Aku merasa seakan ditelanjangi. Jika tidak memiliki rahasia, Harry tidak mungkin berani bersikap seangkuh ini. Aku memahami watak Harry, aku sendiri pernah merasakan bagaimana dia menjebakku.Aku melirik Taufan dengan sinis, dia sama sekali tidak memedulikan harga diriku."Tidak tahu malu!" Aku melontarkan kata-kata ini untuk Harry dan Taufan. Kemudian aku membalikkan badan dan pergi."Berhenti! Maya, kamu nggak mau lihat?" Harry tidak mau melepaskanku. "Kalau kamu pergi, pertunjukan ini jadi nggak seru."Luna menggenggam lenganku, dia tersenyum canggung, seperti mencoba untuk mencairkan suasana. "Kak Maya, semua salahku. Aku nggak tahu apa yang lagi kalian bicarakan. Aku ...."Aku melirik tangannya yang menggenggam erat lenganku. Dia tidak sedang berusaha membantuku. Sebaliknya, dia malah menyiram minyak ke api panas.Manuela muncul di tengah kerumunan. Dia melirik Luna yang menarik tanganku, lalu menatap Harry yang tersenyum keji. "Pak Harry, ada keributan apa lagi?""Bu Manuela, maa
Aku menghentikan langkahku, aku langsung mengerti apa yang terjadi.Angin sepoi-sepoi terasa sejuk. Aku menuruni tangga hotel dan menunggu taksi di tepi jalan. Aku dan Oscar datang dengan mengendarai mobil Oscar, aku tidak membawa mobil. Tadi aku sengaja berbohong karena tidak ingin merepotkan Gilbert.Aku menyuruh Oscar tinggal untuk memperluas koneksi. Para tamu yang hadir di pesta berasal dari kalangan konglomerat. Ini adalah kesempatan yang bagus untuk Oscar, sayang kalau dilewatkan. Sementara Hana bisa menggali beberapa informasi penting yang mungkin akan berguna untukku.Hari ini aku merasakan ada yang aneh dengan sikap Luna. Aku juga yakin, kedatangan Taufan hari ini bukan untuk memberikan ucapan selamat kepada Gilbert.Seharusnya aku tidak datang ke pesta malam ini, aku hanya mempermalukan diri sendiri. Dulu aku terlalu memandang tinggi Harry, dia hanyalah seorang pecundang. Dibandingkan dengan Taufan dan Gilbert, Harry hanya butiran debu.Setelah masuk ke dalam taksi, bagian b
Setelah melepaskan seluruh pakaiannya, Harry langsung menindihku di atas tempat tidur. Aku menggigitnya dan menendangnya dengan sekuat tenaga, lalu berteriak minta tolong. Dia seperti seekor harimau kelaparan. Kedua matanya sangat merah, sementara mulutnya mengeluarkan suara tawa yang menakutkan."Dulu kamu nggak begini. Bukannya kamu sangat menyukaiku? Hari ini, aku akan membuatmu merasakan kenikmatan yang nggak akan pernah kamu lupakan! Hahaha ...," ucap Harry. "Harry, lepaskan aku ...," kataku memohon dengan putus asa. Aku merasa sangat jijik. Aku lebih baik mati daripada harus disentuh oleh pria berengsek ini.Harry menamparku lagi. Saat ini, kepalaku terasa pusing dan hidungku mimisan."Dasar, nggak tahu diri. Kalau kamu patuh, aku akan bersikap lembut seperti dulu. Maya, aku juga nggak mau seperti ini. Aku nggak mau menamparmu dan ingin menyayangimu. Setelah berpisah untuk waktu yang lama, aku sangat rindu untuk bercinta denganmu. Bukankah begini sangat bagus? Kita ...," ujar Ha
Ketika aku memandangnya, Taufan buru-buru menjelaskan, "Aku tidak tenang kalau kamu pergi sendiri. Biar aku antar untuk menjemput Adele. Setelah itu, kamu temani Adele bermain sebentar. Aku akan keluar dan segera kembali." Aku tidak membalas perkataannya dan hanya berdiri. Sampai sekarang, aku masih merasa takut hingga sekujur tubuhku gemetaran. Setelah berganti pakaian, Taufan merangkulku menuruni anak tangga dan masuk ke mobilnya. Kita menuju rumah Fanny untuk menjemput Adele.Fanny sangat kaget saat melihatku. Kedua matanya tertuju pada wajahku. Dia sangat memahamiku, jadi tidak sulit baginya untuk menyadari bahwa telah terjadi sesuatu padaku. Melihat dia ragu-ragu untuk berbicara di depan Adele, aku pun tersenyum paksa sembari menggendong putriku. "Kita bicarakan nanti," kataku.Fanny mengangguk sambil menunjukkan isyarat untuk meneleponnya. Aku pun mengangguk, lalu menggoda Adele seraya menuruni anak tangga.Adele sebenarnya sudah sangat lelah. Tidak lama setelah kugendong, dia p
Kemudian, Taufan selalu datang pada malam hari asalkan ada waktu. Taufan tetap datang tepat setelah Adele tidur. Aku merasa aneh karena tidak ada kabar dari Harry, seolah-olah Harry menghilang dari kehidupanku. Perubahan yang mendadak ini membuatku tidak terbiasa.Namun, aku tidak berani bertanya kepada Taufan. Kalau tidak, Taufan akan mentertawaiku lagi. Sementara itu, perusahaan juga berjalan normal. Danny memang kompeten, departemen pemasaran sangat terbantu dengan kehadiran Danny. Dia dan Oscar lumayan kompak.Belakangan ini, Luna sering menelepon. Namun, aku selalu beralasan bahwa aku sibuk sehingga tidak bisa bertemu dengan Luna.Aku sudah mengetahui niat Luna sejak perjamuan kali ini. Aku merasa lelah karena harus memutar otak dan berwaspada setiap bertemu dengan Luna. Aku tidak suka dengan perasaan seperti itu.Hari ini, aku pergi ke supermarket karena pulang lebih awal. Aku membeli banyak makanan enak, lalu menjemput anakku. Aku menemani anakku bermain sambil memasak. Sudah la
Saat makan, Adele terus mengoceh. Dia menyanjung Taufan, "Paman baik sekali!"Taufan tersenyum senang, lalu bertanya, "Kenapa?""Kalau Paman datang, aku bisa makan banyak makanan dan aku juga dapat boneka. Sekarang aku punya keluarga lengkap, ada Mama dan 2 adik," sahut Adele. Dia memandang Taufan sembari melanjutkan, "Mereka itu satu keluarga, aku nggak mau Papa karena Papa jahat. Aku mau Paman!"Taufan tersenyum lebar, dia juga tidak keberatan menggunakan sendoknya untuk menyuap Adele. Setelah selesai makan, aku beres-beres. Sementara itu, Taufan dan Adele bermain di ruang tamu. Aku tidak menyangka hubungan Taufan dan Adele begitu akrab, Taufan bahkan mengobrol dengan Adele dengan sabar.Adele yang sedang bermain tiba-tiba teringat sesuatu. Dia menghampiri Taufan, lalu mengeluarkan permen dari sakunya dan membuka bungkusan permen. Adele memasukkan permen ke mulut Taufan sambil berujar, "Aku mau membalas kebaikan Paman. Kata Mama, kita harus tahu berterima kasih."Hari ini, Adele berm
Keesokan paginya, aku mengantar anakku ke TK pagi-pagi karena jendela aluminium batch pertama sudah sampai. Kemudian, aku pergi ke gudang. Sebelum selesai memeriksa produk, tiba-tiba aku menerima panggilan telepon dari seseorang.Peneleponnya adalah wanita galak itu. Dia mengajakku bertemu di klub yang terletak di pinggiran kota. Aku belum pernah pergi ke tempat itu, jadi aku memasukkan alamatnya ke GPS. Aku baru tahu lokasi klub itu ada di pinggiran Kota Linde, tempatnya sangat jauh.Aku mempunyai firasat bahwa orang yang ingin bertemu denganku bukan wanita itu. Pasti ada orang lain. Sambil mengendarai mobil ke tempat itu, aku memikirkan untuk memberi tahu kabar ini kepada Taufan. Namun, akhirnya aku mengurungkan niatku.Aku belum tahu tujuan mereka bertemu denganku, untuk apa aku membuat Taufan khawatir? Selain itu, aku sangat egois. Aku takut kehilangan Taufan. Aku juga takut menjauhi Taufan.Sesampainya di klub, aku bertemu dengan orang yang kutebak. Orang itu adalah bibi Taufan, w
"Kalau kamu bisa bicara seperti ini, berarti kamu sudah memahami maksudku," ucap Cynthia. Dia memandangku, lalu senyumnya menghilang. Dia berkata dengan tegas, "Tinggalkan Taufan!"Aku menyela, "Tapi, seharusnya Bu Cynthia menanyakan pendapat Taufan."Cynthia menimpali dengan yakin, "Nggak usah. Asalkan kamu pergi, dia pasti akan patuh. Kamu itu wanita yang baik, pintar, dan kompeten. Aku sangat mengagumimu dan aku bisa membantumu mengembangkan perusahaanmu untuk mencapai targetmu.""Aku juga bisa membantumu membimbing anakmu yang cantik, kamu tinggal pilih salah satu sekolah di luar negeri. Tapi, kamu nggak boleh bersama Taufan!" lanjut Cynthia."Kenapa?" tanyaku.Ekspresi Cynthia menjadi dingin, dia yang kesal meninggikan suaranya saat menjelaskan, "Kenapa? Kamu dan Taufan nggak cocok. Kalau Taufan ingin menjadi pemimpin Bright Celestial, dia harus mematuhi aturan keluarga. Sekalipun nggak ada Luna, Taufan juga nggak punya hak untuk memilih pasangan sendiri."Cynthia meneruskan ucapa