Dear Readers, cerita ini masih berlanjut ke sesion 2. Semoga pembaca terhibur dengan ceritaku. Mohon dukungannya, komentarnya ditunggu ya ?******__________________________________ Julit bersama Yolan diberi kebebasan untuk tinggal di rumah kedua orang tuanya, namun karena rasa bersalah yang dalam membuat mereka ingin kembali ke rumah mereka sendiri. Aditia memilih tinggal di Villa yang dibogor. Dia memilih menjadi petani teh. Walau paman Putra tetap memberikan saham padanya tetapi dia menolak dan menyerahkan saham itu pada Leona. "Saham ini kuserahkan pada Leona saja karena sebenarnya dalam wasiat nenek, Leona berhak mendapatkan saham dua puluh persen," tolak Aditia ketika mereka membahas tentang kelanjutan perusahaan dan pembagian saham secara merata. Leona sempat terpana, ditatapnya wajah Aditia, lalu kemudian beralih ke arah paman Julit. Terlihat Julit sedang duduk menunduk. Leona masih ragu, apakah pamannya ini benar-benar bertaubat selamanya atau hanya sementara karena dalam
Tania membuang kertas yang telah diberikan Selena padanya. Saat ini dia tak ingin bersekutu dengan orang yang dia tak kenal sama sekali. Dia pernah mendengar model cantik itu tapi tidak terlalu tahu sepak terjangnya. Tania lebih tertarik pada sosok seorang wanita tua yang terlihat sangat tangguh dan disegani para tahanan wanita. "Aku lihat ada seorang wanita tua yang sering mengantar makanan untuk para tahanan. Siapa dia?" Tanya Tania pada teman satu selnya. "Wanita itu katanya empat puluh lima tahun yang lalu dia adalah tahanan wanita yang sangat cantik, menurut cerita yang kudengar, dia divonis dua puluh tahun penjara karena terlibat upaya pembunuhan berencana terhadap mertuanya," jawab Lina. Tania mendengarkan dengan cermat, entah mengapa dia sangat tertarik dengan wanita misterius itu. Perasaannya mengatakan jika wanita itu bisa mengeluarkannya dari penjara. "Bukankah masa tahanannya hanya dua puluh tahun, harusnya dia kan sudah bebas. Tapi mengapa dia sampai mendekam sebegitu
Tania akhirnya bisa tidur dengan tenang setelah menenangkan teman sekamarnya di tahanan. Dia terbayang saat wanita misterius itu menyeret tangannya sehingga membuatnya nyaris terjungkal saat melintasi deretan sel tahanan. "Mau dibawa kemana aku? Lepaskan!" pekiknya sambil menarik tangannya dari cengkeraman sang nenek tua. Semua mata tertuju padanya, bahkan tahanan yang sedang sakit ikut bangun dan berdiri dibalik jeruji. Siapa yang tidak mengenal wanita misterius itu. Wanita yang mereka sebut mak Mius singkatan dari misterius jarang tersenyum dan jarang bicara. Bahkan para tahanan pria yang berada di sebelah gedung penjara ini tahu siapa dia. "Lihatlah terus wajah wanita macan tutul itu karena besok kita akan menemukannya tak bernyawa!" ucap salah seorang tahanan. "Apa teman sekamarnya tak mengingatkannya? Tak ada yang bisa selamat dari wanita tua itu, aku sendiri heran bagaimana para penjaga tak bertindak," timpal salah seorang dari mereka. 'Hush! Jangan keras-keras ngomongnya!"
Erangan tertahan Tania terdengar sampai keluar, mak Mius hanya menarik nafas dalam. Dia diam menunggu pergulatan ini selesai. Laki-laki di dalam yang sedang menuntaskan hasratnya itu adalah anaknya. "Kau sangat hebat, aku ingin kita melakukannya seminggu tiga kali," ucap pria itu. Dipandanginya wajah macan tutul di hadapannya. Sedikit menjijikkan, tapi ketika dilihat dari jarak dekat dia cantik. Biasanya Junet hanya tidur dengan para tahanan yang cantik sekali saja namun dengan Tania dia merasa ketagihan. Tania segera bangun dan merapikan pakaiannya yang berantakan. Pria yang menggaulinya walau cukup berumur namun cukup hebat di tempat tidur. Tania merasa seakan kembali bergairah seperti dulu, kebutuhan biologisnya terpenuhi, tak perlu menghayal atau memainkan sendiri dengan tangan, seminggu tiga kali rasanya cukup. "Bolehkah aku tahu siapa namamu ?" Tanya Tania setelah memastikan pakaiannya rapi. "Panggil aku Junet," junet memperkenalkan dirinya dengan bangga, seakan namanya menj
Begitu Tania pergi, sebelum membaringkan tubuhnya di kasur, Mak Mius menyalakan dupa beberapa saat lalu mengambil selimut dan mulai berusaha untuk tidur. Namun kehadiran Tania beberapa saat yang lalu membuatnya teringat lagi akan kisah hidupnya yang penuh dengan suka duka. Magdalena hanya tahu jika dia anak yang telah dibuang ibunya di sebuah kardus yang diletakkan di samping tong sampah. Tubuhnya dikerumuni semut dan lalat. Untunglah seorang pemulung menemukannya dan membawanya ke panti asuhan. Entah siapa wanita yang dengan tega menelantarkan anaknya seperti itu. Magdalena tumbuh menjadi gadis yang sangat cantik jelita, sehingga begitu banyak pria yang ingin mempersuntingnya. Namun hatinya hanya terpaut pada seorang pria yang selalu datang bermain bersama anak-anak di panti asuhan. Namanya Kenzo. Dia dan Kenzo menjalin hubungan suka sama suka. Mereka berdua saling mencintai sehingga berniat akan menikah. Namun rencana mereka gagal karena seorang donatur tetap datang ke panti asuh
Sejak kedatangan Magdalena, Budiawan berangsur-angsur sembuh, namun yang membuat Ibu Susi berang karena Budiawan memaksa untuk menikah dengan Magdalena, padahal dia sudah dijodohkan dengan Mellinda anak dari sahabat Pratama. "Nak, mama hanya ingin kau tahu bahwa Magdalena itu tidak cocok untuk keluarga kita," bujuk ibu Susi. "Tidak cocok bagaimana ma, yang menikah itu aku bukan mama, apapun yang terjadi aku hanya ingin menikah dengan Magdalena," bantah Budiawan. Dia tetap ngotot untuk menikahi Magdalena, dia terlanjur jatuh cinta, sangat sulit baginya untuk mengganti wanita lain di hatinya. "Dengarkan mama nak, Melinda itu kurang apa, dia cantik dan keluarganya pun berasal dari keluarga baik-baik, mama dan papa sudah kenal lama dengan keluarga mereka!" Ibu Susi tetap berusaha membujuk anak semata wayangnya. "Aku tak ingin mendengar penolakan apapun ma, aku tetap akan menikahi Magdalena, mau keluarga pembunuh atau bukan aku tetap menginginkannya. Titik!" Melihat kegigihan Budiawan,
Tak terasa pernikahan Aditia hanya tinggal menghitung hari, rencananya acara akan digelar di Mansion keluarga Putra Pratama. Keluarga mempelai wanita setuju saja, mereka hanya akan menggelar akad nikah di rumah mempelai wanita dan resepsinya di rumah mempelai pria. Atas permintaan Putra, Aditia sementara ini tinggal di rumahnya sambil menunggu acara resepsi digelar. Julit dan Yolan juga terlihat sibuk di rumah yang dulu sempat mereka kuasai itu. Kebahagiaan menyelimuti keluarga itu, Abhygael dan Leona Pun tak tinggal diam. "Gordennya sedikit miring coba di pasang dengan benar," suara Yolan terdengar melengking tatkala melihat pekerjaan maid yang tidak rapi. "Kursinya taruh di sudut ruangan, meja yang tidak di pakai pindahkan ke belakang," paman Julit terlihat cukup sibuk. Leona yang tetap menjalani profesinya sebagai direktur itu, pulang kerja langsung menuju rumah mertuanya, dia ditemani Abhygael. Pasangan serasi ini baik di rumah maupun di kantor terlihat semakin mesra membuat o
Leona masih sulit mencerna apa yang disampaikan guru Arafat dan ayah mertuanya. Jika benar takdir bisa dirubah maka seharusnya tidak terjadi kecelakaan itu. "Papa tau kau masih bingung nak, apa yang dalam pikiranmu ada benarnya. Kecelakaan yang menimpa mama dan papa itu sudah kehendak Allah, kecelakaan itu sudah takdir tak bisa dicegah. Tetapi kecelakaan itu bisa tidak terjadi atas ijin Allah, itu yang namanya merubah takdir yang belum terjadi, kita bisa mencegahnya sebelum sesuatu terjadi," Putera menjelaskan dengan panjang lebar. Penuturan mertuanya malah semakin membuat otak Leona berputar tak karuan. "Pejamkan matamu dan lihatlah sesuatu yang menurutmu janggal dan katakan pada kami," ucap Arafat. Walau masih bingung, akhirnya Leona menurut. Arafat terlihat membaca sesuatu, mulutnya bergerak-gerak. Lalu dia segera memakai sarung tangan dan memegang tangan Leona yang terlihat bersandar di kursi sofa. Leona melihat acara yang sangat meriah, lalu tiba-tiba sebuah bayangan hitam me