"Ada apa, Mas Roni? Apa Ibu sakit, ya Mas? Ayo kita bawa ke dokter saja, Mas, mumpung masih siang!" Reno juga mengajakku untuk berobat ke Dokter, ia sama dengan Roni yang terlihat khawayir melihatku kesakitan. "Ibu tidak apa-apa kok, Nak. Ibu hanya sudah tua, jadi jika kelamaan duduk membuat tulang pinggang Ibu sakit. Ibu nggak perlu ke Dokter, istirahat sebentar saja juga sembuh," sahutku.Tapi mereka berdua tetap memaksa aku untuk ke Dokter. Aku pun berusaha bangun, supaya mereka tidak memaksa aku lagi, walaupun sebenarnya masih terasa sakit. "Mas, mungkin Ibu kecapekan, makanya ia seperti ini. Karena selama ini Ibu selalu mengejakan semua pekerjaan sendirian. Walaupun dulu ada Mbak Wati di sini, tetapi ia bukan meringankan pekerjaan Ibu. Tapi Mbak Wati malah menambah beban saja untuk Ibu," ujar Reno."Iya, Reno, sepertinya memang seperti itu. Kalau begitu Mas akan mencari orang untuk membantu Ibu, biar Ibu tidak terlalu capek bekerja. Kasihan Ibu, dari kecil hingga kita sebesar
"Jangan marah dong, Mas, nanti kamu cepet tua lho," ledek Roni."Lagian kamu ngomong ada-ada saja, mana mungkin Risma mau sama Mas.""Sudah-sudah, kalian berdua jangan malah bertengkar begitu, mana di depan rezeki lagi. Ayo cepetan kita makan, nanti keburu malem," tegurku mengakhiri perdebatan diantara keduanya.Kedua anakku pun menuruti apa kataku, mereka pun segera memakan-makanan dari acara syukuran tafi siang. Mereka berdua tidak lagi saling adu ucapan, tetapi fokus menikmati makanan, apa yang ada di hadaannya tersebut.***"Bu, beberapa hari lagi kan bulan puasa nih. Bagaimana kalau kita belanja buat nanti puasa dan sekalian belanja buat persiapan lebarannya sekarang aja yuk! Soalnya, kalau belanja pas puasa apalagi menjelang lebaran pasti padat. Harganya juga bisa dua atau tiga kali lipat," ajak Roni, ketika aku sedang membuat sarapan di dapur. "Memangnya kamu sudah ada uangnya, Nak, sampai mengajak Ibumau untuk belanja sekarang," tanyaku."Alhamdulillah, Bu, Roni kan sudah g
"Iya, Bu Reni, terima kasih," ujarnya, sambil masuk dan duduk di kursi yang ada di ruang tamu."Bu Reni, aku datang ke sini karena mau minta maaf sama Ibu. Aku benar-benar telah salah paham kepada Bu Reni dan aku tidak kemarin tidak mendengarkan apa kata Bu Reni. Aku malah langsung saja menuduh, kalau Bu Reni sudah dzolim terhadap Wati. Tapi ternyata justru sebaliknya, justru malah Ibu yang telah didzolimi Wati. Maafkan aku, ya Bu, atas semua kesalahan aku selama ini. Apakah Bu Reni mau memaafkan semua kesalahan aku," tanya Bu Sari, sambil menatapku dengan begitu intens.Ternyata Bu Sari datang ke rumahku pagi-pagi begini hanya karena mau meminta maaf kepadaku. Sekarang ia tahu, siapa yang benar dan siapa yang salah antara aku dan Wati. Karena nenurut Reno, ia telah mengklarifikasi semua status Wati di media sosial. Reno bilang ia langsung mengirimkan vidio rekaman CCTVnya ke media sosial, dengan mengetag langsung akun Wati. Karena ternyata Wati tidak mengklarifikasi berita hoaks yan
"Belum, Reno, Ibu belum mendapatkan baju. Ibu pusing kalau harus memilih sendiri, makanya Ibu langsung mencari kamu untuk minta bantuan," ujarku berbohong."Ya sudah nggak apa-apa, sekarang kita memilih pakaian untuk Reno dulu ya. Nanti setelah Reno mendapatkan pakaiannya, baru aku mengantar Ibu untuk memilih pakaiannya." Aku merasa lega, saat Reno percaya dengan apa yang aku ucapkan barusan. Aku tidak mau Reno maupun Roni tahu, kalau ada Mas Romli di Swalayan ini. Apalagi jika mereka tahu, kalau Mas Romi datang ke swalayan ini bersama keluarga barunya.Aku tidak mau jika anak-anakku emosi dan berbuat anarkis di Swalayan ini, Makanya lebih baik aku menghindar daripada hal yang tidak diinginkan terjadi. Aku sudah cukup bahagia bersama dengan kedua anakku, walau tanpa ada Mas Romli di sampingku. Biarlah dia menjalani kehidupannya sendiri karena kami memang sudah hidup masing-masing. Bahkan kami berpisah sudah lima belas tahun lamanya, waktu itu dimana Roni masih berusia sepuluh tahun
"Ya sudah, ayo Bu kita pergi! Kita temui Mas Roni kemudian kita nanti bersama-sama mencari baju untuk Ibu," ujar Reno mempercayai ucapanku, ia juga menyetujui ajakanku dan ia tidak banyak tanya lagi tentang Mas Romli.Kami berdua kemudian segera berjalan kembali, kami tidak menghiraukan Mas Romli yang terus-menerus memanggil namaku. Ternyata saat ini ia seorang diri tidak bersama perempuan yang sedang didampinginya tadi. Aku terus-menerus menerobos kerumunan orang, yang sedang berdiri dan memilih apa yang mereka butuhkan. Aku sengaja melakukannya untuk mengecoh pandangan Mas Romli, supaya tidak melihat kemana aku dan Roni pergi.Ternyata apa yang aku lakukan itu efektif, Mas Romli sepertinya tidak bisa mengikuti ke mana aku pergi. Karena aku tidak lagi mendengar suara Mas Romli yang terus saja memanggil namaku. Tidak Berapa lama, kami pun bertemu dengan Roni, yang ternyata ia juga sudah selesai memilih pakaian yang ia sukai. Bahkan ternyata, Roni pun sedang mencari keberadaan kami b
"Aku datang ke sini bukan mau menanyakan hal itu kok, Mas. Aku juga tidak peduli kamu sedang mengurus perceraian kita atau pun tidak. Aku datang ke sini, cuma mau memperkenalkan kamu sama calon suamiku, yaitu Bapak dari janin yang ada di kandunganku. Ini, Mas, kenalin namanya, Mas Faisal. Ia merupakan pemilik perusahaan, yang cukup terkenal di kota ini. Jadi tidak salah dong aku berpisah denganmu karena aku malah akan lebih terjamin hidupnya, jika menikah dengan Mas Faisal.""Syukurlah, kalau memang kamu mau menikah dengan Bapak dari janin yang ada di kandunganmu. Berarti tidak perlu ada korban lagi untuk menutupi semua kebusukanmu," sahut Roni menjawab perkataan Wati.Wati benar-benar tidak punya perasaan, ia malah memperkenalkan laki-laki yang menjadi Bapak dari janin yang dia kandung. Bahkan ini Wati seakan meninggikan derajat pria tersebut dan merendahkan derajat Roni. Sementara Roni merupakan korban, dari ketidakjujuran yang ia lakukan, ketika sebelum Roni menikahnya."Kurang aj
"Sudah, Mas, semua belanjaannya sudah aku bawa," sahut Reno."Oke deh kalau begitu, ayo kita pergi dari sini! Kita cari butik yang khusus baju muslim untuk Ibu," ajak Reno sambil melajukan mobilnya.Roni membawa mobilnya keluar dari area parkir dan meninggalkan swalayan, yang barusan dipakai untuk kami belanja. Reno pun melajukan mobil dengan kecepatan sedang membelah jalanan Kecamatan."Ron, kamu nggak usah cari butik untuk membeli baju Ibu deh. Mendingan kita cari toko biasa aja buat beli bajunya," pintaku."Nggak apa-apa kok, Bu. Kita cari butik saja, sekali-kali dong Roni menyenangkan Ibu. Masa iya, Roni hanya bisa memberikan Ibu sakit hati dan kecewa," ujarnya, sambil tetap fokus menyetir."Iya, Bu, apa yang dikatakan Mas Roni itu benar. Sudahlah, Ibu lebih baik menuruti saja apa kata Mas Roni. Biarlah dia membelikan baju buat Ibu di butik," timpal Reno.Aku pun akhirnya menerima kemauannya Roni dan tidak berkata apa-apa lagi. Aku tidak lagi menolak niat baik anakku."Nah, Bu, k
Aku tidak menyangka pertemuanku dengan Wati akan berdampak buruk terhadap kehidupanku dan juga keluargaku. Ternyata Wati yang merupakan istriku adalah wanita ular. Dia pandai bermuka dua, hingga membuat aku dan keluargaku, terutama Ibuku menderita. Wati ternyata selalu mendzolimi Ibuku tanpa sepengetahuan aku. Ia bahkan tidak segan berbuat kasar terhadap Ibu. Padahal Ibuku orang yang baik, ia juga orang tua yang tidak banyak menuntut terhadap anaknya. Bahkan yang paling aku salut dari Ibu, ia telah berhasil merawat aku dan Reno adikku sampai kami sebesar ini. Ia juga dapat menyekolahkan, serta sampai menguliahkan aku, tanpa tanpa ada seorang suami yang mendampingunya.Ibu benar-benar bekerja keras untuk kami, hingga tidak mengenal lelah. Tapi aku telah berdosa kepada Ibu, sebab dulu Ibu tidak merestui hubungan aku dan Wati. Karena menurut Ibu waktu itu, Wati ini terlihat sekali seperti orang yang sombong. Makanya ia tidak merestui hubungan aku dan aku dengan Wati.Tapi aku tidak me