“Aku takut, kedepannya akan kecewa karena perbedaan kita yang terlalu jauh. Aku tidak seperti wanita lainnya yang berada di sekeliling kamu.”
“Apa aku salah karena telah mencintaimu?” ucap Gilang dengan perasaan yang terluka karena Ara yang selalu menolaknya.
“Lupakanlah aku, Lang,” bisik Ara dengan mata yang berkaca. Tidak tega rasanya melihat Gilang dalam keadaan yang seperti ini. Akan tetapi, perasaannya juga tidak aman.
“Aku minta maaf jika memang ada salah. Tetapi, aku juga tidak mengetahui salah aku apa,” ucap Gilang.
“Mungkin salah aku adalah telah berani jatuh cinta kepada kamu,” ujar Gilang seraya meraba wajah pujaan hatinya. ‘Sesakit inikah rasanya kehilangan?’ monolog Gilang dalam kesunyian yang tercipta di antara mereka.
“Berikan aku kesempatan satu kali saja untuk bisa memperbaiki semuanya,” pinta Gilang.
“Lang, apa kamu tidak akan me
“Bagaimana dengan meetingnya tadi, Ra?” Terdengar pertanyaan dari Carista saat Ara melangkahkan kaki memasuki apartemen. Belum juga masuk seluruh tubuhnya, sudah ditanyain sama Carista.“Aku dikerjai sama ayah!” jawab Ara lesu tanpa menoleh kepada Carista yang menatapnya dengan tatapan bingung.“Maksudnya?” tanyanya kemudian, saat tidak terdengar penjelasan dari Ara.“Meeting hanyalah alasan ayah saja, agar kami bisa bertemu dan menyelesaikan masalah yang terjadi.” Terdengar desahan panjang keluar dari mulut Ara karena kepalanya terasa berdenyut setelah pertemuannya dengan Gilang tadi.“Hahaha.” Terdengar suara tawa Carista dengan lepas saat mendengar jawaban dari Ara.“Orang lagi rusuh malah di ketawain. Dasar!” Ara melemparkan sendok yang dipegangnya kepada Carista.“Wait, Ra! Aku salut banget sama ayah karena paling jago untuk ngerjai kamu,” ucap Carista d
“Kenapa enggak ganti kostum dulu?” tanya Carista heran karena biasanya Ara akan berkemas dahulu sebelum keluar rumah. Apalagi ini janjian sama Gilang.“Lagi malas. Sekali sekali seperti ini keluar kan tidak ada salahnya,” jawab Ara enteng tanpa beban.“Ketemu di mana, Ra?” tanya Carista saat mereka telah di jalan menuju tempat yang diucapkan oleh Gilang.“Tempat biasa, Car,” jawab Ara yang tampak fokus dengan kemudinya.“Ya sudah, aku mau belanja keperluan sementara nungguin kamu selesai,” ucap Carista.“Okey.”Perlahan mobil yang dikemudikan oleh Ara memasuki pelataran parkir gedung pusat perbelanjaan yang ada di sana. Ya, mereka berjanji bertemu di restoran yang ada di pusat perbelanjaan itu. Setelah turun dari mobil, Ara segera keluar dari mobil untuk menemui Gilang.Saat tengah berjalan memasuki mall dan masih di area parkir, Ara menghentikan langkah kakinya s
“Tidak usah minta maaf. Yang akan menanggung resikonya adalah kamu bukan aku,” dengus Ara kesal.“Pastinya kamu juga ikut menanggungnya jika aku sakit nantinya.”Mereka terus membalas ucapan masing masing hingga pelayan restoran datang membawakan menu yang telah dipesan tadi. Selanjutnya, mereka makan dalam diam hingga selesai.“Aku sudah menemui ayah tadi,” sahut Gilang memulai pembicaraan.“Benarkah?” tanya Ara dengan suara yang sedikit bergetar. Perasaannya berdebar debar saat mendengar ucapan Gilang.“Pulang kantor tadi aku langsung kesana. Dan jawaban ayah seperti yang kamu sampaikan,” ujar Gilang dengan menatap Ara dengan pandangan yang sulit diartikan. Sedangkan Ara yang mendengarkan ucapan Gilang, langsung berubah lesu. Kerongkongannya terasa pahit dan sulit untuk menelan makanan.“Trus?” hanya kata itu yang bisa keluar dari mulut Ara saat menunggu kelanjutan dar
Seketika perasaan Ara menjadi tidak tenang, tangannya yang sedang memegang sendok tampak bergetar. Ayah dan Bunda yang melihat hal itu langsung berkata “Kamu sehat kan? Kok gemetar gitu?” tanya ayah.“Kalau lagi enggak enak badan jangan dipaksakan ke kampus, istirahat saja dulu.” Bunda menambahkan.“Eh, enggak kok, Bunda. Ara baik baik saja.”“Jadi gimana? Bisa gantiin ayah?” tanya ayah lagi.“Bi-bisa, yah. Jam berapa meeting nya?” sahut Ara terbata. Pikirannya kacau. Apa yang akan dikatakannya kepada Gilang nantinya.Sedangkan orang tuanya yang melihat ekspresi anaknya malah menahan tawa. Sekali sekali mengerjai putrinya menjadi hal yang membahagiakan juga. Fenna juga menahan tawa saat melihat kegundahan putrinya.“Jam sepuluh nanti. Kalau gitu enggak usah saja ke kampus. Kesana saja langsung.” Ara mengangguk. Berusaha untuk menerima kenyataan yang ada di depan mata.
“Baguslah. Kapan pernikahannya?” tanya Ara seraya menatap Gilang.“Secepatnya. Karena aku tidak ingin larut di dalam masalah kita. Agar kita sama sama bebas nantinya. Jangan pernah menghubungi aku lagi setelah ini. Karena akan menimbulkan kesalahpahaman nantinya,” ucap Gilang.“Baiklah. Terima kasih untuk semuanya, Lang,” ucap Ara seraya berdiri dari duduknya.“Terima kasih, Kia. Karena telah memberikan kebahagiaan selama ini, meskipun pada akhirnya kita tidak bisa bersama. Tetapi, aku cukup bahagia dengan semuanya.”Ara melangkahkan kakinya menuju pintu ruangan Gilang. Hari ini adalah hari paling menyedihkan di dalam hidupnya. Perasaannya hancur berkeping keping. Ditambah lagi dengan kemunculan seseorang yang secara tiba tiba di ruangan Gilang, seakan menambah rasa sakit di hatinya. Kehadiran wanita tersebut membuat lengkap sudah penderitaannya.“Halo sayang,” ucap Gilang seraya memeluk w
Perlahan mobil yang dikemudikan oleh Carista keluar dari kawasan apartemen. Mobil membelah keramaian malam di ibu kota. Besok adalah hari libur, jalanan sedikit ramai dari biasanya.Carista melajukan mobilnya menuju ke arah taman kota. Di sepanjang kawasan taman, banyak pedagang kaki lima yang menjajakan makanan beraneka ragam. Ara melihat keluar jendela dengan tatapan kosong. Pikirannya entah ke mana.“Mau makan apa, Ra?” tanya Carista saat melihat Ara hanya diam saja.“Kita coba nasi goreng yuk!” Carista segera menepikan mobilnya tepat di depan penjual nasi goreng.Mereka memesan nasi goreng sebanyak dua porsi dan lengkap dengan minumannya.Ara mencari tempat duduk yang menghadap taman. Taman sudah ramai di penuhi oleh muda mudi dan juga ada pasangan keluarga yang membawa anak anak mereka main ke taman. Di taman ini terdapat aneka permainan untuk anak anak juga.“Apa rencana selanjutnya, Ra?” tanya Caris
“Tidak ada lagi yang perlu dibicarakan. Semuanya sudah selesai. Aku mohon, jangan hadir lagi di depan mataku agar aku bisa melupakan kamu sesuai dengan permintaan kamu tadi,” jawab Ara tanpa menoleh kepada Gilang.Sedangkan Carista yang merasakan hawa perang di antara sahabatnya itu, lebih memilih untuk pergi. Perlahan Carista meninggalkan mereka berdua karena mungkin mereka butuh waktu untuk menyelesaikan masalah mereka.“Maaf karena telah melukai perasaanmu, tetapi percayalah semuanya bakalan indah nantinya,” sahut Gilang seraya memperhatikan wajah Ara. Wajah yang tidak akan pernah dilihatnya lagi dalam waktu yang panjang.“Bagaimana akan indah, prosesnya saja sudah sangat menyedihkan,” sahut Ara.“Di nikmati saja prosesnya. Aku juga merasakan sakit saat lamaranku ditolak oleh ayah. Tetapi, kehidupan harus terus berputar meskipun kita tidak bisa bersama,” ujar Gilang seraya menggenggam telapak tangan Ara y
“Kamu tau dari mana sandinya?” desak Ara kepada Gilang.“Rahasia dong,” sahut Gilang yang merasa berhasil mengerjai gadis pujaannya.“Baiklah. Kalau main rahasia rahasiaan, maka kita tidak jadi pergi.” Ara menghempaskan tubuhnya di atas kursi yang ada di depan Gilang.“Kita berangkat sekarang,” ucap Gilang seraya berdiri dari duduknya.“Kita tidak jadi berangkat,” jawab Ara tidak kalah keras dari suara Gilang.“Jangan berdebat di sini. Aku sedang tidak mood untuk berdebat!” ucap Gilang seraya menggenggam tangan Ara.“Dari siapa dapat sandinya, hhmmm?” tanya Ara lagi.“Dari Bunda. Sudah puas?” jawab Gilang.“Kok bisa?” tanya Ara dengan kening berkerut.“Entahlah. Bunda hanya meminta aku menjaga kamu jika ada hal hal yang mencurigakan.” Gilang kehabisan akal mencari jawaban agar semuanya tidak terbongkar