Arman langsung menggandeng tangan Arnita begitu keluar dari mobil. Jika dilihat penampilan Arman dan Arnita sudah seperti menggunakan baju couple. Arnita memakai celana berwarna hitam yang sama dengan warna kemeja yang dipakai oleh Arman. Dan Arnita memakai baju berwarna putih dengan sedikit aksen warna jeans yang serasi dengan celana jeans yang dipakai Arman. Padahal mereka tidak ada janjian untuk memakai baju dengan warna yang sama.Ini pertama kalinya bagi Arnita mengunjungi pameran lukisan. Biasanya ia hanya pernah melihatnya dalam tv. Bukan hanya karya lukisan yang bagus, tapi desain arsitek bangunan yang dipakai untuk pameran juga tak kalah memukau. Sejak melihat gedung ini dari luar, Arnita sudah mengagumi arsitektur gedung ini yang benar-benar terlihat sangat modern."Lihat deh mas, lukisannya bagus banget ya." Arnita menunjukan sebuah lukisan pemandangan yang terlihat seperti nyata.Arnita kembali berjalan melihat satu persatu
Arman kembali meletakan sendok yang ia pegang. Ia sudah tahu pasti kedatangan mamanya kemari ada maksud dan tujuan. "Ma, Arman kan sudah bilang kalau Arman nggak akan kembali lagi ke perusahaan. Arman ingin fokus ke perusahaan Arman." jelas Arman."Kamu tega Ar, mama sudah tua dan kamu masih ingin mama bekerja mengelola perusahaan? Seharusnya di masa saat ini mama menikmati hari tua mama dengan tenang." "Bukan begitu ma, ada mas Dewa dan mbak Imel kan yang mengelola perusahaan." "Mama heran kenapa kamu sangat keras kepala ingin pergi dari perusahaan. Apa perempuan itu yang menyuruh kamu, supaya kamu menjauh dari keluarga kamu sendiri?" ujar Cintya kesal saat mengingat Arnita."Mamna jelas-jelas sudah tahu alasan aku kenapa keluar dari perusahaan. Mama jangan nyalahin Arnita untuk menutupi kesalahan mas Dewa." "Mama tahu Dewa sudah mencoba mencelakai kamu, tapi apa nggak bisa kamu tetap bekerja di perusahaan? Mama nggak bisa menghandle perusahaan sendirian Arman!" Cintya menyentuh
"Saya berangkat kerja sekarang." Arman mengusap area mulutnya setelah menghabiskan sarapannya."Untuk makan malamnya mas mau dibuatin apa?" tanya Arnita."Apa saja, terserah kamu. Saya akan makan apapun yang kamu buat." "Bubur?" tanya Arnita dengan jahil. Ia tertawa melihat ekspresi Arman yang langsung berubah datar."Bercanda mas, nanti aku buatin bebek goreng sama sambal terasi ala masakan lamongan." "Boleh, kamu hati-hati di rumah. Kalau ada apa-apa langsung kabari saya." ujar Arman dengan wajah serius.Arnita menganggukkan kepalanya tanda mengerti. Arnita mengambil tangan Arman untuk ia salami. Beberapa detik kemudian Arnita merasakan sebuah kecupan di keningnya. Arnita mengulas senyum tipi, saking tipisnya tidak akan ada orang yang menyadarinya.Disisi lain Arman mulai melajukan mobilnya meninggalkan rumahnya. Saat mobilnya berhenti tepat di lampu merah, tiba-tiba kepalanya kembali mengingat kejadian semalam. Suara seseorang yang sudah lama ia tidak dengar tiba-tiba kembali dat
Arman menyandarkan punggungnya di kursi. Bibirnya menyesap secangkir teh lemon dengan tenang. Arman terlalu fokus dengan teh lemonnya hingga tidak menyadari jika perempuan di depannya terus memperhatikannya dengan tersenyum tipis."Jadi kamu memutuskan untuk menetap disini?" Arman meletakkan cangkirnya ke meja."Iya, lagian kontrak aku di Paris juga sudah selesai. Aku kepikiran mau ambil job di sini aja." ujar Jenny. Terlihat bagaimana Jenny duduk dengan anggunnya. Arman mengamati perempuan itu sekilas. Ia tidak mendapatkan banyak perubahan dari perempuan di depannya itu. Masih sama seperti Jenny yang dulu. "Jadi kamu bisa bantuin aku kan Ar? Ini job pertama yang aku dapat setelah balik ke Indo." jelas Jenny dengan wajah memohonnya."Mama mungkin setuju, tapi aku masih perlu memikirkannya. Aku rasa perusahaan tidak bisa mengeluarkan uang sebanyak itu." jelas Arman."Kamu bisa cicil bayaran aku, aku nggak masalah." Jenny berusaha meyakinkan Arman.Arman menganggukkan kepalanya. "Aku
Arman menuruni anak tangga dengan penampilan yang sudah rapi dengan pakaian kantornya. Langkahnya terhenti tepat di depan meja makan. Matanya menangkap sosok Arnita yang berada di dapur sedang membuat sarapan untuk mereka berdua. Yang membuat sudut bibirnya terangkat adalah Arnita yang sedang memakai kemejanya. Kemejanya itu mampu menutupi tubuh Arnita hanya sampai sebatas setengah paha. Kaki jenjang istrinya itu terekspos tanpa tertutupi sehelai kain. Ingin rasanya Arman kembali membawa Arnita ke kamar mereka. Tapi niatnya harus ia urungkan karena ia harus bekerja hari ini. Rasanya semalam saja tidak cukup. Tubuh Arnita sudah seperti candu baginya. Bahkan ia tidak bisa melupakan setiap lekuk tubuh istrinya itu. "Mas." ucapan Arnita tercekat. Terlihat jika ia terkejut saat membalikkan badannya dan menemukan Arman yang berdiri beberapa langkah darinya.Arnita meringis mengingat jika ia hanya mengenakan kemeja Arman dan hanya mengenakan
Arman membaca surat kontrak milik Jenny. Mamanya itu bergerak cepat mengurus kerjasama antara perusahan dengan Jenny. Padahal Arman belum memberikan persetujuannya."Nggak perlu banyak berpikir Ar. Kamu kan juga sudah kenal lama sama Jenny, apalagi kalian juga sudah pernah pacaran bahkan hampir me_." ucapan Cintya berhenti ketika mendapati tatapan Arman kepadanya."Bukan begitu ma, tapi masalahnya perusahaan harus mengeluarkan biaya yang lebih besar dari budget sebelumnya." jelas Arman."Jadi kamu nggak mau bantu Jenny? Meski kalian nggak jadi menikah, tapi Jenny sudah sangat baik sama keluarga kita dulu." Cintya masih terus ngotot agar Arman setuju dengan kontrak kerja sama dengan Jenny. Apalagi perempuan itu sudah menjanjikan Jenny kalau akan menggaetnya menjadi brand ambasador produk perusahaan.Arman memijat keningnya. Ia sudah angkat tangan jika mamanya sudah sangat keras kepala seperti ini. Arman juga kurang nyaman j
"Mas hari ini pulang jam berapa?" tanya Arnita sambil mensejajarkan langkahnya dengan langkah Arman. Ia sedang mengantar Arman sampai ke depan pintu rumah karena ingin pergi bekerja."Belum tau, mungkin hari ini saya juga akan lembur karena akhir-akhir ini banyak pekerjaan yang menumpuk." jelas Arman."Kalau aku minta mas pulang jam enam, bisa?" Arnita tidak tahu jam berapa Arman akan pulang saat lembur. Apalagi laki-laki itu juga tidak dapat memberitahu jam berapa dia akan pulang.Disisi lain Arman terlihat termenung sebentar. Ia mencoba mengingat semua jadwalnya sebelum memutuskan mengiyakan pertanyaan Arnita."Hmm, akan saya coba usahakan." balas Arman. Arnita terlihat senang Arman mau mengusahakannya. "Mas tau ini hari apa?" tanya Arnita lagi."Jumat?" balas Arman dengan ragu.Arnita menganggukkan kepalanya dengan cepat. "Mas tau hari ini hari memperingati apa?"
Arnita menunggu dengan lelah. Matanya terus melirik ke arah jam dinding. Ia sudah hampir dua jam menunggu Arman datang. Namun sudah hampir dua jam Arman tidak kunjung menampakan batang hidungnya. Arnita sudah memasak makanan kesukaan Arman. Dan ia juga sudah menghias meja makan dengan lilin.Kruk krukkArnita memegang perutnya yang sudah berbunyi meminta untuk segera diisi. Ia sudah terlalu banyak mengeluarkan tenaganya untuk menyiapkan semua makan malam ini. Arnita bertanya-tanya, apa jangan-jangan Arman lupa dengan janjinya? Daripada menunggu dengan tidak pasti, Arnita memilih untuk langsung menghubungi Arman. Arnita menunggu dengan tenang panggilan teleponnya sampai panggilannya berhenti dengan sendirinya. Arnita tidak menyerah, ia kembali menelepon Arman. Dan untuk panggilan keempatnya Arman tetap tidak menjawabnya. Akhirnya Arnita menyerah. Dengan terpaksa ia makan terlebih dahulu. Ia sudah benar-benar lapar sekarang.Selesai makan malam Arnita membereskan semua makanan yang sud
"Nit?" Arman menyentuh bahu Arnita."Mas, mas kapan pulangnya?" tanya Arnita dengan bingung."Kamu dari tadi duduk di balkon nggak lihat saya masuk?" kini gantian Arman yang bingung.Sebab Arnita sudah duduk di balkon kamar cukup lama tapi tidak melihat mobil Arman masuk ke halaman. Arman juga tadi sempat memanggil Arnita saat masuk ke dalam kamar, tetapi Arnita tidak menjawabnya. Dan akhirnya Arman menemukan Arnita duduk termenung di balkon kamar."Kamu nggak papa? Apa yang kamu pikirkan sampai nggak denger saya panggil." tiba-tiba Arnita memeluk pinggang Arman sambil menyandarkan kepalanya di perut Arman."Kamu mikirin apa hmm?" tanya Arman lagi karena masih belum mendapat balasan dari Arnita."Tadi mbak Jenny datang ke rumah." gumam Arnita di perut Arman. Arnita tahu jika ucapannya pasti tidak akan terdengar jelas di telinga Arman."Hmm?" Arman bergumam mendengar ucapan Arnita yang kurang jelas.Arman menangkup wajah Arnita dan menjauhkannya dari perutnya. "Coba ulangi lagi tadi ng
Dewa merangkul pinggang Mawar sambil tersenyum lebar ke arah semua tamu. Dewa membawa Mawar semakin masuk ke dalam pesta. Mata Dewa menjelajahi setiap tamu yang datang ke pesta itu. Satu sudut bibirnya terangkat ketika melihat targetnya tertangkap oleh penglihatannya. Dewa menarik Mawar ke arah meja tersebut. Matanya tak lepas menatap laki-laki yang berdiri di kerumunan itu."Pak Dewa." sapa laki-laki paruh baya yang berada di kerumunan itu."Selamat malam pak Albert." Dewa balas menyapa pria paruh baya itu dengan ramah."Selamat malam pak Atlas." sapa Dewa dengan menekan nama laki-laki di depannya itu.Dewa merasakan atmosfer disekitarnya berubah menjadi canggung dan tegang. Ia menatap Atlas di depannya yang terlihat kikuk saat melihat kehadirannya."Selamat malam pak Dewa." balas Atlas.Beberapa kali Dewa menangkap tatapan Atlas yang mencuri lirik ke arah istrinya. Dewa menatap istri Atlas yang terlihat seperti tidak tahu apa-apa yang sudah diperbuat suaminya di belakangnya."Bagaim
Arnita menunggu Arman di meja makan. Kepalanya terus menatap ke arah pintu menunggu kedatangan Arman. Dua porsi sate yang tadi ia beli sudah disiapkan di piring. Karena Arman terlalu lama berada diluar, Arnita jadi berpikir untuk memanggil Arman untuk segera masuk ke dalam. Perutnya sudah lapar minta diisi."Mas Arman." panggil Arnita sambil kepalanya celingukan mencari keberadaan suaminya itu.Seketika Arnita sadar jika mobil suaminya yang tadi terparkir di halaman rumah sekarang sudah tidak ada lagi disana. Arnita terdiam berpikir apa yang sebenarnya sudah terjadi. Apa Arman pergi lagi setelah mengangkat telepon tadi? Sepertinya memang ada hal penting yang Arman lakukan saat ini.Dengan langkah lesu Arnita kembali melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah. Ia kembali membungkus sate milik Arman dan menyimpannya. Arnita kemudian menghabiskan seporsi sate ayam seorang diri di meja makan.Selesai makan Arnita menunggu Arman pulang di depan tv. Waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh mala
Kandungan Arnita sudah memasuki bulan ketiga kehamilan. Tak terasa perut Arnita semakin membesar. Seperti menjadi kebiasaan baru Arman, setiap kali Arnita berada di dekatnya ia selalu mengelus perut istrinya itu. Hingga kadang Arnita kesal kepadanya karena risih dengan sikapnya itu.Hingga sampai sekarang Arman belum memberitahu mamanya tentang kehamilan Arnita. Tapi rencananya Arman akan memberitahu mamanya dalam waktu dekat. Ia akan membawa Arnita ke rumah.Arman menggeser layar tab nya. Keningnya berkerut melihat berita sebuah agensi model yang ia ketahui Jenny menjadi salah satu model disana itu sedang terjerat kasus penipuan. Arman membuka artikel berita tersebut dan mencari tahu kebenarannya. Ia tercengang jika agensi tersebut benar-benar melakukan tindakan penipuan. Bukan hanya menipu modelnya saja, tetapi juga menipu pengusaha lain yang menggunakan jasa modelling perusahaan tersebut. Kasus itu juga ikut menyeret para model di perusahaan tersebut dan Arman melihat nama Jenny ju
"Makasih ya Ar udah mau temani aku makan." ujar Jenny."Hmm." "Istri kamu nggak akan marah kan?" tanya Jenny hati-hati. Arman menggelengkan kepalanya."Oh iya untuk perpanjang kontrak yang kamu tawarkan sepertinya aku nggak bisa ambil." tangannya memainkan pisau dan garpu di atas steaknya.Arman mendongakkan sedikit kepalanya untuk menatap perempuan di depannya. "Kenapa?" "Emm, bukannya aku nggak tertarik mau ambil perpanjangan kontrak yang kamu tawarkan. Tapi aku mau mencoba untuk ekspor modelling yang beda dari sebelumnya.""Manajer aku bilang kalau ada salah satu merk fashion ternama di Indonesia yang nawarin kerja sama dengan aku. Aku harap kamu nggak tersinggung sama keputusan aku."Arman menganggukkan kepalanya pelan. Ia mengerti jika Jenny ingin mencoba dunia modelling lain yang ada di negara ini. Itu juga akan mempermudah karirnya di negara ini."Bagus kalau kamu mau ekspor dunia modelling disini." balas Arman.Jenny lega mendengar jawaban Arman yang mendukung keputusannya.
Arman menyandarkan kepalanya ke bahu Arman. Kakinya diluruskan sampai ujung kakinya menyentuh batas ujung sofa yang ia duduki. Tangannya asik menggeser layar ponselnya. Disisi lain Arman terlihat sibuk dengan tab di tangannya. Ia tidak sama sekali tidak kelihatan pegal saat Arnita menyandarkan tubuhnya ke tubuh Arman. Arman melepas kacamata yang bertengger di hidungnya dan meletakkan tab di tangannya ke atas meja. Ia sedikit menggerakkan tubuhnya dengan pelan."Kamu sudah minum susu hamilnya?" tanya Arman."Belum." balas Arnita pelan seperti gumaman."Kenapa belum? Ayo minum susunya dulu." Arman mengambil ponsel yang ada di genggaman Arnita.Arnita sempat memasang wajah kesalnya saat Arman tiba-tiba mengambil ponselnya. Namun segera ia merubah raut wajahnya saat Arman menatapnya dengan tatapan tajam. "Jangan main ponsel terus. Ayo saya buatkan susu." Arman menggandeng lengan Arnita ke dapur. Ia menyuruh Arnita untuk duduk sambil menunggunya selesai membuatkan susu untuk Arnita."Mi
Mawar berjalan berlenggak-lenggok memasuki lobi hotel. Dengan masker dan kacamata hitam yang menghiasi wajahnya tidak akan membuat orang lain mengenalinya. Mawar berjalan ke arah meja resepsionis."Ada yang bisa saya bantu bu?" tanya resepsionis hotel tersebut dengan ramah."Saya ingin ambil kunci nomor 506." ujar Mawar."Atas nama siapa bu?" "Pak Atlas." "Tunggu sebentar ya bu." "Silahkan di isi data diri ibu disini." resepsionis wanita tersebut menyerahkan buku tamu kepada Mawar.Setelah mendapatkan kunci kamar milik Atlas, Mawar masuk ke dalam lift menuju lantai lima hotel tersebut. Langkahnya berhenti di depan pintu bernomor 506. Dengan menempelkan kartu akses, pintu itu sudah bisa terbuka.Mawar masuk ke dalam kamar itu. Matanya menyoroti setiap sudut ruangan. Satu sudut bibirnya terangkat ke atas membentuk sebuah senyum miring. Diambilnya pigura foto yang ada di atas meja. Terlihat sebuah keluarga bahagia di foto itu. Tiitt tittSuara seseorang yang baru saja menempelkan kar
Alif dan Arnita menengokkan kepalanya ke belakang secara bersamaan. Terlihat mobil Arman yang berhenti tepat di belakang mereka. Arman berjalan cepat menghampiri mereka berdua dengan tergesa-gesa. Arnita meneguk ludahnya dengan susah payah ketika melihat Arman terus menatap Alif dengan begitu intens."Kaki kamu kenapa?" tanya Arman dengan khawatir."Ini tadi nggak sengaja nginjek pecahan kaca mas." ujar Arnita sambil menunjuk ke pecahan kaca yang sudah Alif singkirkan ke tepi jalan."Kamu kenapa bisa disini?" "Aku tadi habis ikut penyuluhan RT terus pulangnya mampir ke warung es dawet di depan. Ini aku baru mau pulang ke rumah." jelas Arnita menceritakannya dengan singkat dan jelas."Kamu bisa jalan?" tanya Arman lagi. Pandangannya tidak lepas dari kaki Arnita yang terluka."Bisa kok mas." Arnita berjalan pelan menunjukkannya kepada Arman."Bisa dari mana? Kamu jalan aja kesusahan." Arman sedikit membungkukan badannya. Satu tangannya ia selipkan di belakang dengkul Arnita."Mas!" Arn
Arnita berusaha menahan tawanya agar tidak mengeluarkan suara yang mengganggu tidur Arman. Sudah hampir sepuluh menit Arnita terbangun. Pertama ia terbangun ia terkejut dengan Arman yang memakai piyama hello kitty miliknya. Pagi ini piyama berwarna ungu itu sudah tidak berbentuk lagi. Dua kancing piyama di bagian tengah terlepas entah kemana. Mungkin karena terlalu sempit di tubuh Arman hingga membuat kancing piyama itu terlepas dengan sendirinya. Arnita merasa kasihan dengan Arman yang terlihat tidak nyaman memakai piyama miliknya. Tangan Arnita bergerak membuka satu persatu kancing piyama. Ia hanya ingin membukakan kancing piyama itu agar Arman bisa bergerak dengan nyaman dalam tidurnya. "Hmm." tanpa sepengetahuan Arnita, Arman terbangun dari tidurnya karena gerakan tangan Arnita.Arman menundukkan pandangannya ke bawah di mana Arnita sedang sibuk membuka kancing piyama yang ia pakai. Tangan Arman langsung memegang tangan Arnita. Arnita yang sebelumnya sedang terfokus membuka kan