Begitulah Carista, semuanya tidak akan terlepas dari uang.
Carista sangat pelit kalau sudah berurusan dengan yang namanya uang, dia tidak akan mau dirugikan sedikitpun.
Tapi meskipun Carista begitu, aku sangat menyayanginya karena Carista adalah sahabat terbaik sekaligus orang kepercayaan bagiku.
Dia selalu ada setiap kali aku membutuhkan. Carista yang selalu menemaniku dalam suka dan duka.
Bahkan saat aku dalam keadaan sangat terpuruk sekalipun, Carista selalu hadir menemani.
Suara bel menghentikan obrolan kami. Carista beranjak menuju pintu untuk menerima makanan yang dipesan melalui kurir.
“Bayarnya, Ra!” interupsinya dari pintu.
“Pakai uangmu dulu kan bisa, Car!” pekik Ara.
“Nggak bisa Ara. Ntar aku lupa!” teriak Carista tak mau kalah.
“Ya Tuhan, ini anak pelitnya minta ampun!” jeritku dari dapur.
“Biarin. Kan tadi sudah ada kesepakatan!” timpalnya.
Kurirnya hanya tersenyum melihat kami yang ribut soal siapa yang akan membayar.
Aku menyodorkan dua lembar seratus ribuan kepada kurirnya.
Kami menikmati makan siang dengan bercerita banyak hal. Setelah selesai makan siang, aku dan Carista berencana ke mall untuk berbelanja keperluan dapur dan keperluan lainnya.
Sekalian membeli beberapa perlengkapan untuk perjalananku ke Padang nantinya.
Sampai di mall, Carista berjalan menuju lantai dua yang menyediakan aneka keperluan bahan makanan.
Sedangkan aku menuju lantai tiga yang ada di mall ini, untuk membeli perlengkapan melukis, karena peralatan lukisku sudah hampir habis. Aku berjalan mencari kuas.
Aku memilih beberapa jenis kuas diantaranya adalah kuas lukis round, kuas lukis flat, kuas bright brush, angel brush, filbert brush, kuas lukis fan, kuas lukis mop, dan kuas lukis rigger, aku mengambilnya masing-masing 5 buah.
Selanjutnya, aku berjalan mencari cat lukis.
Aku memilih beberapa jenis cat diantaranya cat air, cat minyak, cat akrilik, cat poster, cat tekstil, dan cat semprot.
Aku mengambilnya masing-masing 3 warna per jenis.
Dilanjutkan menuju ke tempat palet, berhubung paletku yang ada sudah lusuh dan usang.
Selanjutnya, berjalan mencari kanvas. Setelah semua peralatan melukisku siap di troli, aku langsung turun ke lantai dua untuk mencari Carista.
Sesampainya di lantai dua, aku melihat-lihat untuk mencari dimana keberadaan Carista.
Tampak Carista yang tengah sibuk memilih-milih buah-buahan. Aku berjalan menghampirinya.
“Sudah selesai Car?” tanyaku
“Belum, Ra. Yang bahan makanan sudah, Ra. Tinggal buah sama cemilan,” jawabnya tanpa menoleh ke arahku.
“Kamu sudah selesai?” lanjutnya melihat kearahku.
“Sudah, Car. Aku Cuma membeli beberapa peralatan dan bahan-bahan untuk melukis nanti,” ujar Ara.
Jam sudah menunjukkan pukul empat sore. Kami pun langsung keluar dari mall menuju mobil yang berada di parkiran untuk pulang kembali ke apartemen.
Hari ini aku dan Carista akan memasak makanan dirumah untuk makan malam nantinya. Mumpung ada waktu buat memasak.
Karena, walau bagaimanapun, makanan yang dimasak sendiri jauh lebih sehat dibandingkan dengan makanan fast food.
***
Hari ini merupakan sudah seminggu aku dan Carista tinggal di apartemen.
Semuanya berjalan sesuai rencana. Rutinitasku setiap pagi mengantarkan Carista ke kantornya, sebelum aku berangkat kerja.
Daripada Carista naik taxi, kan lumayan ongkos taxi bisa untuk membeli kebutuhan lainnya.
Seperti pagi ini, Ara sudah ready dengan pakaian kantornya.
Ara memilih blouse soft pink dengan blazer navy sebagi setelannya pagi ini. Rambutnya yang sepunggung dibiarkan bebas tanpa ikatan.
Dengan memoleskan sedikit make-up tipis diwajahnya, Ara terlihat sangat natural.
Ara keluar dari kamarnya setelah selesai berkemas.
Carista juga sudah siap dengan setelan kantornya.
Seperti inilah rutinitas mereka berdua setiap paginya. Setelah mengantarkan Carista, Ara langsung menuju tempat kerjanya “Universitas Erlangga”.
Ara berprofesi sebagai tenaga pengajar di Universitas Erlangga.
Ara bekerja sebagai dosen tetap di sana. Mahasiswa di fakultas seni adalah makanan Ara setiap harinya.
Hari ini merupakan hari pertama kegiatan perkuliahan dimulai, setelah menjalani liburan semester selama lebih kurang satu setengah bulan lamanya.
Udara kampus menyambut kedatanganku pagi ini. Disetiap tempat sudah berdiri mahasiswa dan mahasiswi dari berbagai jurusan.
Ada yang sedang menceritakan pengalaman selama liburan, ada juga yang mungkin sedang menggosipkan para dosen yang menjadi incaran mereka.
Dan ada juga yang hanya sekedar bertegur sapa setelah sekian lama menghabiskan waktu liburan dengan kegiatan masing-masing.
Setelah memarkirkan kendaraannya, Ara berjalan menyusuri koridor untuk menuju keruangannya yang terletak di lantai tiga. Ara berpapasan dengan beberapa mahasiswa yang pagi ini sudah mulai memenuhi kampus.
“Good morning, Miss Ara!” terdengar sapaan dari beberapa mahasiswa yang berpapasan dengannya.
“Good morning all!” jawab Ara sambil tersenyum
“Long time no see, Miss. How are you? You look so beautiful today, Miss!” terdengar sapaan dari mahasiswa lainnya.
“I'm fine. Thank you so much!” Ara sudah terbiasa dengan gombalan para mahasiswanya. Ara sangat maklum dengan mereka. Karena, Ara bergaul dengan mahasiswa dan mahasiswi yang sudah dikategorikan dewasa.
Didalam ruang kuliah mereka akan bersikap layaknya murid dengan dosen.
Akan tetapi jika sudah diluar ruangan kuliah mereka sudah layaknya sahabat, mungkin karena usia mereka yang tidak terpaut jauh.
Bahkan ada yang memanggil Ara dengan sebutan kakak jika sudah diluar ruang kuliah.
Sesampainya di depan lift, Ara berpapasan dengan Mr.Calvin yang juga tenaga pengajar di Universitas Erlangga.
“Morning, Mr. Calvin!” sapa Ara.
“Morning too Ms. Ara. You look so beautiful today!” sanjung Mr. Calvin.
“Thank you soo much Mr. Calvin,” jawab Ara sambil tersenyum.
“Long time no see Ms. Ara and I miss you so much!” Mr. Calvin menambahkan.
“Yeah. Miss you too Mr. Calvin!” ujar Ara.
Aku mengobrol dengan Mr. Calvin tentang kegiatan semasa liburan kemaren dan juga membahas perkuliahan sambil berjalan menuju ruangan masing-masing.
Berhubung sekarang adalah hari pertama perkuliahan dimulai.
Hari ini akan ada meeting dengan semua pendidik dan tenaga kependidikan yang ada di Universitas Erlangga.
Meeting tersebut akan membahas tentang persiapan semester baru, juga akan membahas tentang kunjungan kerja dan Studi Banding yang rencananya akan dilaksanakan beberapa hari lagi dan hal-hal lainnya yang dirasa perlu.
Berhubung perkuliahan tatap muka belum dimulai, maka jadwalku tidak terlalu padat.
Setelah meeting dengan semua tenaga pendidik dan tenaga kependidikan, aku memutuskan untuk makan siang di rumah saja.
***
Sementara itu, disebuah ruangan gedung pencakar langit yang ada di kota ini.
Kesibukan tampak menyelimuti perusahaan yang bergerak dibidang property tersebut.
Semua direksi terlihat larut dalam tumpukan kertas yang ada dimeja masing-masing.
Dilantai tiga puluh perusahaan itu, tampak seorang pria dengan setelan lengkapnya berdiri menghadap dinding kaca gedung itu.
Pandangan matanya lurus menerawang kedepan, tanpa mempedulikan sekelingnya. Dia larut dengan pemikirannya sendiri.
Pria itu adalah Gilang Wijaya. Gilang biasa dia dipanggil. Ayahnya seorang pengusaha yang bernama Nazik Wijaya yang merupakan pemilik Wijaya Corporate yang sedang berkembang pesat.
Gilang yang merupakan seorang CEO pada perusahaan yang dipimpinnya sangat disegani oleh semua karyawannya.
Gilang mengingat kembali pertemuannya dengan gadis yang menabraknya di Gramedia beberapa hari yang lalu.Pertemuan itu merupakan pertemuan yang kedua kalinya oleh Gilang, setelah sebelumnya juga bertemu di Restoran saat makan siang.Gilang penasaran dengan sosok gadis tersebut.Gadis dengan rambut panjangnya yang berwarna hitam bersinar, seakan menambah nilai plus pada dirinya.Kulitnya tidak putih seperti perempuan pada umumnya yang pernah dekat dengan Gilang.Akan tetapi lebih mengarah ke arah sawo matang dan jangan lupakan sebuah lesung pipi disebelah kanan pipinya yang menambah daya tarik kuat dimata para pria tak terkecuali dengan Gilang yang juga terbius pesona gadis tersebut.Melihat dari penampilannya dia bukanlah cewek yang feminim, tapi lebih kearah tomboy.Gilang tersenyum sendiri mengingat pertemuannya dengan gadis tersebut.Dia larut dengan pemikirannya sambil tersenyum-senyum sendiri sampai Gilang tidak m
“Terserah kamu saja, Car!” Aku mulai malas meladeni Carista kalau penyakit musimannya ini sudah keluar.“Sampai disana jangan lupa kasih kabar, Ra!” sela Carista.“Pastinya, Car,” jawabku.“Jangan lupa oleh-olehnya juga!” ucapnya menambahkan.“Kamu mau oleh-oleh apa?” tanya Ara.“Apa aja deh, Ra. Yang penting enak,” cetis Carista.“It’s ok, Car!” ucap Ara.Pagi ini, halaman kampus sudah dipenuhi oleh mahasiswa yang akan ikut studi banding ke Universitas Negeri Padang yang berada di Provinsi Sumatera Barat.Mereka sudah lengkap dengan bawaannya masing-masing.Diparkiran kampus sudah berjejer tiga buah bus kampus, yang akan membawa semua mahasiswa peserta Studi Banding dan Dosen yang mendampingi menuju Bandara.Peserta studi banding kali ini terdiri dari seratus orang mahasiswa/mahasiswi, dan ada sepuluh orang dosen pembimbing
“Morning too, Gilang!” senyumku.Aku terpaku menatap senyuman Gilang yang sangat menawan dengan dua lesung pipi di pipinya.“Jangan terlalu lama menatapku, Kia! Ntar kamu jatuh hati. Aku tahu kok kalau aku keren!” canda Gilang yang disusul dengan suara tawanya.“Hahahah. Nggak segitunya kali Lang!” kekehku.“Kia, kita kesana yuk!” ajak Gilang sambil menunjuk sebuah tempat yang ada diseberang lautan.Tempat tersebut merupakan sebuah pulau kecil. Kesana bisa ditempuh dengan perahu yang disewakan disekitaran pantai.Kami pun berjalan menyusuri pantai, dengan menggunakan perahu yang disewakan nelayan, yang berkapasitas 20 orang sekali jalan.Perjalanan sangat menyenangkan, karena aku penyuka tantangan.Akan tetapi, perjalanan cukup menegangkan bagi yang belum biasa naik perahu.Diiringi deburan ombak, sekitar 30 menit sampailah kami di tempat tujuan karena lokasi yang menyebera
Kiara gadis yang baik, ramah, dan supel menurutku.Wawasannya juga lumayan tinggi. Sepertinya latar belakang pendidikannya juga oke, terbukti dari cara dia menjelaskan segalanya kepadaku.Ya, disinilah aku sekarang didepan penginapan Kiara, untuk keluar bersama mencari makanan yang bisa dinikmati dengan menu khas Padang.Kiara menyuruhku menunggu diluar saja, karena menurutnya nggak enak dipandang jika laki-laki dan perempuan didalam rumah berduaan.Untuk yang kesekian kalinya, Gilang terpana dengan Kiara. Sebuah alasan yang masuk akal menurutku.Aku berasumsi bahwa Kiara gadis yang baik, yang tidak sembarangan dengan laki-laki.Gadis yang masih memegang tradisi dan sopan santun yang masih kental.Sekitar 20 menit menunggu, akhirnya yang kutunggu pun keluar dengan blouse lengan panjang selutut berwarna putih, dipadukan dengan celana bahan berwarna hitam.Flat shoes putih, dan sebuah sling bag Louis Vuitton berwarna putih dengan
Finally, setelah menikmati makanan dan minuman yang telah mereka pesan selama lebih dari dua jam lamanya, merekapun berdiri untuk membayar semua tagihan yang telah mereka nikmati tadi.“Aku yang bayar, Kia!” tegas Gilang saat Kiara akan mengeluarkan uang untuk membayarnya.“Nggak usah, Lang. Biar aku saja yang bayar,” tolak Kiara.“Aku saja. Nggak baik juga kalau cewek yang bayar. Sekalian aku yang traktir,” balas Gilang.“Yakin, nich?” tanya Kiara.“Sure!” angguk Gilang penuh keyakinan.“Terima kasih, Lang,” ucap Kiara.“Sama-sama, Kia," jawab Gilang sambil tersenyum.Mereka berjalan menuju kasir untuk membayar semua tagihan selanjutnya berjalan menuju mobil yang berada di parkiran restoran.“Kita kemana lagi?” tanya Gilang sambil memasangkan seat belt pada Kiara.Yang langsung membuat Kiara membeku untuk sepersekian d
Setelah menunaikan kegiatan melukisnya selama dua jam, akhirnya Ara selesai juga dengan lukisannya.“Finish!” senyum Ara mengembang sambil memandang hasil lukisannya sore ini, dan menoleh ke arah Gilang yang tidak berkedip.“Selesai, Lang. Balik sekarang, atau bentar lagi?” tanyanya melihat Gilang yang tetap bungkam tanpa suara.“Bentar lagi, Kia! Lukisannya sangat bagus,” puji Gilang yang berhasil membuat rona kemerahan di wajah Kiara.“Terima kasih, Lang,” ujar Kiara.“Sama-sama, Kiara,” jawab Gilang.“Lukisannya sudah selesai semuanya?” tanya Gilang.“Poin yang penting-pentingnya sudah, Lang. Nanti tinggal finishing saja di penginapan atau ntar kalau sudah kembali ke Jakarta!” jelas Kiara.“Aku mau lukisannya!” pinta Gilang.“Boleh. Tapi di selesaikan dulu,Lang,” jawab Kiara.“Baiklah,” senyum
Mereka menempuh perjalanan lebih kurang selama dua puluh menit.Akhirnya jam delapan malam, mereka pun sampai di penginapan Kiara.Gilang mengantarkan Kiara sampai ke depan pintu penginapannya berhubung karena Gilang yang membawa tas ransel Kiara tadi.Setelah meletakkan tas ransel tersebut di dekat pintu masuk, Gilang langsung menuju ke parkiran untuk kembali ke hotel tempatnya menginap, dan diikuti Kiara disampingnya.“Terima kasih untuk hari ini, Lang,” ucap Kiara dengan senyum manisnya.“Sama-sama, Kia. Seharusnya, aku yang berterima kasih, karena sudah diizinkan untuk ikut denganmu,” jawab Gilang sambil tersenyum."Sama-sama kalau begitu. Aku juga sudah ditemani dari tadi," ucap Kiara.“Sampai jumpa besok, Gilang. Hati-hati dijalan,” Kiara menambahkan.“Baiklah. Besok tunggu aku sampai datang, ya,” Gilang mengingatkan kembali karena takut akan ditinggal jika terlambat.
Kami berjalan melalui pemukiman penduduk. Disepanjang jalan kulihat Kiara bertegur sapa dengan penduduk disekitar tempat yang kami lewati.Aku tidak memahami apa yang dikatakan oleh Kiara saat melihat Kiara menunjuk sebuah gunung yang masih jauh.Mungkin penduduk menanyakan kemana tujuan kami. Aku sangat tidak paham dengan bahasa yang digunakan oleh masyarakat.Sedangkan Kiara hanya tersenyum ke arahku, tanpa berniat untuk menjelaskan apa yang telah dibicarakan dengan penduduk yang bertegur sapa dengannya.Hari sudah mulai terang. Perlahan kami bisa menikmati pemandangan alam yang tersaji didepan mata, yang ada disepanjang perjalanan.Sungguh sebuah pemandangan alam yang indah didaerah pegunungan.Dikaki gunung terdapat sungai yang mengalirkan air yang jernih dan segar.Kami berhenti sejenak untuk beristirahat sambil mencuci muka di air sungai yang mengalir indah.Terdapat banyak sawah dikiri dan kanan jalan dengan padi yang te
Memikirkan malam pertama saja sudah membuat kepala Ara terasa berat, apalagi memikirkan cucu seperti yang di bicarakan oleh mamah mertuanya dengan sang bunda.Setelah merasa baikan, Ara kembali ke depan dengan mamah mertuanya dan juga sang bunda yang berdiri di kiri dan kanannya.Bianca juga sudah berdiri dengan anggunnya di depan pelaminan.“Terima kasih, Kak. Akhirnya doa aku di kabulkan sama Tuhan.” Ara tersenyum kepada Bianca seraya mengusap kepala gadis itu dengan sayang. Gadis yang semenjak kenal dengannya sudah di anggapnya sebagai adik itu, hari ini resmi menjadi adik iparnya.Selanjutnya di lanjutkan dengan sesi pemotretan untuk para tamu yang masih tersisa dan foto foto bersama keluarga lainnya.Akhirnya rangkaian acara pesta pernikahan Gilang dan Ara selesai juga. Besoknya adalah hari yang paling membahagiakan bagi pasangan pengantin baru tersebut. Gilang sudah menyusun rencana honeymoon mereka dengan sangat matang tanpa meli
“Sudah, lanjutkan jalannya, tidak enak dilihatin sama para tamu undangan.”“Tapi…” Fenna dan Carista menarik Ara pelan agar terus berjalan.DiantaraTanpa sadar mata Ara memperhatikan tulisan namanya di dinding aula yang tertulis dengan sangat indah dengan tinta gold, terpajang di atas panggung pelaminan. Kemudian, dia melihat senyum cerah seseorang yang menunggunya di atas panggung sana. Air mata Ara menetes tanpa bisa ditahannya. Pria misterius tersebut malah tertawa saat melihat wanita yang sekarang telah resmi menjadi istrinya itu menangis.“Selamat ya sayang.” Ara melihat ayah dan bunda nya yang tertawa ke arahnya. Ara benar benar menangis karena semua orang telah mengerjainya dengan sangat bagus. Hingga teguran dari sang bunda membuatnya kembali melanjutkan langkah kakinya menuju panggung.“Istriku cantik banget hari ini,” bisik Gilang seraya mengulurkan tangannya kepada Ara. Gilang langs
Perjalanan menuju tempat pernikahan membuat Ara berdebar debar. Gadis itu harus menghirup dan menghembuskan nafasnya beberapa kali untuk mengurangi rasa gugup yang datang menghapirinya.Di belokan pertama, kepala Ara mulai mengernyit pasalnya dia masih ingat dengan jalanan itu, jalan menuju hotel yang di lihatnya bersama Gilang waktu itu. Tetapi masih berpikir positif, mungkin saja jalannya memang sama, lagian dia juga tidak hafal dengan jalan di Negara ini.Hingga akhirnya mobil berbelok menuju Axana Hotel. Kakinya langsung gemetar, kenapa bisa di sini. Bukannya ini tempat yang di reservasi Gilang waktu itu?“Kok kita ke sini, bunda?” Fenna menoleh kemudian tersenyum. Carista dan Ayu yang duduk di sampingnya juga ikut tersenyum.“Iya, memang tempat pernikahannya di Axana Hotel sayang.” Mata Ara melebar. Posisi duduknya langsung menjadi tidak nyaman.“Ini tempat Gilang akan menikah juga hari ini.” Fenna pur
“Wow, kamu hebat, Kia. Hidung Belinda mengalami patah tulang dan tangannya juga parah,” sahut David dengan mata yang tidak beralih dari layar gadget nya.“Kamu tau dari mana?” Ara menoleh kepada David.“Lihat berita online Kia. Berita kamu menjadi trending topic hari ini,” puji David penuh semangat.“Itu jurus dapat dari mana?” Gilang menghentikan mobilnya di cafe terdekat karena mereka harus mencari tempat duduk agar dia bisa mengorek informasi dari gadis pujaannya itu.“Itu namanya jurus terdesak. Aku tidak menyangka jika akan separah itu.” Ara tertawa bahagia setelah melihat berita yang disodorkan oleh David kepadanya. Sungguh diluar dugaan, jika dia bisa membuat Belinda terluka parah.David menatap Ara dengan bergidik “Lha, jurus terdesak saja sangat gawat efeknya, apalagi jurus yang memang sudah di rencanakan.”“Sekarang aku lagi mempersiapkan jurus rahasia bu
“Kapan kejadiannya?” tanya Gilang dengan wajah memucat.“Kenapa? Tumben kamu peduli. Biasanya juga tenang saja saat melihat video seperti itu.” David menatap Gilang dengan kening berkerut.“Kapan kejadiannya?” Gilang mengulang pertanyaannya dengan suara yang lebih keras.“Kejadiannya baru sekitar sepuluh menit yang lalu.” Gilang segera menyambar kunci mobil yang terletak di atas meja setelah mendengar jawaban David.“Hei, kamu mau ke mana? Aku ikut.” Gilang mempercepat langkahnya seraya menghubungi Ara, sialnya gadis itu malah tidak menjawab panggilannya.“Ada apa sih, Lang? Kok panik banget?” David berjalan dengan setengah berlari untuk mengejar Gilang yang telah masuk ke dalam mobil.“Perhatikan cewek yang ada dalam video tersebut.” David memutar ulang video tersebut.“Belinda kan? Judul beritanya juga nama dia kok,” ucap David dengan nad
“Kapan kamu terakhir kali bertemu dengan Kiara?” tanya Belinda yang masih belum yakin dengan penglihatannya.Gilang menatap Belinda dengan rasa benci yang mendalam akan tetapi dia berusaha untuk tenang. Walau bagaimana pun, Gilang tidak ingin gegabah dalam menghadapi ular betina ini, salah salah langkah bisa bisa nyawa Kia yang akan menjadi korbannya.“Tahun lalu,” ucap Gilang dengan tatapan yang tidak terlepas dari Belinda. Dia terus mengamati gerak gerik perempuan licik tersebut.“Owh, sudah lama banget rupanya,” sahut Belinda berusaha menyembunyikan rasa terkejutnya akan tetapi bukan Gilang namanya jika dia tidak bisa mengetahui perangai Belinda.“Jangan pernah menyentuh Kiara, karena dia tidak ada hubungan sama sekali dengan aku. Satu hal yang harus kamu ingat, jika kamu mengganggunya maka bisa aku pastikan kamu akan menerima akibatnya dan akan membusuk di penjara,” ucap Gilang seraya mencengkram lengan
“Tuh kan cantik banget, senyum dikit sayang bunda mau foto. Kemarin dia juga minta bunda buat fotoin kamu saat lagi fitting baju.” Fenna mengambil beberapa gambar cantik putrinya dan langsung mengirimkannya kepada calon menantunya itu dengan penuh semangat.“Kamu udah cocok atau ada yang mau di perbaiki lagi sayang atau ada yang mau ditambahkan?” Nia bertanya dengan lembut. Ara melihat pantulan dirinya di cermin besar yang ada di hadapannya, semuanya sudah terlihat sangat sempurna.“Udah cocok kok tante.” Nia tersenyum bahagia.“Semuanya sudah oke yah?” Ara mengangguk dan sang bunda juga ikut tersenyum bahagia.“Dasar orang yang berjodoh, seleranya pun sama.” Celetuk Fenna yang mengundang kekehan Nia dan beberapa pegawai toko di sana.“Namanya yang berjodoh, pastinya enggak akan lari seleranya, jeng.” Nia tertawa pelan seraya memperhatikan Ara yang sudah mulai bosan dengan suas
Gadis itu menoleh kepada Gilang “Aku pengennya malah melihat undangan karena penasaran dengan mempelai wanitanya.” Gilang langsung tertawa lebar dan segera mengajak gadis itu ke bagian lainnya. Setelah urusan di sana selesai mereka segera meninggalkan gedung dengan perasaan gembira bagi Gilang dan terluka bagi Ara.“Oh iya. Bagaimana persiapan pernikahan kamu?” tanya Gilang saat mereka telah berada di dalam mobil.“Semua di handle bunda sama ayah. Kan mereka yang mengetahui calon menantunya itu.” Gilang malah tertawa lebar saat mendengar ucapan jutek gadis itu. Hingga mobil berhenti di pusat pembelajaan terbesar di kota Amsterdam.“Hari ini aku yang bayar semua keperluan kamu untuk pernikahan nantinya.” Gilang segera turun dari mobil dengan menggenggam tangan Ara.“Enggak perlu, Lang,” tolak Ara dengan senyuman getir nya. Andai calon suaminya adalah Gilang, pastinya dia akan sangat bahagia sekara
“Bagaimana jika ternyata memang aku pria misterius itu?” ucap Gilang balik bertanya. Dia juga ingin mengetahui apa yang akan dilakukan oleh Ara nantinya.“Pastinya bukan kamu Lang, karena aku tidak mau di duakan dengan wanita lain.”“Ini kan, jika seandainya Kia.”“Jika ternyata pria misterius itu adalah orang yang aku kenal secara dekat. Maka, tunggu saja pembalasan aku selanjutnya setelah menikah nantinya. Sekarang dia yang mengerjai aku, maka nantinya aku yang akan mengerjainya.” Ara tersenyum puas hingga lesung pipinya terlihat dengan jelas dan wajahnya yang memancarkan kebahagiaan yang tiada duanya.Gilang bergidik ngeri saat melihat ekpresi gadis itu hingga dia terpikir sendiri tentang ucapan Ara.“Ya sudah, sekarang kita keluar sebentar. Aku ada janji dengan pihak WO dan mengurus semua keperluan pesta nantinya,” ucap Gilang kepada Ara yang langsung membuat gadis itu lesu. Baru juga