Hingga beberapa menit kemudian vespa cokelat itu berhenti di samping sebuah rumah makan kecil di pinggir jalan. Lena pun ikut menghentikan motornya. Dan memarkirkan motornya tak jauh dari Anggara memarkirkan Vespanya.Anggara turun dari motor, membuka helm, dan menaruhnya di atas jok motor. Rambutnya tampak tergerai dengan kacamata hitam yang bertengger pada hidungnya.Sebelum memasuki area tempat makan itu, dia menoleh ke belakang. Sebenarnya dari tadi dia menyadari ada seseorang yang mengikutinya. Dia mengamati lewat kaca spion waktu di perjalanan. Dia sempat terkejut ketika menyadari Akiralah yang mengikutinya. Namun tetap bersikap tenang, sampai akhirnya dia tiba di warung makan sederhana itu.Dia mengurungkan niatnya untuk masuk ke warung makan itu, dan terlebih dahulu menghampiri gadis yang masih duduk di motor."Mau makan juga?" Ucap Anggara, membuat Lena mendadak gugup."Iya kak." Jawabnya kemudian."Ayo, kalau mau makan." Ajak Anggara, kemudian berjalan memasuki warung makan
Perjalanan selama beberapa menit mereka tempuh. Lena masih mengikuti dari belakang.Hingga tiba di parkiran, dia memarkirkan motor di dekat vespa milik Anggara. Pemuda itu turun terlebih dahulu dan menunggu gadis itu melepas helmnya."Aku anter kamu ke kantin atau perpustakaan?" Tanya Anggara ketika gadis itu sudah berada di hadapannya."Perpustakaan mungkin kak." Jawab Lena."Ok, kamu suka baca?" Anggara mulai berjalan beriringan dengan Lena."Yups." Jawab Lena singkat mengikuti langkah panjang Anggara, cukup membuatnya capek."Udah ijin ke guru?" Anggara mulai memperlambat langkahnya, untuk menyeimbangi langkah Lena."Belum, nanti aku ijin di grup kelas Kak." Jawab Lena.Tak terasa merekapun sampai di depan perpustakaan. Tempat itu cukup luas dan koleksi bukunya juga beragam. Di depan perpustakaan, terdapat taman kecil yang berisi bangku-bangku. Dan ada beberapa orang yang tengah membaca. Taman itu memiliki pohon yang cukup tinggi dan besar, membuat udara di sana menjadi sangat seju
Ketika dia mulai membuka baju seragamnya tiba-tiba dia melihat serangga bertubuh pipih dan berbentuk lonjong berwarna cokelat terbang ke arahnya."Hyyaaaa.." teriakan gadis itu cukup keras, membuat Anggara kaget dan langsung memasuki kamar tanpa permisi. Anggara mencari keberadaan gadis itu sampai akhirnya mengetahui gadis itu tengah berada di kamar mandi."Akira..are you Ok?" Anggara mengetok pintu kamar mandi dengan cemas.Gadis itu segera membuka pintu kamar mandi dan keluar dengan raut ketakutan."Kecoakk." Ucapnya berhamburan ke pelukan pemuda itu. Tanpa menyadari penampilannya saat ini yang hanya mengenakan bra dan rok abu-abunya. Dia telah melepas baju seragam atasnya dan menggantungnya di belakang pintu kamar mandi.Mata Anggara tampak melotot melihat gadis yang tengah memeluknya. Namun dia langsung mengabaikannya, dia mencari sumber masalah yang membuat Akira ketakutan.Anggara melepaskan pelukan gadis itu dan mulai memasuki kamar mandi. Matanya merotasi mencari keberadaan se
"Akira?""Hmm?" Akira mendekatkan wajahnya di samping telinga pemuda itu."Boleh aku memintamu, panggil aku Ang, jangan kakak. Setidaknya saat kita berdua." Ucap Anggara mengutarakan keinginan hatinya."Hmm." Akira tampak berpikir tentang permintaan pemuda itu. Apa salahnya kalau dia memanggil dengan sebutan itu, bukankah temannya yang lain juga memanggil Anggara dengan sebutan itu."Baiklah." Jawab singkat Akira.***Setelah beberapa saat sampailah mereka di puncak bukit, dimana di sana terdapat sebuah restoran dengan pemandangan alam yang sungguh menyejukkan mata dan hati.Anggara menurunkan tubuh Lena tepat di bangku yang berjejeran di area itu. Setelahnya dia berdiri dan meluruskan badannya, sebelum duduk di samping gadis yang nampak terpesona melihat keindahan alam dari atas bukit."Maaf kak ngerepotin, capek?" Ucap Akira malu-malu menoleh pada pemuda itu."Gak terlalu. Gimana? Suka?" Suara Anggara terdengar hangat di telinga Akira. Senyum yang jarang di perlihatkan selama ini, d
Ketika sampai di parkiran motor, hujan turun semakin deras, membuat baju keduanya menjadi basah. Anggara berinisiatif untuk mencari tempat teduh sebelum melanjutkan perjalanan.Pemuda itu menuntun Akira ke sebuah gazebo kayu yang berada tak jauh dari tempat parkir. Akira langsung menaiki gazebo, diikuti oleh pemuda yang berdiri di belakangnya.Baju celana yang di pakai pemuda itu sangat basah kuyup, wajah dan rambutnya tampak basah.Sedangkan baju Akira masih terlindungi, karena jaket Anggara yang menutupi kepala dan badannya."Sial, kenapa harus hujan." Gerutu Anggara yang masih berdiri di depan Akira. Dia hanya bisa menyelamatkan tas kecilnya yang sengaja di taruh di balik bajunya, untung tas itu tahan air, sehingga ponsel dan segala isi di dalamnya terselamatkan dari air hujan yang mengguyur.Anggara menoleh ke belakang memastikan keberadaan gadis itu aman."Akira, gimana? Bajumu basah?" Tanya Anggara setelah melihat gadis yang tengah menatapnya."Aku baik Kak, bajuku gak basah, c
Akira membuka matanya, seperti sedang terbangun dari mimpi indahnya.Gadis itu mendongakkan kepalanya dan menatap wajah pemuda itu tanpa kedip dan tanpa jawaban. Hanya saling menatap satu sama lain.Anggara melihat wajah cantik dengan pipi merona itu, semakin tidak bisa menahan diri. Dia mulai mendekatkan bibirnya pada bibir gadis itu. Ketika dirasa tidak ada penolakan dari gadis itu, Anggara mulai menempelkan bibirnya dengan bibir gadis itu, terasa lembut dan hangat. Kedua bibir yang saling menyatu, membuat debar jantung keduanya menjadi semakin cepat.Akira yang baru sekali melakukannya, hanya bisa menatap mata pemuda itu dari jarak sangat dekat. Dia tak mampu menolak perlakuan pemuda itu karena dalam hati kecilnya, dia sangat menyukainya.Hanya dengan Anggara dia merasakan perasaan ini, hanya dengan Anggara mampu membuat dadanya berdegup cepat, dan hanya dengan Anggara dia merasa nyaman dengan berdekatan dan bersentuhan. Sungguh hanya dengan pemuda ini, dia kehilangan akal sehatn
Siang itu Dany yang masih di dalam kelas, tampak penasaran dengan keberadaan sahabatnya. Tumben hari ini Lena tak datang ke sekolah tanpa menghubungi. Biasanya kalau sakit atau ada urusan apapun, dia selalu memberi kabar padanya.Dany meraih ponsel dan mulai mengetik pesan ke sahabatnya [Na, kok lu gak berangkat sekolah? Lu ijin? Lu baik-baik aja kan?] Tanyanya dalam pesan singkat yang dia kirim ke nomor sahabatnya.Menunggu beberapa menit namun pesannya tak kunjung di balas. Tiba-tiba ponselnya berdering, terlihat nama Bayu melakukan panggilan masuk.Dany pun langsung menerima panggilan itu."Halo baby. Udah pulang?" Ucap Bayu dengan suara yang terdengar senang."Baru aja selesai, ni mau siap-siap pulang, beb." Jawab Dany dengan cerianya."Aku udah di warung kopi depan, Beby. Nanti kamu sini ya, aku tunggu." "Ok, beb." Dany mengakhiri panggilannya dan mulai memasukan ponsel ke dalam tas. Kemudian merapikan buku dan peralatan tulis. Meraih tas dan mulai melangkah meninggalkan kelas
Suara panggilan ibunya membangunkan Akira dari tidurnya. Ternyata hari sudah sangat sore. Dia bangkit dari tempat tidurnya dan mulai membersihkan diri di kamar mandi.Setelah berganti pakaian, Akira menghampiri ibunya yang tengah menunggu di meja makan. Di meja makan sudah nasi goreng dan minuman teh hangat.Sebelum menikmati makanannya, Akira dan ibunya menutup mata dan menyatukan tangannya, untuk berdoa. Setelah itu keduanya mulai menikmati nasi goreng itu. Ditengah-tengah kegiatan menyuap, tiba-tiba ada telefon video masuk di ponsel ibunya. Tertulis nama ayahnya di layar ponsel itu.Dengan cepat Bu Lidiya menerima panggilan itu. Terlihatlah wajah suaminya di layar ponselnya."Halo, malam." Ucap pak bustomo yang tengah berada di sebuah penginapan."Halo yah, gimana kerjaan ayah di sana?" Akira menjawab terlebih dahulu sebelum ibunya sempat menjawabnya.Bustomo tersenyum melihat wajah anak gadisnya di layar ponselnya."Baik, nak. Ini ayah baru saja pulang dari proyek." Jawab Bustomo
Baskoro tak berniat melanjutkan perkaranya di meja hijau. Tentunya atas saran dari Anggara dan Akira. Meski Ester begitu jahat, namun Akira sangat mengasihi anak perempuan dari wanita itu. Alea masih terlalu kecil untuk bisa menanggung hasil dari perbuatan ibunya. Entah apa jadinya Alea, jika Baskoro masih mencoba menuntut Ester dan Yosi. Tentunya itu hal yang mudah bagi Baskoro yang ingin memberi hukuman terhadap orang yang telah menjebak putranya. Bukti sudah lengkap, dan siap untuk menjerat Ester dalam jeruji besi untuk mempertanggung jawabkan kesalahannya. Namun Akira selalu menyatakan jika dirinya merasa kasihan pada Alea yang nantinya ditinggal oleh kedua orang tuanya jika nantinya harus dipenjara. Sungguh Akira tidak bisa membayangkan nasib anak itu. Akira sendiri sudah mengalami kehilangan kedua orang tuanya di usianya yang ke 17 tahun. Dan dia mampu melewatinya, berkat kehadiran Anggara yang selalu menjaga dan menemani. Namun bisakah anak sekecil Alea hidup tanpa kedua
Kini Akira bersimpuh di depan pusara ayah dan ibu. Anggara terus memeluk bahu kekasihnya.Baskoro dan Ruth menghampiri keberadaan mereka.“Nak Akira, mama ikut berduka cita. Jika kamu ingin bercerita, mama siap menjadi tempat ceritamu. Kamu anak yang baik, pasti ayah dan ibumu sangat bangga.” Ruth mengusap lembut bahu Akira.“Terima kasih Tante. Maaf jika selama ini saya merepotkan keluarga Tante dan Anggara.” Ucapnya tulus. Ya, selama ini memang Anggara yang mengeluarkan biaya rumah sakit dan biaya pemakaman untuk kedua orang tuanya. Bahkan Anggara sudah menempatkan orang tuanya di pemakaman elit.“Tidak masalah, nak. Bahkan jika kamu membutuhkan sesuatu tolong sampaikan pada mama atau Anggara. Kami siap untuk membantu. Tolong jangan segan untuk bercerita pada kami. Ya sudah, mama pulang dulu, nanti mampirlah ke rumah, sayang.” Ujar Ruth menghibur.Akira mengangguk samar, dia mencium tangan Ruth namun wanita itu membalas memeluknya.Akira begitu merindukan sosok ibunya, hingga dia l
Ternyata ucapannya memang didengar oleh Lidiya, secara perlahan mata Lidiya terbuka dengan jemari yang mulai bergerak. Menandakan jika wanita itu sudah sadar dari tidur panjangnya.Akira begitu senang hingga memeluk tubuh wanita yang telah melahirkannya itu.“Ibu terima kasih sudah mendengar Lena.” Ucap Akira bahagia.Lidiya masih merasa lemah, sangat lemah hingga ingin mengucapkan sesuatu pun dia tak berdaya.Anggara menangkap gerakan lemah itu, hingga akhirnya dia membantu Lidiya untuk melepas masker oksigennya.“Ibu mau bicara sesuatu?” Tanya Anggara, dijawab dengan anggukan lemah Lidiya.“Lena, dimana ayah nak?” Suara Lidiya terdengar lirih dan sangat kecil. Dia bisa melihat wajah sedih putrinya. Namun dia ingin memastikan keadaan suaminya.“Ayah sudah di surga, Bu.” Akira menjawab dengan suara gemetar menahan tangis. Dia tidak ingin membuat ibunya sedih, namun dia tidak bisa untuk berbohong.Lidiya begitu terkejut hingga nafasnya kembali tersengal. Anggara panik dan segera memasa
Anggara menuntun langkah Akira untuk bisa melihat ibunya dalam jarak lebih dekat.“Ibu, bangun Bu. Ini Lena sudah datang Bu.” Ucap Akira berbisik, dia tidak ingin mengganggu istirahat ibunya. Diraihnya tangan lemah yang terkulai itu dalam genggamannya.“Ibu pasti bisa melewati ini semua. Lena akan terus di sini jaga ibu. Tolong bangun Bu.” Ucap Akira lirih dengan air mata terus menetes tanpa henti.Anggara berdiri di belakang Akira, mengusap lembut bahu Akira. Seakan ingin berbagi kekuatan.*****Lidiya masih terbaring koma, kini dia sudah dipindahkan di salah satu rumah sakit di Jakarta. Tentunya atas saran Anggara, dan Anggara yang menanggung semua biaya perawatan, termasuk biaya pemakaman Bustomo.Pagi ini sangat cerah, namun hati Akira diliputi kabut mendung mengawal kepergian ayahnya menuju tempat peristirahatan terakhir.Dany dan Bayu sudah berada di tempat pemakaman. Yeni dan Handoko juga turut hadir. Begitu pun Ruth dan Baskoro, Anggara sudah menceritakan pada mamanya. Dan ent
“Keluarga atas nama pasien Bustomo?” Ucap suster itu sembari mengedarkan pandangan. “Saya sus, saya keluarga Bustomo.” Tio melangkah semakin mendekati suster itu. “Maaf saya harus menyampaikan kabar ini.” Suster terlihat menarik nafas panjang. Tentunya membuat Tio berfirasat buruk akan kabar yang akan disampaikan. “Ada apa sus? Bagaimana keadaan kakak saya dan istrinya?” Ucap Tio terbata, dia berusaha menguatkan hati untuk menerima apapun kabar yang akan disampaikan oleh suster. “Pasien atas nama Bustomo tidak bisa diselamatkan.” Seperti mendengar petir di siang bolong, kabar itu membuat Tio syok. Matanya berkaca-kaca, hingga tubuhnya gemetar menahan kesedihan yang mendalam. “Apa benar sus? Apa saya tidak salah dengar?” Ucap Tio mencoba tidak mempercayai pendengarannya. “Mohon maaf, apa yang saya sampaikan tadi benar adanya. Pasien atas nama Bustomo tidak bisa terselamatkan. Bapak yang sabar.” Ulang suster itu dengan raut sedih. Tak hanya sekali ia menghadapi suasana pilu seper
Mata Anggara melotot sempurna. Dia sangat terkejut mendengar berita itu. Sungguh dia pun ingin segera ke rumah sakit tempat ibu dan ayah Akira dirawat.“Baiklah kita siap-siap sekarang.” Anggara segera bersiap-siap untuk melakukan perjalanan ke salah satu rumah sakit di Bogor. Sambil menunggu Akira menyelesaikan acara mandinya, Anggara menelpon pak Yanto untuk segera mengirim mobilnya ke rumah Akira. Dia mengirimkan titik lokasi alamat rumah Akira pada supirnya.Anggara hanya mencuci mukanya, lalu mengganti bajunya dengan kaos hitam polos dan celana jeans panjang.Kini dia tengah menunggu di halaman rumah, hingga tak lama Yanto datang dengan mobilnya. Anggara segera menghampiri.“Pak, nanti bapak pulang dengan taksi.” Anggara memberi beberapa lembar uang pada Yanto. Lalu kembali memasuki rumah untuk mencari keberadaan kekasihnya. Tanpa mengetuk pintu kamar, Anggara segera membuka pintu yang tak terkunci.“Sudah? Ayo kita berangkat sekarang.” Ajak Anggara, sebenarnya dia tidak tega m
“Ya, Yosi tentu kamu ingat. Dia yang sudah menjemput kita di bandara saat kita mengantar Dany menemui Bayu.” Jelas Anggara mencoba mengingatkan Akira.“Saat aku mengunjungi rumah wanita itu, Yosi berada di sana. Dan aku selalu mengikuti gerak-geriknya. Sepertinya Yosi dan wanita itu mempunyai hubungan. Namun ini hanya dugaanku saja.” Jelas Anggara.Kini Akira bingung untuk merespon seperti apa. Dalam hati dia merasa senang akan kabar baik itu. Namun dia juga merasa kasihan terhadap anak perempuan yang memanggil Anggara dengan sebutan papa. Kemungkinan anak itu hanya tahu jika Anggara adalah ayahnya.Bagaimana jika kenyataannya bukan?“Sayang? Kok diam? Kamu percaya kan sama aku? Besok aku akan menemui papa, dan nantinya hasil tes DNA itu akan aku jadikan bukti untuk pengajuan pembatalan nikah. Aku juga sudah mempunyai bukti rekaman ketika Yosi berada bersama wanita itu.” Diraihnya tangan Akira, menggenggam jemari gadis itu, dimana masih terpasang cincin berlian pemberiannya. Anggara m
Anggara melangkah menuju dapur, memindahkan bubur ayam di sebuah mangkok. Lalu membawanya masuk ke kamar. Mendapati Akira tengah berbaring namun matanya menatap kosong ke arah langit-langit kamar.“Sayang kita makan dulu, habis itu minum obat.” Ucapnya sembari menyendok bubur berisi kuah dan potongan daging ayam itu. Dan mengarahkannya ke mulut Akira. Meski awalnya menolak, namun Anggara terus memaksanya. Akira tidak bisa meminum obatnya dalam keadaan perut kosong.Akira menerima makanan itu hingga beberapa suap. Suapan berikutnya, Akira menolak. Anggara tak memaksanya lagi, kini dia meraih obat yang terbungkus dalam plastik. Mengeluarkannya satu tablet lalu mengambil gelas berisi air putih. Membantu Akira untuk meminum obatnya.Anggara segera menyelimuti tubuh kekasihnya. Sesekali meletakkan telapak tangannya di dahi Akira untuk memastikan suhu tubuhnya.Menggenggam tangan Akira yang terkulai di sisi tubuhnya. Menatap wajah pucat Akira dengan rasa cemas.Dia tidak akan mengatakan apa
Anggara terpaksa meraih Alea dari pangkuan Ester. Meskipun dia tahu Alea bukanlah anaknya, namun dia merasa kasihan melihat wajah kecil itu menangis terisak.Sekilas Anggara melihat ke belakang, ke arah dimana Akira duduk. Mendapati tempat duduk itu sudah kosong. Mencari keberadaan Akira di sekeliling ruangan itu, namun tak juga mendapati sosok Akira di sana.Anggara memutuskan untuk memulangkan Ester dan anaknya agar tak mengganggu suasana orang-orang yang sedang berkunjung ke restoran. Dia tahu kini mereka menjadi pusat perhatian.Anggara segera melangkah menuju kasir, membayar makanan yang sudah terlanjur dipesan namun belum dimakan.Lalu segera melangkah keluar dari restoran, diikuti oleh Ester yang tersenyum puas. Dia berpikir rencananya telah berhasil menaklukan hati Anggara. Kini dia bisa mendapatkan Anggara kembali, menikmati kekayaan sang papa mertua. Ester pun melenggang tanpa menghiraukan tatapan orang-orang di sana.Anggara memesan sebuah taksi, lalu menyuruh Ester untuk d