Setibanya di kantor, Inspektur Ekky Wahyudi diberondong pertanyaan oleh atasannya. “Ini kasus paling membingungkan yang pernah saya tangani, Pak.” ujar Ekky. “Masalahnya rumit banget, dan rasanya nggak masuk akal.” “Coba ceritakan, sementara kita menunggu info dari Binsar tentang pencarian terhadap Wati dan Lyla.” pinta Kasat Reskrim. Ekky memaparkan fakta yang telah dikumpulkannya. “Wati dan Lyla bersekongkol merampok bridal itu, dan tidak tertutup kemungkinan bahwa kedua wanita itu juga yang telah membunuh Sobar! Kejahatan ini sudah direncanakan. Buktinya, suite room yang ditempati Lyla, dan standar room yang ditempati Wati, sudah direservasi sehari sebelum mereka check in di Hotel Paradise. Selain reservasi kamar, Lyla juga reservasi untuk fasilitas spa. Jadi keberadaan mereka di Hotel Paradise on The Hill sudah direncanakan sehari sebelum terjadinya perampokan dan pembunuhan di bridal.” Ekky melanjutkan penjelasan. “Pantas saja si Bento bilang, pada malam itu dia melihat S
Malam telah turun, disebuah cottage mungil di kawasan Lembang, tiga orang wanita sedang bicara dengan wajah tegang. Sejak siang mereka datang dan menghuni cottage itu, setelah sebelumnya saling kontak lewat chat.Mulanya Wati enggan pergi, saat Lyla menjemputnya di butik. Namun, Lyla membujuk Wati dengan menangis, mengatakan bahwa polisi sudah menyelidiki hingga ke spa. Wati terpaksa minta izin dari kantor, lalu pergi bersama Lyla. Berdua mereka naik mobil Lyla, menjemput Susie dari rumahnya, lalu mencari cottage. Bukan untuk wisata, tapi supaya bisa bicara dengan lebih tenang, tanpa didengar pihak lain.“Barusan adikku chat, katanya polisi mencariku ke rumah.” ujar Wati dengan jemari tangan bergetar, dingin dan berkeringat. Dia sangat gugup. “Aku nggak mau kita banyak bicara lagi, tanpa ada titik temu! Aku nggak melakukan apapun ….”Wati teringat pada hari Selasa, sebelum ada kejadian di bridal, Lyla mengajaknya makan siang di sebuah restoran. Lyla membeberkan rencana untuk menarik
Lyla bicara, “Tapi kalau begitu… gimana kalau gue malah mendapatkan suami yang matre?”Wati memberi nasihat yang logis menurut dirinya. “Kalau lo khawatir harta lo bakal dirampok sama suami, sebelum menikah lo suruh cowok itu menandatangani perjanjian pisah harta!”Lyla terdiam, lalu menatap Wati dan bicara lagi. “Kalau gue minta cerai dari suami, lalu mencari pria lain, gimana kalau nanti malah gue dapat suami baru yang kere, pengangguran, dan maunya cuma numpang hidup sama gue?”“Kalau lo dapat suami pengangguran, beri dia modal usaha, supaya dia bisa mandiri dan nggak numpang hidup sama lo. Lama-lama dia juga bakal mikir, dan mau bertanggung jawab memberi nafkah kepada istri, sesuai kewajibannya sebagai suami.”“Ah, masak modal usaha harus dari istri? Keenakan banget!” Lyla mencibir.“Lantas dari siapa lagi? Dari hasil merampok?!” Wati melotot. “Kalau kita sudah menikah, siapa yang paling berkewajiban membantu suami kita, hah?! Tetangga? Nggak mungkin! Ya sudah tentu istrinya! Kala
Wati baru tahu ada perampokan dan pembunuhan di Pink Flower Bridal and Salon, justru dari berita online. Wati menghubungi Lyla, menanyakan hal tersebut. Lyla mengaku mengambil barang elektronik itu dari bridal, tapi membantah telah membunuh sang office boy. Wati tidak percaya kepada Lyla, dan memaksa Lyla mengambil lagi semua barang elektronik titipan itu dari rumah Wati.Ketika Lyla sedang diinterogasi di kantor polisi, terkait kematian Sobar, Lyla menelepon suaminya. Lyla menceritakan kalau malam itu dirinya makan di kafe, lalu pergi ke spa. Pasti ada bukti transaksi pembayaran. Suaminya berjanji akan mencari semua bukti yang bisa menyatakan bahwa sang istri malam itu berada di Hotel Paradise on The Hill, dan tidak datang ke bridalnya. Bukti-bukti itu berhasil diperoleh. Lyla bahagia, dan berharap suaminya datang ke kantor polisi, memberikan bukti itu, lantas membawa dirinya pergi dari kantor polisi.Sama sekali Lyla tidak menduga, kalau … tetap saja suaminya tidak mau muncul di had
Suatu saat Lyla menghentikan pemberian uang kepada kakak dan adiknya, dengan dalih bahwa dirinya tidak punya kewajiban untuk mencukupi rumah tangga saudaranya. Lyla menyuruh kakaknya bekerja untuk menafkahi rumah tangganya sendiri. Dan meminta supaya suami adiknya juga mau Akan tetapi kemudian, orang tuanya turun tangan. Uang pemberian Lyla, oleh orang tuanya malah diberikan kepada anak-anaknya, sebagai jatah bulanan. Dengan terpaksa, Lyla mengganti uang itu, supaya orang tuanya tidak kekurangan. Begitulah, Lyla tetap saja terpaksa mensubsidi saudara-saudaranya yang sudah berumah tangga. “Mereka pikir uang yang kuperoleh tinggal minta dari suami yang kaya, padahal aku juga bekerja.” pikir Lyla. Dia sedih, kecewa, kesal, karena dirinya tetap saja dianggap sebagai kuli pencari uang oleh keluarganya. Dan sekarang… ada lagi orang yang memerasnya, yaitu Susie. Lyla sempat memberi uang sebesar Rp. 15 juta kepada Susie, yang waktu itu mendatangi bridalnya. Ternyata tukang lulur itu belum
Hari Kamis, pukul tujuh pagi, Kasat Reskrim menerima laporan dari anak buahnya.“Telah terjadi kecelakaan lalu lintas di wilayah Subang, tadi malam sekitar pukul 20:30. Sebuah sedan putih bertabrakan dengan truk besar, lalu sedan itu terjungkal masuk ke kebun teh milik Perkebunan Tambaksari, daerah Jalan Cagak, Subang. Lokasi kecelakaan dan para korban sudah diamankan oleh para personel dari Satuan Lalu Lintas Polres Subang. Korban ada di Puskesmas Jalan Cagak Subang.”Binsar memaparkan bahwa truk besar itu cuma sedikit penyok di bagian depannya. Mobil sedan ringsek. Sedangkan pengemudi dan penumpang sedan, semuanya tewas di tempat. Setelah diidentifikasi oleh polisi, ternyata pengemudi sedan itu adalah Lyla, 25 tahun, pemilik Pink Flower Bridal and Salon. Sedangkan penumpang sedan bernama Wati, 30 tahun, pegawai sebuah butik busana di Jalan Dago. Seorang korban lagi bernama Susie, 22 tahun, pegawai di Paradise Body Care Center. Seluruh korban dievakuasi sementara ke sebuah Puskesmas
Markas Polrestabes Bandung, seperti biasa, selalu jadi tujuan para wartawan kriminal yang cari berita.“Banyak masyarakat yang menanyakan motif dari para pelaku pembunuhan di bridal itu.” ujar seorang wartawan. “Kami para wartawan juga ingin tahu, apa motif mereka melakukan kejahatan itu?”Inspektur Ekky menjawab, “Cuma para pelaku yang tahu, apa motif sesungguhnya dari perampokan dan pembunuhan di bridal itu, dan mereka membawa rahasia itu ke dalam kuburnya!”Binsar yang juga ada di acara jumpa pers itu, mengakhiri sesi tanya jawab dengan pernyataan resmi dari pihak penyidik. “Kasus pembunuhan di Pink Flower Bridal sudah ditutup, karena tersangka utama telah tew@s. Tidak ada tersangka lain yang bisa memenuhi semua fakta serta bukti-bukti yang sudah dikumpulkan oleh penyidik.” Tak seorangpun merasa puas dengan jawaban itu, tapi mau apa lagi? Polisi tidak bisa lagi menanyakan alasan ketiga wanita itu bersekongkol melakukan tindak kriminal. Mereka tew@s di tempat setelah mobil sedan p
Lyla mengatakan ingin punya usaha sendiri berupa salon dan bridal. Ardi memberikan modal usaha, karena sebagai istri Lyla memang berhak, seperti juga Marianne yang diberi modal usaha untuk buka butik busana. Mereka hidup bahagia, rukun, biarpun berumah tangga secara sembunyi-sembunyi. Ardi tahu, Lyla sering ingin bisa berjalan-jalan bersama suami, shopping, atau apapun juga yang berhubungan dengan muncul di tempat umum. Lyla ingin memperkenalkan suami kepada teman-temannya. Namun, bagaimana mungkin? Saat ini belum bisa, begitu kata Ardi. Hal itu kerap membuat Lyla terlihat sedih. Bagaimana tidak? Sebagai wanita, status Lyla adalah bersuami, tapi mana suaminya?Lyla bahkan sulit bicara soal statusnya, kepada rekan-rekannya sesama pengusaha salon, atau bahkan kepada tetangga di kampungnya. Kalau bilang sudah menikah, nanti mereka akan bertanya, siapa suaminya? Kerja di mana? Lyla akan sangat sulit menjawab semua pertanyaan itu. Makanya, tak banyak teman-teman dan pegawai Lyla yang tahu
Setelah terdiam sejenak untuk mengumpulkan keberanian, akhirnya Maryam berkata lirih sambil tertunduk. “Bang Marco, aku mencintaimu, aku ingin menikah denganmu.”“Apa? Aku nggak dengar?”“Bang, aku mencintaimu, aku ingin menikah denganmu.” ucap Maryam dengan suara lebih keras.Marco malah tertawa-tawa, lalu dia berdiri, dan berkata, “Tidak!” Lantas dia balik badan, dan berjalan menjauh.Maryam terhenyak, lalu tanpa sadar mengejar. “Bang, mau ke mana?”Marco berbalik, menatap Maryam dengan sorot matanya yang tajam. “Maryam, ngapain kamu mengejar-ngejar aku? Kamu sudah nggak punya harga diri ya?”“Apa maksudmu menyuruh aku bicara seperti barusan?”“Just kidding!” Marco tersenyum. “Kamu pikir aku masih mau menikah dengamu? Jangan mimpi! Ngaca dulu sana!”Maryam terpana, masih belum paham, dia berdiri sambil menatap punggung Marco yang semakin menjauh dan akhirnya hilang di tikungan gang. Maryam baru sadar, saat ada pedagang mi bakso yang memintanya supaya minggir. Setelah gerobak bakso i
Tiba di dekat lapangan Gasibu, Marco memarkir motornya dalam deretan panjang motor berbagai jenis yang diparkir di depan Gedung Sate itu. Lapangan Gasibu menjadi tempat bersantai dan berolah raga di saat weekend. Di seberang lapangan itu, ada lahan yang dipakai untuk para pedagang kecil menggelar jualannya saat akhir pekan. Kebanyakan orang datang ke Gasibu untuk berburu kuliner, yaitu beraneka ragam sarapan pagi dan jajanan. Namun, area non kuliner pun diserbu pengunjung yang mencari busana, jaket, sepatu, tas, dan mainan anak, dengan harga cukup murah.Marco mengajak Maryam masuk ke area pedagang makanan. Situasi sangat ramai, Marco mulai merasa capek bolak-balik harus menengok ke belakang untuk memastikan Maryam masih mengikutinya. Kadang-kadang Maryam hilang dari pandangannya, terhalang orang-orang. Akhirnya Marco meraih tangan Maryam dan menggandengnya dengan erat. Maryam rada kaget, tapi tidak berupaya untuk melepaskan pegangan tangan Marco.Para pedagang makanan umumnya berjua
Maryam baru saja keluar dari masjid kampus, usai pengajian di hari Minggu berikutnya, saat melihat Marco sudah berdiri di halaman masjid sambil menatapnya. Mereka memang janjian lagi bertemu di kampus.“Kenapa sih, barusan kamu nggak masuk masjid saja? Sekali-sekali dong, ikut pengajian.” ujar Maryam.“Aku baru datang, sudah telat kalau mau ikut pengajian.” jawab Marco.“Ah, alasan.” gerutu Maryam sambil membenahi isi tasnya. “Memangnya di homebase mau ada acara apa lagi?”“Nggak ada acara apa-apa. Mayoritas anggota lagi ke Gunung Gede, mau ikut acara bersih gunung, di sana sudah banyak sampah.”“Kok, kamu nggak ikut?”“Jenuh.”“Jenuh naik gunung?” Maryam tersenyum, “Pendaki gunung seperti kamu, bisa jenuh naik gunung?”“Aku jenuh segala macam. Terutama sekali… aku jenuh hidup sendirian.”Selama bertahun-tahun, Marco memang lebih sering ditinggal oleh kedua orang tuanya. Papanya adalah pengusaha dan politikus, sering bepergian ke banyak tempat. Mamanya tentu saja sering mendampingi su
Sementara itu Maryam dan Marco berjalan bersama menuju homebase.“Marco, aku sebenarnya nggak terlalu doyan kambing guling.” ujar Maryam. “Dulu juga aku pernah makan kambing guling buatanmu, di homebase juga. Daging bagian luarnya gosong, sedangkan bagian dalamnya masih mentah, sisa-sisa darahnya masih mengucur lagi. Iiih, eneg banget. Aku nggak mau ah.”“Kalau nggak mau kambing guling, nanti aku bikinin sate.”Kambing itu dipanggang di halaman samping homebase. Di situ juga ada tungku, di atasnya ditaruh panci tempat merebus bahan-bahan untuk sambal. Setelah isi panci itu dianggap matang, lantas ditumbuk pakai ulekan, di dalam panci itu. Katanya bikin sambal seperti itu lebih praktis daripada pakai cobek. Sementara nasi dimasak pakai rice cooker. Nasi yang sudah matang dipindah ke baskom, karena rice cooker dipakai buat masak nasi lagi. "Sepertinya bakal banyak orang datang ke homebase, karena nasi yang dimasak cukup banyak." pikir Maryam.Para anggota pencinta alam menyapa Maryam.
Maryam tersenyum jahil saat menemukan wajah rekan yang pernah serumah dengannya. “Apa kabar Nuri? Kangen lho, sama pipi gembil kamu.” Maryam mencolek pipi Nuri, mantan rekan satu kos. Mereka bertemu di halaman masjid kampus hari Minggu pagi. Pengajian sudah usai, dan mereka ngobrol di teras masjid. “Kamu nggak pulang, Nur?”“Sudah Mbak, minggu kemarin. Kalau setiap weekend aku pulang ke rumah orang tua, anak-anak kos menyangka aku punya pacar yang bertetangga dengan orang tuaku.” Nuri nyengir.“Masih jadi wartawan kriminal, Nur?”“Masih. Sebentar lagi juga mau pergi cari berita.” Nuri adalah mahasiswi Fakultas Hukum yang lagi nyambi kerja jadi wartawan kriminal. Dia menulis berita kriminal di seputar Bandung untuk sebuah media online.“Ini hari Minggu, Nur. Masak kamu nggak libur? Wartawan ada liburnya juga, kan?”“Kejahatan itu tidak mengenal hari libur, Mbak. Di setiap saat, di setiap tempat, kejahatan mengintai. Bahkan di tempat yang menurut kita adalah paling aman di dunia, kada
Marco sudah selesai makan. Setelah membayar di kasir, Marco bilang ingin tahu tempat kos Maryam yang sekarang. Mereka berjalan kaki ke luar dari kompleks perumahan itu, lantas menyeberang jalan, dan masuk ke sebuah gang sempit. Sebuah wilayah pemukiman padat, dengan rumah-rumah petak yang saling bertemu atap. Berjalan sekitar 100 meter, tibalah mereka di depan sebuah rumah kos, tempat tinggal Maryam saat ini. Marco tampak tertegun melihat rumah kos yang tampak pengap dan kumuh, masih lebih bagus tempat kos Maryam saat kuliah.“Marco, sebentar lagi aku mau ke tempat bimbel, aku mengajar di bimbel untuk anak SD.” ujar Maryam.“Oya? Jadi kamu mengajar pagi dan sore? Sibuk sekali ya?”“Jadwalku mengajar di bimbel hanya dua kali seminggu.”“Ya sudah, aku mau ambil mobil di bengkel, mungkin sudah kelar.”Marco pergi dengan berjalan kaki menyusuri gang sempit. Beberapa orang penghuni kos telah melihat kedatangan Marco.“Hey Kak, itu cowoknya ya? Kok, nggak diajak masuk dulu, malah langsung p
Beberapa hari kemudian, saat Maryam berjalan ke luar dari kantornya untuk pulang, dia kembali melihat Marco. Mantannya itu sedang berdiri di pos satpam TK.“Sudah dijemput, Bu.” ujar Roni sambil senyum-senyum usil.“Lesu banget sih? Puasa ya?” tanya Marco.“Nggak, cuma hari ini panas sekali.”“Kalau begitu, kita minum es dulu di situ.” Marco menuding Rumah Makan Sari Rasa di seberang TK itu. “Makanan di situ enak nggak?”“Nggak tahu, aku nggak pernah makan di situ.” Maryam tidak melihat ada motor atau mobil yang diparkir dekat situ. “Kamu jalan kaki?”“Barusan aku mau ke rumahnya Valentina. Belum juga sampai, mobilku bermasalah, gembos ban. Kebetulan ada bengkel di pinggir jalan, sudah dekat ke kompleks perumahan ini. Kubawa saja mobil ke bengkel itu. Tapi antri. Aku lapar belum makan siang. Orang-orang bengkel bilang ada rumah makan di dekat TK. Aku pikir, siapa tahu kamu belum makan siang juga, jadi aku mampir ke sini.”“Aku sudah makan siang, waktu jam istirahat tadi.” jawab Maryam
“Untuk memperingati milad ke 10 TKIT Bunga Bangsa, kita akan mengadakan gathering, yaitu acara kumpul-kumpul antara para pengelola TKIT Bunga Bangsa, dengan murid dan orang tua.” ujar Fatimah, kepala sekolah TK, dalam rapat bersama guru dan pegawai lain.“Dalam acara gathering nanti, para orang tua dan guru bisa saling bertukar pikiran untuk kemajuan pendidikan di TKIT ini. Acaranya kita jadwalkan pada hari Sabtu pagi, supaya lebih banyak orang tua yang bisa hadir. Tapi saya ingin gathering ini tidak seperti rapat atau seminar. Saya ingin acaranya seperti pesta kebun, tapi ada diskusi.”“Berarti acaranya bukan di dalam kelas?”“Jadi gathering ini bukan di dalam ruangan, melainkan outdoor, mungkin di halaman depan dan samping sekolah ini. Pasti meriah. Kita juga bisa menjadwalkan agar anak-anak menari dan menyanyi di hadapan orang tua mereka. Di dinding-dinding luar kelas, kita pajang karya anak-anak, apakah itu gambar, origami, kerajinan dari tanah liat, atau apapun itu hasil karya mu
Marco hanya tersenyum simpul saat Maryam melirik sesaat ke arahnya.“Kami pulang dulu.” ucap Maryam pada Marco, daripada tidak pamitan sama sekali.Sementara itu, di dalam bus, tiga orang siswa bertengkar rebutan duduk di belakang sopir. Dua orang sudah berhasil duduk, dan tidak mau bergeser memberi tempat pada temannya, padahal jok itu cukup untuk duduk tiga orang anak kecil. Anak yang kalah rebutan bangku itu lantas tantrum, dia malah turun dari bus dengan cara mendorong orang-orang yang sedang naik. Maryam baru memijak tangga bus dengan satu kaki, tubuhnya tersenggol hingga hilang keseimbangan. Maryam terdorong ke luar bus, nyaris terjatuh, kalau tidak sigap ditangkap oleh sepasang lengan kekar.Setelah berhasil menyeimbangkan lagi posisi berdirinya, Maryam menoleh ke arah pria yang memeluk bahunya agar tidak terjatuh. Marco melepas pegangannya pada tubuh Maryam.“Maaf, tapi kamu hampir jatuh tadi ….”“Iya ….” Maryam tidak tahu harus menjawab apa, dia merasa malu, lantas dia seger