"Na, masih bangun? Sorry ponsel gue kehabisan daya." Ucap Dany terdengar dari seberang sana."Lu kemana aja, Dan? Udah dimana sekarang?" Tanya Akira."Gue masih di rumah temennya Bayu, Na." "Udah jam berapa ini? Mau jam berapa pulang?""Gak tau dah, Na. Besok pagi mungkin gue balik, pokoknya sebelum kita ke sekolah gue pastiin udah balik, Na. Lu ga apa gue tinggal semalaman?" "Terserah dah, Dan. Yang penting lu jangan aneh-aneh. Lu baik-baik aja kan?" Sebenarnya Akira begitu khawatir pada sahabatnya itu. Karena kalau terjadi sesuatu pada Dany, maka dialah orang yang pertama merasa bersalah.Akira menutup telefon itu dan menaruh ponselnya kembali."Dany gak pulang deh kayaknya." Ucapnya pada Anggara."Hmm, kamu udah ngantuk? Mau pulang sekarang?" Tanya Anggara memandang ke gadis yang sangat di cintainya itu "Belum, Ang. Kamu mau pulang?" Akira kembali bertanya pada pemuda itu "Belum, bilang aja nanti kalau kamu mau pulang aku antar." Ucapnya meraih kembali tangan gadis itu dan menc
Sementara itu sesampainya Anggara di kontrakan, dia mengendap-endap masuk ke kamar. Agar tak membangunkan mama Ruth yang masih tertidur lelap.Mengambil bantal dari samping mamanya, kemudian menaruhnya di bawah, di atas karpet bulu di bawah kasur. Matanya kini terasa amat berat, tak lama diapun tertidur.Matahari mulai merambat muncul dari ufuk timur, cahayanya yang hangat menembus melalui celah-celah korden.Jam dinding sudah menunjuk pukul tujuh pagi hari. Ruth terbangun dari tidurnya. Malam ini dia begitu menikmati tidurnya. Meskipun jauh dengan suaminya namun kini dia berada di dekat anaknya.Melirik ke samping tempat tidur, dan ternyata kosong, tak ada puteranya di sana, diapun berniat bangun dari tempat tidur dan melangkah mencari anaknya. Namun ketika dia bangkit, terlihat Anggara tertidur di bawah kasur, membuat Ruth sedikit terkejut. Dan mencoba membangunkan Anggara dari tidurnya."Nak, bangun." Ucapnya sembari menepuk pelan punggung Anggara yang tengah tidur dengan posisi te
Sementara itu ketika istirahat sekolah, Akira masih berusaha menelpon Dany, pikirannya diliputi rasa cemas yang mendalam terhadap sahabatnya itu. Dia merasa takut jika terjadi sesuatu yang buruk terhadap sahabatnya. Karena dialah orang yang pertama kali harus tanggung jawab.Beberapa kali melakukan panggilan, akhirnya sahabatnya mengangkat telepon itu."Halo, Dan. Lu dimana?" Ucap Akira yang begitu merasa khawatir dengan keadaan temannya.Di seberang sana hanya terdengar tangisan dari sahabatnya. Membuat Akira semakin khawatir."Dan, kenapa lu? Lu dimana sekarang?" Ucap Akira sarat akan kekhawatiran terhadap sahabatnya.Namun gadis di seberang sana hanya menangis sesenggukan, tanpa kata-kata terucap, tak menjawab pertanyaan Akira.Akira kini berada di dalam toilet sekolah, sengaja dia kesana agar perkataannya tak di dengar oleh siswa-siswi yang lain."Dan, jawab gue, lu dimana sekarang? Dimana Bayu? Gue mo ngomong sama Bayu.." ucap Akira lagi, dia semakin cemas karena Dany masih tak m
Argi langsung memukul wajah Bayu, ketika melihatnya keluar. Bayu yang tak menyadari, terhuyung mundur hingga punggungnya menyentuh tembok kamar mandi."Gi, lu disini?" Ucap Bayu sembari memegang pipi sebelah kiri yang terkena pukulan temannya.Argi tak menjawab pertanyaan itu, dia kembali mendekati Bayu, dan meraih baju pemuda itu."Lu ngapain si Dany? Lu jangan kurang ajar, Bay!!" Muka Argi merah padam menahan emosi, dia telah mendengar pengakuan dari teman Bayu. Kalau pemuda ini telah berbuat tak senonoh dengan teman kekasihnya. Argi merasa tidak enak hati pada Akira, karena dia telah mengenalkan Dany pada pria seperti Bayu. Yang dia tahu Bayu temannya adalah pemuda yang baik, dan gak mungkin melakukan tindakan yang tak pantas.Ketika Argi hendak melayangkan pukulannya lagi pada Bayu, Akira berlari menghampiri untuk menghentikan aksinya."Gi, jangan. Jangan pakai kekerasan." Ucap Akira sambil memegang lengan pemuda itu.Argi mendengar suara Akira, kini membuat kepalan tangan pemuda
Matahari sudah semakin naik, menandakan hari semakin siang. Mama Ruth yang masih melihat puteranya tertidur, berniat ingin membangunkannya.Dia berjalan mendekat ke arah kasur, dan menepuk pelan lengan Anggara."Ang, bangun udah siang. Sarapan dulu, Nak." Ucapnya dengan sangat lemah lembut.Anggara berbalik badan dengan mata yang masih terpejam, kembali mama Ruth menepuk bahu Anggara, kali ini tepukannya lebih keras dari yang pertama.Hingga akhirnya pemuda itu membuka mata, dan melihat mama Ruth yang tengah duduk di sebelahnya.Dia seperti bermimpi, dulu sebelum dia memutuskan untuk keluar dari rumah. Inilah kebiasaan yang dilakukan oleh mama Ruth, selalu membangunkannya dengan lemah lembut. Salah satu hal yang begitu dirindukan olehnya adalah perhatian mama Ruth.Anggara tersenyum ke arahnya, bergerak untuk meregangkan otot-ototnya yang terasa kaku. Setelah itu diapun bangkit dari tempat tidurnya."Makan dulu, Nak. Mama udah beliin makanan."Ruth bangkit berdiri dan berjalan ke arah
Kini kedua sahabat itu telah berada di rumah. Setelah memarkirkan motor, mereka berjalan beriringan masuk ke dalam rumah.Dany berniat untuk membersihkan diri terlebih dahulu. Sudah seharian ini dia tak mengganti bajunya.Sedangkan Akira masuk ke dapur, untuk menyiapkan makanan yang telah mereka beli ketika perjalanan tadi. Setelah menaruh makanannya di atas piring, Akira berlalu ke kamar untuk mengganti seragamnya dengan baju santai rumahan. Lalu kembali ke dapur dan duduk di depan meja makan, menunggu Dany untuk mengajaknya makan bersama.Beberapa menit kemudian Dany keluar dengan penampilan yang lebih segar. Meskipun wajahnya tak seceria seperti biasanya. Dia berjalan ke arah meja makan dan duduk di sebelah sahabatnya."Dan, kita makan sama-sama ya." Ajak Akira, diikuti anggukan Dany. Mereka pun makan bersama."Na, gue minta maaf ya semalem bikin lu menunggu. Lu jadi tidur sendirian." Ucap Dany di sela-sela waktu makannya."It's ok, Dan. Kalau bisa, ada apa aja lu kasih kabar ke gu
Hari sudah semakin gelap, Ruth kini sudah berada di rumahnya. Dia tengah menunggu kedatangan suaminya. Dengan duduk di sofa sembari melihat berita di televisi.Sejam sebelumnya, Baskoro telah meneleponnya kalau dia sudah berada di dalam pesawat dan akan melakukan perjalanan kembali ke kotanya.Ruth telah membersihkan diri, kini dia tengah mengenakan dress panjang warna pink nude. Membuatnya terlihat semakin tampak cantik dan anggun. Make up tipis yang dia sapukan di wajahnya, membuat wajahnya terlihat lebih muda dan semakin berseri. Dia sengaja menyemprot parfum kesukaan suaminya.Dia berharap suaminya tidak akan curiga dan mencari tahu tentang apa yang dilakukannya selama ditinggal pergi. Karena tak ingin kembali menciptakan masalah yang nantinya akan membuatnya semakin menjauh dari puteranya.Sebelumnya ketika tadi sampai di rumah, dia sudah mengumpulkan asisten-asisten rumah tangga maupun suruhan suaminya untuk tutup mulut mengenai pertemuannya dengan Anggara. Seakan mengerti denga
Tak terasa Akira tertidur, dan baru sebentar memejamkan mata, bunyi dering ponsel membangunkannya. Segera dia bangkit dari kasur dan meraih ponsel yang ada di atas meja belajar. Melihat ke arah layar ponsel, terlihat nama ibu Lidiya tengah melakukan panggilan masuk. Akira menggeser tombol hijau dan mendekatkan ponselnya di daun telinga. "Halo bu?" "Nak, maaf ibu baru sempat lihat HP. Ibu baru bangun tidur. Kamu sudah makan?" Ucap Lidiya dari seberang sana. "Sudah Bu, tadi Lena makan bareng Dany." "Dimana Dany, Nak?" "Lagi tidur dia Bu. Ibu kapan pulang?" "Ibu belum tau nak, tapi ayahmu nanti usahain secepatnya pulang." Obrolan berlanjut, pertanyaan ibunya meliputi kegiatan sekolah dan kegiatan selama di rumah. Akira menjawab semua pertanyaan ibunya. Hingga panggilan berakhir, Akira yang terlanjur terbangun, kini tak bisa memejamkan matanya kembali. Hari sudah sore, dia beranjak dari kasur, meninggalkan Dany yang masih tertidur. Dia berniat untuk membersihkan rumah untuk m
Baskoro tak berniat melanjutkan perkaranya di meja hijau. Tentunya atas saran dari Anggara dan Akira. Meski Ester begitu jahat, namun Akira sangat mengasihi anak perempuan dari wanita itu. Alea masih terlalu kecil untuk bisa menanggung hasil dari perbuatan ibunya. Entah apa jadinya Alea, jika Baskoro masih mencoba menuntut Ester dan Yosi. Tentunya itu hal yang mudah bagi Baskoro yang ingin memberi hukuman terhadap orang yang telah menjebak putranya. Bukti sudah lengkap, dan siap untuk menjerat Ester dalam jeruji besi untuk mempertanggung jawabkan kesalahannya. Namun Akira selalu menyatakan jika dirinya merasa kasihan pada Alea yang nantinya ditinggal oleh kedua orang tuanya jika nantinya harus dipenjara. Sungguh Akira tidak bisa membayangkan nasib anak itu. Akira sendiri sudah mengalami kehilangan kedua orang tuanya di usianya yang ke 17 tahun. Dan dia mampu melewatinya, berkat kehadiran Anggara yang selalu menjaga dan menemani. Namun bisakah anak sekecil Alea hidup tanpa kedua
Kini Akira bersimpuh di depan pusara ayah dan ibu. Anggara terus memeluk bahu kekasihnya.Baskoro dan Ruth menghampiri keberadaan mereka.“Nak Akira, mama ikut berduka cita. Jika kamu ingin bercerita, mama siap menjadi tempat ceritamu. Kamu anak yang baik, pasti ayah dan ibumu sangat bangga.” Ruth mengusap lembut bahu Akira.“Terima kasih Tante. Maaf jika selama ini saya merepotkan keluarga Tante dan Anggara.” Ucapnya tulus. Ya, selama ini memang Anggara yang mengeluarkan biaya rumah sakit dan biaya pemakaman untuk kedua orang tuanya. Bahkan Anggara sudah menempatkan orang tuanya di pemakaman elit.“Tidak masalah, nak. Bahkan jika kamu membutuhkan sesuatu tolong sampaikan pada mama atau Anggara. Kami siap untuk membantu. Tolong jangan segan untuk bercerita pada kami. Ya sudah, mama pulang dulu, nanti mampirlah ke rumah, sayang.” Ujar Ruth menghibur.Akira mengangguk samar, dia mencium tangan Ruth namun wanita itu membalas memeluknya.Akira begitu merindukan sosok ibunya, hingga dia l
Ternyata ucapannya memang didengar oleh Lidiya, secara perlahan mata Lidiya terbuka dengan jemari yang mulai bergerak. Menandakan jika wanita itu sudah sadar dari tidur panjangnya.Akira begitu senang hingga memeluk tubuh wanita yang telah melahirkannya itu.“Ibu terima kasih sudah mendengar Lena.” Ucap Akira bahagia.Lidiya masih merasa lemah, sangat lemah hingga ingin mengucapkan sesuatu pun dia tak berdaya.Anggara menangkap gerakan lemah itu, hingga akhirnya dia membantu Lidiya untuk melepas masker oksigennya.“Ibu mau bicara sesuatu?” Tanya Anggara, dijawab dengan anggukan lemah Lidiya.“Lena, dimana ayah nak?” Suara Lidiya terdengar lirih dan sangat kecil. Dia bisa melihat wajah sedih putrinya. Namun dia ingin memastikan keadaan suaminya.“Ayah sudah di surga, Bu.” Akira menjawab dengan suara gemetar menahan tangis. Dia tidak ingin membuat ibunya sedih, namun dia tidak bisa untuk berbohong.Lidiya begitu terkejut hingga nafasnya kembali tersengal. Anggara panik dan segera memasa
Anggara menuntun langkah Akira untuk bisa melihat ibunya dalam jarak lebih dekat.“Ibu, bangun Bu. Ini Lena sudah datang Bu.” Ucap Akira berbisik, dia tidak ingin mengganggu istirahat ibunya. Diraihnya tangan lemah yang terkulai itu dalam genggamannya.“Ibu pasti bisa melewati ini semua. Lena akan terus di sini jaga ibu. Tolong bangun Bu.” Ucap Akira lirih dengan air mata terus menetes tanpa henti.Anggara berdiri di belakang Akira, mengusap lembut bahu Akira. Seakan ingin berbagi kekuatan.*****Lidiya masih terbaring koma, kini dia sudah dipindahkan di salah satu rumah sakit di Jakarta. Tentunya atas saran Anggara, dan Anggara yang menanggung semua biaya perawatan, termasuk biaya pemakaman Bustomo.Pagi ini sangat cerah, namun hati Akira diliputi kabut mendung mengawal kepergian ayahnya menuju tempat peristirahatan terakhir.Dany dan Bayu sudah berada di tempat pemakaman. Yeni dan Handoko juga turut hadir. Begitu pun Ruth dan Baskoro, Anggara sudah menceritakan pada mamanya. Dan ent
“Keluarga atas nama pasien Bustomo?” Ucap suster itu sembari mengedarkan pandangan. “Saya sus, saya keluarga Bustomo.” Tio melangkah semakin mendekati suster itu. “Maaf saya harus menyampaikan kabar ini.” Suster terlihat menarik nafas panjang. Tentunya membuat Tio berfirasat buruk akan kabar yang akan disampaikan. “Ada apa sus? Bagaimana keadaan kakak saya dan istrinya?” Ucap Tio terbata, dia berusaha menguatkan hati untuk menerima apapun kabar yang akan disampaikan oleh suster. “Pasien atas nama Bustomo tidak bisa diselamatkan.” Seperti mendengar petir di siang bolong, kabar itu membuat Tio syok. Matanya berkaca-kaca, hingga tubuhnya gemetar menahan kesedihan yang mendalam. “Apa benar sus? Apa saya tidak salah dengar?” Ucap Tio mencoba tidak mempercayai pendengarannya. “Mohon maaf, apa yang saya sampaikan tadi benar adanya. Pasien atas nama Bustomo tidak bisa terselamatkan. Bapak yang sabar.” Ulang suster itu dengan raut sedih. Tak hanya sekali ia menghadapi suasana pilu seper
Mata Anggara melotot sempurna. Dia sangat terkejut mendengar berita itu. Sungguh dia pun ingin segera ke rumah sakit tempat ibu dan ayah Akira dirawat.“Baiklah kita siap-siap sekarang.” Anggara segera bersiap-siap untuk melakukan perjalanan ke salah satu rumah sakit di Bogor. Sambil menunggu Akira menyelesaikan acara mandinya, Anggara menelpon pak Yanto untuk segera mengirim mobilnya ke rumah Akira. Dia mengirimkan titik lokasi alamat rumah Akira pada supirnya.Anggara hanya mencuci mukanya, lalu mengganti bajunya dengan kaos hitam polos dan celana jeans panjang.Kini dia tengah menunggu di halaman rumah, hingga tak lama Yanto datang dengan mobilnya. Anggara segera menghampiri.“Pak, nanti bapak pulang dengan taksi.” Anggara memberi beberapa lembar uang pada Yanto. Lalu kembali memasuki rumah untuk mencari keberadaan kekasihnya. Tanpa mengetuk pintu kamar, Anggara segera membuka pintu yang tak terkunci.“Sudah? Ayo kita berangkat sekarang.” Ajak Anggara, sebenarnya dia tidak tega m
“Ya, Yosi tentu kamu ingat. Dia yang sudah menjemput kita di bandara saat kita mengantar Dany menemui Bayu.” Jelas Anggara mencoba mengingatkan Akira.“Saat aku mengunjungi rumah wanita itu, Yosi berada di sana. Dan aku selalu mengikuti gerak-geriknya. Sepertinya Yosi dan wanita itu mempunyai hubungan. Namun ini hanya dugaanku saja.” Jelas Anggara.Kini Akira bingung untuk merespon seperti apa. Dalam hati dia merasa senang akan kabar baik itu. Namun dia juga merasa kasihan terhadap anak perempuan yang memanggil Anggara dengan sebutan papa. Kemungkinan anak itu hanya tahu jika Anggara adalah ayahnya.Bagaimana jika kenyataannya bukan?“Sayang? Kok diam? Kamu percaya kan sama aku? Besok aku akan menemui papa, dan nantinya hasil tes DNA itu akan aku jadikan bukti untuk pengajuan pembatalan nikah. Aku juga sudah mempunyai bukti rekaman ketika Yosi berada bersama wanita itu.” Diraihnya tangan Akira, menggenggam jemari gadis itu, dimana masih terpasang cincin berlian pemberiannya. Anggara m
Anggara melangkah menuju dapur, memindahkan bubur ayam di sebuah mangkok. Lalu membawanya masuk ke kamar. Mendapati Akira tengah berbaring namun matanya menatap kosong ke arah langit-langit kamar.“Sayang kita makan dulu, habis itu minum obat.” Ucapnya sembari menyendok bubur berisi kuah dan potongan daging ayam itu. Dan mengarahkannya ke mulut Akira. Meski awalnya menolak, namun Anggara terus memaksanya. Akira tidak bisa meminum obatnya dalam keadaan perut kosong.Akira menerima makanan itu hingga beberapa suap. Suapan berikutnya, Akira menolak. Anggara tak memaksanya lagi, kini dia meraih obat yang terbungkus dalam plastik. Mengeluarkannya satu tablet lalu mengambil gelas berisi air putih. Membantu Akira untuk meminum obatnya.Anggara segera menyelimuti tubuh kekasihnya. Sesekali meletakkan telapak tangannya di dahi Akira untuk memastikan suhu tubuhnya.Menggenggam tangan Akira yang terkulai di sisi tubuhnya. Menatap wajah pucat Akira dengan rasa cemas.Dia tidak akan mengatakan apa
Anggara terpaksa meraih Alea dari pangkuan Ester. Meskipun dia tahu Alea bukanlah anaknya, namun dia merasa kasihan melihat wajah kecil itu menangis terisak.Sekilas Anggara melihat ke belakang, ke arah dimana Akira duduk. Mendapati tempat duduk itu sudah kosong. Mencari keberadaan Akira di sekeliling ruangan itu, namun tak juga mendapati sosok Akira di sana.Anggara memutuskan untuk memulangkan Ester dan anaknya agar tak mengganggu suasana orang-orang yang sedang berkunjung ke restoran. Dia tahu kini mereka menjadi pusat perhatian.Anggara segera melangkah menuju kasir, membayar makanan yang sudah terlanjur dipesan namun belum dimakan.Lalu segera melangkah keluar dari restoran, diikuti oleh Ester yang tersenyum puas. Dia berpikir rencananya telah berhasil menaklukan hati Anggara. Kini dia bisa mendapatkan Anggara kembali, menikmati kekayaan sang papa mertua. Ester pun melenggang tanpa menghiraukan tatapan orang-orang di sana.Anggara memesan sebuah taksi, lalu menyuruh Ester untuk d