Jam pelajaran sekolah berakhir, guru mata pelajaran terakhir kini telah meninggalkan kelas.Akira dan Dany mulai mengemasi buku dan peralatan tulis mereka."Na, ntar sebelum ke rumah lu, kita ke rumah gue dulu ya. Gue mau ambil baju, sekalian ijin sama bokap nyokap." Ucap Dany sambil memasukan bukunya ke dalam tasnya.Akira mengangguk ke arah teman sebangkunya itu. Kini setelah selesai berkemas-kemas, kedua sahabat itu berjalan beriringan ke parkiran sekolah. Menghampiri motor mereka masing-masing dan mulai meninggalkan area parkir dengan posisi Dany di depan dan Akira mengikuti dari belakang.Sesampainya di depan gerbang, mereka melihat mobil hitam Argi yang terparkir di sisi jalan.Pemuda itu tengah menunggu kekasihnya. Dan ketika melihat wajah kekasihnya muncul dari gerbang, dia begitu bahagia. Tersenyum dan melambaikan tangan ke arah Akira."Sayang.." panggil pemuda itu, membuat para siswa-siswi yang melewati gerbang memandang ke arahnya.Penampilan Argi mencolok dan suaranya cuku
Setelah menghabiskan semua makanan yang dipesan, mereka memutuskan untuk pulang dan kembali bertemu nanti sore."Nanti sore kita jemput di rumah Lena ya." Ucap Bayu pada kedua gadis itu."Sayang, hati-hati di jalan ya. Nanti aku jemput di rumah." Argi berdiri di depan motor Akira. Akira hanya mengangguk menjawab ucapan pemuda itu."Gue pulang dulu ya, beb." Ucap Dany pada kekasihnya Bayu dengan senyum lebarnya, dan dibalas dengan sebuah anggukan oleh pemuda itu."Aku pulang ya." Pamit Akira pada Argi sembari tersenyum tipis pada pemuda di hadapannya itu."Hati-hati ya, tuan putri." Argi melambaikan tangannya dan melepas kepergian Akira.Kedua wanita itu melajukan kendaraannya masing-masing menuju rumah Dany.Sementara itu terlihat seorang wanita yang sedari tadi menguping percakapan mereka, wanita yang tengah menikmati kopinya di dalam warung kopi dimana Argi memarkirkan mobilnya.Hati wanita itu begitu kecewa dengan informasi yang dia dapet, bahwa pemuda yang dia cintai ternyata suda
Ruth begitu bangga pada sikap Anggara sekarang, jauh lebih baik dari saat tinggal di rumah. Dia melihat perubahan dalam diri anaknya terlihat jauh lebih mandiri dan bertanggung jawab.Tak lama setelah itu, makanan dan minuman yang Anggara pesan datang di hadapan Ruth. Semangkuk soto dengan nasi serta minuman teh hangat.Karena kondisi hati Ruth yang tengah bahagia, membuatnya sangat menikmati dan memakan lahap makanan itu. Sungguh makanan yang terlihat biasa namun terasa sangat enak di lidahnya.Setelah menghabiskan makanannya Ruth mulai berjalan ke arah penjual soto. "Mbak berapa semuanya?" Tanya Ruth sambil mengambil dompet di tasnya."Sudah dibayar buk sama anaknya tadi." Jawab penjual soto itu."Oh.." Ruth sedikit terkejut dengan perhatian kecil dari puteranya. Dia begitu amat senang dengan sifat tanggung jawab Anggara yang baru kali ini dia merasakannya sendiri.Ruth berjalan kembali ke bangkunya. Dia menunggu Anggara datang sembari meminum teh hangat yang masih tersisa itu.***
Sementara itu Argi masih berusaha mengunci pintu rumah Akira, beberapa kali mencoba akhirnya pintu itu bisa terkunci."Kayaknya perlu panggil tukang ya, coba besok aku cariin tukang kunci ya." Ucap Argi sembari memberikan kunci itu kembali ke pemiliknya. "Gak usah Gi, aku gak mau ngerepotin." Akira memasukkan kunci itu di tasnya."Gak repot sayang. Ya udah yok kita jalan sekarang." Argi mengulurkan tangannya, berharap Akira menyambutnya.Akira menatap tangan itu, meski hatinya sedikit ragu, namun dia tetap menyambut uluran tangan pemuda itu, pikirnya tidak ingin menyakiti hati pemuda ini.Kini mereka berjalan dengan tangan saling bertaut. Argi mengantar kekasihnya terlebih dahulu ke kursi sebelah kemudi, memastikan Akira duduk dengan nyaman. Baru dia duduk di kursi kemudinya.Sementara Bayu dan Dany sudah duduk bersebelahan di kursi belakang. Dengan jarak yang sangat dekat dan posisi Bayu yang merangkul bahu kekasihnya.Argi mulai menyalakan mobil dan melajukannya.***Tak terasa mob
Hingga film berakhir, tangan Akira masih berada di genggaman Argi, rasanya ingin melepaskan namun pemuda itu seperti menahannya.Argi bangkit berdiri dari tempat duduknya diikuti oleh Akira dan yang lainnya. Berjalan beriringan keluar dari gedung bioskop."Nongkrong ke motion dulu yuk, Gi." Ucap Bayu pada pemuda yang berjalan di depannya. Argi tak langsung menjawab, dia kini menoleh ke samping, ke arah Akira yang berjalan di sebelahnya."Sayang, mau ke Motion?" Tanyanya pada kekasihnya."Aku ngikut aja." Jawab Akira, mendengar Motion membuatnya mengingat Anggara. Pemuda yang seharian ini tak ada kabar, setelah pertemuan terakhir mereka.Mereka berjalan beriringan keluar dari gedung bioskop menuju ke parkiran. Di tengah perjalanan, Akira terkaget dengan bunyi ponselnya, ada sebuah panggilan masuk. Dengan segera dia membukanya tertulis nama ibunya di layar ponsel itu."Ibu nelefon, sini Dan ikut gue bentar." Akira menarik tangan sahabatnya, berjalan menjauhi kedua pemuda itu. Argi yang
Mata Akira membulat melihat kehadiran Anggara, pemuda yang selalu mengisi alam pikirannya.Celana panjang robek dan kaos putih oversize melekat di tubuhnya yang kini tampak berkeringat. Rambut gondrongnya dia ikat ke belakang, dan terlihat peluh menetes di pelipisnya.Hati Akira berdegup kencang melihat wajah pemuda yang dia rindukan itu."Udah, sorry gue gak bisa nemenin kalian, ada perlu." Anggara menatap sekilas ke arah Akira, tatapan datar tanpa ekspresi."Mau kemana lu? Sini dah ikut kita ngobrol." Bayu mencoba menghalangi kepergian Anggara.Anggara menunjuk ke arah wanita paruh baya yang tengah duduk sendirian di kursi belakang mereka."Ada yang nungguin." Ucap Anggara kemudian berlalu dari hadapan mereka, dan menghampiri wanita itu.Sontak keempat orang itu mengarahkan pandangan mereka ke arah dimana Anggara berada saat ini. Ruth tersenyum melihat kedatangan puteranya."Ma, mau makan? Aku anterin makan sekalian pulang ya, Ma." Ucap Anggara setelah duduk di hadapan wanita yang t
Kini Ruth tak dapet lagi menahan tangisnya, mendengar ucapan puteranya. Anggara mendongkrak motornya dan kembali merangkul mama Ruth. Sebenarnya diapun tidak ingin seperti ini, hidup terpisah dengan mamanya. Namun kata-kata terakhir Baskoro begitu melukai perasaannya."Maafin Aang, Ma." Ucapan Anggara tulus pada sosok wanita yang telah melahirkannya itu Pak Slamet yang masih melihat pemandangan yang mengharukan itu, ikut merasa sedih. Dia sendiri merasa kehilangan dengan kepergian anak majikannya itu.Setelah dirasanya mama Ruth menghentikan tangisnya, Anggara mulai melonggarkan pelukan itu dan menatap ke wajah Ruth, menghapus air mata yang masih ada di pipi Ruth dengan jarinya."Aku baik-baik aja, Ma. Mama gak perlu kuatir ya."Anggara tersenyum tulus ke arah mama Ruth.Ruth membalasnya dengan anggukan, kini dia melepas cincin berlian yang berada di jari manisnya dan memberikan pada Anggara.Pemuda itu mengerutkan alisnya karena merasa bingung."Apa ini, Ma?" Ucap Anggara kembali m
Perjalanan memakan waktu tiga puluh menit, hingga akhirnya mobil hitam Argi memasuki gang masuk rumah Akira.Argi memarkirkan mobil di depan gerbang rumah Akira. Mematikan mesin mobil itu dan melangkah keluar untuk membukakan pintu kekasihnya."Sudah sampai, tuan putri." Ucapnya setelah membuka pintu.Akira turun dari mobil diikuti Dany."Makasih ya Gi." Ucap Akira sembari membuka pintu gerbang."Sama-sama, sayang." Argi masih berdiri di belakang Akira, dan ketika pintu gerbang terbuka dia mengikuti langkah gadis itu.Akira yang merasa diikuti menoleh kembali ke arah pemuda di belakangnya."Gimana Gi? Ada yang kurang?" Alis Akira mengerut, karena merasa agak bingung."Aku mau pastiin aja kamu bisa buka pintu rumah? Ga apa kan?"Akira baru teringat kalau kunci pintu rumahnya bermasalah, dia pun merogoh kunci rumah dari dalam tas dan memberikannya pada pemuda itu.Argi tersenyum dan berjalan mendahului. Mulai membuka pintu rumah Akira, dan dengan beberapa kali coba akhirnya bisa terbuka
Baskoro tak berniat melanjutkan perkaranya di meja hijau. Tentunya atas saran dari Anggara dan Akira. Meski Ester begitu jahat, namun Akira sangat mengasihi anak perempuan dari wanita itu. Alea masih terlalu kecil untuk bisa menanggung hasil dari perbuatan ibunya. Entah apa jadinya Alea, jika Baskoro masih mencoba menuntut Ester dan Yosi. Tentunya itu hal yang mudah bagi Baskoro yang ingin memberi hukuman terhadap orang yang telah menjebak putranya. Bukti sudah lengkap, dan siap untuk menjerat Ester dalam jeruji besi untuk mempertanggung jawabkan kesalahannya. Namun Akira selalu menyatakan jika dirinya merasa kasihan pada Alea yang nantinya ditinggal oleh kedua orang tuanya jika nantinya harus dipenjara. Sungguh Akira tidak bisa membayangkan nasib anak itu. Akira sendiri sudah mengalami kehilangan kedua orang tuanya di usianya yang ke 17 tahun. Dan dia mampu melewatinya, berkat kehadiran Anggara yang selalu menjaga dan menemani. Namun bisakah anak sekecil Alea hidup tanpa kedua
Kini Akira bersimpuh di depan pusara ayah dan ibu. Anggara terus memeluk bahu kekasihnya.Baskoro dan Ruth menghampiri keberadaan mereka.“Nak Akira, mama ikut berduka cita. Jika kamu ingin bercerita, mama siap menjadi tempat ceritamu. Kamu anak yang baik, pasti ayah dan ibumu sangat bangga.” Ruth mengusap lembut bahu Akira.“Terima kasih Tante. Maaf jika selama ini saya merepotkan keluarga Tante dan Anggara.” Ucapnya tulus. Ya, selama ini memang Anggara yang mengeluarkan biaya rumah sakit dan biaya pemakaman untuk kedua orang tuanya. Bahkan Anggara sudah menempatkan orang tuanya di pemakaman elit.“Tidak masalah, nak. Bahkan jika kamu membutuhkan sesuatu tolong sampaikan pada mama atau Anggara. Kami siap untuk membantu. Tolong jangan segan untuk bercerita pada kami. Ya sudah, mama pulang dulu, nanti mampirlah ke rumah, sayang.” Ujar Ruth menghibur.Akira mengangguk samar, dia mencium tangan Ruth namun wanita itu membalas memeluknya.Akira begitu merindukan sosok ibunya, hingga dia l
Ternyata ucapannya memang didengar oleh Lidiya, secara perlahan mata Lidiya terbuka dengan jemari yang mulai bergerak. Menandakan jika wanita itu sudah sadar dari tidur panjangnya.Akira begitu senang hingga memeluk tubuh wanita yang telah melahirkannya itu.“Ibu terima kasih sudah mendengar Lena.” Ucap Akira bahagia.Lidiya masih merasa lemah, sangat lemah hingga ingin mengucapkan sesuatu pun dia tak berdaya.Anggara menangkap gerakan lemah itu, hingga akhirnya dia membantu Lidiya untuk melepas masker oksigennya.“Ibu mau bicara sesuatu?” Tanya Anggara, dijawab dengan anggukan lemah Lidiya.“Lena, dimana ayah nak?” Suara Lidiya terdengar lirih dan sangat kecil. Dia bisa melihat wajah sedih putrinya. Namun dia ingin memastikan keadaan suaminya.“Ayah sudah di surga, Bu.” Akira menjawab dengan suara gemetar menahan tangis. Dia tidak ingin membuat ibunya sedih, namun dia tidak bisa untuk berbohong.Lidiya begitu terkejut hingga nafasnya kembali tersengal. Anggara panik dan segera memasa
Anggara menuntun langkah Akira untuk bisa melihat ibunya dalam jarak lebih dekat.“Ibu, bangun Bu. Ini Lena sudah datang Bu.” Ucap Akira berbisik, dia tidak ingin mengganggu istirahat ibunya. Diraihnya tangan lemah yang terkulai itu dalam genggamannya.“Ibu pasti bisa melewati ini semua. Lena akan terus di sini jaga ibu. Tolong bangun Bu.” Ucap Akira lirih dengan air mata terus menetes tanpa henti.Anggara berdiri di belakang Akira, mengusap lembut bahu Akira. Seakan ingin berbagi kekuatan.*****Lidiya masih terbaring koma, kini dia sudah dipindahkan di salah satu rumah sakit di Jakarta. Tentunya atas saran Anggara, dan Anggara yang menanggung semua biaya perawatan, termasuk biaya pemakaman Bustomo.Pagi ini sangat cerah, namun hati Akira diliputi kabut mendung mengawal kepergian ayahnya menuju tempat peristirahatan terakhir.Dany dan Bayu sudah berada di tempat pemakaman. Yeni dan Handoko juga turut hadir. Begitu pun Ruth dan Baskoro, Anggara sudah menceritakan pada mamanya. Dan ent
“Keluarga atas nama pasien Bustomo?” Ucap suster itu sembari mengedarkan pandangan. “Saya sus, saya keluarga Bustomo.” Tio melangkah semakin mendekati suster itu. “Maaf saya harus menyampaikan kabar ini.” Suster terlihat menarik nafas panjang. Tentunya membuat Tio berfirasat buruk akan kabar yang akan disampaikan. “Ada apa sus? Bagaimana keadaan kakak saya dan istrinya?” Ucap Tio terbata, dia berusaha menguatkan hati untuk menerima apapun kabar yang akan disampaikan oleh suster. “Pasien atas nama Bustomo tidak bisa diselamatkan.” Seperti mendengar petir di siang bolong, kabar itu membuat Tio syok. Matanya berkaca-kaca, hingga tubuhnya gemetar menahan kesedihan yang mendalam. “Apa benar sus? Apa saya tidak salah dengar?” Ucap Tio mencoba tidak mempercayai pendengarannya. “Mohon maaf, apa yang saya sampaikan tadi benar adanya. Pasien atas nama Bustomo tidak bisa terselamatkan. Bapak yang sabar.” Ulang suster itu dengan raut sedih. Tak hanya sekali ia menghadapi suasana pilu seper
Mata Anggara melotot sempurna. Dia sangat terkejut mendengar berita itu. Sungguh dia pun ingin segera ke rumah sakit tempat ibu dan ayah Akira dirawat.“Baiklah kita siap-siap sekarang.” Anggara segera bersiap-siap untuk melakukan perjalanan ke salah satu rumah sakit di Bogor. Sambil menunggu Akira menyelesaikan acara mandinya, Anggara menelpon pak Yanto untuk segera mengirim mobilnya ke rumah Akira. Dia mengirimkan titik lokasi alamat rumah Akira pada supirnya.Anggara hanya mencuci mukanya, lalu mengganti bajunya dengan kaos hitam polos dan celana jeans panjang.Kini dia tengah menunggu di halaman rumah, hingga tak lama Yanto datang dengan mobilnya. Anggara segera menghampiri.“Pak, nanti bapak pulang dengan taksi.” Anggara memberi beberapa lembar uang pada Yanto. Lalu kembali memasuki rumah untuk mencari keberadaan kekasihnya. Tanpa mengetuk pintu kamar, Anggara segera membuka pintu yang tak terkunci.“Sudah? Ayo kita berangkat sekarang.” Ajak Anggara, sebenarnya dia tidak tega m
“Ya, Yosi tentu kamu ingat. Dia yang sudah menjemput kita di bandara saat kita mengantar Dany menemui Bayu.” Jelas Anggara mencoba mengingatkan Akira.“Saat aku mengunjungi rumah wanita itu, Yosi berada di sana. Dan aku selalu mengikuti gerak-geriknya. Sepertinya Yosi dan wanita itu mempunyai hubungan. Namun ini hanya dugaanku saja.” Jelas Anggara.Kini Akira bingung untuk merespon seperti apa. Dalam hati dia merasa senang akan kabar baik itu. Namun dia juga merasa kasihan terhadap anak perempuan yang memanggil Anggara dengan sebutan papa. Kemungkinan anak itu hanya tahu jika Anggara adalah ayahnya.Bagaimana jika kenyataannya bukan?“Sayang? Kok diam? Kamu percaya kan sama aku? Besok aku akan menemui papa, dan nantinya hasil tes DNA itu akan aku jadikan bukti untuk pengajuan pembatalan nikah. Aku juga sudah mempunyai bukti rekaman ketika Yosi berada bersama wanita itu.” Diraihnya tangan Akira, menggenggam jemari gadis itu, dimana masih terpasang cincin berlian pemberiannya. Anggara m
Anggara melangkah menuju dapur, memindahkan bubur ayam di sebuah mangkok. Lalu membawanya masuk ke kamar. Mendapati Akira tengah berbaring namun matanya menatap kosong ke arah langit-langit kamar.“Sayang kita makan dulu, habis itu minum obat.” Ucapnya sembari menyendok bubur berisi kuah dan potongan daging ayam itu. Dan mengarahkannya ke mulut Akira. Meski awalnya menolak, namun Anggara terus memaksanya. Akira tidak bisa meminum obatnya dalam keadaan perut kosong.Akira menerima makanan itu hingga beberapa suap. Suapan berikutnya, Akira menolak. Anggara tak memaksanya lagi, kini dia meraih obat yang terbungkus dalam plastik. Mengeluarkannya satu tablet lalu mengambil gelas berisi air putih. Membantu Akira untuk meminum obatnya.Anggara segera menyelimuti tubuh kekasihnya. Sesekali meletakkan telapak tangannya di dahi Akira untuk memastikan suhu tubuhnya.Menggenggam tangan Akira yang terkulai di sisi tubuhnya. Menatap wajah pucat Akira dengan rasa cemas.Dia tidak akan mengatakan apa
Anggara terpaksa meraih Alea dari pangkuan Ester. Meskipun dia tahu Alea bukanlah anaknya, namun dia merasa kasihan melihat wajah kecil itu menangis terisak.Sekilas Anggara melihat ke belakang, ke arah dimana Akira duduk. Mendapati tempat duduk itu sudah kosong. Mencari keberadaan Akira di sekeliling ruangan itu, namun tak juga mendapati sosok Akira di sana.Anggara memutuskan untuk memulangkan Ester dan anaknya agar tak mengganggu suasana orang-orang yang sedang berkunjung ke restoran. Dia tahu kini mereka menjadi pusat perhatian.Anggara segera melangkah menuju kasir, membayar makanan yang sudah terlanjur dipesan namun belum dimakan.Lalu segera melangkah keluar dari restoran, diikuti oleh Ester yang tersenyum puas. Dia berpikir rencananya telah berhasil menaklukan hati Anggara. Kini dia bisa mendapatkan Anggara kembali, menikmati kekayaan sang papa mertua. Ester pun melenggang tanpa menghiraukan tatapan orang-orang di sana.Anggara memesan sebuah taksi, lalu menyuruh Ester untuk d