Sebenarnya, dulu aku tinggalnya di apartemen karena ingin mandiri.
Hingga suatu hari terjadi tragedy yang membuatku kritis, karena aku menjadi sasaran dari lawan bisnis ayah.
Semenjak itu, aku tidak dibolehkan lagi untuk tinggal di apartemen, karena ayah khawatir dengan keadaan dan keselamatanku jika tanpa pengawasan darinya.
Ayah memintaku kembali tinggal dirumah untuk menghindari hal-hal yang mengancam keselamatanku diluar sana.
“Iya, Ayah,” jawabku dengan nada memohon sambil memandang Ayah penuh harapan.
“Baiklah kalau itu pilihanmu. Ayah akan kabulkan semua permintaanmu, dengan syarat, jaga diri baik-baik. Hati-hati bertindak diluar sana, jangan gampang percaya sama orang yang baru dikenal, bisa jadi dia adalah musuh kita, dan hal yang paling penting adalah jaga nama baik keluarga. Ingat satu hal, sekarang sudah punya calon suami, yang artinya jangan memiliki hubungan dengan ”pria” manapun. Setelah satu tahun, akan kembali tinggal dirumah. Perjodohan itu akan dilaksanakan tahun depan sesuai dengan permintaanmu!” ucap Ayah panjang lebar menjelaskan semua aturan yang harus aku patuhi nantinya.
“Terima kasih, Yah,” jawabku riang sambil memeluk Ayah. Tanpa terasa air mata menetes di pipiku yang membasahi baju Ayah saking bahagianya.
“Kenapa menangis?” Ayah merasa heran melihat wajahku yang sudah bersimbah air mata
“Tangis bahagia Yah. Pengen melukis lagi,” jawabku jujur
“Satu lagi, tidak boleh tinggal di apartemen sendirian, ajak Carista tinggal di apartemen karena Ayah khawatir kalau sendirian disana,” Ayah menambahkan.
“Tanya Carista dulu, Ayah,” kata Ara.
“Bilang sama Carista, ini permintaan Ayah!” ucap Ayah tegas.
“Baik, Ayah,” jawabku semangat.
“Ara kekamar dulu, Yah,” kataku sambil berjalan meninggalkan Ayah dengan hati yang sangat gembira.
Bagaimana tidak bahagia, Ayah menerima semua permintaanku.
“Bagaimana dengan Bunda, Yah?” tanyaku lagi berbalik melihat ke arah Ayah
“Nanti akan Ayah sampaikan sama Bunda. Bunda oke-oke saja selagi kamu bisa menjaga diri dengan baik,” jawab Ayah sambil tersenyum.
“Terima kasih Ayah sayang,” ucapku dengan senyuman lebar
“Sama-sama sayang,” bisik Ayah.
Setelah keluar dari ruangan ayah, aku berjalan menuju kamar. Di ruang keluarga hampir saja menabrak bunda saking bahagianya.
Terdengar suara bunda yang menggodaku “Belum ketemu orangnya saja, sudah sebahagia ini. Dari tadi Bunda perhatikan, tersenyum melulu.”
“Bahagianya bukan karena itu, Bunda,” sangkal Ara.
“Trus, kenapa happy banget kayaknya? Bunda saja hampir ditabrak tadi,” pertanyaan Bunda meluncur bebas dengan rasa penasaran memandang kearahku.
“Tanya sama Ayah saja, Bun. Ara kekamar dulu,” jawabku sambil mengecup sayang kedua pipi Bunda
Aku harus cepat sampai dikamar untuk menyampaikan berita bahagia ini kepada Carista.
Chat via pesan w******p dengan Carista
“Where are you, Car?” ketikku pada aplikasi pesan w******p. Centang satu, centang dua. Aku menunggu cukup lama baru centang biru.
Setelah menunggu limabelas menit pesanku baru centang biru, tanda pesan sudah dibaca.
“at home dear!” balas Carista
“Are you busy now?” tanya Ara.
“Tidak. Ada apa?” jawab Carista.
“Keluar yuk, Car. Ada cerita seru nih!” ketikku penuh semangat
“Baiklah. Kabar bahagia sepertinya,” balas Carista
Aku bersiap untuk keluar dengan Carista.
Mengemasi barang-barang yang akan kubawa ke apartemen nanti malam saja.
Rencananya besok aku akan segera pindah ke apartemen.
Akhirnya setelah sekian lama, aku akan kembali pada kebebasan yang selama ini aku impikan, meskipun hanya dalam waktu satu tahun saja.
Satu tahun itu sudah sangat lama untuk menikmati kebebasan.
Selesai berkemas, aku turun kebawah. Dibawah, terlihat ayah dan bunda yang sedang bercengkrama di ruang keluarga sambil menonton berita saham.
“Mau kemana, Kak?” terdengar suara Bunda karena melihatku yang sudah rapi
“Jalan-jalan keluar, Bunda,” jawabku.
“Sendirian?” tanya Ayah.
“Sama Carista, Yah!” jawab Ara.
“Ciee, yang mau bebas. Kelihatan happy banget” ledek Bunda. Pastinya sudah mengetahui semuanya dari Ayah.
“Heheheh. Iya dong, Bunda. Semangat,” ucapku sambil mengacungkan ibu jari ke arah Bunda
Bunda menambahkan “Kemaren cemberut terus, mata saja sampai bengkak karena nangis. Nah, sekarang malah kelewat bahagia. Drastis banget perubahannya!”
“Lho, Bunda kok tau?” tanyaku heran karena Bunda kan nggak dirumah kemaren
“Pastilah Bunda tau, kan CCTV Bunda tinggal disini! Laporannya sudah tentu lengkap”
“Mana kelihatan di CCTV Bun, yang ada pasti laporan dari Ayah nih,” jawabku sambil tertawa melihat ke arah Ayah. Yang dilihat cuma geleng-geleng kepala melihat interaksi Bunda dan anak yang lagi meributkan hal nggak jelas.
“Ara berangkat dulu Ayah, Bunda. Assalamu’alaikum,” ucapku meminta izin
“Be careful!” ucap mereka bersamaan, yang aku jawab dengan anggukan kepala.
Hari ini adalah hari yang paling membahagiakan bagiku. Kebebasan yang aku impi-impikan sudah berada di depan mata.
Tinggal selangkah lagi aku akan menikmati kebebasan. Aku menjemput Carista yang ternyata sudah ready dari tadi.
“Kita kemana?” tanya Carista
“Cari makan dulu, Car,” jawabku sambil tersenyum manis.
“Kayaknya lagi happy!” ucap Carista penuh selidik menatap wajahku, berusaha untuk mencari jawaban
“Iya dong!” jawabku semangat
“Berarti sekarang aku makan gratis dong. Kamu yang traktir!” tegas Carista dengan tawa khasnya.
“Baiklah. Untuk kamu apa yang nggak sih, Car,” bisik Ara.
Setelah menempuh perjalanan selama satu jam, akhirnya kami sampai di restoran yang biasa dikunjungi.
“Kamu yang pesan ya, Car. Pesan sepuasnya tanpa batas. Nanti bungkus untuk semua anggota keluargamu yang ada dirumah. Aku yang bayar,” ucapku panjang lebar.
“Kamu aman kan, Ra?” tanya Carista dengan kening berkerut heran melihat kearahku.
“Ya aman lah, Car. Orang sehat gini, kok dibilang nggak aman,” jawabku polos seolah tidak terjadi apa-apa.
“Nggak biasanya,” jawab Carista.
“Sekali-sekali nggak apa-apa kan Car, itung-itung ibadah!” jawabku seadanya.
“Thank you Ara,” ucap Carista dengan senyum lebarnya.
Setelah menikmati makan siang ini, aku akan menyampaikan pesan ayah untuk mengajak Carista tinggal di apartemen.
“Gimana dengan perjodohannya, Ra. Kan sudah tiga hari sekarang. Apa sudah ada jawaban?” tanya Carista duluan, sebelum aku memulai mengatakan semuanya.
“Sudah. Sesuai dengan saranmu, aku menerima perjodohan itu dengan beberapa syarat tentunya.”
“Apa syaratnya?” tanya Carista dengan kening berkerut.
“Pertama, aku meminta perjodohannya tahun depan. Kasih waktu satu tahun untuk aku bisa berbenah dan mempersiapkan diri. Kedua, dalam satu tahun kedepan aku maunya tinggal di apartemen. Ketiga, aku ingin melukis kembali. Keempat, aku tidak ingin diawasi oleh orang kepercayaan ayah.”
“Wow. Brilliant idea. Ini syarat atau proposal sich, Ra. Sebanyak itu syaratnya?” antusias Carista
“Kan nggak ada salahnya, Car. Daripada ntar perasaan aku yang nggak tenang,” jelas Ara.
“Trus bagaimana, apakah ayah setuju dengan permintaanmu?” lanjutnya dengan wajah penasaran tingkat dewa.
“of course, dear,” jawabku dengan senyum lebar, mungkin selebar jalanan yang ada di depan restoran ini.
“Congratulation Ara, akhirnya kamu bebas lagi,” sorak Carista.
“Eittss, jangan senang dulu Car, semuanya berkat kamu juga,” potong Ara.
“Maksudnya?” tanya Carista dengan kening yang berkerut dan alis yang terangkat meminta penjelasan. Aku langsung tertawa melihat ekspresi Carista yang sulit untuk digambarkan dengan kata-kata.
“Ayah mengizinkanku kembali ke apartemen, dengan syarat tinggal bersamamu di apartemen. So, you must join with me, Car. Let’s join us!”jawab Ara sambil tersenyum.“Wow, ada saham aku ternyata,” ucapnya dengan mata yang berbinar bahagia.“Pastinya. Kalau nggak mana mungkin Ayah akan setuju,” kata Ara.“Kenapa syaratnya nggak dipertemukan dulu sama orangnya, Ra?” usul Carista.“Aku nggak mikirin orangnya Car. Secara, kalau sudah pilihan orang tua nggak mungkin salah kan?” bela Ara.“Sangat betul. Kalau begitu kamu harus membayarku dengan gaji yang besar,” canda Carista“Ok. Satu saja cukup kan?” yakin Ara.Aku sudah tau “gaji” yang dimaksud Carista. Apalagi kalau bukan tas branded incarannya untuk menambah koleksinya.”it’s ok Ra. Ayo cepat makan, aku sudah nggak sabar dengan tasnya. Nanti kusampaikan d
Begitulah Carista, semuanya tidak akan terlepas dari uang.Carista sangat pelit kalau sudah berurusan dengan yang namanya uang, dia tidak akan mau dirugikan sedikitpun.Tapi meskipun Carista begitu, aku sangat menyayanginya karena Carista adalah sahabat terbaik sekaligus orang kepercayaan bagiku.Dia selalu ada setiap kali aku membutuhkan. Carista yang selalu menemaniku dalam suka dan duka.Bahkan saat aku dalam keadaan sangat terpuruk sekalipun, Carista selalu hadir menemani.Suara bel menghentikan obrolan kami. Carista beranjak menuju pintu untuk menerima makanan yang dipesan melalui kurir.“Bayarnya, Ra!” interupsinya dari pintu.“Pakai uangmu dulu kan bisa, Car!” pekik Ara.“Nggak bisa Ara. Ntar aku lupa!” teriak Carista tak mau kalah.“Ya Tuhan, ini anak pelitnya minta ampun!” jeritku dari dapur.“Biarin. Kan tadi sudah ada kesepakatan!” timpalnya.
Gilang mengingat kembali pertemuannya dengan gadis yang menabraknya di Gramedia beberapa hari yang lalu.Pertemuan itu merupakan pertemuan yang kedua kalinya oleh Gilang, setelah sebelumnya juga bertemu di Restoran saat makan siang.Gilang penasaran dengan sosok gadis tersebut.Gadis dengan rambut panjangnya yang berwarna hitam bersinar, seakan menambah nilai plus pada dirinya.Kulitnya tidak putih seperti perempuan pada umumnya yang pernah dekat dengan Gilang.Akan tetapi lebih mengarah ke arah sawo matang dan jangan lupakan sebuah lesung pipi disebelah kanan pipinya yang menambah daya tarik kuat dimata para pria tak terkecuali dengan Gilang yang juga terbius pesona gadis tersebut.Melihat dari penampilannya dia bukanlah cewek yang feminim, tapi lebih kearah tomboy.Gilang tersenyum sendiri mengingat pertemuannya dengan gadis tersebut.Dia larut dengan pemikirannya sambil tersenyum-senyum sendiri sampai Gilang tidak m
“Terserah kamu saja, Car!” Aku mulai malas meladeni Carista kalau penyakit musimannya ini sudah keluar.“Sampai disana jangan lupa kasih kabar, Ra!” sela Carista.“Pastinya, Car,” jawabku.“Jangan lupa oleh-olehnya juga!” ucapnya menambahkan.“Kamu mau oleh-oleh apa?” tanya Ara.“Apa aja deh, Ra. Yang penting enak,” cetis Carista.“It’s ok, Car!” ucap Ara.Pagi ini, halaman kampus sudah dipenuhi oleh mahasiswa yang akan ikut studi banding ke Universitas Negeri Padang yang berada di Provinsi Sumatera Barat.Mereka sudah lengkap dengan bawaannya masing-masing.Diparkiran kampus sudah berjejer tiga buah bus kampus, yang akan membawa semua mahasiswa peserta Studi Banding dan Dosen yang mendampingi menuju Bandara.Peserta studi banding kali ini terdiri dari seratus orang mahasiswa/mahasiswi, dan ada sepuluh orang dosen pembimbing
“Morning too, Gilang!” senyumku.Aku terpaku menatap senyuman Gilang yang sangat menawan dengan dua lesung pipi di pipinya.“Jangan terlalu lama menatapku, Kia! Ntar kamu jatuh hati. Aku tahu kok kalau aku keren!” canda Gilang yang disusul dengan suara tawanya.“Hahahah. Nggak segitunya kali Lang!” kekehku.“Kia, kita kesana yuk!” ajak Gilang sambil menunjuk sebuah tempat yang ada diseberang lautan.Tempat tersebut merupakan sebuah pulau kecil. Kesana bisa ditempuh dengan perahu yang disewakan disekitaran pantai.Kami pun berjalan menyusuri pantai, dengan menggunakan perahu yang disewakan nelayan, yang berkapasitas 20 orang sekali jalan.Perjalanan sangat menyenangkan, karena aku penyuka tantangan.Akan tetapi, perjalanan cukup menegangkan bagi yang belum biasa naik perahu.Diiringi deburan ombak, sekitar 30 menit sampailah kami di tempat tujuan karena lokasi yang menyebera
Kiara gadis yang baik, ramah, dan supel menurutku.Wawasannya juga lumayan tinggi. Sepertinya latar belakang pendidikannya juga oke, terbukti dari cara dia menjelaskan segalanya kepadaku.Ya, disinilah aku sekarang didepan penginapan Kiara, untuk keluar bersama mencari makanan yang bisa dinikmati dengan menu khas Padang.Kiara menyuruhku menunggu diluar saja, karena menurutnya nggak enak dipandang jika laki-laki dan perempuan didalam rumah berduaan.Untuk yang kesekian kalinya, Gilang terpana dengan Kiara. Sebuah alasan yang masuk akal menurutku.Aku berasumsi bahwa Kiara gadis yang baik, yang tidak sembarangan dengan laki-laki.Gadis yang masih memegang tradisi dan sopan santun yang masih kental.Sekitar 20 menit menunggu, akhirnya yang kutunggu pun keluar dengan blouse lengan panjang selutut berwarna putih, dipadukan dengan celana bahan berwarna hitam.Flat shoes putih, dan sebuah sling bag Louis Vuitton berwarna putih dengan
Finally, setelah menikmati makanan dan minuman yang telah mereka pesan selama lebih dari dua jam lamanya, merekapun berdiri untuk membayar semua tagihan yang telah mereka nikmati tadi.“Aku yang bayar, Kia!” tegas Gilang saat Kiara akan mengeluarkan uang untuk membayarnya.“Nggak usah, Lang. Biar aku saja yang bayar,” tolak Kiara.“Aku saja. Nggak baik juga kalau cewek yang bayar. Sekalian aku yang traktir,” balas Gilang.“Yakin, nich?” tanya Kiara.“Sure!” angguk Gilang penuh keyakinan.“Terima kasih, Lang,” ucap Kiara.“Sama-sama, Kia," jawab Gilang sambil tersenyum.Mereka berjalan menuju kasir untuk membayar semua tagihan selanjutnya berjalan menuju mobil yang berada di parkiran restoran.“Kita kemana lagi?” tanya Gilang sambil memasangkan seat belt pada Kiara.Yang langsung membuat Kiara membeku untuk sepersekian d
Setelah menunaikan kegiatan melukisnya selama dua jam, akhirnya Ara selesai juga dengan lukisannya.“Finish!” senyum Ara mengembang sambil memandang hasil lukisannya sore ini, dan menoleh ke arah Gilang yang tidak berkedip.“Selesai, Lang. Balik sekarang, atau bentar lagi?” tanyanya melihat Gilang yang tetap bungkam tanpa suara.“Bentar lagi, Kia! Lukisannya sangat bagus,” puji Gilang yang berhasil membuat rona kemerahan di wajah Kiara.“Terima kasih, Lang,” ujar Kiara.“Sama-sama, Kiara,” jawab Gilang.“Lukisannya sudah selesai semuanya?” tanya Gilang.“Poin yang penting-pentingnya sudah, Lang. Nanti tinggal finishing saja di penginapan atau ntar kalau sudah kembali ke Jakarta!” jelas Kiara.“Aku mau lukisannya!” pinta Gilang.“Boleh. Tapi di selesaikan dulu,Lang,” jawab Kiara.“Baiklah,” senyum
Memikirkan malam pertama saja sudah membuat kepala Ara terasa berat, apalagi memikirkan cucu seperti yang di bicarakan oleh mamah mertuanya dengan sang bunda.Setelah merasa baikan, Ara kembali ke depan dengan mamah mertuanya dan juga sang bunda yang berdiri di kiri dan kanannya.Bianca juga sudah berdiri dengan anggunnya di depan pelaminan.“Terima kasih, Kak. Akhirnya doa aku di kabulkan sama Tuhan.” Ara tersenyum kepada Bianca seraya mengusap kepala gadis itu dengan sayang. Gadis yang semenjak kenal dengannya sudah di anggapnya sebagai adik itu, hari ini resmi menjadi adik iparnya.Selanjutnya di lanjutkan dengan sesi pemotretan untuk para tamu yang masih tersisa dan foto foto bersama keluarga lainnya.Akhirnya rangkaian acara pesta pernikahan Gilang dan Ara selesai juga. Besoknya adalah hari yang paling membahagiakan bagi pasangan pengantin baru tersebut. Gilang sudah menyusun rencana honeymoon mereka dengan sangat matang tanpa meli
“Sudah, lanjutkan jalannya, tidak enak dilihatin sama para tamu undangan.”“Tapi…” Fenna dan Carista menarik Ara pelan agar terus berjalan.DiantaraTanpa sadar mata Ara memperhatikan tulisan namanya di dinding aula yang tertulis dengan sangat indah dengan tinta gold, terpajang di atas panggung pelaminan. Kemudian, dia melihat senyum cerah seseorang yang menunggunya di atas panggung sana. Air mata Ara menetes tanpa bisa ditahannya. Pria misterius tersebut malah tertawa saat melihat wanita yang sekarang telah resmi menjadi istrinya itu menangis.“Selamat ya sayang.” Ara melihat ayah dan bunda nya yang tertawa ke arahnya. Ara benar benar menangis karena semua orang telah mengerjainya dengan sangat bagus. Hingga teguran dari sang bunda membuatnya kembali melanjutkan langkah kakinya menuju panggung.“Istriku cantik banget hari ini,” bisik Gilang seraya mengulurkan tangannya kepada Ara. Gilang langs
Perjalanan menuju tempat pernikahan membuat Ara berdebar debar. Gadis itu harus menghirup dan menghembuskan nafasnya beberapa kali untuk mengurangi rasa gugup yang datang menghapirinya.Di belokan pertama, kepala Ara mulai mengernyit pasalnya dia masih ingat dengan jalanan itu, jalan menuju hotel yang di lihatnya bersama Gilang waktu itu. Tetapi masih berpikir positif, mungkin saja jalannya memang sama, lagian dia juga tidak hafal dengan jalan di Negara ini.Hingga akhirnya mobil berbelok menuju Axana Hotel. Kakinya langsung gemetar, kenapa bisa di sini. Bukannya ini tempat yang di reservasi Gilang waktu itu?“Kok kita ke sini, bunda?” Fenna menoleh kemudian tersenyum. Carista dan Ayu yang duduk di sampingnya juga ikut tersenyum.“Iya, memang tempat pernikahannya di Axana Hotel sayang.” Mata Ara melebar. Posisi duduknya langsung menjadi tidak nyaman.“Ini tempat Gilang akan menikah juga hari ini.” Fenna pur
“Wow, kamu hebat, Kia. Hidung Belinda mengalami patah tulang dan tangannya juga parah,” sahut David dengan mata yang tidak beralih dari layar gadget nya.“Kamu tau dari mana?” Ara menoleh kepada David.“Lihat berita online Kia. Berita kamu menjadi trending topic hari ini,” puji David penuh semangat.“Itu jurus dapat dari mana?” Gilang menghentikan mobilnya di cafe terdekat karena mereka harus mencari tempat duduk agar dia bisa mengorek informasi dari gadis pujaannya itu.“Itu namanya jurus terdesak. Aku tidak menyangka jika akan separah itu.” Ara tertawa bahagia setelah melihat berita yang disodorkan oleh David kepadanya. Sungguh diluar dugaan, jika dia bisa membuat Belinda terluka parah.David menatap Ara dengan bergidik “Lha, jurus terdesak saja sangat gawat efeknya, apalagi jurus yang memang sudah di rencanakan.”“Sekarang aku lagi mempersiapkan jurus rahasia bu
“Kapan kejadiannya?” tanya Gilang dengan wajah memucat.“Kenapa? Tumben kamu peduli. Biasanya juga tenang saja saat melihat video seperti itu.” David menatap Gilang dengan kening berkerut.“Kapan kejadiannya?” Gilang mengulang pertanyaannya dengan suara yang lebih keras.“Kejadiannya baru sekitar sepuluh menit yang lalu.” Gilang segera menyambar kunci mobil yang terletak di atas meja setelah mendengar jawaban David.“Hei, kamu mau ke mana? Aku ikut.” Gilang mempercepat langkahnya seraya menghubungi Ara, sialnya gadis itu malah tidak menjawab panggilannya.“Ada apa sih, Lang? Kok panik banget?” David berjalan dengan setengah berlari untuk mengejar Gilang yang telah masuk ke dalam mobil.“Perhatikan cewek yang ada dalam video tersebut.” David memutar ulang video tersebut.“Belinda kan? Judul beritanya juga nama dia kok,” ucap David dengan nad
“Kapan kamu terakhir kali bertemu dengan Kiara?” tanya Belinda yang masih belum yakin dengan penglihatannya.Gilang menatap Belinda dengan rasa benci yang mendalam akan tetapi dia berusaha untuk tenang. Walau bagaimana pun, Gilang tidak ingin gegabah dalam menghadapi ular betina ini, salah salah langkah bisa bisa nyawa Kia yang akan menjadi korbannya.“Tahun lalu,” ucap Gilang dengan tatapan yang tidak terlepas dari Belinda. Dia terus mengamati gerak gerik perempuan licik tersebut.“Owh, sudah lama banget rupanya,” sahut Belinda berusaha menyembunyikan rasa terkejutnya akan tetapi bukan Gilang namanya jika dia tidak bisa mengetahui perangai Belinda.“Jangan pernah menyentuh Kiara, karena dia tidak ada hubungan sama sekali dengan aku. Satu hal yang harus kamu ingat, jika kamu mengganggunya maka bisa aku pastikan kamu akan menerima akibatnya dan akan membusuk di penjara,” ucap Gilang seraya mencengkram lengan
“Tuh kan cantik banget, senyum dikit sayang bunda mau foto. Kemarin dia juga minta bunda buat fotoin kamu saat lagi fitting baju.” Fenna mengambil beberapa gambar cantik putrinya dan langsung mengirimkannya kepada calon menantunya itu dengan penuh semangat.“Kamu udah cocok atau ada yang mau di perbaiki lagi sayang atau ada yang mau ditambahkan?” Nia bertanya dengan lembut. Ara melihat pantulan dirinya di cermin besar yang ada di hadapannya, semuanya sudah terlihat sangat sempurna.“Udah cocok kok tante.” Nia tersenyum bahagia.“Semuanya sudah oke yah?” Ara mengangguk dan sang bunda juga ikut tersenyum bahagia.“Dasar orang yang berjodoh, seleranya pun sama.” Celetuk Fenna yang mengundang kekehan Nia dan beberapa pegawai toko di sana.“Namanya yang berjodoh, pastinya enggak akan lari seleranya, jeng.” Nia tertawa pelan seraya memperhatikan Ara yang sudah mulai bosan dengan suas
Gadis itu menoleh kepada Gilang “Aku pengennya malah melihat undangan karena penasaran dengan mempelai wanitanya.” Gilang langsung tertawa lebar dan segera mengajak gadis itu ke bagian lainnya. Setelah urusan di sana selesai mereka segera meninggalkan gedung dengan perasaan gembira bagi Gilang dan terluka bagi Ara.“Oh iya. Bagaimana persiapan pernikahan kamu?” tanya Gilang saat mereka telah berada di dalam mobil.“Semua di handle bunda sama ayah. Kan mereka yang mengetahui calon menantunya itu.” Gilang malah tertawa lebar saat mendengar ucapan jutek gadis itu. Hingga mobil berhenti di pusat pembelajaan terbesar di kota Amsterdam.“Hari ini aku yang bayar semua keperluan kamu untuk pernikahan nantinya.” Gilang segera turun dari mobil dengan menggenggam tangan Ara.“Enggak perlu, Lang,” tolak Ara dengan senyuman getir nya. Andai calon suaminya adalah Gilang, pastinya dia akan sangat bahagia sekara
“Bagaimana jika ternyata memang aku pria misterius itu?” ucap Gilang balik bertanya. Dia juga ingin mengetahui apa yang akan dilakukan oleh Ara nantinya.“Pastinya bukan kamu Lang, karena aku tidak mau di duakan dengan wanita lain.”“Ini kan, jika seandainya Kia.”“Jika ternyata pria misterius itu adalah orang yang aku kenal secara dekat. Maka, tunggu saja pembalasan aku selanjutnya setelah menikah nantinya. Sekarang dia yang mengerjai aku, maka nantinya aku yang akan mengerjainya.” Ara tersenyum puas hingga lesung pipinya terlihat dengan jelas dan wajahnya yang memancarkan kebahagiaan yang tiada duanya.Gilang bergidik ngeri saat melihat ekpresi gadis itu hingga dia terpikir sendiri tentang ucapan Ara.“Ya sudah, sekarang kita keluar sebentar. Aku ada janji dengan pihak WO dan mengurus semua keperluan pesta nantinya,” ucap Gilang kepada Ara yang langsung membuat gadis itu lesu. Baru juga