Jangan lupa memberikan komentar di setap bab yang ku rilis ya ? Komentar kalian itu bisa memicu semangatku untuk bisa melanjutkan cerita ini sampai tamat
Terlihat dari gerakan tubuh pria yang berdiri dengan kaku, menyadarkan Leona jika telepon itu sangat penting. Entah siapa, Leona tak ingin tahu.Leona bergegas ke kamar mandi setelah memungut bra yang teronggok di lantai. Merasa telah rapi, Leona keluar, pemandangan yang dilihatnya nampak dari samping jika pria yang hanya memakai celana bokser itu, sedang tegang. Urat-urat tangannya nampak menonjol menggenggam erat ponsel di telinganya.Tak ingin mengganggu, gadis macan tutul ini bergegas membuka pintu kamar perlahan."Mau kemana kau Leona."Langkahnya terhenti dan segera berbalik. Matanya tak sengaja melihat tonjolan besar di balik celana bokser itu. yang membuatnya jengah dan segera memalingkan wajahnya ke arah lain."Aku akan menyiapkan makan malam," Leona tak berani menatap Abhygael."Tidak perlu, bukankah tugasmu adalah melayani suamimu uhmm...?!" pria setengah telanjang ini menghampiri Leona menariknya ke dalam pelukannya dan segera mengunci pintu. Rupanya Abhygael telah menutup
Karena ini adalah pengalaman pertama bagi Leona, membuat tubuh bagian bawahnya terasa sakit, digesernya tubuh Abhygael perlahan lalu bangun dengan sedikit meringis.Saat dia akan melangkah, suaminya itu terbangun dengan pergerakannya. Tangan nakal Abhygael merengkuh pinggangnya, membuat gadis ini kembali tersipu lalu pelan-pelan berdiri."Mau kemana, berbaringlah, aku masih ingin terus memelukmu," suara serak Abhygael membuatnya berpaling."Aku lapar," hanya itu yang bisa dikatakan Leona karena tak ada alasan yang tepat menepis godaan suami.Abhygael menggeliat, dia segera bangun masih dengan tubuh yang tak terbungkus sehelai benang, menarik tubuh isterinya ke pelukannya sambil berbisik."Aku tahu kau kesulitan berjalan."Sontak saja rona wajah Leona berubah, pelan-pelan gadis ini memungut pakaian yang berserakan. Tanpa menoleh dia menyodorkan kaus dan celana Abhygael."Mengapa kau malu, aku ini suamimu, berbaliklah. Aku telah melihat semuanya, aku akan membantumu memakaikan pakaianmu,
Malam telah berlalu untuk kedua pasangan yang baru saja mereguh cinta dalam kenikmatan tiada tara. Pria itu dengan sabar menuntun isterinya untuk menerima semua pergulatan demi pergulatan panas yang tiada habisnya sampai keduanya mendapatkan pelepasan entah sudah berapa kali,Leona yang bangun lebih dulu dari suaminya, membiasakan langkahnya agar tak terlihat menahan sedikit perih, walau sudah dibiasakan nyaris semalaman namun rasa mengganjal di bawah sana masih sangat terasa.Waktu sudah menunjukan pukul delapan pagi, artinya dia bangun kesiangan. Diapun tak membangunkan suaminya yang nampak tertidur lelap. Leona turun perlahan menuruni tangga satu persatu seakan masih bisa merasakan benda tumpul yang membuatnya terhanyut itu menempel terus di setiap pergerakannya.Saat kakinya menyentuh tangga terakhir, terlihatlah nenek Melinda dan seorang pria paruh baya sedang duduk berbincang di ruang tamu. Pria itu ternyata staf kakeknya dulu yang bernama Benyamin. Mereka pernah bertemu beberapa
Pemuda yang bertubuh atletis hidung mancung, putih mulus dan tampan menunggu seseorang dengan tidak tenang disebuah sudut cafe di selatan kota Jakarta. Siapa lagi pria tampan itu jika bukan Abhygael. Sudah sekitar lima menit dia menerima pesan Burman yang katanya sudah dekat tapi tak juga muncul. Ponselnya berbunyi, rupanya Burman yang menelpon. Sedikit kesal dia mengangkatnya. "Halo, kau dimana ? Aku sudah lama menunggumu." "Aku sedang di parkiran, tapi sepertinya ada seseorang yang mengikutimu, kita harus ganti lokasi. Kau keluar lebih dulu, sebaiknya kita ketemu di hotel Horison, aku sudah menelpon adikku disana. Dia sudah menyiapkan satu kamar yang cukup steril untuk kita berdua." Tanpa menunggu pertanyaan lagi Burman segera menutup teleponnya. Abhygael geram bukan kepalang, dia sengaja tidak mengabari siapapunpun untuk pertemuannya dengan detektif Burman, bahkan isteri dan asistennya Regan tak tahu. Dengan tangan berada disaku celana, Abhygael keluar dari cafe, dengan sedikit
Mungkin sudah saatnya Abhygael harus terbuka kepada isterinya. Bukankah nenek Melinda sangat mempercayai Leona, jadi apa salahnya Abhygaelpun menaruh harapan yang sama ? Bukankah dia sudah mulai mencintai Leona ? Leona yang sudah banyak belajar melalui teori jadi kini saatnya untuk mempraktekan apa yang dia sudah pelajari, bagaimana menenangkan orang yang sedang galau, putus asa dan lain-lain. Setelah keduanya duduk di tepi ranjang, Leona meraih tangan suaminya dan menggenggamnya lalu mengusapnya dengan lembut. "Apakah kepalamu sakit ? Aku membawakanmu obat pereda nyeri." Abhygael menatap wajah isterinya, mendengar nama obat baginya sama dengan mendengar hantu. Leonapun menatapnya dengan mengangkat keningnya. "Tak ada penolakan, aku ingin kau sembuh." "Sebenarnya obat yang paling mujarab untuk mengatasi sakit kepala itu adalah berolahraga di tempat tidur." Abhygael tak memberi jeda kepada Leona dan langsung melumat bibirnya yang sedikit terbuka. Sesaat Pria ini memejamkan matan
Selena hendak menemui tamu di hotel Harison, tak sengaja dia berpapasan dengan Abhygael dan Leona yang baru saja keluar dari kamar 411. Abhygael memalingkan wajahnya, namun Leona sempat melemparkan senyum manisnya. Selena menahan marah, kedua tangannya mengepal sehingga buku-buku jarinya nampak menonjol dan memucat. Jika dia tak bisa memiliki Abhygael, maka dia pastikan wanita sialan itu tak bisa memiliknya. Selena menggeram marah. Jika dia bukan hendak menemui tamu, maka dia akan mengejar Leona dan membuat perhitungan dengannya. Rasa yang di timbulkan setelah melihat Abhygael yang keluar dari kamar dengan bergandengan tangan meninggalkan luka hati yang sangat dalam. Dia yang teramat mencintai Abhygael harus kalah dengan wanita buruk rupa yang bahkan tak ada apa-apa dibanding dirinya. Selena menyandarkan tubuhnya di dinding, mengatur nafasnya perlahan agar saat bertemu tamu nanti dia sudah terlihat sedikit membaik. Yah, sekarang dia harus mencari penghasilan tambahan dengan menjajak
Aditia berhasil menjerat Selena dalam permainannya, kini Selena tak bisa lepas lagi darinya. Selena benar-benar malu, dia bahkan tak ingin menerima uang yang diberikan Aditia untuknya. Permainan Aditia benar-benar memabukkan. "Ambillah uang ini, bukan untuk membayarmu tapi ini sebagai awal kedekatan kita," Aditia menaruh uang seratus lima puluh juta di tangan Selena yang terlihat sudah mengenakan pakaiannya dengan rapi. Awalnya Selena menolak, namun mendengar penuturan Aditia akhirnya dia menerimanya. "Apa yang kau inginkan dariku ?" Tanya Selena setelah menaruh uangnya di dalam tas punggungnya. "Bantu aku untuk menyingkirkan Leona dan merebut kembali perusahaan ayahku yang sekarang dipimpin Abhygael." Selena mendongak, "Jadi perusahaan itu bukan milik Abhyagel ?" Aditia menganggukan kepala. Dia menatap Selena dengan dalam. "Lalu apa yang harus kulakukan ?" "Cukuplah menjadi pendampingku" Aditia menggeser posisi berdirinya lebih dekat ke arah Selena. Tidak bisa dipungkiri jik
Tak ada yang tahu kepergian Leona ke Singapura kecuali nenek Melinda dan Abhygael. Leona punya rencana sendiri, dia keluar dari rumah menuju bandara memakai masker dan topi sehingga tak ada yang mengetahuinya. Leona berbaur bersama penumpang lainnya, melapor ke petugas chek in bandara dan masuk ke ruang tunggu. Tigapuluh menit kemudian terdengarlah panggilan agar mereka segera menaiki pesawat udara Singapura Airlines.Abhygael mengkhawatirkan isterinya yang pergi seorang diri ke negara tetangga itu. "Jangan terlalu mengkhawatirkannya, dia itu sudah dilatih oleh intelijen negara. Kau lupa dia cucu siapa ?" Nenek Melinda mencoba menenangkan cucunya. "Bukan itu masalahnya nek, seorang diri dengan wajahnya yang sekarang, ah..." Abhygael mengacak acak rambutnya. Nenek Melinda tertawa melihatnya. "Kau takut banyak yang akan jatuh cinta padanya ? Dia itu wanita tangguh, jangan lihat dia lemah, dia itu pemegang sabuk hitam karate semasa SMA, kau itu harus bersyukur dia tidak menendangmu ke