphone milik Keira dengan pelan.Keira menatap Keinan dengan pandangannya yang datar. “Ra, kamu masih marah sama saya?” tanya Keinan pelan. Tidak lupa dengan sorot mata yang sendu dan redup.Keira menatap Keinan dalam diam. Lalu, Keira semakin mendekatkan wajahnya kepada wajah Keinan.“Menurut Bapak saya marah nggak?” tanya Keira pelan.“Saya minta maaf,” ucap Keinan menunduk.“Bapak pernah janji kan kalau Bapak nggak akan biarkan saya dibully sama mereka. Tapi Bapak bohong. Saya ja
Keinan dan Keira masih diam di tempat masing-masing. Setelah kejadian ciuman tadi, mereka berakhir untuk kembali ke rumah dan mengganti baju yang telah basah karena air hujan.Suara dering telepon memecah keheningan di antara keduanya. Namun, tidak ada yang bergerak untuk menjawab atau pun sekedar mengetahui siapa gerangan yang menelepon di larut malam seperti ini.“Mas angkat dulu teleponnya,” tutur Keira pelan kepada Keinan.“Ha? Ah, iya,” jawab Keinan canggung.Keinan langsung mencari letak ponselnya dan mengerutkan dahi ketika sebuah panggilan ia dapatkan dari om kerabat jauhnya.“Halo Om, ada apa?” tanya Keinan to the point.“Apa?” sentak Keinan.“Baik, aku akan segera ke sana,” jelas Keinan dan langsung menutup panggilan serta langsung bersiap-siap akan melangkah pergi.“Mau ke mana Mas?” tanya Keira yang justru bingung karena secara tiba-tiba suaminya berganti pakaian dan memakai jaket seperti orang yang akan berpergian.“Mas ada urusan, kamu tunggu Mas pulang di sini saja ya,”
Di sisi lain, Keinan melangkah tak tentu arah di sepanjang pinggir jalan. Dirinya bahkan tidak mengenakan alas kaki sama sekali. Keinan sudah terlihat seperti orang gila yang berjalan di pinggir jalan tanpa tahu arah.Hingga akhirnya dirinya melihat bayangan sosok Keira dari kejauhan. Keinan langsung menghampiri sosok itu dan memeluknya erat-erat dari belakang. “Sayang, akhirnya,” ucap Keinan lirih.Namun, saat dirinya mencium wangi parfum yang berbeda dari Keira. Keinan melepaskan pelukan itu dan melihat sosok yang dipeluknya. Dirinya begitu terkejut saat mengetahui jika orang itu bukanlah Keira istrinya.Orang itu memandang Keinan dengan pandangan risih dan berlalu begitu saja.Lain halnya dengan Keinan yang justru terpaku di tempat dan tersenyum kemudian. Dirinya menertawakan dirinya sendiri yang sudah kehilangan kewarasannya. “Hahaha sepertinya aku sudah gila!” ucap Keinan keras sambil menengadah ke atas langit. Di atas langit dirinya melihat awan malam yang begitu mendung siap
Entah sudah berapa lama kesadaran Keinan terenggut. Karena kini waktunya sudah berbeda, bahkan hari sudah berganti menjelang larut malam. Namun Keinan masih belum siuman juga.Ibu Nina yang terlihat paling merenung di dalam kepedihan melihat anak pertamanya terbaring di ranjang di rumah sakit dengan kondisi masih belum sadar. Sedangkan Raka sudah disuruh pulang karena esoknya anak itu masih tetap harus sekolah. Sehingga Hendra menyuruh Raka untuk pulang dan istirahat.Kini hanya tinggal sepasang suami istri itu saja di dalam lorong rumah sakit yang sepi. Sebenarnya mereka ingin menemani Keinan di dalam kamar inapnya. Akan tetapi, dokter mengatakan jika lebih baik menunggu Keinan sadar terlebih dahulu untuk memasuki kamar inapnya.Hal ini karena menurut sang dokter, Keinan membutuhkan waktu istirahat yang sangat banyak. Kehilangan kesadaran yang menjadi penyebab Keinan sampai pingsan adalah karena kurangnya waktu tidur dan asupan makanan yang menjadi nutrisi tubuhnya.Sehingga saat se
Keinan masih memandangi surat itu dengan hati yang berkecamuk. Benaknya begitu dipenuhi dengan berbagai pertanyaan. Ternyata bukan hanya sebuah surat yang dititipkan oleh Keira kepada Hendra. Tetapi juga sebuah kotak yang Keinan juga tidak dapat menebaknya.Setelah menguatkan hati dan menghela napas panjang. Keinan pun perlahan membuka sepucuk surat itu dengan tangan yang mulai dingin.Perlahan Keinan membaca deretan kalimat yang dirangkai Keira membuat hati Keinan sesak bukan main. Bahkan, air mata lolos di pipinya mengalir secara deras. Sebagai akibat Keinan yang tidak kuasa membendung bening kristal itu.“Bukan seperti itu sayang. Aku mencintaimu,” ucap Keinan pelan dengan sesenggukan memeluk surat itu.Berharap jika yang dipeluknya itu adalah Keira dan Keinan berbicara di depan Keira secara langsung.Keinan dengan perlahan membuka kotak berukuran kecil itu hingga tangisnya kembali pecah. Kali ini lebih keras dari pada tadi.Berbagai perasaan berkecamuk di dalam hatinya. Rasa sedi
Keinan merasa lega karena sudah melakukan klarifikasi tapi entah kenapa justru seperti ada hal yang hilang darinya, tapi entah apa.Keinan benar-benar merasa tidak tenang sama sekali di hatinya. “Ada apa sebenarnya?” batinnya.Setelah klarifikasi yang berakhir lancar Keinan langsung melajukan mobilnya menuju ke kediaman keluarga Sanjaya. Dirinya berpikir untuk beristirahat sebentar setelah beberapa hari lupa bagaimana caranya mendapatkan kualitas tidur yang bagus.Keinan memasuki ruangan keluarga dengan padangan yang sudah sangat kuyu. Belum lagi pakaiannya yang sudah berantakan karena Keinan yang sudah melepas beberapa atribut yang dia pakai saat melakukan klarifikasi tadi.“Kamu mau minum, Nak?” tawar Nana kepada anaknya yang juga ikut prihatin dengan kondisi anaknya.Meskipun dirinya memahami betul jika itu merupakan salah dari Keinan. Akan tetapi, tetap saja sebagai seorang ibu yang menyayangi anaknya. Nina tetap tidak tega melihat anaknya terlihat begitu letih dan lebih kurus dar
Berita tentang skandal Keina dan Meina semakin meraja lela. Bagaimana tidak jika skandal itu melibatkan seorang pewaris Sanjaya Group dengan seorang artis papan atas yang bahkan mampu menempus bintang Hollywood. Desas-desus yang semakin beredar semakin membuat Nina khawatir dengan nasib pernikahan anaknya. Apalagi dari kabar terakhir yang ia dengan dari anaknya bahwa Keira masih belum mau ditemui. Keira juga terus-terusan libur dan mengambil surat dispensasi. “Ayah, apakah kita tidak seharusnya melakukan sesuatu?” tanya Nina dengan sorot mata kekhawatiran.Hendra menatap pancaran mata istrinya untuk menyelami maksud dari bunga permatanya itu. Hingga akhirnya Hendra mengangguk dan langsung bangkit menghubungi seseorang.Sedangkan di sisi lainnya, Keira yang sudah mengetahui dirinya hamil dan sedang menghadapi masalah di dalam rumah tangganya tidak menyurutkan dirinya untuk tetap mendapatkan nilai sempurna dalam ujian perkuliahan.Kebetulannya, saat dimana Keira memergoki Keinan dan M
Keesokan harinya, Keinan tentu saja tidak menyerah untuk tetap berusaha menemui Keira. Meskipun sama seperti sebelumnya, Keira tetap tidak mau menemui dirinya. Begitu juga Rendra yang tetap tidak mengijinkan Keinan untuk bertemu dengannya.Keinan menatap sendu rumah bernuansa putih megah di depannya. Keinan yang masih tidak diijinkan masuk bahkan diusir itu pun hanya mampu menunggu di dalam mobil sembari berharap keajaiban akan datang. “Mas kangen sama kamu,” ucap Keinan sendu.Sedangkan di sisi lainnya, Keira sekarang tengah dilanda pusing yang sangat hebat. Hal ini karena tiba-tiba saja sejak tadi pagi Keira merasakan mual yang sangat luar biasa semenjak bangun tidur. Akibat mual tersebut Rendra pun menyuruh bibi rumah tersebut untuk membuat bubur untuk Keira.Biasanya Keira tidak memilki masalah dengan makanan nasi lembek berair tersebut. Akan tetapi, entah kenapa saat ini Keira justru semakin mual saat melihat bubur itu. Apalagi mencium bau bubur itu yang terasa sangat semerbak d
“Apa yang kau inginkan?” tandas Keinan dengan tajam. Sedangkan Meina yang ditatap seperti itu hanya mengulas senyum tipis, nampak tenang seakan tidak ada yang terjadi di antara keduanya.“Tenanglah dulu. Lebih baik kita nikmati minuman dulu”, titah Meina sambil mengambil cangkir yang ada di hadapannya. Sebuah cangkir cantik dengan gagang gelas yang sangat pas di cari serta hiasan dari cangkir itu yang bermotif bunga-bunga kecil. Masih terlihat kepulan asap panas dari cangkir itu melihatkan betapa nikmatnya jika cairan manis itu melumuri indra pengecapnya disertai dengan sensasi hangat yang menjalar ke tenggorokannya.Keinan hanya memandang Meina dengan sorot mata yang semakin menajam. Hal itu terlihat dari cara pandang Keinan yang semakin menyipit dan menyiratkan sebuah pandangan ketidaksukaan, bahkan terselip kemuakan di sana.Meina yang menyadari arah tatapan Keinan tersorot kepadanya. Meyunginggkan senyum manis yang sayangnya bagi Keinan nampak seperti sebuah senyuman palsu yang d
“Yaudah, kamu susul gih terus kasih penjelasan ke Keira. Hubungan kalian baik-baik saja kan sebelumnya?” tanya Nina yang menyadarkan sikap Keinan yang berubah tanpa sadar.Ya, Keinan berubah sikap karena bisnis yang sudah lama dirintisnya itu sedang mengalami beberapa masalah pokok yang bisa mengancam kelangsungan bisnis. Makanya Keinan sering pulang malam, berangkat lebih pagi, bahkan sulit dihubungi.‘Bodoh, apa yang telah kamu lakukan?’ maki Keinan terhadap dirinya sendiri.Secepat kilat dirinya langsung bangkit berdiri.“Kamu mau ke mana?” tanya Nina yang melihat Keinan bangkit.“Aku mau ke rumah Ayah Mertua, Ma,” ijin Keinan.“Yasudah, hati-hati,” peringat Nina mengizinkan Keinan.Keinan melangkahkan kakinya yang panjang itu dengan langkah lebar menuju ke mobilnya. Keinan langsung menyalakan mobilnya untuk keluar dari rumah keluarga Sanjaya itu dan melajukan mobilnya ke arah rumah keluarga Hadikusumo.Namun, baru saja akan keluar dari pintu gerbang rumahnya. Dirinya sudah harus d