Keesokan paginya, aku mengantar anakku ke TK pagi-pagi karena jendela aluminium batch pertama sudah sampai. Kemudian, aku pergi ke gudang. Sebelum selesai memeriksa produk, tiba-tiba aku menerima panggilan telepon dari seseorang.Peneleponnya adalah wanita galak itu. Dia mengajakku bertemu di klub yang terletak di pinggiran kota. Aku belum pernah pergi ke tempat itu, jadi aku memasukkan alamatnya ke GPS. Aku baru tahu lokasi klub itu ada di pinggiran Kota Linde, tempatnya sangat jauh.Aku mempunyai firasat bahwa orang yang ingin bertemu denganku bukan wanita itu. Pasti ada orang lain. Sambil mengendarai mobil ke tempat itu, aku memikirkan untuk memberi tahu kabar ini kepada Taufan. Namun, akhirnya aku mengurungkan niatku.Aku belum tahu tujuan mereka bertemu denganku, untuk apa aku membuat Taufan khawatir? Selain itu, aku sangat egois. Aku takut kehilangan Taufan. Aku juga takut menjauhi Taufan.Sesampainya di klub, aku bertemu dengan orang yang kutebak. Orang itu adalah bibi Taufan, w
"Kalau kamu bisa bicara seperti ini, berarti kamu sudah memahami maksudku," ucap Cynthia. Dia memandangku, lalu senyumnya menghilang. Dia berkata dengan tegas, "Tinggalkan Taufan!"Aku menyela, "Tapi, seharusnya Bu Cynthia menanyakan pendapat Taufan."Cynthia menimpali dengan yakin, "Nggak usah. Asalkan kamu pergi, dia pasti akan patuh. Kamu itu wanita yang baik, pintar, dan kompeten. Aku sangat mengagumimu dan aku bisa membantumu mengembangkan perusahaanmu untuk mencapai targetmu.""Aku juga bisa membantumu membimbing anakmu yang cantik, kamu tinggal pilih salah satu sekolah di luar negeri. Tapi, kamu nggak boleh bersama Taufan!" lanjut Cynthia."Kenapa?" tanyaku.Ekspresi Cynthia menjadi dingin, dia yang kesal meninggikan suaranya saat menjelaskan, "Kenapa? Kamu dan Taufan nggak cocok. Kalau Taufan ingin menjadi pemimpin Bright Celestial, dia harus mematuhi aturan keluarga. Sekalipun nggak ada Luna, Taufan juga nggak punya hak untuk memilih pasangan sendiri."Cynthia meneruskan ucapa
Aku sengaja melambatkan mobilku untuk mengamati mobil di belakang. Setelah melaju sekitar 2 kilometer, aku yakin mobil SUV di belakang terus mengikutiku. Aku ingin melihat siapa yang ada di dalam mobil, jadi aku menghentikan mobilku di depan sebuah minimarket.Aku masuk ke dalam minimarket untuk membeli sebotol air dan minum di sana. Aku melihat mobil SUV itu lewat, tetapi kaca film yang dipasang di jendela mobil membuatku tidak bisa melihat keadaan di dalam mobil dengan jelas. Aku sengaja menunggu mobil itu menjauh baru kembali ke mobilku.Aku mengendarai mobilku dengan lambat dan tidak melihat mobil itu lagi. Aku pun merasa lebih rileks. Mungkin aku terlalu curiga. Dalam perjalanan pulang, aku bisa melewati jalan tol dan kembali ke pusat kota melalui Jalan Baronia.Siapa sangka, ketika mobilku melewati jalan menuju gunung, mobil SUV itu tiba-tiba muncul dan mengadangku. Aku langsung menginjak rem dan mengunci pintu mobil. Kemudian, aku memundurkan mobilku, tetapi ternyata ada sebuah
Langit mulai gelap, aku tahu waktu sudah malam. Namun, sampai sekarang tidak ada yang datang. Jangan-jangan, mereka berniat untuk menelantarkanku? Jika begitu, seharusnya pelakunya adalah Cynthia.Bagaimanapun, masalahnya akan selesai kalau aku mati. Hanya saja, rasanya terlalu berlebihan jika Cynthia menggunakan cara ini untuk menghadapi wanita lemah sepertiku. Tidak mungkin Cynthia pelakunya.Namun, sepertinya bukan Harry juga. Harry pasti ingin mendapatkan sesuatu dariku. Uang, perusahaan, atau sumber daya yang dia inginkan ....Aku terus berpikir, tetapi aku makin resah dan kebingungan. Akan tetapi, saat langit makin gelap, aku yang awalnya merasa putus asa tiba-tiba bersemangat. Sekalipun panggilan teleponku tidak menimbulkan kecurigaan, guru pasti akan menelepon karena aku tidak menjemput Adele.Jika tidak bisa menghubungiku, guru pasti akan berusaha mencari anggota keluarga murid yang lain atau cara apa pun untuk mengantar murid pulang. Kemungkinan, mereka akan mencari Taufan. B
Aku panik dan melihat ke arah orang-orang itu, pemimpin mereka membawa senter. Sebelum mendekatiku, pemimpin itu mengarahkan senternya kepadaku. Cahaya yang menyilaukan membuatku memejamkan mata. Aku tidak bisa melihat orang-orang yang datang.Namun, aku tidak mengenali suara mereka. Orang-orang ini benar-benar asing bagiku. Salah satu dari mereka berkomentar, "Wanita ini lumayan cantik, sayang sekali."Seseorang menegur, "Diam kamu! Jangan sembarangan! Cepat bawa dia pergi!"Aku yang kaget langsung membuka mata. Di tempat yang tidak disinari cahaya, aku melihat seseorang yang aneh menghampiriku. Aku berusaha untuk bersuara.Pria itu mengangkatku dan aku memberontak. Dia menendangku dan memperingatkan, "Untuk apa kamu bergerak? Simpan tenagamu, nggak ada gunanya kamu bergerak!"Aku melihat beberapa orang yang berdiri di kejauhan. Pemimpin mereka bertubuh kekar, mereka semua memakai penutup wajah dan hanya menunjukkan mata mereka. Aku tidak bisa melihat karakteristik mereka yang lain.A
Terdengar suara tembakan. Sesuatu yang panas menyembur ke wajahku dan aku mencium bau amis darah. Aku pun kehilangan kesadaran ....Saat bangun, aku mencium bau disinfektan. Aku melihat Fanny yang memandangku dengan cemas seraya berujar, "Maya, akhirnya kamu sadar!"Aku mengerjap dan sekujur tubuhku terasa sakit, apalagi wajahku. Aku langsung merasa gembira, ternyata aku tidak mati. Aku pikir aku sudah meninggal.Apa pria yang memegang pisau tertembak? Aku benar-benar ketakutan! Jika terlambat, aku pasti mati. Sampai sekarang, aku masih ingat momen ketika pisau itu menusuk ke arahku ...."Syukurlah, akhirnya kamu sadar!" seru Fanny. Dia berlari keluar, lalu berteriak, "Maya sudah sadar!"Kemudian, aku menangis saat melihat wajah Taufan. Dia memelukku seraya menghibur, "Kamu sudah aman, jangan menangis."Setelah beberapa saat, aku baru bertanya, "Siapa pelakunya?"Taufan menggeleng dan menjawab, "Pemimpin mereka kabur, hanya anak buahnya yang tertangkap. Tapi, mereka nggak tahu siapa ya
Keesokan harinya, Adele sudah diantar ke TK saat aku bangun. Taufan juga pergi dan Fanny yang berjaga di sisiku. Wajahku masih sakit, semalam aku becermin saat mandi. Banyak sekali luka goresan, aku khawatir ada luka yang meninggalkan bekas.Fanny berucap, "Oscar datang menjengukmu, dia menyuruhku untuk menemanimu dan kamu nggak usah masuk kantor dulu. Maya ...."Fanny ragu-ragu, aku tahu apa yang ingin dikatakan Fanny. Aku menghibur, "Aku nggak apa-apa." Kemudian, aku bertanya, "Di mana mobilku?"Fanny menjawab dengan ekspresi cemas, "Mobilmu sudah diantar ke bengkel, hari ini kamu jangan keluar dulu. Tunggu sampai luka di wajahmu membaik.""Um," sahutku. Namun, aku terus memikirkan kejadian semalam. Wajar saja jika Taufan bisa menebak bahwa Cynthia mencariku. Di dalam mobilku ada foto-foto itu, Taufan pasti langsung tahu apa yang terjadi.Begitu teringat foto-foto itu, aku bertanya kepada Fanny, "Di mana tasku?""Ha? Aku nggak tahu," jawab Fanny. Dia langsung berdiri dan berucap, "Co
Aku segera turun dari tempat tidur. Tubuhku terasa sakit karena gerakanku terlalu buru-buru. Aku menyingkap tirai jendela untuk mengecek terlebih dahulu. Siapa sangka, orang yang berdiri di depan pintu adalah Luna.Kenapa Luna bisa tahu tempat tinggalku? Aku yakin aku tidak pernah memberitahunya bahwa aku tinggal di Goldland Villa. Aku memakai sandal, lalu bergegas turun. Luna menekan bel lagi.Aku membuka pintu dan Luna berjalan masuk sambil tersenyum. Dia juga membawa sekeranjang buah. Ekspresi Luna benar-benar polos. Aku menyambut Luna dengan ramah, "Nona Luna, ada apa kamu datang kemari?""Aduh, kita bicarakan di dalam saja," ucap Luna. Dia masuk dan mengamati sekeliling, lalu berkomentar tanpa merasa canggung sedikit pun, "Rumahmu bagus sekali, sangat klasik.""Silakan duduk, kamu mau minum apa? Aku punya kopi dan teh," ujarku seraya berjalan ke meja di ruang makan.Luna mengikutiku ke ruang makan dan menimpali, "Terserah, kamu nggak usah repot-repot. Kenapa bisa terjadi masalah b