“Terserah kamu saja, Car!” Aku mulai malas meladeni Carista kalau penyakit musimannya ini sudah keluar.
“Sampai disana jangan lupa kasih kabar, Ra!” sela Carista.
“Pastinya, Car,” jawabku.
“Jangan lupa oleh-olehnya juga!” ucapnya menambahkan.
“Kamu mau oleh-oleh apa?” tanya Ara.
“Apa aja deh, Ra. Yang penting enak,” cetis Carista.
“It’s ok, Car!” ucap Ara.
Pagi ini, halaman kampus sudah dipenuhi oleh mahasiswa yang akan ikut studi banding ke Universitas Negeri Padang yang berada di Provinsi Sumatera Barat.
Mereka sudah lengkap dengan bawaannya masing-masing.
Diparkiran kampus sudah berjejer tiga buah bus kampus, yang akan membawa semua mahasiswa peserta Studi Banding dan Dosen yang mendampingi menuju Bandara.
Peserta studi banding kali ini terdiri dari seratus orang mahasiswa/mahasiswi, dan ada sepuluh orang dosen pembimbing yang akan mendampingi disana.
Satu orang pembimbing akan membimbing sepuluh orang mahasiswa/mahasiswi.
Sebuah mobil mewah keluaran Ferrari sport berwarna merah memasuki halaman parkir kampus yang membuat semua mata melongo melihatnya.
Gilang keluar dari mobil dengan stelan kantor lengkap.
“Sudah lengkap semuanya, Bi?” tanya Gilang pada adiknya yang juga akan mengikuti Studi Banding
“Udah, Kak. Semuanya sudah beres. Jangan khawatir, Kak!” jawab Bianca.
“Apa nggak ada yang ketinggalan?” Gilang meyakinkan adiknya.
“Rasanya cukup, Kak!” ucap Bianca sambil tersenyum.
“Jangan lupa kasih kabar kalau sudah sampai disana!” perintah Gilang.
“Ya, Kak. Aku kesana dulu, sudah disuruh berkumpul sepertinya, Kak,” jawab Bianca sambil berlalu dari hadapan sang kakak.
“Ya sudah. Hati-hati disana,” nasehat Gilang pada Bianca yang mulai berjalan menuju lapangan tempat berkumpul semua peserta.
Setelah Bianca sampai di lapangan dan memastikan adiknya telah masuk dalam rombongan, Gilang pun berangkat menuju kantornya untuk mempersiapkan keberangkatannya siang nanti.
Semua peserta studi banding dikumpulkan di lapangan untuk mendengarkan instruksi dari dosen pembimbing demi lancarnya project disana nantinya.
Dosen pembimbing memberikan beberapa aturan dan instruksi yang harus dipatuhi oleh semua peserta studi banding tersebut.
Sebelum keberangkatan, semua peserta berdo’a bersama terlebih dahulu agar diberikan kemudahan dan keselamatan selama menjalani kegiatan.
Mereka berdo’a semoga semuanya berjalan sesuai dengan yang diharapkan.
***
Pukul sepuluh waktu setempat, rombongan studi banding telah sampai di Padang.
Mereka langsung menuju penginapan yang telah disediakan pihak kampus.
Semuanya beristirahat setelah melewati perjalanan yang cukup melelahkan Jakarta - Padang. Besok mereka akan memulai kegiatan yang sudah dijadwalkan.
Ara menuju ke kamar yang telah disediakan, untuk beristirahat sejenak.
Rencananya nanti sore Ara akan berjalan-jalan melihat-lihat kota Padang yang sudah lama tidak dikunjunginya.
Saat terbangun dari tidurnya, jam sudah menunjukkan pukul lima sore. Ara bergegas mandi, dan berkemas.
Rencananya akan ke pantai untuk me-refresh otaknya yang sudah sangat lelah, sambil menikmati pemandangan pantai yang indah.
Ara berjalan menyusuri pantai sambil menikmati pemandangan lukisan alam yang tersaji melalui kanvas Tuhan yang maha besar. Langit sore terlihat sangat cerah.
Namanya Pantai Air Manis yang merupakan salah satu daya tarik dari kota Padang.
Pantai ini tidak terlalu jauh dari pusat kota. Didukung dengan akses jalan yang memadai membuat lokasi pantai ini mudah dijangkau.
Banyak yang menyarankan, saat yang tepat untuk berkunjung ke pantai ini adalah ketika matahari terbenam. Karena pada saat itu, pemandangan pantai Air Manis terlihat lebih eksotis.
Garis pantainya yang panjang, pasirnya yang putih, ditambah deburan ombak yang menawan membuat pantai ini menjadi incaran para turis baik lokal maupun asing.
Bagi para pengunjung yang menyukai petualangan, di pantai ini pengunjung juga dapat menyewa ATV (All Teran Vehicle) yang bisa digunakan untuk berkeliling mengitari pantai.
Ara duduk di atas pasir, sambil memandang kearah laut lepas.
Cahaya merah keemasan memberikan sensasi yang luar biasa, betapa indahnya panorama sunset sore ini. Keindahan yang sangat melegenda saat senja mulai menjelang.
Angin yang berhembus saat matahari mulai terbenam, membelai lembut rambutku.
Sungguh, suatu pemandangan yang luar biasa indah.
Nun jauh disana, terlihat kapal-kapal nelayan di tengah tenggelamnya matahari.
Bagiku, menikmati matahari terbenam merupakan suatu pemandangan indah yang tidak ada bandingnya.
Entah berapa lama Ara menikmati pemandangan dari kanvas Tuhan yang tercipta di langit yang bewarna kemerah-merahan, hingga lamunannya terhenti oleh sebuah suara disampingnya.
“Boleh duduk disini?” tanya seseorang.
“Silahkan!” ucap Ara dengan menganggukkan kepalanya sambil menoleh kearah sang pemilik suara.
“Ya Tuhan, kok aku ketemu terus sama orang ini,” kata hari Ara.
Ternyata pemilik suara tersebut adalah laki-laki yang aku tabrak di Gramedia beberapa hari yang lalu.
“Hmmm, pemandangan yang bagus!” ucapnya sambil menatap ke tengah laut lepas
“Ya. Sangat bagus malahan!” timpalku tampa menoleh kepadanya.
“Sering kesini?” dia menambahkan
“Nggak terlalu sering, tapi lumayan seringlah!” seru Ara.
“Maksudnya?” jawaban ambiguku membuat dia bertanya lebih lanjut.
“Forget it!” jawabku sambil tertawa.
Itulah awal pertemuan kami. Membahas hal-yang sebenarnya tidak penting, hanya sekadar untuk mencairkan suasana yang tercipta.
Dia adalah pria yang baik menurutku, yang aku ketahui bernama Gilang.
Kami menikmati pemandangan saat dimana sang surya sudah terbenam di peraduannya.
Langit yang semula terang sudah berubah gelap dengan diterangi ribuan bintang yang berkelip indah di angkasa.
Kami memutuskan untuk pulang ke penginapan masing-masing karena udara pantai yang dingin sudah mulai terasa menusuk tulangku.
***
Matahari mulai memancarkan cahayanya di ufuk Timur belahan bumi ini, kicauan burung-burungpun ikut menyambut datangnya pagi yang indah.
Angin laut menyapa lembut kulitku ketika kubuka jendela penginapan yang menghadap ke arah laut lepas.
Aku menggunakan bajo kaos lengan panjang dan dilengkapi dengan celana training, serta memakai topi.
Karena hari sudah mulai terang, aku buru-buru keluar penginapan tanpa memakai alas kaki.
Berlari tanpa alas kaki di pantai lebih bagus dan sehat tentunya daripada menggunakan alas kaki.
Karena berlari tanpa alas kaki menggunakan otot yang berbeda dibandingkan berlari dengan sepatu.
Sesampainya di pantai, hari sudah mulai terang. Pantai menjadi salah satu destinasi liburan yang sangat cocok untuk merelaksasi pikiran.
Terlihat banyak pengunjung yang juga sedang berolahraga di sekitaran pantai. Banyak aktivitas yang dilakukan pengunjung di pantai.
Ada yang sedang berlari, beberapa orang terlihat sedang berenang, dan bahkan ada juga yang berjemur di bawah sinar sang surya yang mulai memunculkan diri kepermukaan.
Setelah berlari di sekitar pantai, aku mencari tempat duduk untuk istirahat sambil berjemur dan menikmati sunrise tentunya.
Di ufuk timur terlihat sang surya sudah mulai menampakkan wajahnya dengan sinar yang terang benderang.
Desiran ombak terdengar sangat menyejukkan telinga yang mampu memberikan ketenangan pikiran.
“Morning, Kiara!” suara Gilang terdengar disampingku dengan senyuman menawannya.
Ya, Gilang memanggilku dengan panggilan Kiara meskipun aku sudah membantahnya. Akan tetapi dia tetap bersikeras dengan panggilannya tersebut.
Aku hanya berkomentar, what ever lah, yang penting itu kan nama juga. Hanya itu jawabanku kemaren saat dia memutuskan memanggilku dengan Kiara.
“Morning too, Gilang!” senyumku.Aku terpaku menatap senyuman Gilang yang sangat menawan dengan dua lesung pipi di pipinya.“Jangan terlalu lama menatapku, Kia! Ntar kamu jatuh hati. Aku tahu kok kalau aku keren!” canda Gilang yang disusul dengan suara tawanya.“Hahahah. Nggak segitunya kali Lang!” kekehku.“Kia, kita kesana yuk!” ajak Gilang sambil menunjuk sebuah tempat yang ada diseberang lautan.Tempat tersebut merupakan sebuah pulau kecil. Kesana bisa ditempuh dengan perahu yang disewakan disekitaran pantai.Kami pun berjalan menyusuri pantai, dengan menggunakan perahu yang disewakan nelayan, yang berkapasitas 20 orang sekali jalan.Perjalanan sangat menyenangkan, karena aku penyuka tantangan.Akan tetapi, perjalanan cukup menegangkan bagi yang belum biasa naik perahu.Diiringi deburan ombak, sekitar 30 menit sampailah kami di tempat tujuan karena lokasi yang menyebera
Kiara gadis yang baik, ramah, dan supel menurutku.Wawasannya juga lumayan tinggi. Sepertinya latar belakang pendidikannya juga oke, terbukti dari cara dia menjelaskan segalanya kepadaku.Ya, disinilah aku sekarang didepan penginapan Kiara, untuk keluar bersama mencari makanan yang bisa dinikmati dengan menu khas Padang.Kiara menyuruhku menunggu diluar saja, karena menurutnya nggak enak dipandang jika laki-laki dan perempuan didalam rumah berduaan.Untuk yang kesekian kalinya, Gilang terpana dengan Kiara. Sebuah alasan yang masuk akal menurutku.Aku berasumsi bahwa Kiara gadis yang baik, yang tidak sembarangan dengan laki-laki.Gadis yang masih memegang tradisi dan sopan santun yang masih kental.Sekitar 20 menit menunggu, akhirnya yang kutunggu pun keluar dengan blouse lengan panjang selutut berwarna putih, dipadukan dengan celana bahan berwarna hitam.Flat shoes putih, dan sebuah sling bag Louis Vuitton berwarna putih dengan
Finally, setelah menikmati makanan dan minuman yang telah mereka pesan selama lebih dari dua jam lamanya, merekapun berdiri untuk membayar semua tagihan yang telah mereka nikmati tadi.“Aku yang bayar, Kia!” tegas Gilang saat Kiara akan mengeluarkan uang untuk membayarnya.“Nggak usah, Lang. Biar aku saja yang bayar,” tolak Kiara.“Aku saja. Nggak baik juga kalau cewek yang bayar. Sekalian aku yang traktir,” balas Gilang.“Yakin, nich?” tanya Kiara.“Sure!” angguk Gilang penuh keyakinan.“Terima kasih, Lang,” ucap Kiara.“Sama-sama, Kia," jawab Gilang sambil tersenyum.Mereka berjalan menuju kasir untuk membayar semua tagihan selanjutnya berjalan menuju mobil yang berada di parkiran restoran.“Kita kemana lagi?” tanya Gilang sambil memasangkan seat belt pada Kiara.Yang langsung membuat Kiara membeku untuk sepersekian d
Setelah menunaikan kegiatan melukisnya selama dua jam, akhirnya Ara selesai juga dengan lukisannya.“Finish!” senyum Ara mengembang sambil memandang hasil lukisannya sore ini, dan menoleh ke arah Gilang yang tidak berkedip.“Selesai, Lang. Balik sekarang, atau bentar lagi?” tanyanya melihat Gilang yang tetap bungkam tanpa suara.“Bentar lagi, Kia! Lukisannya sangat bagus,” puji Gilang yang berhasil membuat rona kemerahan di wajah Kiara.“Terima kasih, Lang,” ujar Kiara.“Sama-sama, Kiara,” jawab Gilang.“Lukisannya sudah selesai semuanya?” tanya Gilang.“Poin yang penting-pentingnya sudah, Lang. Nanti tinggal finishing saja di penginapan atau ntar kalau sudah kembali ke Jakarta!” jelas Kiara.“Aku mau lukisannya!” pinta Gilang.“Boleh. Tapi di selesaikan dulu,Lang,” jawab Kiara.“Baiklah,” senyum
Mereka menempuh perjalanan lebih kurang selama dua puluh menit.Akhirnya jam delapan malam, mereka pun sampai di penginapan Kiara.Gilang mengantarkan Kiara sampai ke depan pintu penginapannya berhubung karena Gilang yang membawa tas ransel Kiara tadi.Setelah meletakkan tas ransel tersebut di dekat pintu masuk, Gilang langsung menuju ke parkiran untuk kembali ke hotel tempatnya menginap, dan diikuti Kiara disampingnya.“Terima kasih untuk hari ini, Lang,” ucap Kiara dengan senyum manisnya.“Sama-sama, Kia. Seharusnya, aku yang berterima kasih, karena sudah diizinkan untuk ikut denganmu,” jawab Gilang sambil tersenyum."Sama-sama kalau begitu. Aku juga sudah ditemani dari tadi," ucap Kiara.“Sampai jumpa besok, Gilang. Hati-hati dijalan,” Kiara menambahkan.“Baiklah. Besok tunggu aku sampai datang, ya,” Gilang mengingatkan kembali karena takut akan ditinggal jika terlambat.
Kami berjalan melalui pemukiman penduduk. Disepanjang jalan kulihat Kiara bertegur sapa dengan penduduk disekitar tempat yang kami lewati.Aku tidak memahami apa yang dikatakan oleh Kiara saat melihat Kiara menunjuk sebuah gunung yang masih jauh.Mungkin penduduk menanyakan kemana tujuan kami. Aku sangat tidak paham dengan bahasa yang digunakan oleh masyarakat.Sedangkan Kiara hanya tersenyum ke arahku, tanpa berniat untuk menjelaskan apa yang telah dibicarakan dengan penduduk yang bertegur sapa dengannya.Hari sudah mulai terang. Perlahan kami bisa menikmati pemandangan alam yang tersaji didepan mata, yang ada disepanjang perjalanan.Sungguh sebuah pemandangan alam yang indah didaerah pegunungan.Dikaki gunung terdapat sungai yang mengalirkan air yang jernih dan segar.Kami berhenti sejenak untuk beristirahat sambil mencuci muka di air sungai yang mengalir indah.Terdapat banyak sawah dikiri dan kanan jalan dengan padi yang te
Setelah selesai mengemasi semua barang-barang, mereka pun memutuskan untuk memulai perjalanan menuju pulang kembali ke penginapan.Disepanjang perjalanan kami bertegur sapa dengan beberapa gadis Desa yang tersenyum ke arah kami, terutama ke arah Gilang.Bahkan tidak sedikit dari mereka yang meminta untuk berfoto bersama Gilang, dengan dalih untuk diperlihatkan atau dipamerkan kepada teman sekolahnya.Kiara hanya geleng-geleng kepala melihat antusiasnya mereka bertemu dengan Gilang, bahkan ada yang menjerit histeris seperti para fans yang bertemu dengan artis idola.“Bisa habis aku ntar kalau keseringan masuk Desa kayak gini, Kia!” cerewet Gilang karena sebenarnya sangat malas melayani hal yang seperti ini.“Hahahah. Sekali-sekali, kan nggak ada salahnya, Lang,” ucap Kiara sambil tertawa.“Iya sih. Tapi aku paling malas kalau kayak gini,” balas Gilang lesu.“Biasa aja, Lang. Itung-itung beramal
Mereka melanjutkan perjalanan yang masih tinggal setengah lagi. Sesampainya di penginapan, Kiara langsung masuk ke dalam.Sedangkan Gilang beristirahat di teras penginapan.Lumayan capek rasanya, menempuh perjalanan selama empat jam lamanya dengan berjalan kaki. Ini merupakan pengalaman pertama bagi Gilang.Berjalan sejauh itu, dengan banyak tantangan di perjalanan.Kiara menghampiri Gilang dengan membawa minuman dingin dan aneka kue.Kiara tersenyum memandang Gilang yang kelelahan setelah melakukan perjalanan yang cukup menyita waktu dan menguras tenaga karena ditempuh dengan berjalan kaki.“Capek, Lang?” tanya Kiara.‘Hhmmm,” jawab Gilang menganggukkan kepalanya sebagai jawaban.“Silahkan diminum, Lang.” Kiara meletakkan minuman dan kue di hadapan Gilang.“Terima kasih,” ucap Gilang sambil meminum air yang dihidangkan Kiara.Mereka menikmati makanan dan minuman di
Memikirkan malam pertama saja sudah membuat kepala Ara terasa berat, apalagi memikirkan cucu seperti yang di bicarakan oleh mamah mertuanya dengan sang bunda.Setelah merasa baikan, Ara kembali ke depan dengan mamah mertuanya dan juga sang bunda yang berdiri di kiri dan kanannya.Bianca juga sudah berdiri dengan anggunnya di depan pelaminan.“Terima kasih, Kak. Akhirnya doa aku di kabulkan sama Tuhan.” Ara tersenyum kepada Bianca seraya mengusap kepala gadis itu dengan sayang. Gadis yang semenjak kenal dengannya sudah di anggapnya sebagai adik itu, hari ini resmi menjadi adik iparnya.Selanjutnya di lanjutkan dengan sesi pemotretan untuk para tamu yang masih tersisa dan foto foto bersama keluarga lainnya.Akhirnya rangkaian acara pesta pernikahan Gilang dan Ara selesai juga. Besoknya adalah hari yang paling membahagiakan bagi pasangan pengantin baru tersebut. Gilang sudah menyusun rencana honeymoon mereka dengan sangat matang tanpa meli
“Sudah, lanjutkan jalannya, tidak enak dilihatin sama para tamu undangan.”“Tapi…” Fenna dan Carista menarik Ara pelan agar terus berjalan.DiantaraTanpa sadar mata Ara memperhatikan tulisan namanya di dinding aula yang tertulis dengan sangat indah dengan tinta gold, terpajang di atas panggung pelaminan. Kemudian, dia melihat senyum cerah seseorang yang menunggunya di atas panggung sana. Air mata Ara menetes tanpa bisa ditahannya. Pria misterius tersebut malah tertawa saat melihat wanita yang sekarang telah resmi menjadi istrinya itu menangis.“Selamat ya sayang.” Ara melihat ayah dan bunda nya yang tertawa ke arahnya. Ara benar benar menangis karena semua orang telah mengerjainya dengan sangat bagus. Hingga teguran dari sang bunda membuatnya kembali melanjutkan langkah kakinya menuju panggung.“Istriku cantik banget hari ini,” bisik Gilang seraya mengulurkan tangannya kepada Ara. Gilang langs
Perjalanan menuju tempat pernikahan membuat Ara berdebar debar. Gadis itu harus menghirup dan menghembuskan nafasnya beberapa kali untuk mengurangi rasa gugup yang datang menghapirinya.Di belokan pertama, kepala Ara mulai mengernyit pasalnya dia masih ingat dengan jalanan itu, jalan menuju hotel yang di lihatnya bersama Gilang waktu itu. Tetapi masih berpikir positif, mungkin saja jalannya memang sama, lagian dia juga tidak hafal dengan jalan di Negara ini.Hingga akhirnya mobil berbelok menuju Axana Hotel. Kakinya langsung gemetar, kenapa bisa di sini. Bukannya ini tempat yang di reservasi Gilang waktu itu?“Kok kita ke sini, bunda?” Fenna menoleh kemudian tersenyum. Carista dan Ayu yang duduk di sampingnya juga ikut tersenyum.“Iya, memang tempat pernikahannya di Axana Hotel sayang.” Mata Ara melebar. Posisi duduknya langsung menjadi tidak nyaman.“Ini tempat Gilang akan menikah juga hari ini.” Fenna pur
“Wow, kamu hebat, Kia. Hidung Belinda mengalami patah tulang dan tangannya juga parah,” sahut David dengan mata yang tidak beralih dari layar gadget nya.“Kamu tau dari mana?” Ara menoleh kepada David.“Lihat berita online Kia. Berita kamu menjadi trending topic hari ini,” puji David penuh semangat.“Itu jurus dapat dari mana?” Gilang menghentikan mobilnya di cafe terdekat karena mereka harus mencari tempat duduk agar dia bisa mengorek informasi dari gadis pujaannya itu.“Itu namanya jurus terdesak. Aku tidak menyangka jika akan separah itu.” Ara tertawa bahagia setelah melihat berita yang disodorkan oleh David kepadanya. Sungguh diluar dugaan, jika dia bisa membuat Belinda terluka parah.David menatap Ara dengan bergidik “Lha, jurus terdesak saja sangat gawat efeknya, apalagi jurus yang memang sudah di rencanakan.”“Sekarang aku lagi mempersiapkan jurus rahasia bu
“Kapan kejadiannya?” tanya Gilang dengan wajah memucat.“Kenapa? Tumben kamu peduli. Biasanya juga tenang saja saat melihat video seperti itu.” David menatap Gilang dengan kening berkerut.“Kapan kejadiannya?” Gilang mengulang pertanyaannya dengan suara yang lebih keras.“Kejadiannya baru sekitar sepuluh menit yang lalu.” Gilang segera menyambar kunci mobil yang terletak di atas meja setelah mendengar jawaban David.“Hei, kamu mau ke mana? Aku ikut.” Gilang mempercepat langkahnya seraya menghubungi Ara, sialnya gadis itu malah tidak menjawab panggilannya.“Ada apa sih, Lang? Kok panik banget?” David berjalan dengan setengah berlari untuk mengejar Gilang yang telah masuk ke dalam mobil.“Perhatikan cewek yang ada dalam video tersebut.” David memutar ulang video tersebut.“Belinda kan? Judul beritanya juga nama dia kok,” ucap David dengan nad
“Kapan kamu terakhir kali bertemu dengan Kiara?” tanya Belinda yang masih belum yakin dengan penglihatannya.Gilang menatap Belinda dengan rasa benci yang mendalam akan tetapi dia berusaha untuk tenang. Walau bagaimana pun, Gilang tidak ingin gegabah dalam menghadapi ular betina ini, salah salah langkah bisa bisa nyawa Kia yang akan menjadi korbannya.“Tahun lalu,” ucap Gilang dengan tatapan yang tidak terlepas dari Belinda. Dia terus mengamati gerak gerik perempuan licik tersebut.“Owh, sudah lama banget rupanya,” sahut Belinda berusaha menyembunyikan rasa terkejutnya akan tetapi bukan Gilang namanya jika dia tidak bisa mengetahui perangai Belinda.“Jangan pernah menyentuh Kiara, karena dia tidak ada hubungan sama sekali dengan aku. Satu hal yang harus kamu ingat, jika kamu mengganggunya maka bisa aku pastikan kamu akan menerima akibatnya dan akan membusuk di penjara,” ucap Gilang seraya mencengkram lengan
“Tuh kan cantik banget, senyum dikit sayang bunda mau foto. Kemarin dia juga minta bunda buat fotoin kamu saat lagi fitting baju.” Fenna mengambil beberapa gambar cantik putrinya dan langsung mengirimkannya kepada calon menantunya itu dengan penuh semangat.“Kamu udah cocok atau ada yang mau di perbaiki lagi sayang atau ada yang mau ditambahkan?” Nia bertanya dengan lembut. Ara melihat pantulan dirinya di cermin besar yang ada di hadapannya, semuanya sudah terlihat sangat sempurna.“Udah cocok kok tante.” Nia tersenyum bahagia.“Semuanya sudah oke yah?” Ara mengangguk dan sang bunda juga ikut tersenyum bahagia.“Dasar orang yang berjodoh, seleranya pun sama.” Celetuk Fenna yang mengundang kekehan Nia dan beberapa pegawai toko di sana.“Namanya yang berjodoh, pastinya enggak akan lari seleranya, jeng.” Nia tertawa pelan seraya memperhatikan Ara yang sudah mulai bosan dengan suas
Gadis itu menoleh kepada Gilang “Aku pengennya malah melihat undangan karena penasaran dengan mempelai wanitanya.” Gilang langsung tertawa lebar dan segera mengajak gadis itu ke bagian lainnya. Setelah urusan di sana selesai mereka segera meninggalkan gedung dengan perasaan gembira bagi Gilang dan terluka bagi Ara.“Oh iya. Bagaimana persiapan pernikahan kamu?” tanya Gilang saat mereka telah berada di dalam mobil.“Semua di handle bunda sama ayah. Kan mereka yang mengetahui calon menantunya itu.” Gilang malah tertawa lebar saat mendengar ucapan jutek gadis itu. Hingga mobil berhenti di pusat pembelajaan terbesar di kota Amsterdam.“Hari ini aku yang bayar semua keperluan kamu untuk pernikahan nantinya.” Gilang segera turun dari mobil dengan menggenggam tangan Ara.“Enggak perlu, Lang,” tolak Ara dengan senyuman getir nya. Andai calon suaminya adalah Gilang, pastinya dia akan sangat bahagia sekara
“Bagaimana jika ternyata memang aku pria misterius itu?” ucap Gilang balik bertanya. Dia juga ingin mengetahui apa yang akan dilakukan oleh Ara nantinya.“Pastinya bukan kamu Lang, karena aku tidak mau di duakan dengan wanita lain.”“Ini kan, jika seandainya Kia.”“Jika ternyata pria misterius itu adalah orang yang aku kenal secara dekat. Maka, tunggu saja pembalasan aku selanjutnya setelah menikah nantinya. Sekarang dia yang mengerjai aku, maka nantinya aku yang akan mengerjainya.” Ara tersenyum puas hingga lesung pipinya terlihat dengan jelas dan wajahnya yang memancarkan kebahagiaan yang tiada duanya.Gilang bergidik ngeri saat melihat ekpresi gadis itu hingga dia terpikir sendiri tentang ucapan Ara.“Ya sudah, sekarang kita keluar sebentar. Aku ada janji dengan pihak WO dan mengurus semua keperluan pesta nantinya,” ucap Gilang kepada Ara yang langsung membuat gadis itu lesu. Baru juga