Hari sudah semakin siang, matahari tengah berada di jam dua belas. Dany masih berada di rumah Bayu, selama berada di sana ia hanya diam dalam kamar kekasihnya. Makan pun Bayu yang membawakan. Karena masih ada mbak Siti yang tengah melakukan pekerjaannya bersih-bersih. Ketika hendak akan membersihkan kamar Bayu, Bayu melarangnya dengan alasan kamarnya masih bersih, padahal yang sebenarnya adalah kondisinya begitu berantakan.Dia tak ingin nantinya mbak Siti mengadukan keberadaan Dany di kamarnya. Mereka menunggu hingga mbak Siti menyelesaikan tugasnya dan pulang. Tepat pukul setengah dua mbak Siti ijin pulang.Dany pun keluar bersiap-siap akan menjemput Akira ke sekolah. Sementara Bayu akan berjalan kaki untuk ke rumah Argi mengambil mobilnya. Karena berkali-kali menghubungi Argi, pemuda itu tak menjawab. Bahkan kini nomornya sedang tidak aktif. Membuat Bayu yakin kalau temannya tengah marah padanya.Kini mereka berada di parkiran.“Beb, bener lu gak mau dianter?” Tanya Dany memastikan
Sementara itu Ruth yang sedari pagi berada di rumah sakit, setelah memastikan papa Argi datang. Dia pamit untuk pulang.Dia melanjutkan niat awalnya tadi untuk menjenguk putranya di kontrakan. Perjalanan cukup padat dan macet, hingga memakan waktu satu jam. Mobil mewah itu mulai memasuki halaman kontrakan, dari jauh Ruth sudah melihat motor vespa coklat yang terparkir. Senyum tipis tersungging di bibirnya. Dia tak sabar untuk menemui putra kesayangannya. Kerinduan setelah beberapa Minggu ini tak bisa menemui putranya, bahkan untuk menghubungi Anggara pun dia tidak bisa. Karena dia tak ingin membuat suaminya marah. Hingga akhirnya hari ini suaminya ada perjalanan ke luar kota, dan dia akan menggunakan kesempatan ini untuk mengunjungi Anggara.Ruth mulai turun dari mobil, setelah pak Yanto membukakan pintu untuknya. Dia melangkahkan kaki jenjangnya menuju depan pintu kamar. Pak Yanto masih membuka bagasi mobil untuk mengeluarkan semua belanjaan milik nyonya majikannya. Lalu bolak balik
Jam sudah menunjuk pukul dua siang, siswa-siswi mulai berhamburan keluar dari gerbang sekolah.Dany tengah menunggu kedatangan sahabatnya di restoran berlogo ‘M’ di samping coffee shop. Dia telah mengirim pesan singkat pada sahabatnya itu, memberitahu tentang keberadaannya.Tanpa membalas pesan itu, Akira mulai berjalan meninggalkan area kelas menuju pintu gerbang.Dia melanjutkan langkahnya menyebrangi jalan menuju restoran yang dimaksud. Ketika dia telah berada di depan pintu, Akira mengedarkan pandangannya untuk mencari keberadaan Dany.Hingga tatapannya tertuju pada gadis yang duduk sendirian di pojokan. Dengan jaket tebal yang menutup badan dan kepalanya. Akira begitu mengenal Dany, meskipun dalam keadaan badan tertutup dan posisi membelakangi dari tempat ia berdiri. Akira begitu mengenal bahwa itulah Dany.“Dan, udah lama lu sini?” Ucap Akira menghampiri Dany, dan duduk di hadapan temannya.“Hay Na, baru aja gue sampai.”“Dari mana aja lu? Bikin gue kepikiran aja.” Akira menatap
Ma, aku mau jenguk Argi. Mama mau ikut? Atau mau nunggu di sini?” Ucap Anggara sembari menatap mama Ruth. “Mama ikut ya Ang, Mama mau bawain sesuatu untuk mamanya Argi. Tadi mama lihat dia sedih banget, mama merasa kasihan.” jawab Ruth dengan raut sedih. “Iya, kita pergi bersama. Mama habisin dulu makanannya.” Anggara pun mulai menghabiskan makanannya. Lalu berjalan keluar menuju teras kamarnya, sembari menunggu mama Ruth selesai makan. Anggara duduk di kursi, bersebelahan dengan pak Yanto. Ketika melihat anak majikannya keluar, pak Yanto tengah menikmati makanannya, dan merasa tidak enak hati lalu berniat akan kembali ke mobil sembari membawa makanannya, namun Anggara mencegahnya. Menyuruh supir itu untuk duduk kembali dan melanjutkan makan. Anggara mengeluarkan sebatang rokok dan menyalakannya. “Pak nanti saya dan mama mau ke rumah sakit, bapak pulang saja. Nanti saya pesankan ojek ya.” Ucap Anggara. “Ke rumah sakit? Biar saya antar saja mas Aang, jam kerja saya belum berakhir
Bayu kini telah sampai di rumah sakit, setelah turun dan membayar, Bayu mulai melangkahkan kakinya menuju receptionist di depan pintu masuk. Menanyakan kamar dimana temannya dirawat.“Atas nama pasien Argi Rinega masih berada di ruangan UGD.” Jawab seorang perawat yang bertugas di sana.“Baik, terima kasih.” Ucap Bayu, lalu segera mencari ruangan UGD yang dimaksud. Yang letaknya tidak jauh dari tempatnya saat ini. Bayu tak sabar menemui Argi, ingin mengetahui kondisi sahabatnya secara langsung.Sampai di depan pintu ruangan, ada seorang perawat yang berjaga.“Sus, saya mau ketemu Argi, saya temannya. Apa saya boleh masuk?” Ucap Bayu sembari melirik sekilas ke arah dalam. Disana dia melihat keberadaan kedua orang tua Argi.“Maaf, ada pembatasan orang untuk menjenguk pasien. Nanti saya beritahu dulu pada keluarga pasien. Kalau diijinkan maka boleh masuk, mohon ditunggu sebentar.” jawab perawat itu dengan ramah, lalu masuk ke dalam ruangan. Menemui orang tua Argi.“Permisi bapak dan ibu,
“Nak, kemarilah.” Perintah mama Ruth pada Anggara.Tanpa menjawab, Anggara melangkahkan kakinya dan tanpa menoleh sedikitpun ke arah ketiga temannya.Dia kini berada di samping mama Ruth. Melihat ke arah temannya yang terbaring dengan kondisi memprihatinkan. Rasa bersalah kembali mengisi relung hatinya.“Aku turut prihatin ya Tan Om.” Ucapnya sembari menjabat tangan Lina dan Raditya secara bergantian.“Terima kasih ya, Nak.” Ucap papa Raditya. Bayu hanya bisa melihat dari tempatnya berdiri, dia tidak berani mendekat karena baru kali ini secara langsung melihat kondisi orang terdekatnya begitu memprihatinkan.Hatinya ikut teriris, karena walau bagaimana Argi adalah salah satu orang yang paling dekat dengannya meskipun mereka tak memiliki hubungan darah. Dia sudah menganggap Argi adalah saudara kandungnya. Dia pun tidak menyangka hal yang buruk bisa terjadi pada sahabatnya. Dany melihat kesedihan dari sorot mata kekasihnya. Dia meraih tangan kekasihnya untuk berbagi kekuatan.Hingga be
Dari kejauhan Dany dan Bayu melihat keberadaan Anggara dan Akira yang tengah berpelukan. Mereka tidak terlalu terkejut karena mereka sudah mengetahui hubungan antara keduanya.“Ehm..” Bayu sengaja berdeham agak keras, membuat sepasang kekasih itu sedikit terkejut hingga melepaskan pelukan.“Oh sorry, gue pura-pura gak lihat, iya kan beb?” Ucapnya sembari mengalihkan pandangannya ke atas. “Sorry Ang, gue ganggu tadi mami lu nyuruh gue nyariin elu. Katanya ijin ke toilet tapi kok lama.” “Oh.. ya sudah kita balik ya. Nanti pulang sama Dany kan?” Anggara tak menanggapi perkataan Bayu.“Iya, aku pulang sama Dany.” “Kalau gitu hati-hati di jalan. Kita balik ke sana ya. Ayo..” Anggara mulai bangkit dari duduknya, diikuti oleh Akira.Mereka berempat berjalan beriringan, dengan posisi para gadis di depan dan kedua pemuda berjalan di belakangnya.Sesampainya di sana, sudah terlihat mama Ruth tengah duduk di ruang tunggu bersama mama Lina.“Ma, mau pulang sekarang?” Tanya Anggara.“Iya nak, ki
Sementara itu mobil BMW itu kini telah berada di parkiran kontrakan milik Anggara. Anggara yang pertama turun untuk membukakan pintu mobil untuk mama Ruth. “Ma, habis ini Aang mau anter Bayu ambil mobilnya dulu. Mama masuk ke kamar dulu istirahat.” Dia meraih tangan mama Ruth dan menuntunnya menuju kamar. Bayu tanpa disuruh, dia juga ikut turun dari mobil mengikuti langkah keduanya. Ketika pintu terbuka Anggara menyuruh mama Ruth untuk beristirahat langsung. Sekilas Bayu melihat penampakan kamar Anggara yang terlihat jauh berbeda dari terakhir kali dia melihatnya. Tanpa bertanya pun dia tahu fasilitas yang ada di sana berasal dari mama Ruth. Bayu duduk menunggu Anggara di teras rumah. “Ma, aku langsung antar Bayu ya, mama gak apa aku tinggal?” Ucap Anggara setelah berada dalam kamar. “Iya nak, tunggu sebentar.” Ruth berjalan menuju kulkas, mengambil dua kaleng minuman dingin dan roti yang dia beli. “Minum dulu Ang. Istirahat dulu sebentar, kasian Bayu baru pulang sekolah pasti
Baskoro tak berniat melanjutkan perkaranya di meja hijau. Tentunya atas saran dari Anggara dan Akira. Meski Ester begitu jahat, namun Akira sangat mengasihi anak perempuan dari wanita itu. Alea masih terlalu kecil untuk bisa menanggung hasil dari perbuatan ibunya. Entah apa jadinya Alea, jika Baskoro masih mencoba menuntut Ester dan Yosi. Tentunya itu hal yang mudah bagi Baskoro yang ingin memberi hukuman terhadap orang yang telah menjebak putranya. Bukti sudah lengkap, dan siap untuk menjerat Ester dalam jeruji besi untuk mempertanggung jawabkan kesalahannya. Namun Akira selalu menyatakan jika dirinya merasa kasihan pada Alea yang nantinya ditinggal oleh kedua orang tuanya jika nantinya harus dipenjara. Sungguh Akira tidak bisa membayangkan nasib anak itu. Akira sendiri sudah mengalami kehilangan kedua orang tuanya di usianya yang ke 17 tahun. Dan dia mampu melewatinya, berkat kehadiran Anggara yang selalu menjaga dan menemani. Namun bisakah anak sekecil Alea hidup tanpa kedua
Kini Akira bersimpuh di depan pusara ayah dan ibu. Anggara terus memeluk bahu kekasihnya.Baskoro dan Ruth menghampiri keberadaan mereka.“Nak Akira, mama ikut berduka cita. Jika kamu ingin bercerita, mama siap menjadi tempat ceritamu. Kamu anak yang baik, pasti ayah dan ibumu sangat bangga.” Ruth mengusap lembut bahu Akira.“Terima kasih Tante. Maaf jika selama ini saya merepotkan keluarga Tante dan Anggara.” Ucapnya tulus. Ya, selama ini memang Anggara yang mengeluarkan biaya rumah sakit dan biaya pemakaman untuk kedua orang tuanya. Bahkan Anggara sudah menempatkan orang tuanya di pemakaman elit.“Tidak masalah, nak. Bahkan jika kamu membutuhkan sesuatu tolong sampaikan pada mama atau Anggara. Kami siap untuk membantu. Tolong jangan segan untuk bercerita pada kami. Ya sudah, mama pulang dulu, nanti mampirlah ke rumah, sayang.” Ujar Ruth menghibur.Akira mengangguk samar, dia mencium tangan Ruth namun wanita itu membalas memeluknya.Akira begitu merindukan sosok ibunya, hingga dia l
Ternyata ucapannya memang didengar oleh Lidiya, secara perlahan mata Lidiya terbuka dengan jemari yang mulai bergerak. Menandakan jika wanita itu sudah sadar dari tidur panjangnya.Akira begitu senang hingga memeluk tubuh wanita yang telah melahirkannya itu.“Ibu terima kasih sudah mendengar Lena.” Ucap Akira bahagia.Lidiya masih merasa lemah, sangat lemah hingga ingin mengucapkan sesuatu pun dia tak berdaya.Anggara menangkap gerakan lemah itu, hingga akhirnya dia membantu Lidiya untuk melepas masker oksigennya.“Ibu mau bicara sesuatu?” Tanya Anggara, dijawab dengan anggukan lemah Lidiya.“Lena, dimana ayah nak?” Suara Lidiya terdengar lirih dan sangat kecil. Dia bisa melihat wajah sedih putrinya. Namun dia ingin memastikan keadaan suaminya.“Ayah sudah di surga, Bu.” Akira menjawab dengan suara gemetar menahan tangis. Dia tidak ingin membuat ibunya sedih, namun dia tidak bisa untuk berbohong.Lidiya begitu terkejut hingga nafasnya kembali tersengal. Anggara panik dan segera memasa
Anggara menuntun langkah Akira untuk bisa melihat ibunya dalam jarak lebih dekat.“Ibu, bangun Bu. Ini Lena sudah datang Bu.” Ucap Akira berbisik, dia tidak ingin mengganggu istirahat ibunya. Diraihnya tangan lemah yang terkulai itu dalam genggamannya.“Ibu pasti bisa melewati ini semua. Lena akan terus di sini jaga ibu. Tolong bangun Bu.” Ucap Akira lirih dengan air mata terus menetes tanpa henti.Anggara berdiri di belakang Akira, mengusap lembut bahu Akira. Seakan ingin berbagi kekuatan.*****Lidiya masih terbaring koma, kini dia sudah dipindahkan di salah satu rumah sakit di Jakarta. Tentunya atas saran Anggara, dan Anggara yang menanggung semua biaya perawatan, termasuk biaya pemakaman Bustomo.Pagi ini sangat cerah, namun hati Akira diliputi kabut mendung mengawal kepergian ayahnya menuju tempat peristirahatan terakhir.Dany dan Bayu sudah berada di tempat pemakaman. Yeni dan Handoko juga turut hadir. Begitu pun Ruth dan Baskoro, Anggara sudah menceritakan pada mamanya. Dan ent
“Keluarga atas nama pasien Bustomo?” Ucap suster itu sembari mengedarkan pandangan. “Saya sus, saya keluarga Bustomo.” Tio melangkah semakin mendekati suster itu. “Maaf saya harus menyampaikan kabar ini.” Suster terlihat menarik nafas panjang. Tentunya membuat Tio berfirasat buruk akan kabar yang akan disampaikan. “Ada apa sus? Bagaimana keadaan kakak saya dan istrinya?” Ucap Tio terbata, dia berusaha menguatkan hati untuk menerima apapun kabar yang akan disampaikan oleh suster. “Pasien atas nama Bustomo tidak bisa diselamatkan.” Seperti mendengar petir di siang bolong, kabar itu membuat Tio syok. Matanya berkaca-kaca, hingga tubuhnya gemetar menahan kesedihan yang mendalam. “Apa benar sus? Apa saya tidak salah dengar?” Ucap Tio mencoba tidak mempercayai pendengarannya. “Mohon maaf, apa yang saya sampaikan tadi benar adanya. Pasien atas nama Bustomo tidak bisa terselamatkan. Bapak yang sabar.” Ulang suster itu dengan raut sedih. Tak hanya sekali ia menghadapi suasana pilu seper
Mata Anggara melotot sempurna. Dia sangat terkejut mendengar berita itu. Sungguh dia pun ingin segera ke rumah sakit tempat ibu dan ayah Akira dirawat.“Baiklah kita siap-siap sekarang.” Anggara segera bersiap-siap untuk melakukan perjalanan ke salah satu rumah sakit di Bogor. Sambil menunggu Akira menyelesaikan acara mandinya, Anggara menelpon pak Yanto untuk segera mengirim mobilnya ke rumah Akira. Dia mengirimkan titik lokasi alamat rumah Akira pada supirnya.Anggara hanya mencuci mukanya, lalu mengganti bajunya dengan kaos hitam polos dan celana jeans panjang.Kini dia tengah menunggu di halaman rumah, hingga tak lama Yanto datang dengan mobilnya. Anggara segera menghampiri.“Pak, nanti bapak pulang dengan taksi.” Anggara memberi beberapa lembar uang pada Yanto. Lalu kembali memasuki rumah untuk mencari keberadaan kekasihnya. Tanpa mengetuk pintu kamar, Anggara segera membuka pintu yang tak terkunci.“Sudah? Ayo kita berangkat sekarang.” Ajak Anggara, sebenarnya dia tidak tega m
“Ya, Yosi tentu kamu ingat. Dia yang sudah menjemput kita di bandara saat kita mengantar Dany menemui Bayu.” Jelas Anggara mencoba mengingatkan Akira.“Saat aku mengunjungi rumah wanita itu, Yosi berada di sana. Dan aku selalu mengikuti gerak-geriknya. Sepertinya Yosi dan wanita itu mempunyai hubungan. Namun ini hanya dugaanku saja.” Jelas Anggara.Kini Akira bingung untuk merespon seperti apa. Dalam hati dia merasa senang akan kabar baik itu. Namun dia juga merasa kasihan terhadap anak perempuan yang memanggil Anggara dengan sebutan papa. Kemungkinan anak itu hanya tahu jika Anggara adalah ayahnya.Bagaimana jika kenyataannya bukan?“Sayang? Kok diam? Kamu percaya kan sama aku? Besok aku akan menemui papa, dan nantinya hasil tes DNA itu akan aku jadikan bukti untuk pengajuan pembatalan nikah. Aku juga sudah mempunyai bukti rekaman ketika Yosi berada bersama wanita itu.” Diraihnya tangan Akira, menggenggam jemari gadis itu, dimana masih terpasang cincin berlian pemberiannya. Anggara m
Anggara melangkah menuju dapur, memindahkan bubur ayam di sebuah mangkok. Lalu membawanya masuk ke kamar. Mendapati Akira tengah berbaring namun matanya menatap kosong ke arah langit-langit kamar.“Sayang kita makan dulu, habis itu minum obat.” Ucapnya sembari menyendok bubur berisi kuah dan potongan daging ayam itu. Dan mengarahkannya ke mulut Akira. Meski awalnya menolak, namun Anggara terus memaksanya. Akira tidak bisa meminum obatnya dalam keadaan perut kosong.Akira menerima makanan itu hingga beberapa suap. Suapan berikutnya, Akira menolak. Anggara tak memaksanya lagi, kini dia meraih obat yang terbungkus dalam plastik. Mengeluarkannya satu tablet lalu mengambil gelas berisi air putih. Membantu Akira untuk meminum obatnya.Anggara segera menyelimuti tubuh kekasihnya. Sesekali meletakkan telapak tangannya di dahi Akira untuk memastikan suhu tubuhnya.Menggenggam tangan Akira yang terkulai di sisi tubuhnya. Menatap wajah pucat Akira dengan rasa cemas.Dia tidak akan mengatakan apa
Anggara terpaksa meraih Alea dari pangkuan Ester. Meskipun dia tahu Alea bukanlah anaknya, namun dia merasa kasihan melihat wajah kecil itu menangis terisak.Sekilas Anggara melihat ke belakang, ke arah dimana Akira duduk. Mendapati tempat duduk itu sudah kosong. Mencari keberadaan Akira di sekeliling ruangan itu, namun tak juga mendapati sosok Akira di sana.Anggara memutuskan untuk memulangkan Ester dan anaknya agar tak mengganggu suasana orang-orang yang sedang berkunjung ke restoran. Dia tahu kini mereka menjadi pusat perhatian.Anggara segera melangkah menuju kasir, membayar makanan yang sudah terlanjur dipesan namun belum dimakan.Lalu segera melangkah keluar dari restoran, diikuti oleh Ester yang tersenyum puas. Dia berpikir rencananya telah berhasil menaklukan hati Anggara. Kini dia bisa mendapatkan Anggara kembali, menikmati kekayaan sang papa mertua. Ester pun melenggang tanpa menghiraukan tatapan orang-orang di sana.Anggara memesan sebuah taksi, lalu menyuruh Ester untuk d