Beranda / Romansa / Mencintai Kakak Ipar / Bagian 5 : Ide Buruk

Share

Bagian 5 : Ide Buruk

Penulis: Kaka Put
last update Terakhir Diperbarui: 2021-06-19 10:45:50

***

"Sayang, bukannya tadi ada yang masak, baunya wangi sekali, kok kita sarapan pakek roti?" tanya Radit. Ia merasa heran.

"Oh, itu ... anu ... kata Dira, masakan yang tadinya buat sarapan dijatuhi cicak, jadi dibuang." Dengan gagap, Dina mampu menyelesaikan kalimat kebohongan. Dia segera mengoles selai Kacang di atas roti, menumpuk dengan satu roti lagi, setelahnya menyerahkan pada suaminya.

"Makasih, Sayang." Radit mengigit rotinya. "Emang tadi pagi kamu masak apa, Dir?" tanya Radit sembari menatap Dira yang sedang mengoles selai stroberi ke rotinya. 

"Em ... itu ...  Mas, anu ...."

"Ya ampun, saking mikir keras tentang pelajaran kuliah, sampe jadi pelupa gitu. Tadi kamu masak ayam kecap, kan?" Dina mengedipkan sebelah matanya untuk kode.

"Oh, iya Mas. Aku masak ayam kecap. Karena cicak, jadi dibuang." Dira tersenyum paksa. Kakaknya itu menjengkelkan, masa mengajak membuat kebohongan tanpa kompromi dulu.

"Oh. Padahal dari baunya, pasti masakan itu rasanya lezat." Radit menyayangkan masakan itu. Setelah mencium aromanya, ia yakin pasti rasanya akan cocok di lidahnya. Pasalnya, setelah Bi Inem, pembantu rumah tangganya cuti seminggu yang lalu, pria itu tidak pernah merasa cocok dengan masakan yang istrinya beli. Namun, tetap memakan karena tidak ingin mengecewakan.

"Nanti aku belikan, Mas," ucap Dina. Wanita itu mengunyah rotinya pelan. 

"Mas maunya kamu yang masak."

"Ngga bisa, Mas. Kuku aku baru perawatan," tolak Dina membuat Radit menghela napas berat.

"Ma, aunty Putri mana?" tanya Diana. Gadis kecil itu sudah siap dengan pakaian sekolah. Pipi gembilnya bergoyang saat ia menguyah roti berisi selai stroberi. Terlihat menggemaskan.

"Ngga tau!" Dina menjawab asal. Ia lebih tenang tidak ada Putri. Jujur ia mulai merasa cemburu dengan gadis itu yang sudah bisa mencuri pujian dari suaminya. Rasanya, ia harus memberi pelajaran supaya adik tirinya itu tidak macam-macam.

"Dir, panggil Putri. Kita sarapan bersama," suruh Radit.

"Ngga usah dipanggil. Dia ngga biasa makan roti," ucap Dina.

"Sayang, mau sampe kapan bersikap seperti ini sama dia. Putri adik kamu, walaupun tiri. Mungkin memang ibunya ngambil bapak, kekesalan kalian harusnya sama ibunya, jangan anaknya."

Dina menatap tidak percaya pada suaminya. Pria dingin itu mulai banyak bicara dan itu tentang adik tirinya. Sekali lagi, Putri mengambil miliknya, yaitu rasa iba suaminya. 

"Dir, panggil Putri," suruh Radit lagi. Bukan apa-apa, hanya merasa tidak enak saja mengabaikan Putri saat kumpul-kumpul seperti ini. Lagian Ibu mertunya menitipkan supaya ada yang memantau, kalau seperti ini namanya mengabaikan.

"Ngga usah, Dir!" Dira yang sudah mau berdiri, kembali duduk karena larangan Kakaknya. "Mas! Mas ini kenapa, hah?" Dina bertanya dengan mata yang memerah dan suara yang menggelegar. "Oke, Dira panggil Putri sekarang, tapi aku ngga ikut kalian sarapan. Mas mau sarapan dengan aku atau Putri?!" tanya Mama Diana itu penuh penekanan.

Radit menghela napas. "Kita lanjut makan." 

Dina tersenyum penuh kemenangan. 

***

Lagi, Putri merasa kesepian di rumah sebesar ini. Semua orang sudah beraktifitas sedangkan ia masih rebahan dengan tubuh lemah dan perut yang keroncongan. Semalam, ia bersyukur bisa makan, walaupun itu sisa Diana, tetapi perlakuan buruk Dina tadi pagi membuat tenaganya terkuras habis hanya untuk melakukan gerakan tersenyum ikhlas.

Ia tidak masalah tidak dipanggil sarapan bersama, toh, lebih bagus karena tidak akan bertemu dengan kakak-kakaknya. Ia jadi bisa mengistirahatkan telinga dan hatinya.

Kruyuk-kruyuk!

Putri mengelus perutnya. Bisa saja dia sekarang ke dapur dan makan apa saja yang ada di sana. Hanya saja tidak ingin apa yang dilakukan mengakibatkannya mendapat omelan. Gadis itu hanya berkuasa atas kamar ini, tidak dengan ruangan lainnya. 

Dreet!

Ponsel Putri bergetar. Telepon masuk dari Mita.

"Hallo, Assalamualaikum," ucap Putri. Ia perlahan duduk. Masih dengan memegang perut. Baru 2 hari tinggal di sini, ia sudah merasa 2 kali juga kelaparan. 

"Waalaikumsalam. Jadi mau naruh berkas lamaran?"

"Jadi. Aku siap-siap dulu."

"Mau aku jemput?"

"Ya. Aku ngga tau jalan."

"Aku juga ngga tau, Put. Kita naik taksi online aja. Besok-besok kalau udah tau jalan, baru naik angkot yang murah. Kirim alamat rumahmu."

"Oke." Putri tersenyum. Ini di kota, ia harus memanfaatkan momen merantaunya dengan berbagai  kejadian-kejadian seru supaya punya pengalaman. 

"Ya udah, bye!"

"Assalamualaikum," ucap Putri.

"Iya, iya. Waalaikumsalam."

Putri tersenyum. Ia pun mengirim alamat rumah, setelahnya segera beranjak untuk bersiap-siap. Mandi, memakai pakaian sopan dan rapi, mengoles make up senatural mungkin, meraih tas selempang dan mengambil map berisi berkas lamaran. Gadis itu siap mencari pekerjaan.

Ponselnya bergetar lagi. Telepon dari Mita, mengatakan kalau ia sudah berada di depan rumah. Putri langsung berlari keluar kamar, tidak lupa mengunci pintu utama dan mendadak pusing karena tidak tahu kunci itu harus di taruh di mana.

"Kenapa?" tanya Mita dari dalam Taksi.

"Kuncinya mau tarok di mana?" tanya Putri salah tempat. Ia bertanya pada orang yang tidak ada sangkut pautnya dengan rumah mewah itu.

"Titipkan saja di satpam depan, Mbak," usul pak Sopir.

"Bener juga." Putri langsung masuk ke taksi dan kuda besi itu berjalan pelan.

Sesuai dengan ide sopir, kunci rumah megah itu ia titipkan pada Satpam depan kemplek. Takut kalau ada salah satu penghuni rumah itu pulang, sedangkan kunci ada di tangannya. Masalah bisa panjang.

"Titip ya, Pak," ucap Putri.

"Iya, Mbak." Satpam muda itu tersenyum ramah.

Taksi yang membawa Putri dan Mita pun berjalan pergi, menuju salah satu mall besar. Mereka berdua memutuskan untuk menaruh berkas lamaran di sana.

***

Dina pulang lebih awal. Ia tidak konsen dengan pekerjaan padahal di butik sedang sibuk-sibuknya. Pikirannya terus tertuju pada Radit. Ia tidak mau pria tercintanya berurusan dengan Putri, membuatnya harus memikirkan keras cara menyingkirkan adik tirinya atau paling tidak membuat gadis itu buruk di depan suaminya supaya dilepas dari tanggung jawab.

"Ma, laper," ucap Diana. Setiap pulang sekolah, gadis kecil itu akan di jemput Mamanya, dibawa ke butik dan pulang bersama-sama di sore hari.

"Mama pesanin makanan, ya." Dina yakin Putri tidak masak setelah tadi pagi ia melarangnya.

"Iya, Ma. Aku ganti baju dulu, ya." Diana berpamitan. Anggukan Dina membuatnya ke kamar, di lantai atas.

"Kak, sudah pulang? Cepet banget," ucap Dira yang baru juga pulang dari kampus. 

"Iya. Lagi banyak pikiran."

Dira duduk di sisi Dina. "Putri naruh kunci di satpam depan." Gadis itu menaruh kunci rumah di meja kaca. "Berani sekali dia nitip sama orang yang ngga dia kenal. Kalau satpam baru itu pencuri, habis rumah elo, Kak." 

Tadi Taksi Dira di stop di depan kompleks dan si satpam muda itu menyerahkan kunci rumah.

"Satpam depan bisa di percaya," ucap Dina.

"Iya, sih." Dira mengangguk. Gadis itu bersandar di punggung sofa, melepas penat. Sungguh, mata kuliahnya hari ini menguras energi dan pikiran.

"Dir," panggil Dina.

"Ya?"

"Kakak lagi sebel. Si Putri sudah pakai jurus ibunya. Suami kakak sudah mulai terpancing."

Dira menautkan alis matanya. 

"Putri cari perhatian. Dia masak pagi-pagi, mas Radit muji harum masakannya. Kan kakak jadi sebel. Terus tadi pakek acara ngajak sarapan bersama, benci banget tau ngga. Untung pesona kakak belum hilang, mas Radit akhirnya tetap memilih kakak." Dina tersenyum bangga walaupun sakit hatinya. Ia harus sering-sering merawat diri supaya suaminya terus jatuh hati.

"Oh, pantes. Ada kebohongan di pagi hari. Lain kali itu konfirmasi. Aku ngga tau apa-apa, malah ditanya masakan. Boro-boro masak, bedain kemiri, ketumbar sama merica aja aku ngga bisa."

Dina tertawa. "Emangnya kakak bisa? Kakak juga ngga bisa, makanya punya niatan nikah sama orang kayak biar punya pembantu atau bisa pesan makanan."

"Kakak enak banget, doanya dijabah. Semoga nanti gue juga punya suami macam mas Radit."

"Aamiin."

"Emang masakan tadi pagi di mana, Kak?" tanya Dira.

"Masakannya kakak buang. Siapa yang mau makan masakan dia? Em ... Kamu ada ide buat dia ngga betah tinggal di sini? Kalau kita usir, pasti dia bakalan lapor ibu dan kita kena imbasnya." 

Dina dan Dira saling tatap. Dua orang itu terlihat serius dengan obrolan mereka.

"Iya, Kak. Kedatangannya ke sini pasti dia sendiri yang minta, ngerengek-rengek ke ibu. Punya niatan buruk dia pasti sama keluarga di sini. Pasti mau rebut mas Radit. Kakak harus siaga."

"Nah, walaupun dia pasti tidak akan menang dari kakak, karena mas Radit sudah cinta mati sama kakak, kita harus mencari cara agar dia menderita batin yang sangat parah. Kamu ada ide apa?" tanya Dina.

"Bagiamana kalau kita jadikan dia babu. Melayani semua keperluan kita di rumah ini. Kalau dia bosan, pasti pergi tanpa di minta." Ide Dira.

"Tapi dia kalau keterima kerja, gimana?" tanya Dina.

"Ya, kita buat dia ngga bisa kerja di tempat lain. Hanya bisa kerja di sini, melayani kita. Dia harus menderita untuk menebus penderitaan ibu kita yang diambil ibu dia."

"Benar juga. Anak pelakor itu harus menebus kesalahan Ibunya dengan menjadi babu kita selamanya," ucap Dina sembari tersenyum manis.

****

Komen (1)
goodnovel comment avatar
alanasyifa11
kayaknya bakal menarik nih,btw author bakal update tiap berapa hari yah..? author ada sosmed engga?
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Mencintai Kakak Ipar   Bagian 6 : Jadi Pembantu

    *** Putri berjalan penuh semangat ke arah pintu rumah yang terbuka. Tadi, ia dan Mita sudah menaruh berkas lamaran pekerjaan, setelahnya jalan-jalan keliling mall dan makan bakso sebelum pulang, jadi saat nanti tidak ikut makan malam, ia tetap bisa tidur tanpa ganguan kelaparan. "Assalamualaikum," ucapnya sembari melangkah masuk. Namun, senyum dan semangatnya luntur saat melihat Dira dan Dina yang duduk si sofa, melipat tangan di dada dan menatapnya dengan tajam. Putri mematung di depan pintu. Tubuhnya seakan sulit digerakkan. Ia merasa seperti pencuri yang ketahuan. "Assalamualaikum." Suara dari belakang Putri membuat gadis itu, bahkan Dira dan Dina menatap Radit yang memasuki rumah. "Waalaikumsalam." Seperti biasa, Dina berdiri, menghampiri dan menyambut kedatangan suaminya dengan aksi cium tangan. "Udah pulang, Mas?" Pertanyaan bodoh dari mulut D

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-19
  • Mencintai Kakak Ipar   Bagian 7 : Momen Kesiangan

    ***Pagi ini Putri menjalani perannya sebagai pembantu. Ia bangun subuh, setelah menjalankan dua rakaat, langsung beberes. Mencuci piring, menyapu, ngepel, siram bunga. Kemudian ia mencuci baju. Sudah ada 2 keranjang penuh cucian kotor di depan mesin cuci. Perpaduan baju Dira, Dina, Radit dan Diana."Sabar, Put," ucapnya menguatkan. Ia menyeka dulu keringat di keningnya, setelahnya memasukan sebagian demi sebagian pakaian ke mesin. Mulai menggiling, membilas dan memasukkan ke mesin pengering, setelahnya menjemur di samping rumah.Selesai.Putri melakukan kerjaan itu dengan semangat, membuat tubuhnya terasa segar karena sekalian berolah raga.Gadis itu masuk ke dalam rumah, ke kamarnya, memutuskan untuk mandi. Namun, diurungkan ketika ada ketukan di pintu."Aunty."Itu suara Diana."Ya, tunggu," ucapnya sembari berjalan ke arah pintu.Ceklek!Putri melihat Diana yang masih memakai baju tidur

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-20
  • Mencintai Kakak Ipar   Bagian 8 : Ide Buruk Lagi

    ***"Kak, tadi si Putri ketawain aku ngga?" tanya Dira. Karena tidak ada Dosen, ia memilih ke Butik Kakaknya."Ngga tau. Males kakak liat mukanya," ucap Dina sembari sibuk dengan laptopnya. Hari ini pesanan pakaian batik couple keluarga via online sangat banyak. Ia sedang mengecek alamat pelanggannya satu persatu."Mana mas Radit ngebela. Aduh, Kak, siaga dong. Tuh, mas Radit udah mulai membela. Besok-besok apa lagi," ucap Dira.Dina menghentikan aktifitasnya, beralih menatap Adiknya yang duduk di sofa, wajah gadis itu terlihat kesal. "Mas Radit ngga mungkin berpaling. Kurang apa kakak sampai dia melakukan itu?" tanyanya.Dira mendengkus. Buatnya, Dina memang tidak ada kekurangan. Cantik, putih, pintar bisnis dan seksi. Ia lagi-lagi merasa iri."Lagian, mas Radit itu tipe suami setia dan penurut. Emang selama kamu tinggal di rumah, pernah dengar kabar huruk tentang dia den

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-21
  • Mencintai Kakak Ipar   Bagian 9 : Persiapan Arisan

    ***"Mas, besok aku bawa teman-teman sosialita aku ke sini, boleh? Mau arisan," tanya Dina. Mereka semua, termasuk Putri, sedang makan malam."Biasanya arisannya di luar, Yang. Kok tumben kali ini di rumah?" tanya Radit, setelahnya menyuapkan nasi bercampur opor ayam ke dalam mulutnya. Mengunyah perlahan sambil terus menatap manis wajah glowing istrinya."Nyari suasana baru aja. Bosen kalau selalu di luar. Pada minta di rumah kita, mau lihat keharmonisan keluarga kita," ucap Dina. Wanita itu melirik Dira dan saling bertukar senyuman."Boleh, tapi besok mas mau jenguk ibu. Kirain mumpung hari libur, kamu bisa ikut. Padahal ngga bisa." Suara Radit terdengar kecewa. Ia ingin sekali-sekali bertiga dengan Dina menengok Ibunya yang sudah tua dan sakit-sakitan, bukan hanya berdua terus sama Diana."Maaf ya, Mas. Udah janjian masalahnya. Nengoknya bisalah kapan-kapan. Ibu sehat, sehat juga, kan. A

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-23
  • Mencintai Kakak Ipar   Bagian 10 : Insiden Saat Arisan

    ***"Putri!" Panggilan Dina membuat Putri mau tidak mau harus keluar kamar. Berjalan cepat sambil menyiapkan mental baja untuk menghadapi dua Kakaknya dan sahabat-sahabatnya karena muncul dengan pakaian tidak layak seperti ini.Pakaian yang dipakai Putri adalah pemberian Dina. Ia juga yang merancang bahkan menjahitnya. Kain-kain sisa di butik yang ia sulap menjadi daster."Putri!" Panggilan kedua membuat langkah Putri semakin lebar."Iya, Nyonya," jawabnya setelah sampai di hadapan Dina dan lainnya. Tadi, Dira telah menekankan kata Nyonya buat Dina dan Nona buatnya, membuat gadis itu merasa sepenuhnya pembantu di rumah ini, tidak ada hubungan keluarga sama sekali."Ambilin jus," suruh Dina dengan angkuh."Baik, Nyonya." Putri langsung menuju dapur. Mengambil nampan yang sudah terisi 10 gelas berisi jus warna orange yang terlihat segar. Membawa kembali ke ruang tamu. Segera

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-24
  • Mencintai Kakak Ipar   Bagian 11 : Kesabaran

    ***Putri merebahkan dirinya di ranjang. Jam 5 sore barulah bisa istirahat. Itupun setelah menyapu, mengepel, buang sampah dan cuci piring.Gadis itu menyeka air matanya. Kemudian menghela napas berulang-ulang. Hari ini sungguh melelahkan, menguras kesabaran juga. Tubuhnya terasa lemas dengan hati yang sepertinya hanya tersisa sepotong saja. Sepotong lainnya telah hancur akibat bersabar dari hinaan.Tadi, Bukan hanya disuruh duduk sembari menunduk dan membantu menyiapkan makanan, gadis itu juga disuruh jalan kaki menuju mini market yang letakkan cukup jauh. Bukan hanya sekali, tetapi 5x. Membeli kacang kulit, minuman kaleng, kacang kulit lagi, minuman kaleng lagi dan terakhir membeli permen dengan harga 5000 rupiah. Harus di tempat yang ditentukan Dina, sebagai bukti, wanita itu meminta struk pembayaran.Bukan hanya malu karena bolak-balik, Putri juga malu karena menjadi pusat perhatian di jalan maupun di

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-25
  • Mencintai Kakak Ipar   Bagian 12 : Insiden Makan Malam

    ***Radit membuka mata tepat jam 8 malam. Ia segera mandi dan keluar kamar. Tidak berniat membangunkan istrinya yang terlihat sangat nyenyak."Dir, ngga ada makanan?" tanya Radit setelah berkunjung ke dapur. Pria itu kembali menghampiri adik iparnya yang berada di sofa ruang tamu. Kemudian bertanya."Ngga ada, Mas. Kan biasanya kak Dina yang nyiapin semua. Ini ... aku juga udah laper banget. Kak Dina ngapain, sih?" tanyanya. Dira menaruh ponsel di pahanya dan memegang perutnya yang sebenarnya tidak lapar sama sekali. Gadis itu baru saja balik dari makan warung di depan gang. Namun, mengompori dengan maksud lain."Dina lagi tidur. Kecapean. Ya udah, mending kamu masak. Ada bahan kan di dapur?"Dira membulatkan mata. Apa? Masak? Itu adalah hal yang tidak pernah ia lakukan."Aku ngga bisa, Mas. Terlalu lemes, ngga bisa banyak gerak," ucapnya beralasan.Radit

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-27
  • Mencintai Kakak Ipar   Bagian 13 : Hasutan

    ***"Aunty senang ngga tinggal di sini?"Pertanyaan itu membuat Putri menghentikan aktifitas menyelimuti tubuh merek berdua. Gadis itu pun menatap keponakannya dengan senyum yang terpaksa. Tadi, setelah selesai makan malam, mereka sempat nonton bersama di ruang keluarga, tetapi saat Radit berpamitan masuk kamar, Diana pun meminta masuk ke kamar."Senang."Jawaban palsu Putri sukses membuat Diana tersenyum manis. Gadis kecil itu langsung memeluk Putri yang tidur terlentang. Ia bahkan tidur di lengan Auntynya."Diana juga senang ada Aunty di rumah ini.""Kenapa senang?""Ada teman main.""Emang suka main sama Aunty Putri?"Tanya jawab pun terjadi."Suka banget. Aunty itu baik, perhatian lagi. Coba Aunty itu mama aku, pasti senang banget."Baik dan perhatian, kapan? Sepertinya ia di rumah ini

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-29

Bab terbaru

  • Mencintai Kakak Ipar   Insiden Makan Bersama

    ***"Ibu besok mau pulang ya Nak Radit," ucap Amalia saat mereka semua, Dina, Dira, Diana, dirinya dan Radit tengah makan malam bersama."Kok cepat, Bu? Baru juga seminggu," ucap Radit menatap mertuanya."Udah kelamaan ibu di sini. Diana udah sehat, ibu punya tanggung jawab di kampung. Jadinya harus pulang." Amalia menatap Diana yang sedang makan dalam diam."Kalau gitu besok Radit antar ke terminal," ucap Pria itu setelah minum air mineral. Dia sudah selesai makan."Iya. Makasih, Nak." Amalia tersenyum manis. Kembali melahap makanannya.Dina dan Dira, dua wanita itu tidak ada respon apapun tentang momen izin pamit ibunya. Terlalu fokus menikmati makanan lezat yang terhidang di atas meja."Diana, mau nambah, Sayang?" tawar Radit.Diana tidak menjawab. Namun, gadis kecil itu menggeleng.Radit menghela napas. Semenjak pulang

  • Mencintai Kakak Ipar   Membahas Putri

    ***"Pa, aunty Putri belum datang?" tanya Diana. Rasa rindu dua hari tidak bertemu sudah tidak bisa dibendung lagi."Belum, Sayang. Sebentar lagi. Mungkin masih di jalan. Sabar, ya." Radit mengusap puncak kepala anaknya. "Papa cari makan dulu, ya? Diana mau makan apa?" tanyanya."Terserah Papa aja.""Ya sudah. Papa keluar dulu. Kamu sama Mama."Diana mengangguk. Gadis yang duduk bersandar di bantal itu tersenyum manis pada Papanya.Radit membalas senyuman anaknya itu. Pria itupun berdiri dan berjalan ke pintu. Namun, menghentikan langkah dan menoleh ke arah sofa. Melihat istrinya yang sibuk dengan ponselnya."Di, titip anakku," ucap Radit yang sukses mengambil perhatian Dina wanita itu menatap ke arah suaminya yang sudah kembali melangkah keluar ruangan. Alis matanya bertaut. Titip anakku? Bukannya Diana juga anaknya? Aneh sekali suaminya.

  • Mencintai Kakak Ipar   Penganggu

    ***Putri mengajak Tama ke rumah sakit lagi. Kali ini dia ingin melihat sendiri alias mengintip, memastikan kalau keponakannya itu baik-baik saja."Kita ngga bawa buah tangan?" tanya Tama. Mereka baru saja sampai di parkiran."Ngga usah, Mas. Cuma pengen liat aja. Habis itu pulang." Setelah berbicara, Putri keluar dari mobil, begitu juga Tama."Elo sayang banget sama dia, ya."Putri mengangguk setuju. "Diana itu adalah teman pertamaku di kota ini, Mas.""Kalau gue yang keberapa?" tanya Tama iseng.Putri menoleh. Kemudian tersenyum lebar. "Mas yang ke tiga. Pertama, Diana. Kedua itu mas Radit."Tama mengangguk. "Oke. Ya udah, ayo kita masuk," ajaknya."Ayo, Mas." Putri mengangguk dan mereka berdua pun beriringan berjalan masuk ke bangunan rumah sakit."Kalau elo ketahuan?" tanya Tama.Putri

  • Mencintai Kakak Ipar   Dina Terancam

    ***Tama menjemput Putri setelah menelepon. Sesuai janji semalam, mereka menuju ke toko pakaian bayi. Masuk beriringan dan kini berhadapan dengan berbagai pakaian bayi yang terlihat imut tersusun rapi di rak."Kalau adik Mas Tama beneran perempuan, pakaiannya yang ini aja, imut." Putri menunjuk setelan baju tidur bergambar panda."Boleh." Tama mengambil dua lembar. "Yang mana lagi yang bagus?" tanyanya."Ini juga bagus." Putri kembali menunjuk. Namun, kali ini jaket bulu warna pink. "Ini, ini dan ini." Gadis itu sekarang bukan hanya menunjuk, tetapi sudah mengambil topi, sepatu, kaos kaki yang menurutnya imut dan itu mengundang senyum Tama."Aku ambil troli dulu," ucap Tama dan Putri mengangguk. Gadis yang ditinggal itu kembali mengambil satu jaket lagi dan beberapa topi dan kaos kaki."Put," panggil Tama. Pria itu sungguh cepat. Kini sudah berada di belakang Putri bersama

  • Mencintai Kakak Ipar   Kemungkinan

    ***Radit mengecup kening Dina yang cemberut, setelahnya pria itu keluar dari ruangan anaknya, pulang ke rumah untuk bersiap berangkat kerja. Ada meeting penting yang harus dihadiri dan berjanji setelah selesai, akan langsung menemui Diana lagi."Ma, mau pipis." Diana berkata pada Dina yang berada di depan pintu. Walaupun kesal, wanita itu tetap mengantar kepergian suaminya dan mengiyakan saat pria tercinta mengatakan untuk baik-baik menjaga anak mereka."Mama mau cari makan. Kamu pipis sendiri saja." Dina masuk kembali ke ruangan hanya untuk mengambil ponsel dan tas selempang, setelahnya berjalan keluar. Kekesalan tadi malam masih berefek sampai pagi ini dan melihat Diana, membuatnya teringat Bagas, ayah biologisnya yang seenaknya meninggalkannya saat sedang mengandung dan sekarang datang disaat dia sudah move on juga bahagia. Menurutnya, sifat anak dan bapak itu sama aja. Sama-sama menyebalkan.***

  • Mencintai Kakak Ipar   Bantuan Tama

    ***"Kak Dina belum masuk ruangan?" tanya Putri saat dia kembali dari toilet."Belum? Emang dia ngga ada di dalam?" tanya Mita yang heran dengan pertanyaan Putri."Tadi hampir ketemu di toilet. Untung cepat sembunyi," ucap Putri."Kenapa harus sembunyi?" tanya Tama. "Hadapi aja. Kalau perlu bantuan, gue bantu."Putri tersenyum. Entah dengan cara apa berterima kasih dengan pria tampan ini. "Bukan sekarang. Keadaan masih panas. Sekarang Mas Tama masuk dan serahin boneka serta makanan itu. Aku sama Mita tunggu di mobil.""Ya udah." Tama mengangguk. Kemudian segera berjalan ke ruangan Diana. Sedangkan Putri menarik tangan Mita menuju parkiran.**Tama mengetuk. Kemudian membuka pintu perlahan. Matanya langsung beradu dengan mata Radit, setelahnya Diana."Selamat malam, Mas, Diana," ucap Tama ramah."Om baik,"

  • Mencintai Kakak Ipar   Beli Boneka

    ***Putri mengajak Mita ke toko boneka. Rencananya dia mau membeli boneka panda buat keponakannya itu. Dia yang tidak bisa menemani, berharap pemberiannya bisa."Put, kamu ngga ada niat mau pindah kota, kan?" tanya Mita. Sahabatnya itu kekeh mengajaknya membeli barang kenang-kenangan."Ngga tau, Mit. Pikir nanti aja. Kita beli aja dulu boneka, habis itu antar ke rumah sakit dan pulang. Kamu pasti udah ngantuk." Putri membuka pintu Toko boneka. Langsung melihat sekeliling. Banyak sekali boneka dengan berbagai ukuran."Beli yang kecil aja. Biar bisa dibawa-bawa," ucap Mita."Iya, tapi ngga kecil-kecil banget.""Iya. Mau boneka apa?" tanya Mita."Panda aja. Gemuk tuh, ya, jadi enak di peluk.""Kayak gue dong?""Bener." Putri menyengir. Setelahnya, Gadis itu menggandeng Mita. Menariknya menuju rak pojok. Mengambil boneka panda

  • Mencintai Kakak Ipar   Chat Asing

    ***Putri menarik Mita untuk bersembunyi dibalik tembok. Saat berbelok, matanya langsung melihat Dina dan Dira berdiri berhadapan, terlihat serius mengobrol di depan ruangan Diana di rawat."Kenapa?" tanya Mita yang kaget."Ada kak Dira dan Dina," ucap Putri. Gadis itu kini sedang mengintip. Jarak yag tidak jauh membuatnya bisa sedikit mendengar percakapan dua orang itu."Maksud kamu apa sok perhatian sama Diana dan mas Radit?"Alis mata Putri bertaut. Dina bertanya sinis pada Adik tersayangnya. Kok tumben?"Perhatian sama ipar dan ponakan bukannya wajar, Kak?" tanya Dira santai."Ngga wajar. Harusnya kamu abai. Perhatian buat mereka cukup kakak yang kasih. Liat, gara-gara kamu mas Radit nyinggung kakak."Dira mendengkus. "Kakak abai, sih. Masak anaknya sakit malah duduk di sofa dan main ponsel. Ya udah, gue sebagai aunty yang baik, kasih

  • Mencintai Kakak Ipar   Perhatian Dira

    ***"Put, kamu belum tidur?" tanya Mita. Gadis gemuk itu baru saja pulang dari kerja. Wajah lelahnya nampak jelas. Langsung menuju kamar mandi tanpa mendengar jawaban dari Putri yang duduk di atas kasur sembari melihat ponsel di depannya.Putri menghela napas. Dia mengambil ponsel, menatap sendu. Kemudian meletakkan lagi benda pipih itu ke atas kasur. Dia dari tadi sedang bimbang antara mengaktifkan ponsel apa tidak. Aktif, berarti siap menghadapi apapun. Telepon dari Dina, Dira dan ibu Amalia, tetapi tidak mengaktifkan, dia ingin tau kabar tentang Diana."Put, kenapa belom tidur?" tanya Mita yang baru keluar dari kamar mandi. Gadis gemuk itu terlihat segar. Selesai mandi.Putri menghela napas. "Menurutmu, apa yang aku lakukan ini benar, Mit?" tanya gadis itu sembari menatap sahabatnya.Mita duduk bersila di depan Putri. Sambil menggosok rambut basahnya, gadis itu tersenyum. "Bener pakek b

DMCA.com Protection Status