Pagi-pagi sekali, Gisa sudah terbangun dari tidur nyenyak nya. Catra, bahkan masih tertidur pulas di atas tempat tidurnya. Keadaan Catra, masih polos. Tubuhnya hanya berbalut selimut putih dengan tangan memeluk tubuh istrinya.
Dua hari yang lalu, Catra berhasil memasuki Gisa. Akibatnya, setiap malam Gisa harus rela melayani suaminya tanpa mengenal waktu. Alhasil, hari ini Gisa bangun masih dalam keadaan mengantuk, namun harus tetap beranjak dari tempat tidurnya. Hari ini, akan menjadi hari yang padat bagi Gisa. Banyak yang harus dia persiapkan untuk keberangkatannya besok pagi.
Jam di atas nakesnya, menunjukan pukul 5.30 pagi. Biasanya Catra akan terbangun pukul 06.00 pagi untuk pergi menuju lantai tiga, dan mulai berolahraga.
Namun, pagi ini berbeda. Saat Gisa membuka matanya, dia dapat melihat wajah tampan suaminya yang tengah tertidur pulas. Biasanya, Catra sudah tidak ada di samping Gisa saat dia bangun tidur.
Gisa menyingkirkan tangan Catra yang
Terimakasih sudah membaca. Ayo Vote biar author tambah semangat menulisnya❤️❤️ Setiap dukungan yang kalian berikan, sangat berarti bagi Author 🤗🤗🤗
Rencananya, siang ini Gisa akan pergi ke Mall. Sebelum ke sana, Gisa pergi mengantarkan Dean terlebih dahulu menuju kediaman dari adik iparnya. Gisa juga menitipkan Dean, untuk sepuluh hari kedepan pada Kayanna. Di luar dugaan, Kayanna terlihat sangat bahagia karena selama 10 hari, akan terus bersama, keponakannya. Setelah selesai dengan urusan sang anak, sekarang giliran Gisa mengunjungi sang Bibi di Rumah Sakit Queen Elizabeth. Bibinya, masih tahap recovery setelah melakukan operasi pemasangan ring pada jantungnya. Gisa pamit pada sang bibi untuk 10 hari kedepan. Dia juga memberitahu Bi Sera, kalau selama Gisa pergi, Bu Bertha lah yang akan menggantikan Gisa untuk berkunjung, melihat perkembangan kondisi sang bibi pasca operasi. Dan sekarang, di sinilah Gisa berada, di sebuah pusat perbelanjaan mewah bersama Zeca sang pengawal pribadinya. Gisa tengah berbelanja untuk segala kebutuhan rumahnya. Semenjak menikah dengan Catra, kebutuhan rumah tangga di
Malam ini, Gisa tengah terduduk diatas lantai kamar rumahnya. Gisa duduk sambil menatap kopernya yang terbuka. Dia memandangi koper tersebut, kurang lebih sudah 30 menit, namun belum ada satupun pakaian yang mengisi koper itu. Gisa hanya memandanginya tanpa dia mau bergerak memindahkan isi lemari kedalamnya. "Heehh ... " desahnya. Entah desahan ke berapa kali yang Gisa keluarkan, malam ini. "Kenapa?" tanya pemilik suara serak yang tidak lain adalah suami dari si pemilik koper itu. Gisa membalikan setengah badannya, untuk menengok ke arah Catra datang. Catra tengah berdiri di depan pintu masuk walk-in closet, dengan punggung yang dia sandarkan pada pintu kaca ruangan tersebut. "Kenapa? Hem?" tanyanya lagi. Gisa mengalihkan pandangannya. Dia tidak bisa memandangi mata Jamrud itu lebih lama lagi, agar Gisa tidak masuk ke dalam pesona si pemiliknya. "Terus saja pura-pura tidak mengerti!" gerutu Gisa dalam hati. Gisa tersentak, saat
Gisa berjalan gontai menuruni pesawat yang saat ini tengah transit di Schiphol Airport, Amsterdam. Seketika seluruh tubuhnya terasa lemas, saat sang pramugari memberi tahukan tujuan perjalanan dari pesawat yang Gisa tumpangi. Paris, Prancis! Bagaimana Gisa tidak shock, saat mendengar nama tersebut, jika kepergiannya saja tidak dia persiapkan untuk ke Negera itu. Apa Gisa begitu bodoh, sehingga dia menaiki pesawat, tanpa tau kemana tujuan pesawat itu akan membawanya? Gisa terlalu mempercayai Zeca. "Lihat saja saat aku berhasil kembali ke tanah air!" ancamnya dalam hati. Walaupun dengan kemampuan yang apa adanya, dan sangat tidak memungkinkan untuk dia bertarung melawan Zeca yang memang ahli dalam bela diri, namun tidak ada sesuatu yang mustahil jika dengan tekad yang besar. Hibur Gisa dalam hati. Ya, Gisa sedang mencoba menghibur dirinya sendiri saat ini. "Tapi, tentu saja Zeca bukan bergerak atas kehendak dan kemauannya sendiri, kan?" Gumam Gisa pelan. "Catra
Disinilah Gisa sekarang. Di dalam sebuah pesawat mewah dengan segala fasilitas eksklusifnya. Jet pribadi keluarga Ganendra ini, adalah contoh sempurna tentang seperti apa kemewahan di udara. Kamar tidur utama, yang merupakan kamar pribadi Catra, berada di hidung pesawat dibawah kokpit. Kamar utama pun dilengkapi home teather dan sebuah sofa double seat berwarna putih menyesuaikan tema kamar tersebut. Tak hanya itu, kamar utama juga dilengkapi walk-in closet serta kamar mandi yang dilengkapi shower dengan ukuran besar. Jet ini memiliki segalanya. Mulai dari lounge, ruang pertemuan untuk rapat, hingga ruang makan mewah, lengkap dengan koki bersertifikat, bintang Michelin. Gisa sendiri bahkan sulit untuk menganggap bahwa yang dia naiki saat ini adalah sebuah pesawat, jika melihat dari interior mewah yang ada didalam pesawat tersebut. Jet pribadi bertuliskan Ganendra Group itu, telah lepas landas 15 menit yang lalu, dari Schiphol Airport, Amsterdam. Sekar
Setelah menghabiskan kurang lebih 1 setengah jam di udara, akhirnya Gisa dan Catra sampai di Bandara Internasional Paris Charles de Gaulle. Bandara tersebut merupakan pintu gerbang penyambutan utama bagi wisatawan mancanegara yang ingin mengunjungi kota Paris. Bandara Internasional Paris Charles de Gaulle ini sendiri, terletak di sebelah Timur Laut kota Paris, dan merupakan salah satu bandara termodern dan tersibuk di dunia. Catra turun dari atas pesawat pribadi miliknya, dengan kedua tangannya menggendong Gisa, ala bridal style. Mereka sampai di Paris pukul 11 malam. Catra tidak tega jika harus membangunkan istrinya yang tengah tertidur pulas, karena ulahnya yang telah membuat Gisa kelelahan setelah harus melayaninya saat di udara tadi. Pramugari yang sudah lumayan lama bekerja sebagai awak Pesawat Ganendra Air, di buat iri melihat sikap manis Catra pada istrinya. Ini kali pertama dia menyaksikan sendiri sifat lain dari seorang pewaris Ganendra itu.
"Pak, mau berangkat sekarang?" tanya Pak Darto pada Abhi. Abhi membalikan tubuhnya, "Bapak!" pekik Abhi, "Saya kira, si pemilik Singa lapar," lanjutnya lega, setelah tau kalau yang berdekhem adalah Pak Darto, bukan, Tuan Arsenio. Zeca dan Dean sendiri sudah naik menuju lantai dua untuk bertemu Kayanna, dan pamit padanya. "Maksud, Bapak?" tanya Pak Darto bingung. Abhi mengibaskan tangannya keudara, "Bukan apa-apa, Pak Darto! Sudahlah saya berangkat dulu!" pamit Abhi pada sopir pribadi Gisa itu. Abhi berjalan keluar menuju mobil Range Rover yang Catra siapkan khusus untuk sang anak. "Pak Darto mau kemana?" tanya Abhi heran melihat Pak Darto keluar mengikutinya. "Bukannya Bapak mau berangkat sekarang?" jawabnya. "Pak, saya nyetir sendiri! Jadi, Bapak tidak perlu ikut!" gemas Abhi menekankan setiap kalimatnya. "Kata Pak Catra, selama ibu belum pulang, secara otomatis saya menjadi sopirnya, Aden!" jawabnya kembali. "Tapi kan
"Zeca kamu mau kemana?" tanya Abhi bingung. Zeca merobek dress bagian bawah yang sedang dia kenakan sampai atas lutut, kemudian naik keatas pangkuan Abhi. Abhi membelalakan matanya, "Apa yang kamu lakukan?" teriak Abhi pada Zeca. "Saya yang mengemudi! Bapak pindah ke tempat saya sebelumnya!" ucapnya sambil membuka safety belt milik Catra. "Apa? Kamu gila!" pekik Abhi untuk kesekian kalinya. "Cepat!" bentak Zeca pada Abhi. Abhi menuruti perintah Zeca. Dia secara perlahan, pindah dan menempati kursi kosong yang Zeca tinggalkan. Abhi tidak mengalihkan pandangannya dari Zeca. "Pasang sabuk pengaman, kamu!" perintahnya pada Abhi sambil Zeca memasangkan ear phone kedalam telinganya. Abhi mengerjap. Dia terlalu terkesima dengan aura yang Zeca pancarkan. Dia terlihat berbeda saat ini. Dingin, tidak tersentuh. Dengan matanya yang tajam dan tangannya yang lihai mengendalikan kemudi. Lihatlah, bagaimana cara Zeca mengemudikan mobil, denga
"Fazzura Achazia Cristabell!" ucap Gisa lirih. Gisa dapat melihat wajah wanita tersebut, saat sang wanita melepas pelukannya dari tubuh sang suami. Ya, wanita yang saat ini tengah memeluk tubuh suaminya itu adalah, Fazzura. Model terkenal asal Indonesia, yang saat ini melebarkan sayap permodalannya nya hingga negara, Prancis. Gisa dapat melihat binar kebahagiaan dari mata sang wanita saat menatap suaminya. Catra pun' tidak canggung memberikan senyum hangatnya pada wanita yang beberapa waktu lalu mengirimkan pesan rindu padanya itu. "Apa yang sebenarnya terjadi?" batin Gisa. "Apa maksud semua ini, Catra?" lirihnya lagi. Kedua tangan Gisa yang saat ini sedang saling meremas, sudah banjir keringat dingin. Bayangan-bayangan menyakitkan yang Mona dan Rama lakukan padanya beberapa waktu lalu, terus berputar di dalam otaknya. "Apa kejadian yang sama akan terulang kembali?" tanyanya dalam hati. Gisa menarik nafasnya, mencoba menenangkan segala gundah
Saat ini sudah pukul tiga dini hari. Gisa tengah tertidur pulas, ditemani Kayanna dan Abhinav yang tidak di ijinkan pulang oleh Catra. "Anna," panggil Catra sambil sedikit menggoyangkan tubuhnya agar bangun. "Mmmmhhhh ... " gumam Anna pelan. "Bangun!" "Kenapa sih, bang?" kesal Anna yang merasa tidurnya terganggu. "Abang pulang dulu. Kalau ada apa-apa bangunkan Abhi dan langsung hubungi Abang." Kayanna mengucek matanya sambil menatap jam dinding yang ada di ruangan Gisa. "Astaga Abang ... ini pukul tiga dini hari. Kenapa tidak pulang besok saja sih?" "Abang harus pulang sekarang. Besok pagi Abang ke sini sekalian membawa Dean," "Ya sudah. Hati-hati," Anna kembali tidur, sementara Catra pergi menuju parkiran dan pulang ke rumah Gisa. Kurang dari setengah jam, Catra sampai di rumah Gisa sambil menenteng goodie bag berisikan pakaian ganti miliknya. Begitu sampai, dia pergi menuju kamar Gisa kemudian mandi dan berganti pakaian. Setelah di rasa sudah bersih, Catra bergegas pergi me
Catra memasuki ruang operasi lengkap dengan baju steril biru telor asinnya. Walaupun sebagian wajahnya tertutupi masker, namun semua orang tau kalau pria tersebut adalah ayah dari anak yang akan mereka tolong kelahirannya itu. Sesaat para petugas medis membeku, tersihir dengan ketampanan Catra. Tubuh tinggi mendulang, mata tajam dengan bola matanya yang indah. Sungguh, jauh lebih tampan dari pada yang mereka lihat di televisi ataupun surat kabar. "Mom," sapa Catra sambil mengusap dan mengecup kening Gisa. Selanjutnya Catra berdiri di samping kiri Gisa. Gisa yang tengah memejamkan mata, kemudian membuka kedua matanya, kala mendengar sapaan lembut dari sang mantan suaminya itu. Dia berusaha tersenyum, ditengah ketegangannya. "Apa mommy sudah cantik?" tanya nya pada Catra. "Selalu. Mommy selalu jadi yang tercantik," jawab Catra membuat pipi Gisa memerah karena malu. "Daddy serius! Mommy gak mau bertemu baby dengan keadaan yang berantakan!" jelas Gisa. Catra tersenyum. "Tapi Daddy
Dengan segala kepanikan yang terjadi pada semua orang, akhirnya Gisa berhasil dievakuasi menggunakan helikopter yang didatangkan langsung dari kediaman Ganendra. Gisa di bawa menuju RS tempat dokter Rumi bekerja. Sungguh beruntung saat kejadian dokter Rumi ada di sana. Semua acara yang sudah di rencanakan, tidak berjalan sebagaimana mestinya. Acara gender reveal, gagal. Lamaran? Tentu saja gagal juga. Bahkan cin-cin lamarannya masih tertanam di dalam kue yang belum sempat di potong oleh Gisa. Ditengah kepanikan semua orang, hanya Gisa lah satu-satunya yang terlihat tenang. Dia sibuk memperbaiki riasan wajahnya, sambil sesekali menenangkan anggota keluarganya yang lain. Gisa memalingkan wajah, menatap Catra yang tengah melipat kedua tangannya. Catra tidak banyak bicara. Dari awal hanya diam, sambil sesekali memperhatikan Gisa. Ditengah diamnya tersebut, semua orang tau kalau Catra tengah diliputi kegelisahan. Catra menutup mata, sambil menghembuskan nafasnya secara kasar. Selanjutny
Acara inti dari pesta Gender reverral akan segera dimulai. Semua tamu sudah berkumpul sesuai team yang mereka pilih. Team biru berdiri di sebelah kanan, dan tim merah muda, berdiri di sebelah kiri. Semua orang terlihat begitu antusias menunggu momen mendebarkan tersebut. Tidak terkecuali dengan Catra yang terlihat cemas, dan tegang. Gisa yang menyadari kegugupan yang di rasakan oleh Catra, lantas bertanya kepadanya. "Daddy, are you oke?" tanyanya. Catra tersenyum, mencoba meredam kegugupannya. Dia mengusap pipi Gisa, "It's oke. Daddy terlalu excited menunggu momen ini," dusta Catra. Pada kenyataannya, dia gugup menunggu momen lamarannya. Dia takut semua tidak berjalan sebagaimana yang sudah Catra bayangkan sebelumnya. Perihal jenis kelamin anaknya, Catra tidak terlalu mempermasalahkannya. Mau yang lahir anak laki-laki ataupun perempuan, dia akan tetap menyambut buah hatinya itu dengan penuh suka cita. "Mom, sebentar. Daddy ke kamar mandi dulu," ijin Catra pada Gisa. Dia perlu menen
Dari lantai atas villa, Gisa turun ditemani Catra yang berjalan di sampingnya. Wajah Catra terlihat tegang, namun tak mengurangi ketampanannya. Dia mengenakan kemeja baby blue, yang bagian tangannya dia gulung sebatas sikut. Sudah tau kan, Catra masuk team mana? Berbeda dengan Catra, Gisa justru menggunakan dress berwarna baby pink. Sebuah dress cantik, bermodel tutu dress, yang panjangnya hanya sebatas lutut. Malam ini, Gisa terlihat manis sepeti seorang balerina. Dia berhasil menjadi pusat perhatian orang-orang yang datang ke pesta. Dari sudut ruangan, seseorang menatap Gisa dengan penuh kerinduan. Dari sudut matanya, beberapa air mata, menetes tanpa seizinnya. "Tos, kita satu team!" celetuk Abhi, saat Gisa sampai di lantai bawah, tempat berlangsungnya acara. Abhi menggunakan kemeja merah muda, sama seperti Gisa. Gisa tersenyum, sementara Catra mendelik sambil berdecak seperti biasanya. "Ckk ... " "Kenapa kak Abhi memilih warna merah muda?" tanya Kayanna yang datang menghampiri
Acara yang ditunggu-tunggu oleh keluarga besar Ganendra, akhirnya terlaksana. Semua persiapan di lakukan dari jauh-jauh hari. Di usia ke delapan bulan kehamilannya ini, tidak banyak yang Gisa pinta. Cukup sehatkan dan lancarkan sampai saat lahirannya tiba. Namun, pada akhirnya Gisa menyetujui permintaan kakek dari mantan suaminya itu, untuk mengadakan sebuah pesta perayaan kehamilan. Kebetulan jenis kelamin dari anaknya belum di ketahui, Gisa dan Catra memutuskan untuk mengadakan gender reverral party, dengan hanya mengundang kerabat terdekatnya saja. Tujuan kakek Brahmana meminta mengadakan pesta ini, tidak lain sebagai bentuk penebusan dosanya di masa lalu. Saat mengandung Dean, Gisa mengalami banyak penderitaan. Kakek berharap, dengan diadakannya pesta ini, dapat menggantikan memori masa lalu Gisa yang menyakitkan, dengan kenangan penuh kebahagiaan dari orang-orang terdekat dalam menyambut anggota keluarga baru yang sangat dinantikan kehadirannya itu. Acara itu sendiri, diadaka
Dengan wajah menahan kesal, pada akhirnya Catra tetap mengikuti Gisa untuk masuk kedalam hotel. "Kenapa harus di hotel?" pikir Catra dalam hatinya. Tidak jauh berbeda dengan Catra, disepanjang jalan menuju tempat pertemuannya, Gisa pun memasang wajah cemberut. Dia malu dengan orang-orang yang menatapnya dengan tatapan heran. Bagaimana tidak heran, Gisa mengenakan setelan olahraga dipadukan dengan Stiletto dan tas pesta yang berkilau. Setelah keduanya berjalan di tengah keheningan, akhirnya mereka sampai di tempat yang menjadi tujuan Gisa. Sebuah restoran mewah, di lantai atas hotel. Catra tersenyum kecil, mentertawakan pikiran kotornya sendiri. "Oh ... di sini," celetuk Catra membuat Gisa menatapnya dengan tatapan tajam. "Ya! Menurut Daddy," Gisa mengangkat jari kemudian menunjuk dirinya sendiri. "Apa pantas memakai pakaian seperti ini saat masuk kedalam?" tanya Gisa sinis. "Tidak masalah. Mommy datang dengan piyama pun, tidak akan ada yang berani menegur mommy," jawab Catra denga
Novera sudah berlalu beberapa langkah dari hadapan Catra yang saat ini masih mengumpat, mengutuk Novera, yang sudah menghancurkan kegiatan intim dari bos-nya itu. Novera dengan terpaksa harus kembali ke hadapan Catra, dengan konsekuensi amarah dari bos-nya itu akan meledak kembali, begitu melihat dirinya. "Apalagi sekarang?!" Seperti dugaan Novera sebelumnya, Catra menaikan nada suaranya, begitu melihat Novera kembali. "He ... he ... " Novera tersenyum kaku, sambil tangannya sedikit menggaruk leher bagian belakangnya. "Sepuluh menit lagi kita ada rapat, pak!!" ucap Novera dalam satu tarikan nafas. Dengan cepat Novera membungkuk hormat, dan bergegas pergi sebelum Catra benar-benar mengeluarkan sumpah serapahnya. Catra memejamkan mata, sambil menghembuskan nafasnya secara kasar. Mood dia hari ini benar-benar hancur. Dia sudah cukup lelah, sehingga melupakan rapat yang sudah diaturnya dari jauh-jauh hari. Sebuah tangan lembut, menepuk punggungnya dengan pelan, seakan-akan tengah menen
Sebelum membaca bab ini, harap baca ulang bab sebelumnya. ^^ *** Peletak! Catra menyentil dahi Gisa menggunakan telunjuk dan ibu jari yang dia lipat. "Gila mommy bilang?" tanya Catra. Nada bicaranya sudah lebih lembut daripada sebelumnya. Catra kemudian mengusap kepala Gisa dengan lembut. Tubuh Catra sedikit condong ke depan, menatap manik coklat milik Gisa. "Ya. Sepertinya Daddy memang gila. Daddy gila karena berpisah dengan, mommy," ucap Catra terdengar seperti sebuah gombalan. Sejak kapan seorang Catra yang terkenal dingin, sudi melontarkan gombalannya di tempat seperti ini? Entahlah. Hanya dia dan Tuhan yang tau. Gisa mengerutkan kening, melihat perubahan Catra yang tiba-tiba. "Sepertinya lift ini berhantu. Kenapa si keras kepala ini berubah lembut dalam beberapa saat saja?" batin Gisa berbicara pada dirinya sendiri. Bagaimana tidak heran, beberapa waktu yang lalu, saat mereka berdua bercerai, Catra terkesan dingin dan tidak ramah dengan Gisa. Tapi saat ini, Catra kembali pad