Taufan tidak langsung menjawab pertanyaanku. Dari ujung telepon, aku dapat mendengar suara embusan napasnya.Setelah terdiam selama beberapa menit, akhirnya aku baru mendengar suaranya yang serak menjawab, "Sejak awal kamu memang merepotkanku, kehidupanmu telah memengaruhiku. Bagaimana?"Aku menggenggam erat ponselku, sejujurnya aku terkejut mendengar jawabannya. "Ta-Taufan .... Aku ....""Serahkan dirimu sebagai gantinya," jawab Taufan dengan nada mengejek.Pria ini membuatku kehabisan kata-kata. Dia masih bisa bercanda di saat seperti ini?"Kamu nggak bisa serius sedikit? Apakah kerja sama kita memengaruhi kariermu? Kalau begitu ... lebih baik kontraknya dibatalkan.""Sudah terlambat." Taufan menjawab secara frontal, "Cuma ada satu cara, jangan mengecewakanku!"Seluruh tenagaku telah habis terkuras, aku benar-benar lelah dan frustrasi."Kamu sudah mau tidur? Mau ketemu aku?" tanyanya perlahan.Jantungku berdebar kencang, otakku terasa kekurangan oksigen. Namun aku menahan dorongan ya
Sepanjang perjalanan aku memikirkan beberapa karyawan lama yang tersisa di perusahaan. Aku tidak merasa salah menilai orang, mereka semua memiliki hubungan yang baik denganku.Lantas siapa yang membocorkan informasi kepada Harry? Aku tidak menyangka Harry menggunakan cara yang tak terduga untuk menyerangku.Sesampainya di kantor, aku menelepon Taufan untuk memastikan informasi yang diberikan James. Akan tetapi ponsel Taufan tidak aktif, sepertinya dia sudah di pesawat.Ternyata James benar, tak berapa lama satu per satu vendor membuar keributan. Akhirnya aku dan Oscar membuat rencana baru. Oscar pergi mencari vendor, sementara aku bekerja di kantor. Harry hanya mengawasiku, dia tidak begitu memantau Oscar.Oscar pergi membawa dokumen-dokumen yang aku berikan. Selain aku, tak ada seorang pun yang mengetahui agenda Oscar. Bahkan aku tidak memberi tahu Shea.Harry telah merebut beberapa proyekku. Selama aku mengurus masalah di kantor, para pemasok mempermasalahkan beberapa proyek yang gag
"Baiklah, kita bertemu setelah kamu pulang." Di saat aku ingin menutup telepon, Luna melontarkan pertanyaan yang membuat aku tercengang."Bu Maya, kamu tidak tahu Bright Celestial mau berganti kepemilikan?" tanya Luna."Hah?" Aku tersentak mendengarnya. Jantungku berdegup kencang dan suaraku agak bergetar. "Ganti kepemilikan?""Oh, sudahlah. Kita bicarakan setelah aku pulang. Aku masih ada urusan." Luna malah tertawa kecil, lalu menutup teleponnya.Aku tidak mengerti maksud di balik tawanya. Aku kebingungan, apa maksudnya? Ganti kepemilikan? Ini adalah masalah yang besar. Tidak mudah bagi sebuah perusahaan besar untuk berganti kepemilikan. Sepertinya aku masih kurang memahami Bright Celestial.Pantas saja Taufan tiba-tiba pergi ke Negara Cado dan memperingatkan aku untuk menunggunya pulang. Akhirnya aku memahami maksud tawa Luna, dia mengira aku menghubunginya untuk mencari informasi.Ketika aku mengeluarkan ponsel untuk menelepon Fanny, malah nama Hana yang muncul di layar. Tumben Han
Aku meminta pendapat Hana. Sekarang aku 100% yakin dengan informasi yang diberikan James."Maksudku, kita nggak mungkin melawan Eternal Real Estate, tapi kita menyerang Harry." Hana tersenyum licik. "Perceraian kalian menjadi pembicaraan panas masyarakat. Apakah mungkin dia bakal membiarkanmu hidup tenang? Apakah dia rela? Begitu mendapatkan kekuasaan, kamu adalah orang pertama yang Harry injak.""Kamu benar. Sekarang dia menggunakan vendor perusahaan untuk mencekikku." Aku menghela napas panjang. Aku tahu Hana masih dendam kepada Harry, tetapi Harry dan Jasmine yang mencari masalah."Kamu nggak mungkin diam saja, 'kan? Sekarang aku tanya, apakah perusahaanmu masih bisa diselamatkan?" Hana menatapku dengan serius. "Aku tidak peduli apakah kamu menganggapku teman, tapi aku pasti akan membantumu karena masalah ini menyangkut Harry."Aku menggenggam tangan Hana sambil berkata, "Terima kasih."Akan tetapi aku tidak tahu bagaimana menjelaskan situasi Aurous Construction kepada Hana. Aku tid
Aku menatap Ongky sambil berusaha menahan emosi dan berpura-pura tenang. "Bagaimana dua hari ini?""Aduh, jangan ditanya lagi, mereka semua susah dihadapi. Sampai ke tagihan yang tidak seberapa pun diperhitungkan. Aku sudah bicara sampai berbusa-busa, semua tagihan itu punya Harry. Aku menyuruh mereka untuk menagihnya kepada Harry, tapi mereka malah bilang tidak peduli. Mereka tidak mau tahu, pokoknya perusahaan kita harus membayar tagihannya.""Ongky, kamu sudah bekerja keras." Aku kelihatan sangat mempercayai Ongky dan meminta pendapatnya. "Menurutmu apa yang mesti kita lakukan untuk mengatasi masalah ini?""Menurutku Harry adalah pengecut. Pengadilan sudah memutuskan, harusnya dia mengakui kekalahannya, bukan malah menyerang seperti ini. Kita harus segera merampungkan kerja sama dengan vendor yang baru. Sebentar lagi konstruksi akan dimulai. Bu Maya, kamu harus segera membuat rencana baru.""Em, benar! Kayaknya aku harus mengalihkan proyek-proyek ini kepada sub-kontraktor. Setidakny
Guru Adele meneleponku, katanya Harry menjemput Adele pulang.Aku pun panik mendengarnya, untuk apa Harry tiba-tiba menjemput Adele?Aku buru-buru menelepon Harry. Nomor yang dulu terasa akrab, kini terasa asing dan tawar. Setelah berdering beberapa saat, akhirnya Harry menjawab panggilanku dengan penuh cinta. "Sayang!"Emosiku langsung melonjak. "Harry, kamu ngapain? Siapa yang mengizinkanmu membawa anakku?""Sayang, jangan marah-marah. Aku cuma kangen anakku. Aku sudah lama nggak ketemu Adele."Jawaban Harry membuatku merinding. Omong kosong! Dia tidak mungkin merindukan putrinya."Berhenti memanggilku sayang, aku jijik mendengarnya! Di mana kalian?" aku membentaknya. Mataku sudah memerah, aku mencemaskan keselamatan putriku."Aku terbiasa memanggilmu sayang. Bagiku, kamu masih istriku, selamanya nggak akan berubah." Harry berbicara dengan nada yang lembut. Dia sengaja memprovokasi kemarahanku. "Jangan khawatir, aku lagi di Snow World."Aku mematikan panggilan Harry, lalu bergegas me
Harry tersenyum sambil menatapku, aku melihat jelas sorotan matanya yang penuh perhitungan.Adele bahkan langsung memeluk leherku dan menggenggam erat tanganku. Kedua matanya yang bulat menatap lurus ke arah Harry. Adele termenung sampai lupa memakan es krimnya."Maya, jangan terlalu membenciku. Sebenarnya aku nggak mau menyakitimu. Kamu lihat, kita bertiga adalah keluarga yang harmonis," kata Harry tanpa merasa bersalah. "Apakah kamu menyadari perubahan Adele? Dulu dia sangat cerewet dan suka bercanda, tapi sekarang?"Nada bicara Harry seakan sedang menyalahkanku atas semua yang terjadi."Kamu nggak mau mengalah demi anak kita? Maya, Bright Celestial sudah berganti kepemilikan, nggak ada yang bisa membantumu lagi. Kami masih mau keras kepala?" Harry tersenyum penuh kemenangan."Lalu?" Meskipun takut, aku tidak boleh menunjukkan kelemahanku.Adele menggenggam erat tanganku, dia takut kalau kamu bertengkar. Aku menyingkirkan es krim yang ada di atas meja dan memeluk sambil mengusap kepa
Sekarang Harry merasa di atas angin. "Kalau kita berdua bersatu, nggak ada hal yang mustahil untuk dilakukan. Semua proyek di kota bahkan di negara ini akan menjadi milik kita. Aku ingin membangun perusahaan bersamamu, aku ingin menguasai industri pembangunan dalam negeri. Bagaimana menurutmu?""Berhenti mimpi di siang bolong. Nggak tahu diri! Aku jijik bekerja sama denganmu. Kamu nggak berkaca? Kamu nggak sadar bagaimana tabiatmu? Ingat, Langit punya mata!"Aku tidak sanggup menghadapinya lebih lama. Aku menggendong Adele sambil bangkit berdiri, lalu memperingatkan Harry, "Lain kali tolong hubungi aku sebelum menjenguk Adele!""Nggak sampai 3 hari kamu bakal melihat hasilnya. Aku menunggumu di sini, pikirkan anak kita, jangan terlalu keras kepala." Harry menatapku dengan percaya diri. "Sayang, aku menunggumu kembali ke pelukanku."Aku membawa Adele pergi meninggalkan Snow World. Aku berjalan tergesa-gesa sambil menahan air mata yang berkumpul di bola mata. Perasaanku terasa campur adu
Aku menenangkan diri untuk sesaat. Kemudian, aku menyalakan mobil dan perlahan-lahan meninggalkan jalan kecil itu. Dari persimpangan di depan, aku kembali ke jalan utama. Pada saat ini, kemacetan sudah agak mendingan. Aku langsung bergegas pulang ke rumah.Ibuku langsung merasa lega begitu melihatku sudah sampai di rumah. Dia buru-buru mulai memasak makanan. Jarang sekali aku bisa makan bersama mereka di rumah seperti ini.Begitu mendengar jika aku ingin makan di rumah, kedua orang tuaku langsung menunggu kepulanganku. Ibuku mengatakan, makanan yang paling enak adalah makanan yang baru dimasak.Setelah makan malam, aku menelepon Fanny dan bertanya apakah dia sedang ada di rumah. Fanny mengatakan jika dirinya baru saja sampai di rumah. Oleh karena itu, aku mengajak Adele jalan-jalan dan pergi menemui Fanny.Sudah beberapa hari aku tidak bertemu dengan Fanny. Begitu melihatku, Fanny langsung menanyakan tentang Taufan. Aku hanya bisa menggelengkan kepala tanpa daya.Fanny mengatakan, akhi
Entah kenapa, pada saat itu, punggungku terasa dingin dan merinding. Aku merasa ngeri saat memikirkannya. Bayangkan saja, manusia yang masih hidup dan baik-baik saja ditabrak mobil hingga tewas saat dalam perjalanan menemui diriku. Mungkinkah semua ini hanya kebetulan belaka?Selain itu, dia hanya ingin menyampaikan informasi mengenai Taufan kepadaku. Hanya sebuah informasi. Akan tetapi, apakah semua itu harus ditebus dengan mengorbankan nyawanya? Bagaimana mungkin orang yang begitu lembut itu sekarang dibilang sudah meninggal …Semua ini makin membuatku mengerti jika situasinya tidaklah sesederhana itu.Melihat Danny yang buru-buru pergi, makin aku memikirkannya, makin aku merasa jika ada yang tidak beres. Kenapa polisi tidak menanyakan apa pun mengenai Taufan kepadaku? Bukankah itu adalah pertanyaan yang paling penting? Apakah mungkin bagi mereka untuk mengabaikan pertanyaan sepenting itu?Selain itu, jika sudah dipastikan bahwa sopir mobil karavan kecil itu mabuk dan Bastian meningg
Yang datang ke kantorku adalah dua petugas berseragam polisi.Hal ini membuatku agak terkejut dan bingung. Apa yang menyebabkan polisi mendatangiku di kantor?Aku mempersilakan mereka untuk duduk dan menatap mereka. Salah satu dari mereka bertanya kepadaku dengan sangat serius, “Bolehkah aku bertanya padamu? Apa kamu kenal Bastian Luzman?”“Siapa?” Aku agak bingung dan langsung menyangkalnya. “Aku nggak kenal.”Petugas polisi itu langsung menatapku dengan tajam. Jelas, dia tidak percaya dengan jawabanku. Kemudian, dia melirik rekannya dan berkata, “Mana fotonya?”Polisi satunya buru-buru mengeluarkan foto dari tas kerja yang dipegangnya dan menyerahkannya kepadaku. “Perhatikan baik-baik orang yang ada di foto ini.”Aku menerima foto tersebut dengan kedua tanganku dan melihat orang yang ada di foto itu. Dia adalah seorang pria. Wajahnya terlihat cukup tampan. Sepertinya dia adalah seorang mahasiswa yang masih berusia sekitar 20 tahun.Aku menggelengkan kepalaku dan berkata dengan tegas,
Orang yang meneleponku itu adalah seorang pria asing. Dia memintaku untuk menemuinya seorang diri. Pria itu mengatakan bahwa dia punya informasi mengenai Taufan.Aku menanyakan siapa dirinya. Namun, pria itu langsung menutup teleponnya. Akan tetapi, dia mengirimkan pesan kepadaku, berupa sebuah alamat. Sepertinya, alamat tersebut merupakan lokasi di mana kami akan bertemu nanti.Tanpa berpikir panjang, aku langsung mengambil tasku dan turun ke bawah.Setelah mengatur navigasi, aku langsung menuju ke tempat yang dia sebutkan sebelumnya. Hatiku merasa cemas. Dalam beberapa hari terakhir, inilah pertama kalinya aku mendengar ada seseorang yang memberitahuku bahwa dia memiliki informasi mengenai Taufan.Aku bahkan tidak memikirkan apakah informasinya itu benar atau salah. Sekalipun salah, aku tetap ingin mendengar apa yang ingin dia katakan. Setidaknya, itu lebih baik daripada aku tidak tahu apa-apa.Dalam beberapa hari terakhir, kecelakaan mobil yang menimpa Taufan seakan-akan tidak perna
Hatiku langsung berdebar kencang saat melihat nama yang muncul di layar ponselku adalah nama Luna.“Luna, kalau kamu mau bicara omong kosong, sebaiknya hentikan saja. Aku sedang malas berurusan denganmu.” Aku mengangkat telepon dan langsung berkata kepada Luna. “Informasi mengenai Taufan, kalian mau mengatakannya atau nggak, aku pasti akan tetap mengetahuinya.”“Hahaha … Kak Maya, kayaknya kamu benar-benar cemas.” Luna terlihat aneh saat mengetahui kecemasanku. Sikapnya begitu menyenangkan. “Kayaknya Kakak marah besar.”“Kayaknya kamu lagi nggak ada kerjaan ya?” Setelah berkata seperti itu, aku langsung menutup teleponnya. Aku tahu betul. Makin aku memedulikannya, Luna akan makin menjadi-jadi.Benar saja. Ponsel di tanganku kembali berdering. Aku menahan diri dan baru mengangkatnya setelah berdering beberapa kali. “Jangan menguji kesabaranku.”“Hahaha … Kak Maya, aku cuma ingin memberitahumu kalau dia baik-baik saja. Sungguh.” Nada bicara Luna menyiratkan jika dia bersukacita atas musi
Bagai membuka pintu misterius, aku buru-buru melangkahkan kakiku dan masuk ke dalam. Aku memeriksa setiap ruangan yang ada, tetapi tidak ada seorang pun di sana.Sampai-sampai seorang perawat membentakku dengan tegas, “Apa yang kamu lakukan? Ini ruang steril. Bagaimana kalian bisa masuk ke sini? Cepat keluar!”Aku mencengkeramnya dengan satu tanganku. “Kalau begitu, katakan padaku. Di mana orang yang barusan kalian selamatkan? Bagaimana keadaannya?”“Cepat keluar! Orang yang diselamatkan apa? Banyak yang kami selamatkan.” Perawat itu berusaha melepaskan diri dari cengkeramanku dan mendorong kami keluar. “Cepat keluar!”“Pak Taufan. Pak Taufan yang barusan kalian selamatkan. Bagaimana keadaannya?” Aku masih belum mau menyerah.Perawat itu terlihat marah dan langsung mendorongku keluar. “Aku nggak tahu.”Kemudian, pintu dibanting dengan keras sampai berbunyi ‘brak’ dan terdengar suara kunci pintu yang diputar dari dalam.Aku bersandar di dinding dengan putus asa dan agak hilang akal. Aku
Tatapanku menjadi tegang. Jantungku kembali berdegap kencang. Aku mengulurkan tanganku dan mendorong Luna yang menghalangi di depanku. Luna terhuyung-huyung dan hampir jatuh tersungkur beberapa langkah ke samping. Aku tidak peduli. Aku buru-buru berlari menuju koridor. Namun, para pengawal berpakaian hitam itu tetap saja menghalangiku.Aku melihat dokter sedang menjelaskan sesuatu kepada Cynthia di depan pintu. Akan tetapi, aku sama sekali tidak bisa mendengar apa yang mereka bicarakan.Tidak sampai dua menit, dokter itu sudah berbalik dan kembali masuk ke ruang gawat darurat. Yang bisa kulihat hanyalah sarung tangan yang dikenakannya berlumuran darah yang mengerikan.Mataku tertuju pada Cynthia. Aku melihat Cynthia masih berdiri di tempatnya dengan tatapan kosong. Ekspresinya sangat aneh. Aku tidak tahu apakah yang disampaikan dokter tadi adalah kabar baik ataukah kabar buruk.Cynthia tertegun untuk waktu yang lama, sebelum akhirnya mengatakan sesuatu kepada Fara yang ada di belakangn
Telepon berdering untuk waktu yang lama sebelum akhirnya Danny mengangkatnya. Aku berkata kepada Danny dengan suara bergetar, “Danny … kamu di mana? Tolong selidiki …. Sesuatu terjadi pada Taufan …. Dia mengalami kecelakaan mobil di jalan tol menuju bandara …”“Jangan khawatir, Kak Maya. Aku sudah langsung menyelidikinya begitu mendapat kabar.” Mungkin, karena mendengar suaraku yang tidak jelas, Danny pun menghiburku. “Kakak ada di mana?”“Aku di rumah sakit.” Aku menarik napas dalam-dalam. “Ceritakan hasil penyelidikanmu padaku.”“Itu pasti. Jaga diri Kakak baik-baik. Apa Kak Maya ingin aku menyuruh Shea untuk menemani Kakak di rumah sakit?” tanya Danny kepadaku. Mungkin saja dia merasa jika suasana hatiku sedang tidak baik.“Aku nggak apa-apa,” jawabku cepat-cepat. Kemudian, aku bertanya kepada Danny, “Apa kamu tahu bagaimana kondisi cedera yang dialami Taufan?”Di ujung telepon, Danny terdiam selama beberapa saat. Kemudian, dia berkata, “Menurut para saksi mata … lukanya sangat para
Wajah Cynthia tampak begitu muram dan menakutkan. Dia duduk jauh di sana sambil menegakkan punggungnya. Matanya menyiratkan aura ganas, yang sama sekali tidak terdapat kehangatan di dalamnya. Mata Cynthia itu membuatku tanpa sadar teringat pada posisi seekor ular sebelum melancarkan serangan pada musuhnya.Kejam, ganas, dan menakutkan.Aku menenangkan diri sebentar. Sebenarnya, saat melihat Cynthia, aku sudah yakin jika orang di dalam ruangan itu pastilah Taufan. Rasa takut yang belum pernah kurasakan sebelumnya memenuhi dadaku. Aku kembali menatap pintu ruang gawat darurat yang tertutup rapat dan berdoa dalam hati agar tidak terjadi apa-apa.“Kenapa? Apa kamu mau membuat keributan dengan datang kemari?” Nada bicara Cynthia begitu dingin. Matanya yang bagaikan elang terus saja menatap wajahku.Aku menarik napas dalam-dalam, menggertakkan gigiku, dan berjalan menghampirinya. Seketika itu juga, aku bisa merasakan apa yang dirasakan orang yang ada dalam ruangan itu. Hal tersebut langsung