Matahari siang ini terasa sangat menyengat, sampai pengendara motor harus menggunakan jaket dan sarung tangan agar tubuhnya tidak tersengat panas matahari. Siang ini Abhygael mengunjungi lokasi proyek, dia ingin memastikan pekerjaan pembangunan proyek multiyears ini berjalan sesuai target atau tidak. "Tuan, jangan dekat-dekat kesini, sangat berbahaya bagi anda karena material banyak berjatuhan," tegur seorang pekerja. Abhygael tak menghiraukan teguran itu, karena menurutnya saat ini tubuhnya terlindung dengan pakaian dan helm pelindung. Namun begitu, dia tetap mengucapkan terima kasih atas peringatan yang ditujukan padanya. Abhygael mengamati dari dekat pekerjaan gedung bertingkat itu. Para pekerja terlihat sangat sibuk mengangkat material ke atas, mereka bekerja siang malam tak kenal lelah. Beginilah pekerjaan para kuli bangunan, Abhygael mendongak ke atas dengan memakai teleskop, dia lumayan puas dengan pekerjaan para timnya. "Aku lihat tiang penyanggah diujung kiri pada lantai
Serasa belum terobati kelelahan Leona akibat banyaknya pernikahan yang dihadirinya, kini dia harus terjun langsung pada acara kakaknya. Jika dulu Adelia dan Rafael sempat turun tangan dalam mensukseskan acara resepsi pernikahannya, apa salahnya jika dia harus membalas semua itu sekarang. "Hadiah apa yang bisa kita berikan untuk Adelia?" tanya Leona pada suaminya. "Terserah kau saja sayang, bukankah kau lebih tau selera wanita?" jawab Abhygael. Leona hanya mengangkat bahunya, sambil tengah memikirkan kira-kira hadiah apa yang pantas dia berikan untuk kakaknya itu. Selama seminggu dia harus ekstra minum vitamin kebugaran, belum dengan kejahilan Abhygael yang tak pernah memberinya waktu untuk istirahat setiap malam. Terkadang Leona merasa kasihan kepada anaknya Abil. Bisa dihitung dengan jari, berapa jam waktunya bersama buah hatinya itu. Leona harus pandai-pandai membagi waktu, antara pekerjaan kantor dan ibu rumah tangga yang baik. Sore ini, Leona mampir ke rumah orang tuanya untu
Leona kembali beraktifitas di kantor, begitu menginjakkan kakinya di gedung kantornya, tak sadar dia melihat sosok pria yang sangat dikenalnya. "Bukankah itu Wildan? Diakah asisten Abhygael ?" gumam Leona sambil mengerutkan keningnya. "Wildan...!" Panggil Leona. Merasa ada yang memanggil namanya, Wildan segera berbalik. "Hi Leona, kita bertemu lagi," Wildan menghampiri Leona dan mengulurkan tangannya. "Aku tak berpikir sama sekali jika kaulah asisten baru suamiku," ucap Leona sambil menjabat tangan Wildan dengan erat. "Ehhmm.." Wildan dan Leona melepaskan tangannya tatkala melihat Abhygael sudah keluar dari ruangannya. "Ikut aku, kita ke lokasi proyek." Abhygael melewati Leona tanpa berkata apa-apa, Wildan mengikutinya. Leona hanya geleng-geleng kepala, dia tahu mengapa suaminya seperti itu. Regan yang saat itu hendak keluar dari ruangannya tertawa melihat sikap Abhygael. Pasangan yang aneh, pikirnya. Dia berharap tak akan memperlakukan Sonia isterinya seperti sikap Abhygael
Abhygael sudah dipindahkan ke ruang VVIP, Leona terus mendampingi suaminya yang belum juga siuman. Menurut keterangan dokter diperkirakan setengah jam lagi dia akan siuman. Namun waktu sudah berlalu selama satu jam, tanda-tanda kesadaran belum juga muncul. "Menurut dokter dia akan sadar sebentar lagi, tapi ini sudah lewat!" gumam Leona dengan mimik wajah sedih. "Tenang nak, kita berdoa saja semoga dia cepat siuman," ucap Putra menenangkan Leona. Putera menepuk pelan bahu Leona lalu segera beranjak menghampiri guru Arafat. Dia tengah memikirkan sesuatu, tak bisa di pungkiri jika diapun merasakan hal yang sama dengan apa yang di rasakan Leona, tapi sebagai orang tua dia harus berusaha tegar. Belum ada yang beranjak dari rumah sakit, guru Arafat sedang duduk bersama Wildan dan Regan. Mereka serius mendengarkan penuturan Wildan terkait insiden yang menimpa bosnya itu. Regan sudah menghubungi pengawas lapangan dan laporan yang diterimanya persis sama dengan apa yang dijelaskan Wildan.
Tak ada yang tau jika Leona membeli peralatan makeup di mini market terdekat, dia sudah berbicara panjang lebar dengan dokter dan mendapatkan beberapa petunjuk. Dia lalu masuk ke salah satu ruang kosong, lalu memakai makeup seperti dulu yang sering dia lakukan. Tak lupa pula dia memakai lotion coklat pada kedua tangannya. Leona menjalaninya dengan berat hati, tapi apa boleh buat dia harus melakukannya demi suaminya yang tercinta. Setelah menatap wajahnya sebentar di depan kaca, ia berjalan perlahan menuju ruang VVIP dimana suaminya dirawat, dia sempat berpapasan dengan para perawat dan pengunjung rumah sakit, yang menatapnya aneh. Mungkin mereka merasa pernah melihatnya atau bisa saja mereka jijik melihatnya, Leona hanya tersenyum kecut. Tatkala Leona masuk ke dalam ruangan, mereka yang berada di sana terkejut. Apalagi Wildan, dia yang tak tahu menahu malah menatap Leona dengan aneh. "A..apakah kau Leona ?" tanya Wildan tergagap. "Aku rasa hanya inilah upaya yang bisa aku lakukan,
Julit menghubungi Yolan jika dia akan membesuk Abhygael di rumah sakit. Dia mampir di supermarket yang menjual buah-buahan, lalu dia menuju ke rumah sakit. Cukup beberapa buah-buahan yang menjadi kesukaan Abhygael di bungkus serapi mungkin. Kini yang berada di rumah sakit tinggallah Leona, Regan dan Wildan. Mereka tak ingin meninggalkan Abhygael. Regan sudah meminta izin pada isterinya untuk menjaga Abhygael di rumah sakit. Wildan sendiri karena rasa bersalahnya tak ingin sekalipun meninggalkan Abhygael. "Pulanglah, biarkan aku dan Regan yang akan menunggui Abhygael." Leona menyuruh Wildan pulang. Wildan menolak, "Ijinkan aku menemani kalian." "Biarkan saja dia disini, siapa tau kehadirannya bisa membantu" ujar Regan. Tak berapa lama saat mereka menggelar karpet dilantai, paman Julit datang memberi salam. "Mari paman silahkan masuk," Leona menyambut hangat kedatangan Julit. Setelah menaruh buah-buahan di atas meja, Julit menghampiri Abhygael. Abhygael sempat membuka matanya seb
Setelah mendapatkan informasi dari Julit, Selena bersiap-siap ke rumah sakit. Sekarang adalah peluang baginya merebut kembali Abhygael. Pesan Roby yang akan datang ke apartemennya diabaikannya begitu saja. Yang penting saat ini bagaimana bisa merebut hati mantan kekasihnya itu. Sore ini Selena tampil secantik mungkin, dia sengaja menggunakan gaun yang dibelikan Abhygael padanya. Dia juga memakai perhiasan dan jam tangan pemberian mantan kekasihnya itu. Selena tersenyum saat menatap wajahnya di cermin, dia memoles wajahnya dengan makeup tipis yang tidak terlalu mencolok. Bunyi sepatu hells menggema di lantai koridor rumah sakit dan berhenti di ruang VVIP. Selena masuk begitu saja tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu. "Abhy, apa yang terjadi denganmu ?" Selena segera menghampiri ranjang Abhygael sambil menangis. Regan dan Leona terlambat mencegah hal itu, akhirnya keduanya hanya bisa berdiri dengan mata terbelalak tatkala melihat Selena yang langsung memeluk Abhygael. Regan hendak m
Upaya untuk memulihkan ingatan Abhygael, belum membuahkan hasil. Putera bahkan mendatangkan seorang terapis dari luar negeri tapi belum menunjukkan hasil apapun. Namun keluarga ini tak pernah berputus asa, berbagai cara mereka lakukan, Leona pun selalu sabar menghadapi tingkah Abhygael yang kembali ke masa-masa awal pernikahan mereka. "Leona, mana sepatuku ?" teriak Abhygael. Leona saat ini kembali ke masa dimana dia diperlakukan dengan tidak baik oleh Abhygael, tak ada rasa sakit, dia menjalani semuanya dengan ikhlas. Leona datang membawakan sepatu yang diminta Abhygael. Satu hal yang bisa diterima Abhygael ketika dia sudah diijinkan rawat jalan adalah, kematian neneknya dan kehadiran buah hatinya Muhammad Abil Al-Fatih. Selain itu, dia masih sulit menerimanya, baginya Leona bukanlah istri yang tepat bersanding dengannya, dia telah salah memilih istri walau dia sendiri merasa heran mengapa dia masih bisa bertahan begitu lamanya tanpa bercerai. Padahal neneknya sudah meninggal lal