3 minggu kemudian Plak!Rian menyentuh pipinya yang memanas, menatap tak percaya orang yang baru saja mengayunkan tangan ke pipinya. “Risa, ada apa?” Dia bingung kenapa kekasihnya tiba-tiba datang ke kosannya pagi-pagi sekali ditambah menghadiahinya dengan tamparan keras.Mata Risa tampak berkaca-kaca dengan wajah memerah, dadanya kembang kempis seperti menahan kesal. “Aku kecewa sama kamu! Aku benci sama kamu!” kesal Risa seraya memukul-mukul tubuh Rian.“Aduh, aduh sakit Risa. Kamu kenapa sih?” Rian berusaha menggapai tangan Risa, mencoba membuatnya berhenti.“Kamu itu yang kenapa?! dasar cowok bangs*t! Bisa-bisanya kamu pacarin aku tapi kamu malah suka sama adikku sendiri!”“Hah?!” Rian kaget bukan main, matanya terbelalak ketika mendengarnya.“Enggak usah pura-pura kaget kamu. Coba kamu jelasin ini apa?” Risa menunjukkan ponselnya ke depan wajah Rian. Terlihat sebuah foto yang menunjukkan Rian dan Reva sedang makan di sebuah tempat makan dan yang membuat Risa semakin jengkel adal
Ting! Ting!Ceklek!“Kak Risa!”Plak!Reva sontak menyentuh pipinya yang memanas, menatap kakaknya tak percaya. “Kakak kok datang-datang langsung nampar aku. Memangnya aku salah apa?”“Kamu itu memang enggak tahu diri ya! Udah punya suami tapi masih main belakang juga sama cowok lain parahnya dengan pacar kakaknya sendiri lagi.”“Hah!” Reva tidak mengerti dengan maksud perkataan kakaknya, semua ini terasa mendadak baginya. “Kakak ngomong apa sih? Aku enggak paham.”“Enggak usah sok polos. Ayo ngaku, senarnya kamu punya hubungan ‘kan sama Rian?”“Apa?!” Zidan muncul dari belakang Reva, melirik Risa dengan tatapan sinis. “Kamu ngapain di sini? dan kalau datang ke rumah orang itu baik-baik, jangan malah nuduh orang sembarangan.”“Saya enggak berbicara sama anda. Saya berbicara dengan adik saya.” Risa berbicara secara formal namun dingin pada Zidan.“Tapi adik anda adalah istri saya. Jadi, urusan adik anda adalah urusan saya juga,” balasnya tak kalah dingin.“Ah, terserah.” Ris
“Non Reva kenapa Tuan?” tanya Bik Juleha panik ketika mendapati Zidan pulang sambil membopong Reva. Zidan merebahkan Reva di sofa ruang tamu dengan hati-hati. “Bik tolong ambilkan minyak angin dan air putih hangat.” “Baik Tuan.” Bik Juleha bergegas ke belakang mengambilkan pesanan Zidan. Sedangkan Zidan tampak melirik ke arah meja, mengambil sebuah buku yang tertata di atas meja lalu mengipas-ngipaskannya ke depan wajah Reva. “Ini minyak anginnya Tuan.” Bik Juleha memberikan minyak angin lebih dulu pada Zidan kemudian kembali ke belakang untuk mengambil minum. Zidan lalu mendekatkan minyak angin itu ke hidung Reva. “Reva, bangun.” “Eummm ....” perlahan Reva membuka matanya, mengedipkan matanya beberapa kali, mengedarkan pandangannya ke sekitar dengan mata memicing. “Reva, kamu baik-baik saja?” Suara familiar masuk ke pendengaran Reva. Ia melirik Zidan dengan ekor matanya dan sedetik kemudian ia langsung bangun dan memeluk Zidan sambil menangis. “Mas, kamu percaya
Flashback on Reva baru saja selesai mandi dan berganti pakaian. Ia kembali memeriksa barang belanjaannya. Jadi setelah makan di mall tadi Reva sempat membeli jaket tweed dan juga gelang, tentu saja Zidan yang membayar semua itu. “Aduh cantik banget gelangnya. Suka banget lihatnya,” gumamnya setelah memasang gelang clover berantai emas. Matanya berbinar dengan senyum lebar menghiasi wajah cantiknya. Setelah itu ia mengeluarkan jaket tweed berwarna pink itu lalu mencobanya. Ia berdiri di depan cermin sambil berpose bak model majalah papan atas. “Cantik banget aku. Akhirnya nambah juga koleksi jaket tweed aku.” Setelah itu, Reva hendak menyimpan jaket tweed ke dalam lemari. Namun saat membuka lemari, beberapa pakaian jatuh akibat terlalu penuh. Sebenarnya bukan karena penuh melainkan pakaiannya tidak tertata dengan rapi sehingga membuatnya seperti memenuhi lemari. “Aduh, kayaknya udah lama juga aku enggak merapikan baju. Apa aku rapikan sekarang aja ya?” pikir Reva.Setelah berpikir
Keesokan paginya, Reva bangun telat dan saat ia bangun, Zidan sudah tidak berada di sisinya. Setelah mencuci wajahnya, ia langsung pergi ke ruang makan dan mendapati Zidan sedang sarapan. Zidan tampak sudah rapi dengan setelan jas kerjanya, seperti biasa.“Mas, kamu kok enggak bangunin aku?” celetuk Reva, mengambil duduk di hadapan Zidan.Zidan mendongak, menatap Reva sekilas sebelum kembali fokus pada makanannya. “Aku lihat kamu tidurnya nyenyak jadi enggak aku bangunin.”Reva terus memperhatikan orang di hadapannya sambil menopang dagu. Tapi Zidan seolah tak peduli dan terus saja makan, tanpa menoleh ke arah lain. Reva akhirnya menyerah, suaminya tidak peka, ia pun memilih untuk ikut makan saja.“Aku sudah selesai. Kalau gitu aku pergi ya,” ucap Zidan setelah menghabiskan minumnya. Tanpa menunggu jawaban dari Reva, ia meninggalkan ruang makan. Tidak ada salim, tidak ada kecup jidat dari Zidan. Ada apa dengan Zidan hari ini?Reva menoleh ke belakang setelah Zidan pergi, masih ti
Zidan pulang lebih awal hari ini, ia menyelesaikan kerjaan dengan cepat. Jujur, ia kepikiran dengan istrinya, ia merasa bersalah telah membuat istrinya menangis. Zidan tiba di rumah pukul 7 malam, ia langsung masuk ke kamar untuk mencari Reva karena ia tidak menemukan istrinya di ruang tamu maupun ruang tv. Saat masuk kamar, Reva tidak ada juga di sana. Zidan bergegas ke belakang dan menemukan Bik Juleha sedang masak air di dapur.“Bik, Reva di mana?”“Saya lihat tadi Non Reva ke lantai atas Tuan.”“Oh. Apa dia udah makan malam?”“Belum Tuan, dari tadi saya ketuk pintu kamar di atas tapi tidak ada yang nyahut. Sepertinya non Reva sudah tidur.” Zidan mengangguk paham lalu bergegas menaiki tangga menuju lantai 2.Ia berdiri di depan pintu yang Zidan yakini bila Reva berada di dalam.Tok tok tok!“Reva, kamu udah tidur?” tanya Zidan namun tidak ada jawaban dari dalam.Tok tok tok!“Reva!” tetap tidak ada jawaban dari dalam. Zidan kemudian bergerak mendekatkan telinganya ke pin
Zidan sampai di perusahaan, beberapa orang yang melewatinya seperti biasa menegurnya namun ia tampak tidak meresponnya dengan baik membuat berbagai pertanyaan dan asumsi tercipta di benak karyawan.“Pak Zidan kenapa ya hari ini? kelihatan tidak ramah.”“Lagi ada masalah kali.”“Kasihan banget ya padahal baru aja ada masalah di perusahaan, ditambah ada masalah rumah tangga pula.”“Dari mana kamu tahu kalau itu masalah rumah tangga?”“Soalnya aku lihat kemarin istrinya nangis pas pulang dari perusahaan.”Begitulah cuitan beberapa karyawan yang bergosip setelah berpapasan dengan Zidan, beruntung Zidan tidak mendengarnya. Kalau tidak, bisa dipecat mereka.Zidan duduk di ruangannya, bersandar dengan tangan di belakang kepala seraya menutup matanya. Permasalahan yang di hadapinya belakangan ini membuatnya sakit kepala. Jujur ia ingin percaya pada istrinya namun entah kenapa hatinya masih janggal, dia tidak bisa mempercayai Reva 100%. Tapi itu membuat masalah tercipta di antara mereka
Ceklek! Dina membuka pintu kamar Reva yang sekarang ada penghuninya lagi. Reva sendiri lah orang yang mengisi kamarnya sekarang. Ia memutuskan untuk menginap di rumah orangtuanya selama beberapa hari ke depan. Dari dulu Reva tidak pernah mengunci kamarnya jadi orang rumah bisa masuk tanpa perlu izin dan sampai sekarang Reva masih melakukan kebiasaan itu di rumahnya. Dina masuk hendak membangunkan Reva. Ia bisa melihat anak bungsunya yang sebentar lagi menjadi seorang ibu masih terlelap dan merasa tak terganggu saat orang membuka pintu kamarnya. “Reva, nak bangun. Udah pagi,” kata Dina seraya menggoyang-goyangkan badan anaknya pelan. “Euunngg.” Reva melenguh dalam tidurnya namun sepersekian detik kemudian matanya perlahan terbuka, mengedipkan matanya beberapa kali hingga matanya terbuka sempurna. “Sarapan yuk, mama udah siapin sarapan.” Reva bangun dan masih mengucek matanya. “Iya Ma.” “Mama tunggu di luar ya,” ucap Dina setelah mengusap kepala Reva dengan sayang. Ting!
Ceklek! Dina membuka pintu kamar Reva yang sekarang ada penghuninya lagi. Reva sendiri lah orang yang mengisi kamarnya sekarang. Ia memutuskan untuk menginap di rumah orangtuanya selama beberapa hari ke depan. Dari dulu Reva tidak pernah mengunci kamarnya jadi orang rumah bisa masuk tanpa perlu izin dan sampai sekarang Reva masih melakukan kebiasaan itu di rumahnya. Dina masuk hendak membangunkan Reva. Ia bisa melihat anak bungsunya yang sebentar lagi menjadi seorang ibu masih terlelap dan merasa tak terganggu saat orang membuka pintu kamarnya. “Reva, nak bangun. Udah pagi,” kata Dina seraya menggoyang-goyangkan badan anaknya pelan. “Euunngg.” Reva melenguh dalam tidurnya namun sepersekian detik kemudian matanya perlahan terbuka, mengedipkan matanya beberapa kali hingga matanya terbuka sempurna. “Sarapan yuk, mama udah siapin sarapan.” Reva bangun dan masih mengucek matanya. “Iya Ma.” “Mama tunggu di luar ya,” ucap Dina setelah mengusap kepala Reva dengan sayang. Ting!
Zidan sampai di perusahaan, beberapa orang yang melewatinya seperti biasa menegurnya namun ia tampak tidak meresponnya dengan baik membuat berbagai pertanyaan dan asumsi tercipta di benak karyawan.“Pak Zidan kenapa ya hari ini? kelihatan tidak ramah.”“Lagi ada masalah kali.”“Kasihan banget ya padahal baru aja ada masalah di perusahaan, ditambah ada masalah rumah tangga pula.”“Dari mana kamu tahu kalau itu masalah rumah tangga?”“Soalnya aku lihat kemarin istrinya nangis pas pulang dari perusahaan.”Begitulah cuitan beberapa karyawan yang bergosip setelah berpapasan dengan Zidan, beruntung Zidan tidak mendengarnya. Kalau tidak, bisa dipecat mereka.Zidan duduk di ruangannya, bersandar dengan tangan di belakang kepala seraya menutup matanya. Permasalahan yang di hadapinya belakangan ini membuatnya sakit kepala. Jujur ia ingin percaya pada istrinya namun entah kenapa hatinya masih janggal, dia tidak bisa mempercayai Reva 100%. Tapi itu membuat masalah tercipta di antara mereka
Zidan pulang lebih awal hari ini, ia menyelesaikan kerjaan dengan cepat. Jujur, ia kepikiran dengan istrinya, ia merasa bersalah telah membuat istrinya menangis. Zidan tiba di rumah pukul 7 malam, ia langsung masuk ke kamar untuk mencari Reva karena ia tidak menemukan istrinya di ruang tamu maupun ruang tv. Saat masuk kamar, Reva tidak ada juga di sana. Zidan bergegas ke belakang dan menemukan Bik Juleha sedang masak air di dapur.“Bik, Reva di mana?”“Saya lihat tadi Non Reva ke lantai atas Tuan.”“Oh. Apa dia udah makan malam?”“Belum Tuan, dari tadi saya ketuk pintu kamar di atas tapi tidak ada yang nyahut. Sepertinya non Reva sudah tidur.” Zidan mengangguk paham lalu bergegas menaiki tangga menuju lantai 2.Ia berdiri di depan pintu yang Zidan yakini bila Reva berada di dalam.Tok tok tok!“Reva, kamu udah tidur?” tanya Zidan namun tidak ada jawaban dari dalam.Tok tok tok!“Reva!” tetap tidak ada jawaban dari dalam. Zidan kemudian bergerak mendekatkan telinganya ke pin
Keesokan paginya, Reva bangun telat dan saat ia bangun, Zidan sudah tidak berada di sisinya. Setelah mencuci wajahnya, ia langsung pergi ke ruang makan dan mendapati Zidan sedang sarapan. Zidan tampak sudah rapi dengan setelan jas kerjanya, seperti biasa.“Mas, kamu kok enggak bangunin aku?” celetuk Reva, mengambil duduk di hadapan Zidan.Zidan mendongak, menatap Reva sekilas sebelum kembali fokus pada makanannya. “Aku lihat kamu tidurnya nyenyak jadi enggak aku bangunin.”Reva terus memperhatikan orang di hadapannya sambil menopang dagu. Tapi Zidan seolah tak peduli dan terus saja makan, tanpa menoleh ke arah lain. Reva akhirnya menyerah, suaminya tidak peka, ia pun memilih untuk ikut makan saja.“Aku sudah selesai. Kalau gitu aku pergi ya,” ucap Zidan setelah menghabiskan minumnya. Tanpa menunggu jawaban dari Reva, ia meninggalkan ruang makan. Tidak ada salim, tidak ada kecup jidat dari Zidan. Ada apa dengan Zidan hari ini?Reva menoleh ke belakang setelah Zidan pergi, masih ti
Flashback on Reva baru saja selesai mandi dan berganti pakaian. Ia kembali memeriksa barang belanjaannya. Jadi setelah makan di mall tadi Reva sempat membeli jaket tweed dan juga gelang, tentu saja Zidan yang membayar semua itu. “Aduh cantik banget gelangnya. Suka banget lihatnya,” gumamnya setelah memasang gelang clover berantai emas. Matanya berbinar dengan senyum lebar menghiasi wajah cantiknya. Setelah itu ia mengeluarkan jaket tweed berwarna pink itu lalu mencobanya. Ia berdiri di depan cermin sambil berpose bak model majalah papan atas. “Cantik banget aku. Akhirnya nambah juga koleksi jaket tweed aku.” Setelah itu, Reva hendak menyimpan jaket tweed ke dalam lemari. Namun saat membuka lemari, beberapa pakaian jatuh akibat terlalu penuh. Sebenarnya bukan karena penuh melainkan pakaiannya tidak tertata dengan rapi sehingga membuatnya seperti memenuhi lemari. “Aduh, kayaknya udah lama juga aku enggak merapikan baju. Apa aku rapikan sekarang aja ya?” pikir Reva.Setelah berpikir
“Non Reva kenapa Tuan?” tanya Bik Juleha panik ketika mendapati Zidan pulang sambil membopong Reva. Zidan merebahkan Reva di sofa ruang tamu dengan hati-hati. “Bik tolong ambilkan minyak angin dan air putih hangat.” “Baik Tuan.” Bik Juleha bergegas ke belakang mengambilkan pesanan Zidan. Sedangkan Zidan tampak melirik ke arah meja, mengambil sebuah buku yang tertata di atas meja lalu mengipas-ngipaskannya ke depan wajah Reva. “Ini minyak anginnya Tuan.” Bik Juleha memberikan minyak angin lebih dulu pada Zidan kemudian kembali ke belakang untuk mengambil minum. Zidan lalu mendekatkan minyak angin itu ke hidung Reva. “Reva, bangun.” “Eummm ....” perlahan Reva membuka matanya, mengedipkan matanya beberapa kali, mengedarkan pandangannya ke sekitar dengan mata memicing. “Reva, kamu baik-baik saja?” Suara familiar masuk ke pendengaran Reva. Ia melirik Zidan dengan ekor matanya dan sedetik kemudian ia langsung bangun dan memeluk Zidan sambil menangis. “Mas, kamu percaya
Ting! Ting!Ceklek!“Kak Risa!”Plak!Reva sontak menyentuh pipinya yang memanas, menatap kakaknya tak percaya. “Kakak kok datang-datang langsung nampar aku. Memangnya aku salah apa?”“Kamu itu memang enggak tahu diri ya! Udah punya suami tapi masih main belakang juga sama cowok lain parahnya dengan pacar kakaknya sendiri lagi.”“Hah!” Reva tidak mengerti dengan maksud perkataan kakaknya, semua ini terasa mendadak baginya. “Kakak ngomong apa sih? Aku enggak paham.”“Enggak usah sok polos. Ayo ngaku, senarnya kamu punya hubungan ‘kan sama Rian?”“Apa?!” Zidan muncul dari belakang Reva, melirik Risa dengan tatapan sinis. “Kamu ngapain di sini? dan kalau datang ke rumah orang itu baik-baik, jangan malah nuduh orang sembarangan.”“Saya enggak berbicara sama anda. Saya berbicara dengan adik saya.” Risa berbicara secara formal namun dingin pada Zidan.“Tapi adik anda adalah istri saya. Jadi, urusan adik anda adalah urusan saya juga,” balasnya tak kalah dingin.“Ah, terserah.” Ris
3 minggu kemudian Plak!Rian menyentuh pipinya yang memanas, menatap tak percaya orang yang baru saja mengayunkan tangan ke pipinya. “Risa, ada apa?” Dia bingung kenapa kekasihnya tiba-tiba datang ke kosannya pagi-pagi sekali ditambah menghadiahinya dengan tamparan keras.Mata Risa tampak berkaca-kaca dengan wajah memerah, dadanya kembang kempis seperti menahan kesal. “Aku kecewa sama kamu! Aku benci sama kamu!” kesal Risa seraya memukul-mukul tubuh Rian.“Aduh, aduh sakit Risa. Kamu kenapa sih?” Rian berusaha menggapai tangan Risa, mencoba membuatnya berhenti.“Kamu itu yang kenapa?! dasar cowok bangs*t! Bisa-bisanya kamu pacarin aku tapi kamu malah suka sama adikku sendiri!”“Hah?!” Rian kaget bukan main, matanya terbelalak ketika mendengarnya.“Enggak usah pura-pura kaget kamu. Coba kamu jelasin ini apa?” Risa menunjukkan ponselnya ke depan wajah Rian. Terlihat sebuah foto yang menunjukkan Rian dan Reva sedang makan di sebuah tempat makan dan yang membuat Risa semakin jengkel adal
“Mas Zidan,” gumam Reva. Ia mengucek matanya, merasa tak percaya dengan apa yang dilihatnya sekarang.“Kenapa gitu reaksinya? memangnya kamu pikir aku ini makhluk tak kasat mata?”“Bukan.” Reva hampir saja tertawa mendengarnya. “Kamu kok bisa di sini?”“Tanyain aja sama status WA kamu itu.”Reva baru teringat kalau setengah jam yang lalu dia baru saja memperbarui status WA yang intinya tentang kesendiriannya di kampus, sepi dan dia bosan.“Ya, terus kenapa kamu di sini? kamu enggak kerja?” “Sebentar lagi jam makan siang jadi aku keluar sebentar untuk makan siang.”“Hm, kalau gitu ayo ke mall!” Reva dengan antusias mengajak suaminya ke mall. "Kita makan sambil main."“Jadi kamu mau ke mall? kenapa enggak bareng teman-teman kamu? Ke mana teman-teman kamu?”“Mereka pulang duluan soalnya ada urusan,” jawab Reva sambil menunduk dengan bibir mengerucut. Zidan jadi merasa tidak tega.“Kamu udah enggak ada kuliah lagi nanti?”“Ada. Tapi jam 2 siang nanti, masih lama.”“Ya udah ayo.”“Kamu ma