Tak ingin larut kembali dalam ingatan tentang Ganis, Ramon bergegas keluar untuk menikmati udara pagi dengan berolahraga di luar. Cuaca di luar lumayan bersahabat. Lama ia tak menikmati waktu di rumahnya sendiri. Saat ia kembali ke bangunan utama tampak bibi Carmen yang telah sibuk di dapur dan Simon yang sibuk memangkas rumput. Suasana rumah yang begitu hidup membuatnya teringat saat-saat awal mula ia tinggal di rumah ini. Ia masih 5 tahun saat orang tuanya membawanya ke sini. Banyak kenangan yang membahagiakan. Ibunya dulu masih tak memakai asisten rumah tangga. Rumahnya juga dulu tak sebesar sekarang. Dulu ibunya sangat senang memasakkannya sup jamur. Sampai diusianya yang menjelang remaja ibunya mengalami depresi karena ayahnya diketahui punya hubungan dengan wanita lain tatkala ayahnya merantau ke Indonesia dan menjadi pelatih sepak bola di sana. Kemudian Paman Fabio dan bibi Sabina datang bersama Tobias. Ibunya semakin parah bahkan melarang ada sup jamur lagi. Sup jamur adalah
“Aku harus pulang,” ujar Sofia segera meraih kemeja dan celana jeansnya. Sebastian langsung meraih tubuh Sofia dengan kasar.“Tidak saat aku masih ingin Sofia,” ucapnya kesal. Bibirnya kembali meraup bibir Sofia dan tangannya meremas bukit kembarnya. Sofia berontak. Ia mendorong Sebastian hingga terjengkang ke belakang.“Cukup Sebastian. Kita selesai sampai di sini. Ramon telah datang,” ujar Sofia tegas dan segera keluar ruangan.Sebastian mengumpat dengan keras. Ia merasa terhina dan direndahkan. Sofia meninggalkannya seperti seonggok sampah tak berguna. Sofia meninggalkannya hanya karena tunangannya telah pulang. Pria itu menggeram dan bergegas masuk ke kamar mandi dan menuntaskan hasratnya di sana. Sumpah serapah terus ia dengungkan. Bisa-bisanya Sofia meninggalkannya dengan hasrat yang masih belum tuntas. Ia bersumpah Sofia akan membayar semuanya. Sofia akan berlutut dan akan memohon-mohon padanya.Sofia keluar dari ruangan sambil mengenakan pakaiannya dengan terburu-buru. Maria m
Ganis tertegun lama.“Kau tak perlu banyak berpikir. Kita jalani saja,” ucap Shine.“Tapi Shine aku..,” ucap Ganis tersendat. Tangan Shine mengelus pipi Ganis lembut. Tentu saja Ganis tak siap dengan semua ini. Tiba-tiba pesan Ramon langsung muncul di kepalanya. Apa salahnya mencoba dengan orang lain.Shine perlahan mendekatkan wajahnya dan membungkuk. Ganis merasakan bibir Shine singgah di bibirnya. Yang ada di pikirannya adalah cara Ramon menciumnya. Sungguh ia tak bisa melakukannya dengan pria lain. Ganis mendorong pelan Shine.“Ini terlalu cepat Shine. Aku sungguh tak bisa. Aku tak punya perasaan sama sekali padamu,” ucap Ganis sehalus mungkin. Wajah Shine langsung menggelap. Sungguh ia ingin cintanya bersambut manis.“Tak apa Ganis. Sungguh aku bisa menunggunya,” sahutnya tak putus asa.“Sungguh aku tak bisa,” ucap Ganis memaksa dirinya tegas. Ia juga kasihan kalau harus memberi harapan kosong pada Shine atau menjadikannya hanya pelarian saja. Perasaannya saat ini jelas ada pada
Hari itu setelah rutinitas paginya membersihkan bungalow dan sarapan Ganis minta diantarkan Pak Dirman ké apartemen Ramon. Sesampainya di apartemen Ganis langsung memasukkan kunci dan membukanya.Ganis kagum dengan suasana di apartemen itu. Sangat mewah dan nyaman. Ganis langsung terharu begitu melihat ada foto Maco yang dibingkai dan digantung di ruang depan. Tak mau berlama-lama Ganis mulai membersihkan ruangan depan dan dapur terlebih dahulu. Setelah itu ia mulai ké ruangan dapur dan kamar. Setelah semua bersih Ia mulai melihat daftar di ponselnya. Ganis mulai menelpon Ramon. Ia tak bisa memilah barang tanpa menghubungi sang pemilik secara langsung. Saat itu Ramon baru bangun dari tidurnya di mansion kediamannya di Buenos aires. Ia sangat senang menerima panggilan video dari Ganis. Rasa rindu pada wajah manis Ganis sedikit terobati. Jantung Ganis berdesir begitu kembali melihat wajah Ramon. “Ya Nis ada apa?” tanya Ramon menahan senyum di wajahnya. Wajah Ramon tampak masih baru b
Ganis mulai menghubungi Ramon lagi. Namun kali ini tak ada jawaban. Jadi Ganis langsung memotret Kato berikut wanita dari panti penitipan hewan. Masih tak ada balasan. Ia pun kembali menekan ikon panggilan video. Kali ini juga ia mengeraskan speaker suaranya agar wanita itu bisa mendengar. Ramon yang saat itu baru saja mandi dan hanya mengenakan handuk yang melilit bagian bawah tubuhnya langsung meraih ponselnya. “Ya ada apa lagi Nis?” tanya Ramon. Melihat wajah Ramon yang tampak segar dengan rambut basahnya dan juga tubuh bagian atas yang sangat epik membuat Ganis terhenyak sejenak. “Nis?” seru Ramon lagi merasa aneh melihat muka Ganis yang tak berkedip menatapnya. “Eh iya. Ini kucing Marco,” kata Ganis gelagapan langsung mengarahkan ponselnya pada Kato. “Kirain apa? Memang ada apa dengan kucing itu. Kenapa ia ada di apartemen?” ujar Ramon nggak menyangka kalau kucing itu akan kembali ke apartemen. “Aku harus bagaimana? Kato datang dari panti. Ada biaya yang harus dikeluarkan,”
Malam itu Ganis meminta Pak Dirman mengantarkannya lagi ke bengkel. "Non Ganis jangan pulang malam-malam," kata Pak Dirman sebelum pergi."Apa Pak Dirman disuruh kak Ramon terus mengawasiku?" ujar Ganis kini jengkel. Rasanya ia tak memiliki kebebasan sedikitpun."Ya itu perintah Pak Ramon. Dia sangat mengkhawatirkan anda Nona," seru Pak Dirman terus terang. Ia ingin Ganis mengerti betapa Pak Ramon selalu memikirkan keadaannya."Katakan padanya malam ini aku akan senang-senang sampai pagi. Tak ada yang bisa melarangku. Kak Ramon bukan apa-apaku. Aku sudah dewasa dan tahu apa yang aku perbuat," ucap Ganis kesal. "Jangan begitu Nona. Jangan membuat saya kesulitan," seru Pak Dirman dengan wajah memohon."Toh kak Ramon akan menikah. Dia pergi tak akan kembali. Semua akan dijual. Jadi Pak Dirman mulai hari ini bebas mengurusi urusanku," kata Ganis langsung berbalik dan menaiki motor yang telah berhenti di depannya. Shine telah sampai di depan bengkel untuk menjemput Ganis. Shine pun melar
Ganis tersadar saat ia mendengar suara keributan. Ia sedikit terkejut dengan pikiran yang nyaris masih terpengaruh alkohol. Ia melihat Shine sedang bertengkar dan berkelahi dengan Pak Dirman.“Shine pergilah! kenapa kau meladeni kakek tua ini?” teriak Ganis masih terhuyung setengah sadar. Ia tak tahu pasti kenapa mereka bertengkar.“Ya kau seharusnya pergi. Pemuda kurang ajar!” tantang Pak Dirman.“Pak tua jangan ikut campur urusanku. Kalau Ganis tak melarangku aku sudah membalasmu. Nis aku pergi dulu. Kita ketemu lagi nanti,” ucap Shine sebelum pergi.Ganis hanya mengangguk dan berjalan perlahan menuju kamar mandi. Samar-samar ingatannya mulai kembali. Di bawah guyuran shower malam itu Ganis menggigil. Pak Dirman telah menyelamatkannya dari ulah bejat Shine. Tak menyangka Shine mencuri kesempatan. Tadi ia sungguh mengira Shine adalah Ramon. Akibatnya Shine bisa mencuri ciuman bibirnya. Untungnya Pak Dirman tiba-tiba muncul dan langsung memukul Shine. Apakah setiap laki-laki akan ter
Pagi itu Ramon sedang bersiap untuk berangkat ke kantor. Ia sedang menuju meja makan untuk makan bersama dengan keluarga pamannya ketika ia menerima pesan dari pak Dirman. Di Indonesia saat ini sedang malam hari dan Pak Dirman melaporkan Ganis yang pergi berpesta dengan Shine. Ramon menghela nafas khawatir. Ia tak tahu apa yang bisa terjadi di pesta nanti. ‘Ganis tidak seperti biasanya. Saya tak bisa mengawasinya Pak Ramon. Saya kewalahan. Ia marah pada anda dan kelihatannya sangat merindukan anda Pak Ramon,’ tulis Pak Dirman. Kemudian Pak Dirman juga mengirimkan beberapa video CCTV yang ada di rumah. Ramon menunda untuk melihatnya. Ia ingin sarapan tanpa memikirkan apapun. Hari ini juga ada rapat penting. Jadi ia butuh konsentrasi. Semoga Ganis tidak gegabah dan berakhir mabuk atau yang lebih parah tidur tanpa sadar di ranjang pria tidak jelas. Shine pasti menjaga Ganis. Ia ingat penampilan Shir yang terlihat bukan pria mesum dan mata keranjang. Sarapan berlangsung seperti biasanya.