Seketika perasaan Ara menjadi tidak tenang, tangannya yang sedang memegang sendok tampak bergetar. Ayah dan Bunda yang melihat hal itu langsung berkata “Kamu sehat kan? Kok gemetar gitu?” tanya ayah.
“Kalau lagi enggak enak badan jangan dipaksakan ke kampus, istirahat saja dulu.” Bunda menambahkan.
“Eh, enggak kok, Bunda. Ara baik baik saja.”
“Jadi gimana? Bisa gantiin ayah?” tanya ayah lagi.
“Bi-bisa, yah. Jam berapa meeting nya?” sahut Ara terbata. Pikirannya kacau. Apa yang akan dikatakannya kepada Gilang nantinya.
Sedangkan orang tuanya yang melihat ekspresi anaknya malah menahan tawa. Sekali sekali mengerjai putrinya menjadi hal yang membahagiakan juga. Fenna juga menahan tawa saat melihat kegundahan putrinya.
“Jam sepuluh nanti. Kalau gitu enggak usah saja ke kampus. Kesana saja langsung.” Ara mengangguk. Berusaha untuk menerima kenyataan yang ada di depan mata.
“Baguslah. Kapan pernikahannya?” tanya Ara seraya menatap Gilang.“Secepatnya. Karena aku tidak ingin larut di dalam masalah kita. Agar kita sama sama bebas nantinya. Jangan pernah menghubungi aku lagi setelah ini. Karena akan menimbulkan kesalahpahaman nantinya,” ucap Gilang.“Baiklah. Terima kasih untuk semuanya, Lang,” ucap Ara seraya berdiri dari duduknya.“Terima kasih, Kia. Karena telah memberikan kebahagiaan selama ini, meskipun pada akhirnya kita tidak bisa bersama. Tetapi, aku cukup bahagia dengan semuanya.”Ara melangkahkan kakinya menuju pintu ruangan Gilang. Hari ini adalah hari paling menyedihkan di dalam hidupnya. Perasaannya hancur berkeping keping. Ditambah lagi dengan kemunculan seseorang yang secara tiba tiba di ruangan Gilang, seakan menambah rasa sakit di hatinya. Kehadiran wanita tersebut membuat lengkap sudah penderitaannya.“Halo sayang,” ucap Gilang seraya memeluk w
Perlahan mobil yang dikemudikan oleh Carista keluar dari kawasan apartemen. Mobil membelah keramaian malam di ibu kota. Besok adalah hari libur, jalanan sedikit ramai dari biasanya.Carista melajukan mobilnya menuju ke arah taman kota. Di sepanjang kawasan taman, banyak pedagang kaki lima yang menjajakan makanan beraneka ragam. Ara melihat keluar jendela dengan tatapan kosong. Pikirannya entah ke mana.“Mau makan apa, Ra?” tanya Carista saat melihat Ara hanya diam saja.“Kita coba nasi goreng yuk!” Carista segera menepikan mobilnya tepat di depan penjual nasi goreng.Mereka memesan nasi goreng sebanyak dua porsi dan lengkap dengan minumannya.Ara mencari tempat duduk yang menghadap taman. Taman sudah ramai di penuhi oleh muda mudi dan juga ada pasangan keluarga yang membawa anak anak mereka main ke taman. Di taman ini terdapat aneka permainan untuk anak anak juga.“Apa rencana selanjutnya, Ra?” tanya Caris
“Tidak ada lagi yang perlu dibicarakan. Semuanya sudah selesai. Aku mohon, jangan hadir lagi di depan mataku agar aku bisa melupakan kamu sesuai dengan permintaan kamu tadi,” jawab Ara tanpa menoleh kepada Gilang.Sedangkan Carista yang merasakan hawa perang di antara sahabatnya itu, lebih memilih untuk pergi. Perlahan Carista meninggalkan mereka berdua karena mungkin mereka butuh waktu untuk menyelesaikan masalah mereka.“Maaf karena telah melukai perasaanmu, tetapi percayalah semuanya bakalan indah nantinya,” sahut Gilang seraya memperhatikan wajah Ara. Wajah yang tidak akan pernah dilihatnya lagi dalam waktu yang panjang.“Bagaimana akan indah, prosesnya saja sudah sangat menyedihkan,” sahut Ara.“Di nikmati saja prosesnya. Aku juga merasakan sakit saat lamaranku ditolak oleh ayah. Tetapi, kehidupan harus terus berputar meskipun kita tidak bisa bersama,” ujar Gilang seraya menggenggam telapak tangan Ara y
“Kamu tau dari mana sandinya?” desak Ara kepada Gilang.“Rahasia dong,” sahut Gilang yang merasa berhasil mengerjai gadis pujaannya.“Baiklah. Kalau main rahasia rahasiaan, maka kita tidak jadi pergi.” Ara menghempaskan tubuhnya di atas kursi yang ada di depan Gilang.“Kita berangkat sekarang,” ucap Gilang seraya berdiri dari duduknya.“Kita tidak jadi berangkat,” jawab Ara tidak kalah keras dari suara Gilang.“Jangan berdebat di sini. Aku sedang tidak mood untuk berdebat!” ucap Gilang seraya menggenggam tangan Ara.“Dari siapa dapat sandinya, hhmmm?” tanya Ara lagi.“Dari Bunda. Sudah puas?” jawab Gilang.“Kok bisa?” tanya Ara dengan kening berkerut.“Entahlah. Bunda hanya meminta aku menjaga kamu jika ada hal hal yang mencurigakan.” Gilang kehabisan akal mencari jawaban agar semuanya tidak terbongkar
“I Love You,” ucap Gilang mengulangi lagi ucapannya tadi.“Itu pertanyaan atau pernyataan?”“Aku butuh jawaban,” desak Gilang.“Love you too, Gilang Wijaya,” ucap Ara dengan tersenyum manis.“Aku akan merindukan kamu Sakia Rahayu,” bisik Gilang seraya mengecup bibir Ara dengan sayang.“Terima kasih untuk semua rasa ini, Lang.”“Aku akan selalu merindukan kamu sayang,” bisik Gilang dengan tatapan mata yang berkabut. Ingin rasanya dia menyudahi semuanya saat ini juga. Tetapi, keadaan sangat tidak memungkinkan untuk melakukan hal tersebut.Gilang merapikan rambut Ara yang berantakan di terpa angin pantai, dia mendekatkan wajahnya ke wajah Ara dan mencium keningnya, turun ke hidung dan mengecup bibir Ara dengan rasa sayang yang mendalam, dia mengulum bibir Ara lembut dan lama, sedangkan Ara memejamkan mata dan membalas ciuman Gilang tersebut. Ciuman dari o
Ara membalikkan tubuhnya, tetapi terkejut dan tidak bisa menjaga keseimbangan tubuhnya karena dia menabrak tubuh seseorang yang berada tepat di belakangnya hingga dia hampir terjerembab kebelakang jika tangan orang itu tidak menahan dan merangkul tubuhnya.“Gilang???”Ara memperbaiki posisi tubuhnya yang hampir terjatuh.“Kamu kok di sini?” tanya Ara lagi.“Kamu yang ngapain ada di sini? Cewek kok hobbynya malah berkelahi.”“Jadi kamu tadi lihat? Sejak kapan kamu disini?”“Iya. Aku melihat mulai dari awal tau!” jawab Gilang dengan nada yang terdengar kesal.“Oh, ya sudah,” jawab Ara seraya berjalan meninggalkan Gilang yang menahan emosi.“Kamu kok hobby banget berkelahi? Ini sudah dua kali aku melihatnya dalam beberapa bulan terakhir,” ujar Gilang dengan keras karena Ara yang sudah mulai menjauh dari tempatnya berdiri.“Hobby? Enak
Gilang menyibukkan dirinya dengan tumpukan pekerjaan yang harus diselesaikannya segera di tengah rasa rindu yang menyiksa dirinya. Untuk menghubungi Ara saja dia tidak ada waktu. Begitu juga dengan Ara yang tidak pernah lagi menghubungi Gilang, seakan menambah derita bagi Gilang.Seperti hari ini Gilang terlihat sangat fokus dengan pekerjaannya. Disaat dia sedang fokus, ketukan di pintu membuyarkan konsentrasinya. Karina masuk dengan wajah pucat karena takut. Gilang menatap tajam pada Karina yang mengganggu konsentrasinya.“Saya sudah bilang jangan ganggu saya selama 3 jam kedepan, apa kamu enggak mengerti?” bentak Gilang pada Karina dengan tatapan yang hendak membunuh gadis itu, hingga Karina bergidik ngeri.“Ma….maaf pak, sayang tidak bermaksud begitu. Itu ada tamu,” jawab Karina dengan suara bergetar dan tubuh yang gemetar.“Hari ini saya tidak menerima tamu, kamu keluar sekarang!!” jawab Gilang dengan suara m
Ara tampak sibuk di galeri lukisannya. Besok dia harus berangkat ke Paris untuk menghadiri undangan pameran lukisan disana. Beberapa lukisannya juga masuk nominasi disana. Ara mempersiapkan semuanya dengan hati hati. Dia tidak ingin ada kesalahan sedikitpun saat sampai disana nantinya.Drt! Hape Ara berdering.“Halo…,” sahut Ara saat mengangkat teleponnya.“…………..”“Di Galeri, Vin,”“……………..”“Baiklah. Kamu sama siapa?”“…………….”“Oke. Aku tunggu di galeri. Sekalian bawakan makan siang, Vin.”“………..”Ara melanjutkan pekerjaannya setelah menutup sambungan teleponnya dengan Kevin. Kevin dan Carista akan datang untuk membantu berkemas kemas.Satu jam kemudian terdengar suara mobil memasuki hal