“Dari mana saja kamu? aku teleponin kamu berpuluh kali enggak diangkat-angkat. Aku kirimin pesan juga enggak kamu baca. Kamu udah enggak sayang sama aku?!”Sedari tadi hanya suara Risa saja yang terdengar, sementara Rian hanya diam menunduk. Pagi ini mereka sedang berada di depan kost-an putri. Bukannya disambut dengan hangat ketika Rian datang melainkan disambut dengan beribu-ribu pertanyaan dari kekasihnya.“Kenapa diam aja?! ayo jawab!” Risa menarik kerah jaket Rian, ia terbawa emosi karena sedari tadi Rian hanya diam seribu bahasa.Rian mengatupkan tangannya, “Maaf, maafkan aku.”“Jangan minta maaf. Aku butuh penjelasan.”“A-aku ... Aku ....” Rian membasahi bibirnya, ia bingung harus menjawab apa, ia tidak mungkin jujur. “Aku ke Jakarta.”“Ngapain kamu ke Jakarta?”“A-aku ketemu temanku. Aku mau pinjam uang sama dia karena kamu tahu ‘kan kita udah kekurangan biaya untuk hidup sehari-hari. Gaji kita yang sedikit itu enggak cukup buat menghidupi kita berdua. Jadi kita harus usaha le
Zidan tampak sudah rapi dengan setelan jas hitam dengan dalaman kemeja putih seperti biasa. Ia sedang menyisir rambutnya di depan cermin, menata rambutnya yang masih agak basah ke atas hingga jidat lebarnya terekspos sempurna. Wajahnya masih terlihat agak pucat, faktanya ia memang belum sepenuhnya bugar. Tring Ponselnya yang berbunyi menarik perhatiannya, ia berhenti dari kegiatannya menyisir rambut lalu mengambil ponselnya yang berada di atas meja. Ia dapat melihat nama Arka tertera di layar ponselnya. “Halo." “Halo Zidan, kamu di mana sekarang?” “Aku di rumah, tapi bentar lagi mau berangkat ke perusahaan. Kenapa?” “Jangan pergi dulu, aku mau ke rumah dengan istrimu.” “Hah! Kok kamu bisa sama istriku?” “Ceritanya panjang nanti aku jelasin. Sekarang istri kamu pingsan.” “Apa?! pingsan?! Ini sebenarnya ada apa sih? kalian di mana sekarang? aku nyusul aja ya.” mulai terdengar suara panik dari Zidan. “Enggak usah, aku udah mau deket kok ini, nanti aku ceritain ya. Udah du
3 hari kemudianHari ini Rian tidak masuk kerja karena sedang tidak enak badan. Sudah 3 hari ini dia stres sampai jatuh sakit pasalnya 3 hari sebelumnya ia terlibat pertengkaran dengan kekasihnya yang mengakibatkan kekasihnya itu menjaga jarak dengannya hingga saat ini.Flashback on3 hari yang lalu“Sayang~” Risa bergegas meletakkan kembali ponsel Rian ke tempat semula ketika mendengar suara kekasihnya.“Udah selesai?” tanya Risa dengan senyum menghiasi wajahnya, seberusaha mungkin untuk bersikap tidak mencurigakan.“Udah, lega banget,” jawab Rian seraya mengusap perutnya. Risa mengangguk dengan senyum kecil. “Ya udah yuk berangkat kerja. Kamu udah siap ‘kan?”“Tunggu!”Rian berbalik, “Kenapa lagi sayang?”Wajah Risa mulai serius, tidak ada tanda-tanda keramahan di wajahnya. “Aku mau kamu jawab jujur. Kamu suka sama adik aku?”Rian melebarkan matanya mendengar pertanyaan dari Risa yang tidak disangkanya itu. “Kamu ngomong apa sih Risa, kenapa tiba-tiba bertanya begitu?”Risa memutar
“Mas Zidan,” gumam Reva. Ia mengucek matanya, merasa tak percaya dengan apa yang dilihatnya sekarang.“Kenapa gitu reaksinya? memangnya kamu pikir aku ini makhluk tak kasat mata?”“Bukan.” Reva hampir saja tertawa mendengarnya. “Kamu kok bisa di sini?”“Tanyain aja sama status WA kamu itu.”Reva baru teringat kalau setengah jam yang lalu dia baru saja memperbarui status WA yang intinya tentang kesendiriannya di kampus, sepi dan dia bosan.“Ya, terus kenapa kamu di sini? kamu enggak kerja?” “Sebentar lagi jam makan siang jadi aku keluar sebentar untuk makan siang.”“Hm, kalau gitu ayo ke mall!” Reva dengan antusias mengajak suaminya ke mall. "Kita makan sambil main."“Jadi kamu mau ke mall? kenapa enggak bareng teman-teman kamu? Ke mana teman-teman kamu?”“Mereka pulang duluan soalnya ada urusan,” jawab Reva sambil menunduk dengan bibir mengerucut. Zidan jadi merasa tidak tega.“Kamu udah enggak ada kuliah lagi nanti?”“Ada. Tapi jam 2 siang nanti, masih lama.”“Ya udah ayo.”“Kamu ma
3 minggu kemudian Plak!Rian menyentuh pipinya yang memanas, menatap tak percaya orang yang baru saja mengayunkan tangan ke pipinya. “Risa, ada apa?” Dia bingung kenapa kekasihnya tiba-tiba datang ke kosannya pagi-pagi sekali ditambah menghadiahinya dengan tamparan keras.Mata Risa tampak berkaca-kaca dengan wajah memerah, dadanya kembang kempis seperti menahan kesal. “Aku kecewa sama kamu! Aku benci sama kamu!” kesal Risa seraya memukul-mukul tubuh Rian.“Aduh, aduh sakit Risa. Kamu kenapa sih?” Rian berusaha menggapai tangan Risa, mencoba membuatnya berhenti.“Kamu itu yang kenapa?! dasar cowok bangs*t! Bisa-bisanya kamu pacarin aku tapi kamu malah suka sama adikku sendiri!”“Hah?!” Rian kaget bukan main, matanya terbelalak ketika mendengarnya.“Enggak usah pura-pura kaget kamu. Coba kamu jelasin ini apa?” Risa menunjukkan ponselnya ke depan wajah Rian. Terlihat sebuah foto yang menunjukkan Rian dan Reva sedang makan di sebuah tempat makan dan yang membuat Risa semakin jengkel adal
Ting! Ting!Ceklek!“Kak Risa!”Plak!Reva sontak menyentuh pipinya yang memanas, menatap kakaknya tak percaya. “Kakak kok datang-datang langsung nampar aku. Memangnya aku salah apa?”“Kamu itu memang enggak tahu diri ya! Udah punya suami tapi masih main belakang juga sama cowok lain parahnya dengan pacar kakaknya sendiri lagi.”“Hah!” Reva tidak mengerti dengan maksud perkataan kakaknya, semua ini terasa mendadak baginya. “Kakak ngomong apa sih? Aku enggak paham.”“Enggak usah sok polos. Ayo ngaku, senarnya kamu punya hubungan ‘kan sama Rian?”“Apa?!” Zidan muncul dari belakang Reva, melirik Risa dengan tatapan sinis. “Kamu ngapain di sini? dan kalau datang ke rumah orang itu baik-baik, jangan malah nuduh orang sembarangan.”“Saya enggak berbicara sama anda. Saya berbicara dengan adik saya.” Risa berbicara secara formal namun dingin pada Zidan.“Tapi adik anda adalah istri saya. Jadi, urusan adik anda adalah urusan saya juga,” balasnya tak kalah dingin.“Ah, terserah.” Ris
“Non Reva kenapa Tuan?” tanya Bik Juleha panik ketika mendapati Zidan pulang sambil membopong Reva. Zidan merebahkan Reva di sofa ruang tamu dengan hati-hati. “Bik tolong ambilkan minyak angin dan air putih hangat.” “Baik Tuan.” Bik Juleha bergegas ke belakang mengambilkan pesanan Zidan. Sedangkan Zidan tampak melirik ke arah meja, mengambil sebuah buku yang tertata di atas meja lalu mengipas-ngipaskannya ke depan wajah Reva. “Ini minyak anginnya Tuan.” Bik Juleha memberikan minyak angin lebih dulu pada Zidan kemudian kembali ke belakang untuk mengambil minum. Zidan lalu mendekatkan minyak angin itu ke hidung Reva. “Reva, bangun.” “Eummm ....” perlahan Reva membuka matanya, mengedipkan matanya beberapa kali, mengedarkan pandangannya ke sekitar dengan mata memicing. “Reva, kamu baik-baik saja?” Suara familiar masuk ke pendengaran Reva. Ia melirik Zidan dengan ekor matanya dan sedetik kemudian ia langsung bangun dan memeluk Zidan sambil menangis. “Mas, kamu percaya
Flashback on Reva baru saja selesai mandi dan berganti pakaian. Ia kembali memeriksa barang belanjaannya. Jadi setelah makan di mall tadi Reva sempat membeli jaket tweed dan juga gelang, tentu saja Zidan yang membayar semua itu. “Aduh cantik banget gelangnya. Suka banget lihatnya,” gumamnya setelah memasang gelang clover berantai emas. Matanya berbinar dengan senyum lebar menghiasi wajah cantiknya. Setelah itu ia mengeluarkan jaket tweed berwarna pink itu lalu mencobanya. Ia berdiri di depan cermin sambil berpose bak model majalah papan atas. “Cantik banget aku. Akhirnya nambah juga koleksi jaket tweed aku.” Setelah itu, Reva hendak menyimpan jaket tweed ke dalam lemari. Namun saat membuka lemari, beberapa pakaian jatuh akibat terlalu penuh. Sebenarnya bukan karena penuh melainkan pakaiannya tidak tertata dengan rapi sehingga membuatnya seperti memenuhi lemari. “Aduh, kayaknya udah lama juga aku enggak merapikan baju. Apa aku rapikan sekarang aja ya?” pikir Reva.Setelah berpikir
10 bulan kemudianWaktu berlalu begitu cepat, tidak terasa sudah hampir di penghujung tahun lagi.“Oaakk oeeekkk.”Zivana Quincy Fernando, bayi yang baru berumur 3 bulan itu menangis saat dimandikan sang Ibu. Zivana adalah putri tunggal Reva dan Zidan yang baru saja lahir 3 bulan yang lalu. Nama Ziva diambil dari gabungan nama Zidan dan Reva.“Cup cup cup, iya iya sabar ya nak. Sebentar lagi selesai mandi, dingin ya?” ucap Reva seraya membasuh badan si buah hati dengan lembut.“Sayang, ini handuknya,” Zidan datang memberikan handuk bayi sesuai permintaan istrinya.“Makasih Mas.”Setelah memandikan Ziva, Reva membawa anaknya yang sudah dibalut dengan handuk ke kamar, Ziva mulai anteng.“Anak siapa ini? lucu bangett sihh.” Reva berbicara dengan nada imut, ia bahkan memasang wajah lucu di depan anaknya sampai membuat anaknya tertawa, menampilkan gusinya yang belum tumbuh gigi. “Eh, malah ketawain mama,” Reva mencuil pelan badan Ziva sambil tersenyum manis.“Sayang kalau kamu mau
Prok prok prok!Zaki menepuk tangannya sambil berjalan ke arah orang yang baru saja tiba, membuat Zidan ikut mengalihkan pandangan.“Aku tidak menyangka kamu akan datang, Kakak ipar,” celetuknya seraya menyunggingkan smirk.Zidan ingin bersuara, namun mulutnya di lakban. Ia hanya bisa menatap mamanya dengan mata berkaca-kaca.“Aku ingin bicara dengan anakku.”“Silakan,” Zaki mempersilakan Eva menemui Zidan. Dia tidak menghalangi. Eva menatap Zaki dengan mata menyipit tajam sebelum melangkahkan kakinya mendekati anaknya. Seorang penjaga membuka lakban yang menutupi mulut Zidan.“Hah, mas Zidan,” gumam Reva di luar. Ia menutup mulutnya kaget. Ia dan Arka sedang mengintip dari luar. Mata Arka membulat, ia sama kagetnya. Reva berbalik menghadap Arka. “Kak, bagaimana ini? Bagaimana cara kita membebaskan Mas Zidan? Apa kita lapor polisi aja?”Arka diam beberapa saat, mencoba untuk berpikir. “Sepertinya begitu. Kita harus panggil polisi, tapi kita enggak boleh gegabah kalau tidak in
“Hilang gimana maksud kamu, Rev?” tanya Risa.“Mas Zidan udah dari semalam enggak pulang. Aku bingung banget mau cari ke mana makanya aku ke sini buat minta bantuan.”Risa pindah posisi ke sebelah adiknya, mengusap pundak adiknya, ia tahu Reva sedang panik. “Kamu tenang dulu ya,” Reva menelan ludahnya, matanya mulai berkaca-kaca.“Hm, tapi Zidan belum menghubungi aku sih. Terakhir dia menghubungiku kemarin pagi.”“Ya Allah,” Reva menutup wajahnya, merasa pusing sedangkan Risa sontak memberikan death glare pada Arka. Risa berpikir omongan Arka barusan malah membuat Reva makin stres.“Kamu tenang dulu ya, jangan stres. Ingat janin dalam kandunganmu. Kalau kamu stres, janin dalam kandunganmu bisa ikut stres.”“Terus aku harus gimana Kak? Aku enggak bisa berdiam diri aja. Kalau Mas Zidan kenapa-napa gimana?”“Bagaimana kalau kita lapor polisi aja?” usul Risa seraya melirik ke Arka.“Kalau belum 24 jam, belum bisa. Jadi harus nunggu 24 jam dulu. Paling enggak besok pagi baru bisa l
Sementara itu Reva di rumah belum tidur. Ia bolak-balik ke depan pintu, menunggu suaminya yang tak kunjung pulang. Sesekali ia menatap ke jam dinding yang terus bergerak. “Mas Zidan kok belum pulang ya? enggak ngabarin juga kalau mau lembur.”Ia mengigit kuku jarinya, hatinya gelisah. Baru saja duduk, ia kembali berdiri. Ia tidak bisa santai-santai saja. Beberapa kali sudah ia mencoba menghubungi suaminya itu namun hasilnya nihil, panggilannya tak terjawab.“Aku harus hubungi siapa sekarang? Apa aku harus hubungi Mama Eva? Tapi nanti mama Eva khawatir.” Reva bermonolog.Kembali ke tempat Zidan disekap. Kepala Zidan masih ditutup. Ia masih sadar dan bernapas. Samar-samar ia mendengar suara langkah kaki mendekat sampai kain yang menutupi kepalanya diangkat. Ia melebarkan matanya ketika mengetahui orang yang tengah berdiri di hadapannya.“Om Zaki.”Zaki menyunggingkan senyum yang terlihat misterius. “Apa kamu kaget, Zidan? Tapi, tenang aku akan menjelaskan semuanya nanti. Untuk seme
2 hari kemudian, Zidan dan Reva sudah kembali dari liburannya. Zidan kembali bekerja dan Reva kembali ke rutinitasnya sebagai ibu rumah tangga.Zidan baru saja tiba di perusahaan, ia kebetulan bertemu dengan Zaki di lobi perusahaan. “Pagi Zidan!”“Pagi Om!”“Bagaimana kabarmu dan istri? Om dengar kamu habis dari liburan?”“Aku dan istri baik. Ya, aku baru pulang dari Labuan Bajo kemarin sore, Om.”“Wah pantas saja mukamu berseri-seri sekali.” Zidan menyunggingkan senyum kecil. “Hm, gimana kalau kita ngobrol sebentar di sana? Enggak enak ngobrol kayak gini.” Zaki menawarkan untuk mengobrol di kursi tunggu yang tersedia di lobi.“Boleh.” Zaki menjulurkan tangannya, mempersilakan Zidan untuk jalan duluan. Zidan mengikuti saja, tidak mau basa-basi.Mereka duduk di sebuah sofa. Zaki sesekali memandang ke sekitar. “Bagaimana liburannya Zidan? Kamu ke mana aja selama di sana? Om kamu ini ‘kan juga pengen dengar cerita liburanmu.” Zaki bersikap seolah-olah mereka dekat.“Biasalah
Mereka tiba di penginapan menjelang malam hari. Mereka sengaja pulang setelah makan malam agar bisa langsung istirahat.Reva langsung mengambil kesempatan untuk mandi duluan ketika melihat Zidan sedang duduk di depan tv.Setelah 20 menit, Reva keluar dengan wajah lebih fresh, rambutnya masih basah. Ia mengenakan kemeja putih oversize dengan bawahan celana pendek selutut warna hitam.“Mas, kamu mau mandi enggak? Aku udah selesai.”Zidan menoleh, seketika matanya terkunci pada penampilan istrinya yang terlihat fresh dan seksi. Bulir-bulir air dari rambutnya yang basah mengalir hingga ke lehernya, wajahnya putih bersih, bibirnya merah. Kaki jenjangnya yang mulus terekspos sempurna. Penampakan yang sangat indah di mata Zidan.“Ih, kenapa lihatin aku gitu banget sih Mas.” Reva reflek menutup dada dan pahanya. Ia takut sama suaminya sendiri pasalnya Zidan menatapnya liar, tanpa berkedip.Zidan berdiri, bergerak mendekati istrinya tanpa mengeluarkan sepatah katapun. Mau tak mau Reva me
2 Minggu kemudian Tak terasa tahun telah berganti. Awal tahun adalah awal yang baik untuk memulai kembali apa yang sudah dilakukan di tahun sebelumnya dan berusaha untuk lebih baik lagi dari sebelumnya dalam hal apapun.Terhitung sudah 8 bulan pernikahan Zidan dan Reva berjalan, masih terbilang seumur jagung memang namun berbagai macam rintangan yang datang sudah mereka lewati dan mereka bertekad untuk selalu berpegang tangan bersama melewati segala rintangan yang mungkin akan datang di masa depan. Dari akhir tahun menjelang awal tahun biasanya orang ramai berbondong-bondong menghabiskan waktu untuk liburan sebelum kembali ke rutinitas. Tak terkecuali dengan Zidan dan Reva yang baru mau pergi berlibur ke luar kota pada awal tahun ini, cukup terlambat memang tapi tidak apa-apa. Mereka berencana akan menghabiskan waktu liburan di luar kota selama 3-4 harian saja karena Zidan juga tidak mungkin mengambil libur panjang.“Mas, apa semuanya sudah siap?” Reva datang dari belakang, memp
Zidan akhirnya berhasil membawa istrinya pulang. Ia tidak bisa menyembunyikan rasa bahagia dan syukurnya. Saat tiba di rumah, ia langsung menggendong istrinya bridal style, berputar-putar seperti drama india.“Aduh duh Mas. Kamu bersemangat banget, aku jadi pusing nih," celetuk Reva seraya menyentuh kepalanya, pura-pura merasa pusing.“Ups! maaf enggak sengaja.” Zidan malah nyengir sementara Reva menggelengkan kepalanya seraya mengerucutkan bibir. Zidan membawa istrinya masuk, mendudukkannya pelan ke sofa empuk lalu berlutut, memegang tangan istrinya. “Aku minta maaf ya. Aku enggak tahu apa kata maaf ini cukup tapi aku janji akan selalu percaya sama kamu.”Reva menyunggingkan senyum kecil, sebelah tangannya diletakkannya di atas tangan Zevano. “Aku maafin. Tapi mulai sekarang kamu harus janji kalau kita harus selalu saling percaya satu sama lain. Janji?” Reva mengangkat jari kelingkingnya.“Harus begitu?”“Iya, Mas. Kamu enggak mau janji sama aku?” Reva merengek seperti anak keci
Zidan kembali bersama orangtua Rian ke tempat di mana Rian ditawan. Ia akan lakukan apapun agar Rian buka suara, mengakui semua kesalahannya.“Rian, astaga! ke mana saja kamu selama ini nak? apa kamu enggak kasihan sama Mama, Papa?!” wanita paruh baya yang memakai hijab segi empat itu lari menghampiri anaknya, menangkup wajah anaknya dengan berlinang air mata. Rian hanya diam, menunduk, tidak berani menatap mata mamanya. Ia merasa sangat bersalah pada mamanya.“Jawab Mama, Rian hiks. Ka-kamu udah enggak sayang sama Mama, huh? Kenapa kamu enggak pernah pulang ke rumah?” Riska, mamanya Rian terisak. Ia ngomong terbata-bata, bibirnya bergetar.Walaupun Rian anak yang nakal namun jauh di dalam lubuk hatinya, ia menyayangi orangtuanya terutama Mamanya. Kristal bening lolos dari pelupuk matanya, hati kerasnya tergoyah ketika mendengar isakan pilu mamanya. “Maafkan aku Ma, hiks.” Rian ikut terisak, merutuki diri dalam-dalam.Riska menarik Rian dalam pelukannya, mengusap kepala anaknya lemb