Hari Senin pukul 16:30 sore, Binsar kembali ke tempat kos Tita, karena Tita menghubungi ponselnya. Katanya sudah ada kabar berkaitan dengan foto itu.Di teras kamar, Tita mengajak Binsar duduk. Ada juga Syamsul yang sudah pulang kerja. Binsar diperkenalkan kepada Beben, seorang satpam di Hotel Paradise on The Hill.“Saya melihat cowok itu datang ke hotel, sekitar jam delapan malam.” ujar Beben.“Bersama seorang wanita muda dan cantik?” tanya Binsar.“Tidak, cowok itu datang sendirian.”“Maksud saya, cowok itu menyetir mobilnya sendiri, panther hitam. Dan wanita itu juga menyetir mobilnya sendiri, sedan putih. Jadi mereka datang ke hotel dengan mobil masing-masing, seolah tidak saling kenal. Apakah begitu?” tanya Binsar lagi.“Tidak! Cowok itu datang sendirian ke hotel, dengan jalan kaki!”“Apa?!” Binsar tercengang.“Ben, yang bener aja lo?!” tegur Syamsul. “Kalau di hotel tempat kerjaku, hotel bintang satu, terkadang ada juga tamu yang nyeker, lantas check in di kamar yang paling mura
Keesokan pagi, Binsar menelepon Maryam, meminta Maryam datang ke kantor polisi. Maryam sulit menolak karena Binsar sudah mengirim ojek online untuk menjemputnya. Maryam hanya tinggal naik ojek, dan menuju kantor polisi, tidak perlu bayar ongkos. Akhirnya Maryam setuju untuk datang, dan memberi keterangan yang berkaitan dengan kasus pidana pembunuhan.“Ada apa sebetulnya? Kenapa Pak Polisi mau bicara secara langsung dengan saya?”“Apakah Mbak mengenali nomor ini?” Binsar memberikan secarik kertas ke hadapan Maryam. Dalam kertas itu tertulis sederet nomor dan huruf.“Ini kan, nomor mobilnya Marco.” jawab Maryam seperti tanpa berpikir lagi.“Mbak yakin?” Binsar rada tercengang. Kok, Maryam bisa sampai hapal di luar kepala? Padahal sepertinya Marco jarang sekali membawa mobilnya ke kampus, kendaraan sehari-harinya adalah motor.“Itu memang nomor mobilnya Marco, panther hitam. Saya ingat karena … waktu saya diwisuda, Marco menjemput saya dengan mobil itu.”Binsar manggut-manggut.“Ada apa
Ipda. Binsar masih berbincang dengan Maryam, di kantor polisi. Binsar butuh kesaksian dari Maryam tentang perilaku Marco yang cukup janggal. Hingga Binsar mulai bisa menyimpulkan sesuatu.“Ini dugaan saya …. Marco mungkin tahu kalau orang yang meminjam mobilnya itu punya hubungan pribadi dengan Lyla. Karena Marco tidak bisa menemukan mobilnya dibawa ke mana, lantas dia mendatangi bridal milik Lyla.""Mungkin pada mulanya, Marco mengira bahwa mobilnya lagi parkir di bridal itu, atau setidaknya Lyla mengetahui ada di mana panther hitam itu. Tapi ternyata sore itu Lyla sudah pergi. Dan mungkin Marco dapat info dari pegawai bridal, bahwa Lyla pergi ke Hotel Paradise on The Hill. Karena faktanya memang Marco datang ke hotel itu, beberapa menit setelah panther hitam itu memasuki halaman hotel.""Mungkin Marco sudah mengintai dari jauh, melihat apakah mobilnya bakal datang ke hotel itu. Dia menanyakan kepada seorang roomboy, tentang pria yang datang ke hotel dengan panther hitam itu. Pria it
Kasat Reskrim (Kepala Satuan Reserse Kriminal) adalah seorang polisi senior berpangkat AKBP (Ajun Komisaris Besar Polisi). Dia masuk ke ruangan para penyidik. Komandan para reserse itu bicara, “Saya ingin tahu, apakah memang Lyla yang datang ke hotel itu, atau seseorang yang pakai identitas Lyla, dan pakai kartu kreditnya?” Ekky menjawab, “Sepertinya memang Lyla. Bukankah pihak resepsionis hotel juga pernah dimintai keterangan, dan dia mengenali foto Lyla sebagai wanita yang check in pada hari Rabu, sekitar jam delapan malam.” Kasat Reskrim meletakkan beberapa lembar kertas ukuran kecil di atas meja. “Ini bukti transaksi yang disodorkan oleh Marco pada saat memberikan alibi buat Lyla. Ada bil makanan di kafe, dibayar dengan kartu kredit Lyla. Jam transaksinya 21:35.” Ekky mengambil secarik kertas yang barusan diberikan oleh Kasat Reskrim. Pada kertas itu tercantum : 1 gelas strawberry jus, 2 potong brownies, 1 potong macaroni panggang. Ekky bicara, “Saya sudah berkali-kali me
Maryam dan Hanif duduk di bangku yang ada di teras depan rumah kos yang masih dihuni Maryam. Sore itu Hanif mengunjungi Maryam, katanya untuk menyampaikan info lowongan kerja di sebuah BPR. Maryam mengucapkan terima kasih atas info itu.“Akhi Hanif, boleh saya bertanya sesuatu… yang mungkin bisa membuatmu tersinggung?” Maryam bicara dengan nada ragu.“Tanya saja, Ukhti.” “Begini… saat almarhumah istrimu baru beberapa hari meninggal, apakah Akhi pernah membonceng seorang wanita dengan motor? Atau… itu cuma orang lain yang mirip denganmu?” Hanif tidak menyangka akan mendengar pertanyaan seperti itu dari Maryam. Setelah berpikir sejenak, akhirnya Hanif tersenyum, lalu menjawab, “Waktu itu mobil saya sedang dipakai oleh adik saya, Latifa, buat belajar stir dengan temannya. Saya naik motor, lalu melihat wanita itu sedang berdiri di tepi jalan menunggu angkot. Wanita itu adalah tetangga di dekat rumah kontrakan saya. Sore itu dia baru pulang kerja. Dia melihat saya melintas naik motor. Ti
“Mau apa lagi kamu? Pagi-pagi sudah telepon….” Suara seorang wanita terdengar begitu ketus, saat mengetahui siapa lawan bicaranya di telepon. “Kita harus ketemu lagi, Bu Lyla.” “Saya sibuk, nggak ada waktu!” “Seorang polisi bagian reserse mencari saya ke spa, menanyakan tentang wanita yang saya luluri pada hari Rabu malam, dua minggu lalu.” “Lantas… kamu bilang apa?” “Untuk sementara saya bilang sudah lupa, mau mengingat-ingatnya dulu. Mungkin besok reserse itu bakal datang lagi. Saya bisa katakan apa adanya kepada dia, tapi mungkin juga saya akan tetap bilang sudah lupa tuh! Semua tergantung pengertian Anda.” “Oke, kita ketemu.” ***Sambil menikmati secangkir kopi dan sepiring gorengan di ruangan kantornya, sore itu dua orang reserse bicara pelan tentang hasil penyidikan mereka. “Pegawai lulur itu bernama Susie, dia bilang sudah lupa tentang wanita itu. Tapi dia akan berusaha mengingat-ingatnya. Si pelayan kafe juga sudah lupa kepada wanita yang makan di situ dan memb
“Kenapa nggak ke kantornya saja?” tanya tetangga itu. "Neng Wati ngantor di Jalan Dago, di butik."Inspektur Ekky menjawab, “Sudah, tapi katanya Bu Wati minta izin pulang, ternyata di rumahnya nggak ada. Apakah Ibu tahu, kira-kira dia pergi ke mana?”“Saya nggak tahu, Mas. Tapi… apa benar, Neng Wati mau jual mobil?”“Kabarnya begitu. Mobilnya itu Avanza warna hitam, kan?”“Iya. Tapi kok, dia nggak bilang-bilang ke tetangga? Padahal saya juga mau lho, kalau memang mobil Neng Wati mau dijual. Kalau sama tetangga harganya bisa damai. Mas tahunya dari mana, kalau mobil itu mau dijual?”“Dari temannya Bu Wati, yang kerja di butik.” Ekky terdiam sejenak, memikirkan obrolan selanjutnya. “Adiknya kuliah di mana?”Ibu itu menyebutkan nama sebuah PTS. Ekky akhirnya pamitan.Dua jam kemudian, sebuah motor memasuki pekarangan rumah itu. Seorang pria muda lalu mengeluarkan kunci, dan membuka pintu depan. Baru saja dia hendak menutup pintu, dilihatnya seorang pria berjalan memasuki pekarangan rumah
Setibanya di kantor, Inspektur Ekky Wahyudi diberondong pertanyaan oleh atasannya. “Ini kasus paling membingungkan yang pernah saya tangani, Pak.” ujar Ekky. “Masalahnya rumit banget, dan rasanya nggak masuk akal.” “Coba ceritakan, sementara kita menunggu info dari Binsar tentang pencarian terhadap Wati dan Lyla.” pinta Kasat Reskrim. Ekky memaparkan fakta yang telah dikumpulkannya. “Wati dan Lyla bersekongkol merampok bridal itu, dan tidak tertutup kemungkinan bahwa kedua wanita itu juga yang telah membunuh Sobar! Kejahatan ini sudah direncanakan. Buktinya, suite room yang ditempati Lyla, dan standar room yang ditempati Wati, sudah direservasi sehari sebelum mereka check in di Hotel Paradise. Selain reservasi kamar, Lyla juga reservasi untuk fasilitas spa. Jadi keberadaan mereka di Hotel Paradise on The Hill sudah direncanakan sehari sebelum terjadinya perampokan dan pembunuhan di bridal.” Ekky melanjutkan penjelasan. “Pantas saja si Bento bilang, pada malam itu dia melihat S
Marco memandang berkeliling area halaman belakang dari penginapan itu. Dia melihat ada pintu di tembok belakang.“Di belakang situ, ada apa, Mang?”“Brandgang, tembusnya ke jalan kecil di sebelah sana.”“Begini Mang … kalau aku pakai mobil itu, mungkin aku bakal dibuntuti terus, kayaknya di mobilku ada alat pelacak. Jadi aku mau bepergian naik ojek online. Minta tolong bawa mobilku ke showroom punya Mang Endi. Soalnya kalau mobilku ada di sini, orang-orang suruhan mama bisa mengira aku ada di sini. Aku khawatir mereka bikin gaduh dan nanti merugikan tamu di penginapan ini.” “Kenapa mama kamu sampai memasang alat pelacak di mobilmu?”“Mulanya karena mama nggak mau aku pergi naik gunung. Akhirnya mobil itu jarang aku pakai.”Sunedi memberi petunjuk ke mana Marco harus berjalan dan berbelok arah, hingga nanti akan menemukan jalan besar. Marco bisa menunggu ojek di depan sebuah bangunan publik yang mudah dicari oleh driver ojek.Akhirnya Marco sudah duduk di belakang driver ojek o
Marco tiba di Kota Cirebon saat tengah malam. Dia menuju sebuah penginapan kecil milik kerabatnya, bernama Sunedi. Sebenarnya Sunedi bukan kerabat berdasarkan hubungan darah. Dulunya Sunedi adalah sopir di rumah Pak Waluya, kakeknya Marco. Sudah sejak remaja Sunedi bekerja di rumah Pak Waluya.Pak Waluya selagi muda adalah PNS Dinas Pertanian Jawa Barat. Pak Waluya pernah bertugas di wilayah Pantura. Di pantura itulah dia bertemu Sunedi, anak yatim tamat SD yang sering datang ke dekat kantor Dinas Pertanian untuk ngarit, menyabit rumput. Sunedi bekerja sebagai pemelihara kambing milik tetangganya. Kerap kali anak itu ngarit di dekat kantor Pak Waluya pada sore hari, dan tampak lapar, karena belum makan sejak pagi. Sunedi sering diajak makan di kantor itu. Pak Waluya kemudian pindah tugas ke Bandung, Sunedi dibawanya dengan persetujuan keluarga anak itu. Sunedi disekolahkan di Bandung hingga tamat STM bidang otomotif.Pak Waluya memilh pensiun di usia 52 tahun. Beliau pensiun bukan kar
Niar bergegas ke luar dari kamar kos, berjalan menyusuri gang sempit menuju halaman minimarket di tepi jalan. Itulah lokasi yang paling sering menjadi titik penjemputan anak-anak kos sekitar situ, yang mau naik kendaraan online. Niar juga naik ojek online, sembari menggendong bungkusan boneka. Dia akan mengembalikan boneka itu pada Cynthia. Niar tidak tahu di mana rumah Cynthia, tapi tempo hari Cynthia memboncengnya menuju sebuah kompkeks perumahan kelas menengah. Niar meminta driver ojek ke kompleks itu, dan mencari sebuah blok yang diingat NIar. Untungnya setiap satu blok hanya untuk 30 – 40 rumah, jadi tidak terlalu banyak rumah yang mesti diamati.Akhirnya Niar tiba di rumah dua lantai yang di bagian bawahnya jadi toko sembako. Rumah tempat Cynthia pernah menyerahkan boneka Labubu padanya. Dan pada sore itu, Niar mengembalikan bungkusan yang berisi boneka Labubu.“Ini bukan rumah Cynthia. Ini rumah kerabatnya. Saya mah, hanya pekerja di toko ini.” ucap wanita yang menjaga toko.“
Maryam mengira begitu dia tiba di Cirebon, besoknya atau lusa pernikahan sang kakak akan dilangsungkan, sehingga dia bakal disuruh ikut bantu memasak hidangan. Ternyata belum ada waktu yang pasti, belum ada kesibukan memasak dalam jumlah besar untuk tamu pernikahan. Tentu saja Maryam merasa heran. “Kalau orang mau nikah, bukankah harus menetapkan tanggalnya yang pasti, untuk kedatangan penghulu dari KUA?”“Kabarnya Irma akan nikah siri, nggak daftar ke KUA.” jawab emaknya.“Nikah siri? Kenapa?”“Emak nggak tahu. Mungkin calon suaminya masih sibuk, belum bisa ngasi tanggal yang pasti. Tapi katanya bulan ini mereka akan menikah.”Maryam ingin bertanya, apakah Irma mau menikah siri karena calon suaminya masih berstatus suami orang? Namun pertanyaan itu urung disuarakan oleh Maryam, khawatir menyinggung perasaan emaknya. Bukankah emaknya juga menikah dengan suami orang?Duapuluhlima tahun lalu ketika emaknya menikah dengan bapaknya, sudah ada dua istri yang dimiliki oleh bapaknya, beriku
Marianne Wiratama bertemu dengan Rustini, ibunya Sabrina, di acara gathering para pengusaha fashion Bandung. Marianne baru tahu kalau Marco memutus hubungan dengan Sabrina.“Itu lho Sis, Marco berencana kerja di luar Jawa. Sabrina nggak setuju, karena aneh aja, sudah ada perusahaan milik keluarga, kenapa Marco malah pengin kerja di perusahaan punya orang lain di luar Jawa pula. Nah, karena Sabrina nggak setuju, lantas Marco bilang kalau Sabrina sudah beda prinsip dengan dirinya, jadi mending putus aja. Begitu ceritanya Sis.”Marianne semakin jengkel mendengar aduan Rustini. Kalau benar Marco berencana kerja di luar Jawa, itu berarti Marco mengambil langkah sendiri tanpa pernah bicara dengan orang tua. Marianne merasa sudah diremehkan oleh anaknya.“Aku harus mulai bersikap keras pada Marco.” pikir Marianne. “Kalau dibiarkan seperti itu, Marco malah semakin semaunya sendiri, nggak mikirin perasaan orang tua.”***Sementara itu Marco masih berada di rumah Zakki.“Masalahnya sekarang ada
Marco masih menunggu panggilan kerja. Mamanya menyuruh dia menengok rumah milik Zakki, yang sudah dua minggu ditinggalkan. Zakki mengajak istrinya berlibur ke Korea, untuk healing setelah kesedihan karena kehilangan anak mereka. Dengan motor, Marco menuju rumah Zakki, untuk mengecek apakah rumah itu aman.Rumah Zakki berada satu kompleks dengan TKIT Bunga Bangsa. Marco kaget saat melewati TK itu, yang dilihat olehnya adalah bangunan kosong, pintu pagar digembok, dan halaman yang diseraki dedaunan kering serta rumput yang sudah tumbuh cukup tinggi. Tidak nampak penjaga atau satpam di depan bangunan TK itu. Marco mampir di rumah makan yang berada dekat TK.Marco membeli nasi, pepes ayam, botok teri, sambal plus lalap, bakwan jagung dan perkedel kentang, juga es campur, semua dibungkus. Saat membayar, Marco bertanya pada pegawai rumah makan itu.“Sekolah TK yang di depan itu, lagi libur ya?”“Oh, TK itu mah, sudah bubar, nggak ada lagi murid yang daftar ke situ.”“Bubar? Guru-gurunya ke
Cynthia memperkirakan, jika Maryam kena kasus hukum di Cirebon, maka Maryam tidak akan kembali ke Bandung dalam waktu dekat. Lantas siapa yang akan datang menolong Maryam? Cynthia yakin jika Hanif yang kelak akan datang untuk membantu advokasi bagi Maryam. Kebersamaan Maryam dan Hanif selama proses hukum, akan membuat mereka dekat. Kalaupun misalnya Maryam kena pidana, dan harus dihukum, Cynthia mengira Maryam hanya akan kena hukuman percobaan selama satu tahun, atau paling lama satu tahun enam bulan. Maryam tidak akan dipenjara, tapi akan masuk panti rehabilitasi korban narkoba. Selama menjalani rehabilitasi, Maryam akan semakin dekat dengan Hanif, dan akhirnya Marco akan terlupakan. Maryam akan memilih Hanif. Begitulah rencana Cynthia. “Maaf kalau nanti kamu bakal sedikit susah, Maryam. Aku bikin rekayasa kasus hukum buat kamu, supaya kamu bisa lebih dekat lagi dengan Hanif. Aku sudah dapat banyak info tentang dirimu, dari teman-teman dekatmu. Hanya Hanif yang bisa bikin Mar
Niar mengenal Cynthia ketika suatu hari Cynthia datang ke rumah kos tempat Niar tinggal. Cynthia melihat Niar keluar dari salah satu kamar, bersama dengan teman sekamarnya. Lantas Cynthia mengikuti Niar yang pergi bekerja di sebuah supermarket. Kemudian Cynthia mengajak Niar bicara, yang intinya meminta kerjasama Niar untuk membuat Maryam meninggalkan rumah kos itu. Kalau Maryam tidak mau hengkang, maka Niar diminta mencari tahu kapan Maryam akan pulang kampung, karena Cynthia ingin menitipkan sesuatu supaya dibawa oleh Maryam ke kampungnya.Ketika itu Niar ingin tahu, apa alasan Cynthia ingin membuat Maryam pergi dari rumah kos itu, bahkan sebenarnya Cynthia ingin Maryam pergi dari Bandung. Cynthia bilang bahwa Maryam adalah pelakor bagi hubungan antara Sabrina dan Marco. Cynthia bilang bahwa Sabrina adalah kerabatnya, yang sudah bertunangan dengan Marco, dan pernikahan mereka sudah dipersiapkan. Akan tetapi Marco malah lebih sering ngurusin Maryam, lebih peduli pada Maryam, ketimb
“Cepat habisin makannya Teteh, kayaknya banyak pembeli.”Omongan Nanang menyadarkan Maryam dari lamunan tentang hari di mana dia bersikap tidak peduli saat Marco meneleponnya dan bicara soal wisuda. Rasanya sesak sekali di dada, saat harus bersikap masa bodoh terhadap hari wisuda Marco. Hari di mana Marco seharusnya merasa bahagia karena akhirnya dia berhasil menyelesaikan studi.Maryam menghabiskan kupat tahu di piringnya, lantas meninggalkan bangku yang sejak tadi didudukinya. Nanang sudah membayar, lantas mengajak kakaknya berjalan kaki ke sebuah taman kecil di tepi sebuah jalan raya. Maryam dan adiknya duduk di bangku taman. Maryam sudah bercerita pada adiknya, soal TKIT Bunga Bangsa yang tidak lagi beroperasi. Soal pemberhentiannya dari pekerjaan di bimbel.“Sekarang ini Teteh jadi pengangguran, Nang.”“Oh, kalau begitu kebetulan Teh ….”“Kebetulan apa?”“Bapak nyuruh kita pulang ke Cirebon, Teh Irma mau nikah.”Irma adalah saudara sebapak, ibunya Irma adalah istri pertama bapakn