Aku harus menahan James, ini adalah momen yang penting.Aku tidak menahan para petinggi yang lain demi menyelamatkan diri sendiri. Ini bukan saat yang tepat untuk mendesak Jasmine. Sebaliknya, aku ingin membuat Jasmine mundur dan mengalah.Tidak disangka, selanjutnya malah Jack yang buka suara. "Ada masalah apa sampai dibawa ke kantor? Ini tempat bekerja, mari bicarakan di rumah."Sebagai kepala keluarga, Jack menegur tindakan Maya yang dianggap kurang ajar. "Makin lama makin tidak tahu sopan santun."Meskipun tidak sungkan membalas teguran Jack, aku masih memanggilnya dengan sopan. "Ayah lagi menegur aku? Sebentar lagi Ayah lihat sendiri siapa yang tidak tahu sopan santun. Ayah harus melihat dan mendengarkan baik-baik, biar tahu siapa yang perlu diajari tata krama.""Maya, jaga sikapmu!" Harry marah melihat sikapku. Sejak dinikahi Harry, aku tidak pernah berbicara seperti ini kepada anggota Keluarga Sinjaya. Mereka sudah terbiasa dengan sikapku yang lemah lembut.Aku bangkit berdiri.
Raut wajah Harry terlihat masam saat mendengar jawaban Jasmine. Sorotan matanya tampak galak. "Apa lagi yang mau kamu katakan?""Apa yang mau aku katakan? Aku rasa kamu dan Jasmine tahu apa yang ingin kukatakan." Aku membalas tatapan Harry tanpa takut. "Cepat atau lambat, kebusukan kalian bakal ketahuan. Kamu nggak perlu kaget, ini namanya konsekuensi.'Aku tidak menyangka, Jasmine masih berada di tempat saat Taufan membawaku pergi.Giana memahami kode yang aku berikan, dia menatapku sambil bertanya, "Maya, jangan sungkan-sungkan, apakah dia membuatmu marah? Aduh, kamu ini, anak nakal ....""Apa-apaan kamu? Kenapa malah menyalahkan anakmu sendiri?" Jack memarahi istrinya. "Kita belum tahu apa yang terjadi, jangan asal memarahi anakmu. Harusnya kamu di rumah saja, tidak perlu ikut."Aku tersenyum sinis mendengar ucapan Jack. Tampaknya Jack telah dibutakan.Selama ini Jack selalu memanjakan putrinya. Jika Jack tidak memanjakan putrinya, Jasmine tidak mungkin tumbuh sebagai wanita yang so
Suara rekaman terdengar jelas. Rekaman tersebut direkam saat berada di Bar Arandall.Di dalam rekaman, terdengar suara tawa Jasmine yang bergema memenuhi seluruh ruangan. Aku memperhatikan ekspresi Jasmine.Pembicaraan di dalam rekaman tersebut tidak senonoh. Meskipun sudah mengalami secara langsung, aku masih bergidik saat mendengar rekaman ulangnya. Hatiku terasa sakit, aku tak dapat membendung air mata yang mengalir membasahi wajahku."Maya, sialan! Kamu menjebakku? Aku akan menghabisimu!" Jasmine tercengang mendengar isi rekaman yang aku putar.Di saat Jasmine menyerangku, Fanny telah mengambil ancang-ancang, lalu mengadang dan menendangnya. Jasmine terjatuh ke atas sofa, matanya tampak memerah seperti seekor binatang buas. Dia mengambil asbak yang ada di atas meja, lalu melemparkannya ke arahku.Untungnya aku gesit dan segera menghindar. Asbak tersebut jatuh ke lantai dan pecah berserakan.Semua orang di dalam ruangan membelalak. Giana menggelengkan kepala, dia tidak memercayainya
Aku menatap Jasmine dengan tegas. "Aku nggak ada hubungan apa pun sama Taufan. Tanyakan saja sama kakakmu!""Apa maksudmu? Berhenti berbohong!" Jasmine menatapku dengan jengkel.James adalah orang yang cerdas, dia berusaha membujukku. "Maya, jangan terlalu banyak bicara."Aku memahami kode yang diberikan James. Dia khawatir aku tidak mampu menangani situasi ini dan malah mengungkap rahasianya. Namun, apakah aku perlu menjual namanya demi melawan Harry dan Jasmine?Aku melirik James, lalu berjalan ke hadapan Jasmine dan bertanya secara lugas, "Saat aku terjebak hujan di bandara, kalian lagi bermesraan di tempat tidurku, 'kan? Saat anakku demam tinggi, Harry nggak memberikan uang sepeser pun kepadaku, dia malah pergi ke hotel untuk menemuimu. Kamu lupa, ya? Padahal kamu yang mengirimkan foto kemesraan kalian padaku."Jasmine mulai panik, tanpa sadar dia melangkah mundur sambil melirik Harry.Aku tersenyum sinis. "Atau kalian terlalu sering melakukan hubungan yang menjijikkan ini sampai l
Tiba-tiba Harry berteriak ketakutan.Sebelum menyadari apa yang terjadi, aku melihat sebuah sosok yang berlari mendekat untuk mengadang jalanku."Bugh!" Sebuah sosok yang tinggi berlutut di hadapanku."Maya, sayang, istriku, jangan pergi. Aku mengakui kesalahanku, aku minta maaf. Aku menyesal, tolong jangan pergi." Harry menggenggam erat tanganku. Raut wajahnya terlihat penuh penyesalan. "Sayang, aku minta maaf."Harry menampar dirinya sendiri sambil berkata, "Aku berjanji akan berubah. Aku berjanji tidak akan melakukan kesalahan yang sama. Tolong berikan aku kesempatan."Tanpa pikir panjang, Jasmine maju untuk menarik Harry. "Kak, apa yang kamu bicarakan? Kamu janji akan menceraikannya begitu Bright Celestial menandatangani kontrak kerja sama. Kamu yang bilang nggak pernah mencintai dia, kamu menikahi dia demi menaikkan derajat keluarga kita. Lagi pula semua orang terlanjur sudah tahu, apa yang kamu takutkan?"Aku melirik Jasmine, lalu bertanya kepada Harry, "Kamu ngomong begitu?""Ja
Hana yang selama ini diam pun mulai melakukan perlawanan. Pertama adalah sertifikat palsu yang dibuat Harry terungkap. Kemudian, kehidupan pribadi Jasmine yang berantakan serta seluruh aset yang berada di bawah namanya juga terkuak. Satu per satu skandal mereka pun muncul ke permukaan.Beberapa hari ini Harry kelelahan mengurus semua gosip yang beredar. Dia masih berusaha untuk menutupi kebusukannya.Dua hari lagi adalah penandatanganan kerja sama dengan Bright Celestial. Namun hingga detik ini, Harry sama sekali tidak berencana untuk memenuhi permintaanku. Dia tidak bersedia menyerahkan semua aset yang dimiliki kepadaku.Pada hari senin, Harry menerima kabar bahwa Bright Celestial ingin menunda penandatanganan kontrak. Harry panik, dia tidak ingin kehilangan kesempatan emas ini.Ketika menjengukku di rumah sakit, Harry terlihat tidak fokus dan lesu. Aku menyuruhnya untuk mengurus prosedur kepulanganku. Aku mau membawa anakku pindah rumah, aku tidak mau anakku terlalu lama diasuh Kelua
Ketika mengantar Adele pulang, Giana membeli berbagai macam sayuran dan bunga segar untukku. Dia berusaha untuk menyanjungku, tapi aku tidak terharu. Apalagi semua barang-barang ini dibeli dengan menggunakan uangku.Aku tidak asal bicara, 80% klien yang didapatkan Aurous Construction adalah hasil jerih payahku.Aku tebak, tampaknya malam ini mereka ingin mengadakan pesta di sini.Begitu pulang, Adele berlari ke kamarnya dan terus bergumam, "Aku kangen Nenek."Aku tahu anakku sedang berusaha untuk menghiburku. Giana sibuk sejak tadi, pada siang hari Jack datang ke rumahku. Sejak kejadian kemarin, citra mertua di dalam benakku sudah hancur.Hari ini Harry pulang lebih awal daripada biasanya. Semua anggota Keluarga Sinjaya berkumpul di rumahku, kecuali Jasmine.Saat makan, Harry terus berusaha menyanjungku. Dia mengatakan ingin mengadakan pesta peringatan pernikahan pada hari jumat malam. Dia telah memesan aula Fortune.Aku tidak memedulikannya mereka yang berlagak antusias memperingati h
Di saat Harry selesai berpidato, aku melihat sebuah sosok gagah, tinggi, dan tampan yang berdiri di tengah kerumunan. Entah kenapa tiba-tiba jantungku berdegup kencang, rasanya aku ingin bersembunyi. Aku tidak ingin dia melihatku di situasi seperti ini.Harry juga melihat kedatangan Taufan. Harry bergegas merangkul dan mengajakku untuk menyapa Taufan.Sebenarnya Harry mengadakan pesta ini demi menyelamatkan proyek bersama Bright Celestial. Walaupun bukan Pak Marvin yang datang, aku yakin Harry lebih mengharapkan kedatangan Taufan.Harry dan Taufan berjabat tangan. Harry bersikap antusias, sementara Taufan tetap terlihat elegan seperti biasanya. Taufan datang bersama bawahannya. Bawahannya menyerahkan hadiah yang telah disiapkan, tetapi aku tidak mendengar Taufan memberikan ucapan selamat. Sikap Taufan yang acuh justru membuatku merasa lebih nyaman.Taufan adalah pria yang hebat, aku tidak dapat menyembunyikan apa pun darinya. Sejujurnya sandiwara ini membuatku merasa agak canggung.Di
Aku menenangkan diri untuk sesaat. Kemudian, aku menyalakan mobil dan perlahan-lahan meninggalkan jalan kecil itu. Dari persimpangan di depan, aku kembali ke jalan utama. Pada saat ini, kemacetan sudah agak mendingan. Aku langsung bergegas pulang ke rumah.Ibuku langsung merasa lega begitu melihatku sudah sampai di rumah. Dia buru-buru mulai memasak makanan. Jarang sekali aku bisa makan bersama mereka di rumah seperti ini.Begitu mendengar jika aku ingin makan di rumah, kedua orang tuaku langsung menunggu kepulanganku. Ibuku mengatakan, makanan yang paling enak adalah makanan yang baru dimasak.Setelah makan malam, aku menelepon Fanny dan bertanya apakah dia sedang ada di rumah. Fanny mengatakan jika dirinya baru saja sampai di rumah. Oleh karena itu, aku mengajak Adele jalan-jalan dan pergi menemui Fanny.Sudah beberapa hari aku tidak bertemu dengan Fanny. Begitu melihatku, Fanny langsung menanyakan tentang Taufan. Aku hanya bisa menggelengkan kepala tanpa daya.Fanny mengatakan, akhi
Entah kenapa, pada saat itu, punggungku terasa dingin dan merinding. Aku merasa ngeri saat memikirkannya. Bayangkan saja, manusia yang masih hidup dan baik-baik saja ditabrak mobil hingga tewas saat dalam perjalanan menemui diriku. Mungkinkah semua ini hanya kebetulan belaka?Selain itu, dia hanya ingin menyampaikan informasi mengenai Taufan kepadaku. Hanya sebuah informasi. Akan tetapi, apakah semua itu harus ditebus dengan mengorbankan nyawanya? Bagaimana mungkin orang yang begitu lembut itu sekarang dibilang sudah meninggal …Semua ini makin membuatku mengerti jika situasinya tidaklah sesederhana itu.Melihat Danny yang buru-buru pergi, makin aku memikirkannya, makin aku merasa jika ada yang tidak beres. Kenapa polisi tidak menanyakan apa pun mengenai Taufan kepadaku? Bukankah itu adalah pertanyaan yang paling penting? Apakah mungkin bagi mereka untuk mengabaikan pertanyaan sepenting itu?Selain itu, jika sudah dipastikan bahwa sopir mobil karavan kecil itu mabuk dan Bastian meningg
Yang datang ke kantorku adalah dua petugas berseragam polisi.Hal ini membuatku agak terkejut dan bingung. Apa yang menyebabkan polisi mendatangiku di kantor?Aku mempersilakan mereka untuk duduk dan menatap mereka. Salah satu dari mereka bertanya kepadaku dengan sangat serius, “Bolehkah aku bertanya padamu? Apa kamu kenal Bastian Luzman?”“Siapa?” Aku agak bingung dan langsung menyangkalnya. “Aku nggak kenal.”Petugas polisi itu langsung menatapku dengan tajam. Jelas, dia tidak percaya dengan jawabanku. Kemudian, dia melirik rekannya dan berkata, “Mana fotonya?”Polisi satunya buru-buru mengeluarkan foto dari tas kerja yang dipegangnya dan menyerahkannya kepadaku. “Perhatikan baik-baik orang yang ada di foto ini.”Aku menerima foto tersebut dengan kedua tanganku dan melihat orang yang ada di foto itu. Dia adalah seorang pria. Wajahnya terlihat cukup tampan. Sepertinya dia adalah seorang mahasiswa yang masih berusia sekitar 20 tahun.Aku menggelengkan kepalaku dan berkata dengan tegas,
Orang yang meneleponku itu adalah seorang pria asing. Dia memintaku untuk menemuinya seorang diri. Pria itu mengatakan bahwa dia punya informasi mengenai Taufan.Aku menanyakan siapa dirinya. Namun, pria itu langsung menutup teleponnya. Akan tetapi, dia mengirimkan pesan kepadaku, berupa sebuah alamat. Sepertinya, alamat tersebut merupakan lokasi di mana kami akan bertemu nanti.Tanpa berpikir panjang, aku langsung mengambil tasku dan turun ke bawah.Setelah mengatur navigasi, aku langsung menuju ke tempat yang dia sebutkan sebelumnya. Hatiku merasa cemas. Dalam beberapa hari terakhir, inilah pertama kalinya aku mendengar ada seseorang yang memberitahuku bahwa dia memiliki informasi mengenai Taufan.Aku bahkan tidak memikirkan apakah informasinya itu benar atau salah. Sekalipun salah, aku tetap ingin mendengar apa yang ingin dia katakan. Setidaknya, itu lebih baik daripada aku tidak tahu apa-apa.Dalam beberapa hari terakhir, kecelakaan mobil yang menimpa Taufan seakan-akan tidak perna
Hatiku langsung berdebar kencang saat melihat nama yang muncul di layar ponselku adalah nama Luna.“Luna, kalau kamu mau bicara omong kosong, sebaiknya hentikan saja. Aku sedang malas berurusan denganmu.” Aku mengangkat telepon dan langsung berkata kepada Luna. “Informasi mengenai Taufan, kalian mau mengatakannya atau nggak, aku pasti akan tetap mengetahuinya.”“Hahaha … Kak Maya, kayaknya kamu benar-benar cemas.” Luna terlihat aneh saat mengetahui kecemasanku. Sikapnya begitu menyenangkan. “Kayaknya Kakak marah besar.”“Kayaknya kamu lagi nggak ada kerjaan ya?” Setelah berkata seperti itu, aku langsung menutup teleponnya. Aku tahu betul. Makin aku memedulikannya, Luna akan makin menjadi-jadi.Benar saja. Ponsel di tanganku kembali berdering. Aku menahan diri dan baru mengangkatnya setelah berdering beberapa kali. “Jangan menguji kesabaranku.”“Hahaha … Kak Maya, aku cuma ingin memberitahumu kalau dia baik-baik saja. Sungguh.” Nada bicara Luna menyiratkan jika dia bersukacita atas musi
Bagai membuka pintu misterius, aku buru-buru melangkahkan kakiku dan masuk ke dalam. Aku memeriksa setiap ruangan yang ada, tetapi tidak ada seorang pun di sana.Sampai-sampai seorang perawat membentakku dengan tegas, “Apa yang kamu lakukan? Ini ruang steril. Bagaimana kalian bisa masuk ke sini? Cepat keluar!”Aku mencengkeramnya dengan satu tanganku. “Kalau begitu, katakan padaku. Di mana orang yang barusan kalian selamatkan? Bagaimana keadaannya?”“Cepat keluar! Orang yang diselamatkan apa? Banyak yang kami selamatkan.” Perawat itu berusaha melepaskan diri dari cengkeramanku dan mendorong kami keluar. “Cepat keluar!”“Pak Taufan. Pak Taufan yang barusan kalian selamatkan. Bagaimana keadaannya?” Aku masih belum mau menyerah.Perawat itu terlihat marah dan langsung mendorongku keluar. “Aku nggak tahu.”Kemudian, pintu dibanting dengan keras sampai berbunyi ‘brak’ dan terdengar suara kunci pintu yang diputar dari dalam.Aku bersandar di dinding dengan putus asa dan agak hilang akal. Aku
Tatapanku menjadi tegang. Jantungku kembali berdegap kencang. Aku mengulurkan tanganku dan mendorong Luna yang menghalangi di depanku. Luna terhuyung-huyung dan hampir jatuh tersungkur beberapa langkah ke samping. Aku tidak peduli. Aku buru-buru berlari menuju koridor. Namun, para pengawal berpakaian hitam itu tetap saja menghalangiku.Aku melihat dokter sedang menjelaskan sesuatu kepada Cynthia di depan pintu. Akan tetapi, aku sama sekali tidak bisa mendengar apa yang mereka bicarakan.Tidak sampai dua menit, dokter itu sudah berbalik dan kembali masuk ke ruang gawat darurat. Yang bisa kulihat hanyalah sarung tangan yang dikenakannya berlumuran darah yang mengerikan.Mataku tertuju pada Cynthia. Aku melihat Cynthia masih berdiri di tempatnya dengan tatapan kosong. Ekspresinya sangat aneh. Aku tidak tahu apakah yang disampaikan dokter tadi adalah kabar baik ataukah kabar buruk.Cynthia tertegun untuk waktu yang lama, sebelum akhirnya mengatakan sesuatu kepada Fara yang ada di belakangn
Telepon berdering untuk waktu yang lama sebelum akhirnya Danny mengangkatnya. Aku berkata kepada Danny dengan suara bergetar, “Danny … kamu di mana? Tolong selidiki …. Sesuatu terjadi pada Taufan …. Dia mengalami kecelakaan mobil di jalan tol menuju bandara …”“Jangan khawatir, Kak Maya. Aku sudah langsung menyelidikinya begitu mendapat kabar.” Mungkin, karena mendengar suaraku yang tidak jelas, Danny pun menghiburku. “Kakak ada di mana?”“Aku di rumah sakit.” Aku menarik napas dalam-dalam. “Ceritakan hasil penyelidikanmu padaku.”“Itu pasti. Jaga diri Kakak baik-baik. Apa Kak Maya ingin aku menyuruh Shea untuk menemani Kakak di rumah sakit?” tanya Danny kepadaku. Mungkin saja dia merasa jika suasana hatiku sedang tidak baik.“Aku nggak apa-apa,” jawabku cepat-cepat. Kemudian, aku bertanya kepada Danny, “Apa kamu tahu bagaimana kondisi cedera yang dialami Taufan?”Di ujung telepon, Danny terdiam selama beberapa saat. Kemudian, dia berkata, “Menurut para saksi mata … lukanya sangat para
Wajah Cynthia tampak begitu muram dan menakutkan. Dia duduk jauh di sana sambil menegakkan punggungnya. Matanya menyiratkan aura ganas, yang sama sekali tidak terdapat kehangatan di dalamnya. Mata Cynthia itu membuatku tanpa sadar teringat pada posisi seekor ular sebelum melancarkan serangan pada musuhnya.Kejam, ganas, dan menakutkan.Aku menenangkan diri sebentar. Sebenarnya, saat melihat Cynthia, aku sudah yakin jika orang di dalam ruangan itu pastilah Taufan. Rasa takut yang belum pernah kurasakan sebelumnya memenuhi dadaku. Aku kembali menatap pintu ruang gawat darurat yang tertutup rapat dan berdoa dalam hati agar tidak terjadi apa-apa.“Kenapa? Apa kamu mau membuat keributan dengan datang kemari?” Nada bicara Cynthia begitu dingin. Matanya yang bagaikan elang terus saja menatap wajahku.Aku menarik napas dalam-dalam, menggertakkan gigiku, dan berjalan menghampirinya. Seketika itu juga, aku bisa merasakan apa yang dirasakan orang yang ada dalam ruangan itu. Hal tersebut langsung