Tiba-tiba Harry berteriak ketakutan.Sebelum menyadari apa yang terjadi, aku melihat sebuah sosok yang berlari mendekat untuk mengadang jalanku."Bugh!" Sebuah sosok yang tinggi berlutut di hadapanku."Maya, sayang, istriku, jangan pergi. Aku mengakui kesalahanku, aku minta maaf. Aku menyesal, tolong jangan pergi." Harry menggenggam erat tanganku. Raut wajahnya terlihat penuh penyesalan. "Sayang, aku minta maaf."Harry menampar dirinya sendiri sambil berkata, "Aku berjanji akan berubah. Aku berjanji tidak akan melakukan kesalahan yang sama. Tolong berikan aku kesempatan."Tanpa pikir panjang, Jasmine maju untuk menarik Harry. "Kak, apa yang kamu bicarakan? Kamu janji akan menceraikannya begitu Bright Celestial menandatangani kontrak kerja sama. Kamu yang bilang nggak pernah mencintai dia, kamu menikahi dia demi menaikkan derajat keluarga kita. Lagi pula semua orang terlanjur sudah tahu, apa yang kamu takutkan?"Aku melirik Jasmine, lalu bertanya kepada Harry, "Kamu ngomong begitu?""Ja
Hana yang selama ini diam pun mulai melakukan perlawanan. Pertama adalah sertifikat palsu yang dibuat Harry terungkap. Kemudian, kehidupan pribadi Jasmine yang berantakan serta seluruh aset yang berada di bawah namanya juga terkuak. Satu per satu skandal mereka pun muncul ke permukaan.Beberapa hari ini Harry kelelahan mengurus semua gosip yang beredar. Dia masih berusaha untuk menutupi kebusukannya.Dua hari lagi adalah penandatanganan kerja sama dengan Bright Celestial. Namun hingga detik ini, Harry sama sekali tidak berencana untuk memenuhi permintaanku. Dia tidak bersedia menyerahkan semua aset yang dimiliki kepadaku.Pada hari senin, Harry menerima kabar bahwa Bright Celestial ingin menunda penandatanganan kontrak. Harry panik, dia tidak ingin kehilangan kesempatan emas ini.Ketika menjengukku di rumah sakit, Harry terlihat tidak fokus dan lesu. Aku menyuruhnya untuk mengurus prosedur kepulanganku. Aku mau membawa anakku pindah rumah, aku tidak mau anakku terlalu lama diasuh Kelua
Ketika mengantar Adele pulang, Giana membeli berbagai macam sayuran dan bunga segar untukku. Dia berusaha untuk menyanjungku, tapi aku tidak terharu. Apalagi semua barang-barang ini dibeli dengan menggunakan uangku.Aku tidak asal bicara, 80% klien yang didapatkan Aurous Construction adalah hasil jerih payahku.Aku tebak, tampaknya malam ini mereka ingin mengadakan pesta di sini.Begitu pulang, Adele berlari ke kamarnya dan terus bergumam, "Aku kangen Nenek."Aku tahu anakku sedang berusaha untuk menghiburku. Giana sibuk sejak tadi, pada siang hari Jack datang ke rumahku. Sejak kejadian kemarin, citra mertua di dalam benakku sudah hancur.Hari ini Harry pulang lebih awal daripada biasanya. Semua anggota Keluarga Sinjaya berkumpul di rumahku, kecuali Jasmine.Saat makan, Harry terus berusaha menyanjungku. Dia mengatakan ingin mengadakan pesta peringatan pernikahan pada hari jumat malam. Dia telah memesan aula Fortune.Aku tidak memedulikannya mereka yang berlagak antusias memperingati h
Di saat Harry selesai berpidato, aku melihat sebuah sosok gagah, tinggi, dan tampan yang berdiri di tengah kerumunan. Entah kenapa tiba-tiba jantungku berdegup kencang, rasanya aku ingin bersembunyi. Aku tidak ingin dia melihatku di situasi seperti ini.Harry juga melihat kedatangan Taufan. Harry bergegas merangkul dan mengajakku untuk menyapa Taufan.Sebenarnya Harry mengadakan pesta ini demi menyelamatkan proyek bersama Bright Celestial. Walaupun bukan Pak Marvin yang datang, aku yakin Harry lebih mengharapkan kedatangan Taufan.Harry dan Taufan berjabat tangan. Harry bersikap antusias, sementara Taufan tetap terlihat elegan seperti biasanya. Taufan datang bersama bawahannya. Bawahannya menyerahkan hadiah yang telah disiapkan, tetapi aku tidak mendengar Taufan memberikan ucapan selamat. Sikap Taufan yang acuh justru membuatku merasa lebih nyaman.Taufan adalah pria yang hebat, aku tidak dapat menyembunyikan apa pun darinya. Sejujurnya sandiwara ini membuatku merasa agak canggung.Di
Aku ditarik masuk ke dalam ruang tersebut, lalu disusul dengan suara pintu yang ditutup. Seketika, aku pun mencium aroma parfum yang familier.Aku mengangkat kepala, sebuah sosok yang tampan berdiri di depanku. "Tunjukkan lukamu.""Kamu ngapain? Nanti ada yang curiga." Aku agak jengkel."Tunjukkan lukamu," katanya dengan arogan, dia sama sekali tidak memedulikan ucapanku.Aku terpaksa menyeka poni untuk menunjukkan lukaku. Dia mengerutkan alis saat melihat luka di dahiku, tatapannya terlihat sangat mengerikan. Sebelumnya aku tidak pernah melihatnya bersikap seperti ini.Aku langsung menurunkan poni dan menutup kembali lukaku. Aku agak gugup. "Aku baik-baik saja."Dia tersenyum sinis. "Kamu mati rasa? Luka sebesar itu tidak sakit? Kamu masokis?"Aku mengangkat kepala dan memelototinya. Namun perhatiannya membuat perasaanku tergelitik, air mata yang menggenangi mata membuat penglihatanku terasa buram.Taufan mengernyit saat melihat aku yang berusaha tegar. "Kenapa tidak meneleponku?"Aku
Aku mengatur kembali suasana hatiku, lalu merapikan diri dan kembali ke aula.Aku bersikap seolah tidak terjadi apa-apa dan menyapa para tamu serta klien perusahaan. Para klien perusahaan sangat menghargaiku, aku pun berterima kasih kepada mereka. Bagaimanapun mereka adalah orang-orang yang menyokong ekonomi keluargaku, terutama Keluarga Sinjaya.Anggota Keluarga Sinjaya terlihat bangga, terutama Jack. Dia memperkenalkan Jasmine kepada para tamu undangan.Ternyata Jasmine berpenampilan sopan untuk menutupi kasus yang sedang dihadapinya beberapa akhir-akhir ini. Kehidupan pribadinya yang berantakan terkuak ke media, jadi dia berpakaian dan bersikap ramah untuk menutupi gosip yang beredar belakangan ini. Namun sejak keluar dari ruangan bersama Taufan, aku sama sekali tidak melihat keberadaan Jasmine.Adele berada di dalam pelukan neneknya. Banyak orang yang menyukai Adele, dia cantik seperti seorang peri kecil.Hatiku luluh setiap melihat putriku. Seandainya dia bahagia terus seperti sek
Kamar tersebut diwarnai teriakan, caci maki, dan suara jepretan kamera.Lampu kamera berdekap-kedip, orang-orang masih berkumpul di dalam kamar tersebut.Aku sangat panik, aku mengangkat rokku dan menerobos masuk ke dalam kamar itu. Terlihat sepasang pria dan wanita yang duduk di tempat tidur tanpa mengenakan busana. Sang wanita tampak meringkuk dan membenamkan kepalanya di belakang punggung sang pria.Wanita itu tidak berhenti berteriak, sementara sang pria berusaha melindungi sang wanita sambil menunjuk ke arah kerumunan yang tidak berhenti mengambil foto. "Keluar! Pergi kalian semua ...."Hana berdiri di samping tempat tidur, ekspresinya terlihat puas dan arogan. Hana menarik dan menginjak selimut kasur sehingga pria dan wanita yang terciduk tidak memiliki apa pun untuk menutupi diri mereka. Di samping Hana, terdapat dua orang yang juga menginjak tumpukan pakaian pria dan wanita tersebut.Aku mematung melihat pemandangan di hadapanku. Pria yang dilabrak ini adalah Harry, suami yang
Taufan mematung di tempat, dia tidak menyangka reaksiku sekuat ini.Fanny bergegas menggendong Adele yang menangis ketakutan, lalu melirik sekilas ke arah Taufan dan menarikku pergi.Sesampainya di rumah Fanny, aku masih gemetar membayangkan pemandangan menjijikkan yang kusaksikan tadi. Aku belum makan apa-apa sejak tadi, tetapi gejolak lambung memaksaku muntah. Karena perut kosong, aku memuntahkan cairan empedu berwarna hijau yang sangat pahit.Adele berdiri di sampingku, sepasang matanya yang bulat tampak berkaca-kaca. Dia khawatir dan takut melihat kondisiku. "Mama, ayo cari Papa."Aku memeluk Adele sambil berusaha menenangkannya. "Ada Mama di sini. Mama akan selalu berada di sampingmu."Aku tidak sanggup memberi tahu Adele. Mulai sekarang, Adele akan kehilangan sosok seorang ayah selamanya.Setelah menenangkan diri, aku menghubungi Haikal untuk menanyakan beberapa hal. Aku juga meminta Fanny mencari beberapa orang untuk membantuku melakukan beberapa hal.Sekarang hanya Fanny satu-s
Aku menenangkan diri untuk sesaat. Kemudian, aku menyalakan mobil dan perlahan-lahan meninggalkan jalan kecil itu. Dari persimpangan di depan, aku kembali ke jalan utama. Pada saat ini, kemacetan sudah agak mendingan. Aku langsung bergegas pulang ke rumah.Ibuku langsung merasa lega begitu melihatku sudah sampai di rumah. Dia buru-buru mulai memasak makanan. Jarang sekali aku bisa makan bersama mereka di rumah seperti ini.Begitu mendengar jika aku ingin makan di rumah, kedua orang tuaku langsung menunggu kepulanganku. Ibuku mengatakan, makanan yang paling enak adalah makanan yang baru dimasak.Setelah makan malam, aku menelepon Fanny dan bertanya apakah dia sedang ada di rumah. Fanny mengatakan jika dirinya baru saja sampai di rumah. Oleh karena itu, aku mengajak Adele jalan-jalan dan pergi menemui Fanny.Sudah beberapa hari aku tidak bertemu dengan Fanny. Begitu melihatku, Fanny langsung menanyakan tentang Taufan. Aku hanya bisa menggelengkan kepala tanpa daya.Fanny mengatakan, akhi
Entah kenapa, pada saat itu, punggungku terasa dingin dan merinding. Aku merasa ngeri saat memikirkannya. Bayangkan saja, manusia yang masih hidup dan baik-baik saja ditabrak mobil hingga tewas saat dalam perjalanan menemui diriku. Mungkinkah semua ini hanya kebetulan belaka?Selain itu, dia hanya ingin menyampaikan informasi mengenai Taufan kepadaku. Hanya sebuah informasi. Akan tetapi, apakah semua itu harus ditebus dengan mengorbankan nyawanya? Bagaimana mungkin orang yang begitu lembut itu sekarang dibilang sudah meninggal …Semua ini makin membuatku mengerti jika situasinya tidaklah sesederhana itu.Melihat Danny yang buru-buru pergi, makin aku memikirkannya, makin aku merasa jika ada yang tidak beres. Kenapa polisi tidak menanyakan apa pun mengenai Taufan kepadaku? Bukankah itu adalah pertanyaan yang paling penting? Apakah mungkin bagi mereka untuk mengabaikan pertanyaan sepenting itu?Selain itu, jika sudah dipastikan bahwa sopir mobil karavan kecil itu mabuk dan Bastian meningg
Yang datang ke kantorku adalah dua petugas berseragam polisi.Hal ini membuatku agak terkejut dan bingung. Apa yang menyebabkan polisi mendatangiku di kantor?Aku mempersilakan mereka untuk duduk dan menatap mereka. Salah satu dari mereka bertanya kepadaku dengan sangat serius, “Bolehkah aku bertanya padamu? Apa kamu kenal Bastian Luzman?”“Siapa?” Aku agak bingung dan langsung menyangkalnya. “Aku nggak kenal.”Petugas polisi itu langsung menatapku dengan tajam. Jelas, dia tidak percaya dengan jawabanku. Kemudian, dia melirik rekannya dan berkata, “Mana fotonya?”Polisi satunya buru-buru mengeluarkan foto dari tas kerja yang dipegangnya dan menyerahkannya kepadaku. “Perhatikan baik-baik orang yang ada di foto ini.”Aku menerima foto tersebut dengan kedua tanganku dan melihat orang yang ada di foto itu. Dia adalah seorang pria. Wajahnya terlihat cukup tampan. Sepertinya dia adalah seorang mahasiswa yang masih berusia sekitar 20 tahun.Aku menggelengkan kepalaku dan berkata dengan tegas,
Orang yang meneleponku itu adalah seorang pria asing. Dia memintaku untuk menemuinya seorang diri. Pria itu mengatakan bahwa dia punya informasi mengenai Taufan.Aku menanyakan siapa dirinya. Namun, pria itu langsung menutup teleponnya. Akan tetapi, dia mengirimkan pesan kepadaku, berupa sebuah alamat. Sepertinya, alamat tersebut merupakan lokasi di mana kami akan bertemu nanti.Tanpa berpikir panjang, aku langsung mengambil tasku dan turun ke bawah.Setelah mengatur navigasi, aku langsung menuju ke tempat yang dia sebutkan sebelumnya. Hatiku merasa cemas. Dalam beberapa hari terakhir, inilah pertama kalinya aku mendengar ada seseorang yang memberitahuku bahwa dia memiliki informasi mengenai Taufan.Aku bahkan tidak memikirkan apakah informasinya itu benar atau salah. Sekalipun salah, aku tetap ingin mendengar apa yang ingin dia katakan. Setidaknya, itu lebih baik daripada aku tidak tahu apa-apa.Dalam beberapa hari terakhir, kecelakaan mobil yang menimpa Taufan seakan-akan tidak perna
Hatiku langsung berdebar kencang saat melihat nama yang muncul di layar ponselku adalah nama Luna.“Luna, kalau kamu mau bicara omong kosong, sebaiknya hentikan saja. Aku sedang malas berurusan denganmu.” Aku mengangkat telepon dan langsung berkata kepada Luna. “Informasi mengenai Taufan, kalian mau mengatakannya atau nggak, aku pasti akan tetap mengetahuinya.”“Hahaha … Kak Maya, kayaknya kamu benar-benar cemas.” Luna terlihat aneh saat mengetahui kecemasanku. Sikapnya begitu menyenangkan. “Kayaknya Kakak marah besar.”“Kayaknya kamu lagi nggak ada kerjaan ya?” Setelah berkata seperti itu, aku langsung menutup teleponnya. Aku tahu betul. Makin aku memedulikannya, Luna akan makin menjadi-jadi.Benar saja. Ponsel di tanganku kembali berdering. Aku menahan diri dan baru mengangkatnya setelah berdering beberapa kali. “Jangan menguji kesabaranku.”“Hahaha … Kak Maya, aku cuma ingin memberitahumu kalau dia baik-baik saja. Sungguh.” Nada bicara Luna menyiratkan jika dia bersukacita atas musi
Bagai membuka pintu misterius, aku buru-buru melangkahkan kakiku dan masuk ke dalam. Aku memeriksa setiap ruangan yang ada, tetapi tidak ada seorang pun di sana.Sampai-sampai seorang perawat membentakku dengan tegas, “Apa yang kamu lakukan? Ini ruang steril. Bagaimana kalian bisa masuk ke sini? Cepat keluar!”Aku mencengkeramnya dengan satu tanganku. “Kalau begitu, katakan padaku. Di mana orang yang barusan kalian selamatkan? Bagaimana keadaannya?”“Cepat keluar! Orang yang diselamatkan apa? Banyak yang kami selamatkan.” Perawat itu berusaha melepaskan diri dari cengkeramanku dan mendorong kami keluar. “Cepat keluar!”“Pak Taufan. Pak Taufan yang barusan kalian selamatkan. Bagaimana keadaannya?” Aku masih belum mau menyerah.Perawat itu terlihat marah dan langsung mendorongku keluar. “Aku nggak tahu.”Kemudian, pintu dibanting dengan keras sampai berbunyi ‘brak’ dan terdengar suara kunci pintu yang diputar dari dalam.Aku bersandar di dinding dengan putus asa dan agak hilang akal. Aku
Tatapanku menjadi tegang. Jantungku kembali berdegap kencang. Aku mengulurkan tanganku dan mendorong Luna yang menghalangi di depanku. Luna terhuyung-huyung dan hampir jatuh tersungkur beberapa langkah ke samping. Aku tidak peduli. Aku buru-buru berlari menuju koridor. Namun, para pengawal berpakaian hitam itu tetap saja menghalangiku.Aku melihat dokter sedang menjelaskan sesuatu kepada Cynthia di depan pintu. Akan tetapi, aku sama sekali tidak bisa mendengar apa yang mereka bicarakan.Tidak sampai dua menit, dokter itu sudah berbalik dan kembali masuk ke ruang gawat darurat. Yang bisa kulihat hanyalah sarung tangan yang dikenakannya berlumuran darah yang mengerikan.Mataku tertuju pada Cynthia. Aku melihat Cynthia masih berdiri di tempatnya dengan tatapan kosong. Ekspresinya sangat aneh. Aku tidak tahu apakah yang disampaikan dokter tadi adalah kabar baik ataukah kabar buruk.Cynthia tertegun untuk waktu yang lama, sebelum akhirnya mengatakan sesuatu kepada Fara yang ada di belakangn
Telepon berdering untuk waktu yang lama sebelum akhirnya Danny mengangkatnya. Aku berkata kepada Danny dengan suara bergetar, “Danny … kamu di mana? Tolong selidiki …. Sesuatu terjadi pada Taufan …. Dia mengalami kecelakaan mobil di jalan tol menuju bandara …”“Jangan khawatir, Kak Maya. Aku sudah langsung menyelidikinya begitu mendapat kabar.” Mungkin, karena mendengar suaraku yang tidak jelas, Danny pun menghiburku. “Kakak ada di mana?”“Aku di rumah sakit.” Aku menarik napas dalam-dalam. “Ceritakan hasil penyelidikanmu padaku.”“Itu pasti. Jaga diri Kakak baik-baik. Apa Kak Maya ingin aku menyuruh Shea untuk menemani Kakak di rumah sakit?” tanya Danny kepadaku. Mungkin saja dia merasa jika suasana hatiku sedang tidak baik.“Aku nggak apa-apa,” jawabku cepat-cepat. Kemudian, aku bertanya kepada Danny, “Apa kamu tahu bagaimana kondisi cedera yang dialami Taufan?”Di ujung telepon, Danny terdiam selama beberapa saat. Kemudian, dia berkata, “Menurut para saksi mata … lukanya sangat para
Wajah Cynthia tampak begitu muram dan menakutkan. Dia duduk jauh di sana sambil menegakkan punggungnya. Matanya menyiratkan aura ganas, yang sama sekali tidak terdapat kehangatan di dalamnya. Mata Cynthia itu membuatku tanpa sadar teringat pada posisi seekor ular sebelum melancarkan serangan pada musuhnya.Kejam, ganas, dan menakutkan.Aku menenangkan diri sebentar. Sebenarnya, saat melihat Cynthia, aku sudah yakin jika orang di dalam ruangan itu pastilah Taufan. Rasa takut yang belum pernah kurasakan sebelumnya memenuhi dadaku. Aku kembali menatap pintu ruang gawat darurat yang tertutup rapat dan berdoa dalam hati agar tidak terjadi apa-apa.“Kenapa? Apa kamu mau membuat keributan dengan datang kemari?” Nada bicara Cynthia begitu dingin. Matanya yang bagaikan elang terus saja menatap wajahku.Aku menarik napas dalam-dalam, menggertakkan gigiku, dan berjalan menghampirinya. Seketika itu juga, aku bisa merasakan apa yang dirasakan orang yang ada dalam ruangan itu. Hal tersebut langsung