Sementara itu Argi dengan mobil hitamnya telah tiba di parkiran Motion Club.Sebelum keluar dari mobilnya, dia tampak merapikan rambutnya dan penampilannya. Kemudian dia keluar dari balik kemudi dan melangkahkan kakinya memasuki kawasan Motion Club dengan senyum yang selalu menghiasi bibir tipisnya.Anggara lebih dulu melihat kedatangan Argi, sontak melepaskan genggaman tangannya pada gadis di sebelahnya. Diapun berdiri, kemudian melangkahkan kakinya kembali ke balik meja kasir tempatnya bekerja.Lena yang belum menyadari kehadiran Argi, masih menundukkan pandangannya dan melirik ke arah Anggara yang tengah berjalan meninggalkannya. "Sayang, maaf lama menunggu, agak macet tadi." Ucap Argi tiba-tiba membuyarkan pandangan Lena. Argi mulai merangkul Lena yang saat itu masih terkejut dengan kehadirannya. Argi duduk di samping kekasihnya dan mulai membelai lembut rambut gadis cantik itu."Oh.. gak apa, Gi. Gak lama kok." Jawab Lena sembari menggeser tempat duduknya karena Argi terlalu men
Minggu pun tiba, setelah Magdalena pulang dari ritual Minggu pagi bersama ayah dan ibunya, dia menjumpai sahabatnya sudah berada di teras depan rumah. Dany tampak melambaikan tangan melihat kedatangan sahabatnya.Setelah memarkirkan motor matic miliknya, Lena berjalan menghampiri sahabatnya."Ngapain lu jam segini udah ke rumah, Dan?" Tanya Lena sambil merogoh kunci rumah dari dalam tas putih."Gue kesini? Ya mau jemput lu, Na. Seperti janji gue kemarin." Dany mulai bangkit dari duduk, dan mendekati sahabatnya."Baru jam 10 ini, Dan. Apa gak terlalu awal?" Tanya Lena sambil mulai membuka pintu rumah.Tanpa diminta pun Dany langsung berjalan masuk mengikuti sahabatnya."Mana ayah dan ibu lu, Na?" Tanyanya lagi tanpa menjawab pertanyaan dari sahabatnya itu."Ntar lagi juga sampe mereka, tadi mampir ke minimarket dulu." Jawab Lena mulai menghidupkan lampu dan kipas angin yang berada di ruang tamu rumahnya. Kemudian mendudukan diri di sofa biru."Oke, kita tunggu nyokap bokap lu baru kita
Dany menjalankan motornya mengikuti peta navigasi yang mengarahkan. Selama 30 menit perjalanan, sampailah mereka di sebuah rumah mewah yang berada di kawasan perumahan elit.Bangunan berlantai dua, dengan tiga mobil yang terparkir di halaman rumah yang sangat luas itu. Bangunan bercat biru langit yang tampak megah dipandang. Dany dan Lena sempat merasa terkejut dengan penampakan rumah itu. Dia mulai membuka ponselnya dan memastikan alamat lokasi yang dikirim oleh Bayu kepadanya. Namun Lena cukup yakin karena dia melihat mobil Argi yang telah terparkir di halaman rumah itu. Dia begitu mengingat nomor plat mobil hitam yang hampir setiap hari menjemputnya.Motornya kini dia parkir di depan rumah itu. Dany mulai melakukan panggilan ke Bayu."Bay, gue udah di depan rumah lu." Ucap Dany setelah beberapa menit menunggu panggilannya diterima."Oke langsung masuk aja. Gue tunggu di dalam." Jawab Bayu.Danypun mengakhiri panggilannya dan mulai melangkahkan kakinya memasuki halaman rumah itu, ya
Dany melangkahkan kakinya menaiki tangga yang menghubungkan ke lantai dua. Bayu tengah menunggunya di atas.Ketika sampai ke lantai dua, matanya terlihat mencari keberadaan pemuda itu. Karena kondisi di lantai dua yang dipenuhi dengan kamar dan ruangan, membuatnya melangkahkan kakinya menyusuri tempat itu. "Bay, lu dimana?" Teriak Dany. Namun tidak ada sahutan.Dia pun mulai berjalan menyusuri ruangan-ruangan. Melewati sebuah lorong yang berisi kamar-kamar, namun keadaan lorong tersebut tidak terlalu terang pencahayaannya.Dany terus memanggil nama pemuda itu, berharap mendapatkan jawaban darinya.Semakin jauh mencari perasaan gadis itu semakin tidak enak. Hawa dingin dari pendingin ruangan yang ada, membuat bulu kuduknya berdiri.Ketika Dany akan menghampiri ruangan paling ujung, tiba-tiba Bayu muncul dengan topeng menyeramkan, yang sontak membuat Dany menjerit ketakutan."Hyaaa.." jerit Dany sambil menutup matanya dan melangkah mundur.Namun dengan cepat Bayu membungkam mulut gadis
Kini Bayu mulai berdiri dari kursinya berjalan ke arah Dany."Dan, temenin gue bentar yuk, ada yang perlu gue omongin." Ajak Bayu pada Dany."Na, gue tinggal bentar ga apa kan?" Tanya Dany pada sahabatnya."Ok, jangan lama." Jawab Lena. Dany pun berjalan mengikuti Bayu keluar dari ruangan itu.Kini hanya tersisa Anggara dan Lena di ruangan itu.Anggara yang masih dengan sikap cueknya mulai mengambil gitar dan memainkannya. Tanpa menoleh sedikitpun ke arah gadis yang tengah duduk sendirian itu.Suasana menjadi kaku, hanya terdengar bunyi petikan gitar yang dimainkan pemuda itu.Lena merasa bingung harus bersikap seperti apa, dia takut untuk memulai obrolan. Namun dalam hati merasa ingin mengalihkan pandangannya pada Anggara. Sepertinya dia memiliki perasaan lebih pada pemuda itu, tanpa dia sadari.Ketika dia menuruti keinginan hatinya untuk mengalikan pandangannya pada pemuda itu, tatapan Anggara mengarah padanya. Kini tatapan mereka bertemu, membuat debaran hebat pada hati kedua orang
Sementara itu di meja makan yang terdapat empat anak remaja SMA, tampak terlihat hangat. Kedatangan Bayu dan Dany membuat suasana menjadi tidak kaku.Lena tampak terdiam hanya mendengar obrolan-obrolan dari ketiga orang itu, dia tampak tidak nafsu makan dan hanya mengaduk-aduk nasi dan sayuran di hadapannya.Melihat tingkah gadis di sebelahnya, Argi pun merasa kuatir."Sayang, kok gak di makan? Gak suka? Mau aku beliin menu makanan yang lain?" Tanya Argi menoleh gadis di sebelahnya."Oh.. aku masih kenyang, Gi. Maaf." Jawab Lena.Sebenarnya menu makanan yang ada di hadapannya ini, merupakan salah satu menu favoritnya. Namun pikirannya yang membuatnya kehilangan nafsu makannya."Aku suapin mau?" Tanya Argi sambil mengambil alih piring dan sendok di hadapan Lena.Karena tidak mau mengecewakan Argi yang sudah repot membelikan makanan, akhirnya Lena membuka mulutnya dan menerima suapan dari pemuda itu, lalu mengunyah makanan itu. Argi tersenyum begitu hangat, dia sangat menyayangi gadisny
Waktu berlalu dengan cepat, matahari mulai menghilang di garis cakrawala di sebelah barat. Warna jingga pada langit tampak begitu indah dan memukau.Kini ke empat remaja yang akan beranjak dewasa itu, tengah menikmati senja di balkon lantai atas.Bayu tengah duduk bersebelahan dengan Dany di sudut balkon, dengan kepala Dany yang berada di bahu pemuda manis di sampingnya. Sedangkan Lena bersebelahan dengan Argi, hanya terdiam memandang langit yang berwarna jingga itu. Terdiam dengan pikiran yang hanya tertuju pada pemuda misterius yang selalu ada di pikirannya."Pulang nanti aku antar ya, sayang. " ucapan Argi tak di dengar olehnya. Entah pikirannya saat ini seperti dibawa ke tempat lain.Argi meraih tangan gadis pujaannya itu dan menggenggamnya. Lena pun tersentak kaget, tanpa sadar menarik tangannya dari genggaman pemuda itu."Ngomong apa tadi, Gi? Sorry, aku gak denger." Ucapnya gugup."Pulang nanti biar aku yang anter kamu." Ulang pemuda itu."Aku sama Dany aja, soalnya ayahku tahu
Malam itu Magdalena merasa susah tidur, hatinya merasa tidak tenang. Entah apa yang dia inginkan saat ini.Setiap dia memejamkan mata maka tampaklah bayangan pemuda tampan yang tadi siang mencium tangannya, sungguh hanya membayangkan saja membuat hatinya berdegup tak menentu.Perasaan yang begitu asing yang tengah dia rasakan saat ini. Bahkan ciuman Argi di pipinya beberapa jam lalu tidak membekas di hatinya, diapun sepertinya sudah melupakan kejadian itu.Dia melihat ke arah tangannya, menghembus aroma telapak tangan itu, dan memejamkan mata. Pemuda misterius itu selalu hadir dalam pikiran dan hatinya. Ada desir aneh yang merambat menyentuh relung hatinya.Ya sepertinya dia jatuh cinta. Jatuh cinta pada Septian Anggara.Dia selalu merasa nyaman jika berada di samping pemuda itu. Ingin melihatnya, menyentuhnya. Namun gadis itu merasa bingung bagaimana mewujudkan keinginan hatinya itu.Lena mulai membuka ponsel yang sedari tadi tidak dia lihat.Muncul notifikasi pesan dari Argi dan Dan
Baskoro tak berniat melanjutkan perkaranya di meja hijau. Tentunya atas saran dari Anggara dan Akira. Meski Ester begitu jahat, namun Akira sangat mengasihi anak perempuan dari wanita itu. Alea masih terlalu kecil untuk bisa menanggung hasil dari perbuatan ibunya. Entah apa jadinya Alea, jika Baskoro masih mencoba menuntut Ester dan Yosi. Tentunya itu hal yang mudah bagi Baskoro yang ingin memberi hukuman terhadap orang yang telah menjebak putranya. Bukti sudah lengkap, dan siap untuk menjerat Ester dalam jeruji besi untuk mempertanggung jawabkan kesalahannya. Namun Akira selalu menyatakan jika dirinya merasa kasihan pada Alea yang nantinya ditinggal oleh kedua orang tuanya jika nantinya harus dipenjara. Sungguh Akira tidak bisa membayangkan nasib anak itu. Akira sendiri sudah mengalami kehilangan kedua orang tuanya di usianya yang ke 17 tahun. Dan dia mampu melewatinya, berkat kehadiran Anggara yang selalu menjaga dan menemani. Namun bisakah anak sekecil Alea hidup tanpa kedua
Kini Akira bersimpuh di depan pusara ayah dan ibu. Anggara terus memeluk bahu kekasihnya.Baskoro dan Ruth menghampiri keberadaan mereka.“Nak Akira, mama ikut berduka cita. Jika kamu ingin bercerita, mama siap menjadi tempat ceritamu. Kamu anak yang baik, pasti ayah dan ibumu sangat bangga.” Ruth mengusap lembut bahu Akira.“Terima kasih Tante. Maaf jika selama ini saya merepotkan keluarga Tante dan Anggara.” Ucapnya tulus. Ya, selama ini memang Anggara yang mengeluarkan biaya rumah sakit dan biaya pemakaman untuk kedua orang tuanya. Bahkan Anggara sudah menempatkan orang tuanya di pemakaman elit.“Tidak masalah, nak. Bahkan jika kamu membutuhkan sesuatu tolong sampaikan pada mama atau Anggara. Kami siap untuk membantu. Tolong jangan segan untuk bercerita pada kami. Ya sudah, mama pulang dulu, nanti mampirlah ke rumah, sayang.” Ujar Ruth menghibur.Akira mengangguk samar, dia mencium tangan Ruth namun wanita itu membalas memeluknya.Akira begitu merindukan sosok ibunya, hingga dia l
Ternyata ucapannya memang didengar oleh Lidiya, secara perlahan mata Lidiya terbuka dengan jemari yang mulai bergerak. Menandakan jika wanita itu sudah sadar dari tidur panjangnya.Akira begitu senang hingga memeluk tubuh wanita yang telah melahirkannya itu.“Ibu terima kasih sudah mendengar Lena.” Ucap Akira bahagia.Lidiya masih merasa lemah, sangat lemah hingga ingin mengucapkan sesuatu pun dia tak berdaya.Anggara menangkap gerakan lemah itu, hingga akhirnya dia membantu Lidiya untuk melepas masker oksigennya.“Ibu mau bicara sesuatu?” Tanya Anggara, dijawab dengan anggukan lemah Lidiya.“Lena, dimana ayah nak?” Suara Lidiya terdengar lirih dan sangat kecil. Dia bisa melihat wajah sedih putrinya. Namun dia ingin memastikan keadaan suaminya.“Ayah sudah di surga, Bu.” Akira menjawab dengan suara gemetar menahan tangis. Dia tidak ingin membuat ibunya sedih, namun dia tidak bisa untuk berbohong.Lidiya begitu terkejut hingga nafasnya kembali tersengal. Anggara panik dan segera memasa
Anggara menuntun langkah Akira untuk bisa melihat ibunya dalam jarak lebih dekat.“Ibu, bangun Bu. Ini Lena sudah datang Bu.” Ucap Akira berbisik, dia tidak ingin mengganggu istirahat ibunya. Diraihnya tangan lemah yang terkulai itu dalam genggamannya.“Ibu pasti bisa melewati ini semua. Lena akan terus di sini jaga ibu. Tolong bangun Bu.” Ucap Akira lirih dengan air mata terus menetes tanpa henti.Anggara berdiri di belakang Akira, mengusap lembut bahu Akira. Seakan ingin berbagi kekuatan.*****Lidiya masih terbaring koma, kini dia sudah dipindahkan di salah satu rumah sakit di Jakarta. Tentunya atas saran Anggara, dan Anggara yang menanggung semua biaya perawatan, termasuk biaya pemakaman Bustomo.Pagi ini sangat cerah, namun hati Akira diliputi kabut mendung mengawal kepergian ayahnya menuju tempat peristirahatan terakhir.Dany dan Bayu sudah berada di tempat pemakaman. Yeni dan Handoko juga turut hadir. Begitu pun Ruth dan Baskoro, Anggara sudah menceritakan pada mamanya. Dan ent
“Keluarga atas nama pasien Bustomo?” Ucap suster itu sembari mengedarkan pandangan. “Saya sus, saya keluarga Bustomo.” Tio melangkah semakin mendekati suster itu. “Maaf saya harus menyampaikan kabar ini.” Suster terlihat menarik nafas panjang. Tentunya membuat Tio berfirasat buruk akan kabar yang akan disampaikan. “Ada apa sus? Bagaimana keadaan kakak saya dan istrinya?” Ucap Tio terbata, dia berusaha menguatkan hati untuk menerima apapun kabar yang akan disampaikan oleh suster. “Pasien atas nama Bustomo tidak bisa diselamatkan.” Seperti mendengar petir di siang bolong, kabar itu membuat Tio syok. Matanya berkaca-kaca, hingga tubuhnya gemetar menahan kesedihan yang mendalam. “Apa benar sus? Apa saya tidak salah dengar?” Ucap Tio mencoba tidak mempercayai pendengarannya. “Mohon maaf, apa yang saya sampaikan tadi benar adanya. Pasien atas nama Bustomo tidak bisa terselamatkan. Bapak yang sabar.” Ulang suster itu dengan raut sedih. Tak hanya sekali ia menghadapi suasana pilu seper
Mata Anggara melotot sempurna. Dia sangat terkejut mendengar berita itu. Sungguh dia pun ingin segera ke rumah sakit tempat ibu dan ayah Akira dirawat.“Baiklah kita siap-siap sekarang.” Anggara segera bersiap-siap untuk melakukan perjalanan ke salah satu rumah sakit di Bogor. Sambil menunggu Akira menyelesaikan acara mandinya, Anggara menelpon pak Yanto untuk segera mengirim mobilnya ke rumah Akira. Dia mengirimkan titik lokasi alamat rumah Akira pada supirnya.Anggara hanya mencuci mukanya, lalu mengganti bajunya dengan kaos hitam polos dan celana jeans panjang.Kini dia tengah menunggu di halaman rumah, hingga tak lama Yanto datang dengan mobilnya. Anggara segera menghampiri.“Pak, nanti bapak pulang dengan taksi.” Anggara memberi beberapa lembar uang pada Yanto. Lalu kembali memasuki rumah untuk mencari keberadaan kekasihnya. Tanpa mengetuk pintu kamar, Anggara segera membuka pintu yang tak terkunci.“Sudah? Ayo kita berangkat sekarang.” Ajak Anggara, sebenarnya dia tidak tega m
“Ya, Yosi tentu kamu ingat. Dia yang sudah menjemput kita di bandara saat kita mengantar Dany menemui Bayu.” Jelas Anggara mencoba mengingatkan Akira.“Saat aku mengunjungi rumah wanita itu, Yosi berada di sana. Dan aku selalu mengikuti gerak-geriknya. Sepertinya Yosi dan wanita itu mempunyai hubungan. Namun ini hanya dugaanku saja.” Jelas Anggara.Kini Akira bingung untuk merespon seperti apa. Dalam hati dia merasa senang akan kabar baik itu. Namun dia juga merasa kasihan terhadap anak perempuan yang memanggil Anggara dengan sebutan papa. Kemungkinan anak itu hanya tahu jika Anggara adalah ayahnya.Bagaimana jika kenyataannya bukan?“Sayang? Kok diam? Kamu percaya kan sama aku? Besok aku akan menemui papa, dan nantinya hasil tes DNA itu akan aku jadikan bukti untuk pengajuan pembatalan nikah. Aku juga sudah mempunyai bukti rekaman ketika Yosi berada bersama wanita itu.” Diraihnya tangan Akira, menggenggam jemari gadis itu, dimana masih terpasang cincin berlian pemberiannya. Anggara m
Anggara melangkah menuju dapur, memindahkan bubur ayam di sebuah mangkok. Lalu membawanya masuk ke kamar. Mendapati Akira tengah berbaring namun matanya menatap kosong ke arah langit-langit kamar.“Sayang kita makan dulu, habis itu minum obat.” Ucapnya sembari menyendok bubur berisi kuah dan potongan daging ayam itu. Dan mengarahkannya ke mulut Akira. Meski awalnya menolak, namun Anggara terus memaksanya. Akira tidak bisa meminum obatnya dalam keadaan perut kosong.Akira menerima makanan itu hingga beberapa suap. Suapan berikutnya, Akira menolak. Anggara tak memaksanya lagi, kini dia meraih obat yang terbungkus dalam plastik. Mengeluarkannya satu tablet lalu mengambil gelas berisi air putih. Membantu Akira untuk meminum obatnya.Anggara segera menyelimuti tubuh kekasihnya. Sesekali meletakkan telapak tangannya di dahi Akira untuk memastikan suhu tubuhnya.Menggenggam tangan Akira yang terkulai di sisi tubuhnya. Menatap wajah pucat Akira dengan rasa cemas.Dia tidak akan mengatakan apa
Anggara terpaksa meraih Alea dari pangkuan Ester. Meskipun dia tahu Alea bukanlah anaknya, namun dia merasa kasihan melihat wajah kecil itu menangis terisak.Sekilas Anggara melihat ke belakang, ke arah dimana Akira duduk. Mendapati tempat duduk itu sudah kosong. Mencari keberadaan Akira di sekeliling ruangan itu, namun tak juga mendapati sosok Akira di sana.Anggara memutuskan untuk memulangkan Ester dan anaknya agar tak mengganggu suasana orang-orang yang sedang berkunjung ke restoran. Dia tahu kini mereka menjadi pusat perhatian.Anggara segera melangkah menuju kasir, membayar makanan yang sudah terlanjur dipesan namun belum dimakan.Lalu segera melangkah keluar dari restoran, diikuti oleh Ester yang tersenyum puas. Dia berpikir rencananya telah berhasil menaklukan hati Anggara. Kini dia bisa mendapatkan Anggara kembali, menikmati kekayaan sang papa mertua. Ester pun melenggang tanpa menghiraukan tatapan orang-orang di sana.Anggara memesan sebuah taksi, lalu menyuruh Ester untuk d