Arman membaca surat kontrak milik Jenny. Mamanya itu bergerak cepat mengurus kerjasama antara perusahan dengan Jenny. Padahal Arman belum memberikan persetujuannya."Nggak perlu banyak berpikir Ar. Kamu kan juga sudah kenal lama sama Jenny, apalagi kalian juga sudah pernah pacaran bahkan hampir me_." ucapan Cintya berhenti ketika mendapati tatapan Arman kepadanya."Bukan begitu ma, tapi masalahnya perusahaan harus mengeluarkan biaya yang lebih besar dari budget sebelumnya." jelas Arman."Jadi kamu nggak mau bantu Jenny? Meski kalian nggak jadi menikah, tapi Jenny sudah sangat baik sama keluarga kita dulu." Cintya masih terus ngotot agar Arman setuju dengan kontrak kerja sama dengan Jenny. Apalagi perempuan itu sudah menjanjikan Jenny kalau akan menggaetnya menjadi brand ambasador produk perusahaan.Arman memijat keningnya. Ia sudah angkat tangan jika mamanya sudah sangat keras kepala seperti ini. Arman juga kurang nyaman j
"Mas hari ini pulang jam berapa?" tanya Arnita sambil mensejajarkan langkahnya dengan langkah Arman. Ia sedang mengantar Arman sampai ke depan pintu rumah karena ingin pergi bekerja."Belum tau, mungkin hari ini saya juga akan lembur karena akhir-akhir ini banyak pekerjaan yang menumpuk." jelas Arman."Kalau aku minta mas pulang jam enam, bisa?" Arnita tidak tahu jam berapa Arman akan pulang saat lembur. Apalagi laki-laki itu juga tidak dapat memberitahu jam berapa dia akan pulang.Disisi lain Arman terlihat termenung sebentar. Ia mencoba mengingat semua jadwalnya sebelum memutuskan mengiyakan pertanyaan Arnita."Hmm, akan saya coba usahakan." balas Arman. Arnita terlihat senang Arman mau mengusahakannya. "Mas tau ini hari apa?" tanya Arnita lagi."Jumat?" balas Arman dengan ragu.Arnita menganggukkan kepalanya dengan cepat. "Mas tau hari ini hari memperingati apa?"
Arnita menunggu dengan lelah. Matanya terus melirik ke arah jam dinding. Ia sudah hampir dua jam menunggu Arman datang. Namun sudah hampir dua jam Arman tidak kunjung menampakan batang hidungnya. Arnita sudah memasak makanan kesukaan Arman. Dan ia juga sudah menghias meja makan dengan lilin.Kruk krukkArnita memegang perutnya yang sudah berbunyi meminta untuk segera diisi. Ia sudah terlalu banyak mengeluarkan tenaganya untuk menyiapkan semua makan malam ini. Arnita bertanya-tanya, apa jangan-jangan Arman lupa dengan janjinya? Daripada menunggu dengan tidak pasti, Arnita memilih untuk langsung menghubungi Arman. Arnita menunggu dengan tenang panggilan teleponnya sampai panggilannya berhenti dengan sendirinya. Arnita tidak menyerah, ia kembali menelepon Arman. Dan untuk panggilan keempatnya Arman tetap tidak menjawabnya. Akhirnya Arnita menyerah. Dengan terpaksa ia makan terlebih dahulu. Ia sudah benar-benar lapar sekarang.Selesai makan malam Arnita membereskan semua makanan yang sud
Malam harinya Arnita masih menghindari Arman. Arman menonton bola sendirian di ruang tengah, sedangkan Arnita berada di kamar entah sedang apa Arman juga tidak tahu. Tring tring"Halo." tanpa menunggu lama Arman langsung mengangkat panggilan dari Jenny."Ar, aku bisa minta tolong sama kamu." ujar Jenny dari seberang telepon. Suaranya terdengar serak dan lemah."Minta tolong apa Jen?" "Kamu bisa antar aku ke rumah sakit? Aku lagi sakit. Aku juga nggak kuat buat jalan, kepala aku pusing banget Ar. Aku nggak tau harus minta tolong sama siapa lagi selain kamu." Arman terdiam sebentar. Apa tidak apa jika ia pergi malam-malam begini dan meninggalkan Arnita di rumah sendirian? Disisi lain ia juga tidak tega membiarkan Jenny sakit sendirian di apartemennya. Apalagi ia tahu kalau sejak pulang dari Paris Jenny tidak memiliki teman atau siapapun disini. Keluarga perempuan itu juga berada di LA dan di kota lain."Gimana kalau saya minta tolong mama buat antar kamu ke rumah sakit?" "Jangan Ar,
Arman terbangun dari tidurnya. Ia membuka matanya perlahan. Pandangannya menatap ke sekitar dengan wajah ling lung. Ia kembali memejamkan matanya begitu ingat jika semalam ia tertidur di rumah sakit. Bergegas Arman bangun dan mengambil jaket yang tersampir di sofa."Ar?" Jenny membuka matanya. Matanya mengerjap-ngerjap menyesuaikan cahaya di ruangan itu."Kamu mau kemana?" tanya Jenny dengan suara serak khas bangun tidur."Aku mau pulang." balas Arman.Jenny terlihat kecewa karena Arman akan meninggalkannya. Tapi Jenny sadar jika ia tidak akan bisa menahan Arman terlalu lama disini. "Hmm. Hati-hati Ar." ***Arman memasuki rumah dengan tergesa-gesa. Saat membuka pintu, pintu rumah sudah tidak terkunci. Tentu saja ini sudah jam enam dan pastinya Arnita sudah bangun. Arman masuk kedalam rumah dengan langkah hati-hati. Ia naik ke lantai atas menuju kamarnya. Saat tangan Arman menyentuh handle pintu untuk membuka pintu kamar, pintu itu tiba-tiba terbuka lebih dahulu sebelum Arman berhasi
Sudah tiga hari ini Arnita dilanda curiga oleh sikap Arman yang kembali seperti dulu. laki-laki itu jarang berbicara padanya karena terlalu sibuk. Arnita tidak tahu pekerjaan apa yang membuat Arman sampai sangat sibuk. Beberapa hari Arman selalu pulang larut malam.Arman akan berangkat pukul tujuh kemudian akan pulang kerumah pukul dua belas malam. Selama tiga hari selalu seperti itu. Mereka bahkan tidak punya waktu untuk mengobrol karena Arman yang baru pulang kerja merasa sangat lelah dan akhirnya langsung tertidur. Keesokannya Arman bangun dan pergi bekerja. Akhirnya tidak ada waktu untuk bicara.Satu hal lagi yang aneh dari Arman. Setiap pulang dari kantor, Arnita selalu mencium bau khas rumah sakit dari tubuh Arman. Arnita tidak tahu apa yang sebenarnya sedang terjadi. Arman tidak memberitahukan apapun padanya. Arnita merasa ada yang sedang disembunyikan oleh Arman darinya.CeklekPintu kamar terbuka, tanpa melihatnya
"Maaf ya Ar aku jadi ngerepotin kamu." Arman membantu Jenny duduk di sofa. Hari ini Jenny sudah diperbolehkan dokter untuk pulang setelah tiga hari dirawat inap di rumah sakit. Arman harus meng-cancel rapatnya hari ini karena ia harus membantu Jenny berkemas."Kamu nggak mau pakai pembantu?" tanya Arman. Mata Arman mengedar melihat setiap titik di sudut apartemen milik Jenny."Aku baru mau cari Ar, kamu ada kenalan yang bisa dipercaya mengurus rumah?" "Nggak ada Jen, nanti biar saya suruh Dani coba cari bantu." "Nggak perlu Ar, aku nggak enak jadi ngerepotin kamu lagi." Jenny mengibaskan selimut tipis untuk menutupi kakinya. Meski dokter sudah memperbolehkannya untuk pulang, tapi dokter masih mewanti-wanti dirinya untuk istirahat di rumah selama dua hari."Kalau gitu saya pergi sekarang." Arman kembali setelah membawa beberapa tas milik Jenny ke kamar."Hmm, makas
Air mata Arnita semakin banyak keluar. Sontak saja hal itu membuat Arman menjadi kelabakan sendiri. Arman menarik lengan Arnita untuk duduk. Tetapi Arnita lagi-lagi menepis tangan Arman."Kamu duduk dulu, saya bakalan jelasin semuanya." ujar Arman yang akhirnya membuat Arnita mau duduk.Arman mengambil tempat di samping Arnita. Badannya sedikit menyerong menghadap ke arah Arnita. Arman berdehem sebelum mulai menjelaskan kejadiannya. "Jadi perempuan yang ada di rumah sakit itu adalah teman saya, namanya Jenny." jelas Arman. Matanya terus menatap ke arah Arnita."Saya waktu itu memang sedang menjenguk Jenny di rumah sakit beberapa kali karena Jenny tidak punya keluarga disini. Dan lagi dia baru saja kembali dari Paris seminggu yang lalu.""Lalu kenapa dia hanya menghubungi mas Arman? Apa dia tidak punya teman?" tanya Arnita. Akhirnya Arnita mengeluarkan apa yang ada dalam pikirannya."Iya, Jenny
"Nit?" Arman menyentuh bahu Arnita."Mas, mas kapan pulangnya?" tanya Arnita dengan bingung."Kamu dari tadi duduk di balkon nggak lihat saya masuk?" kini gantian Arman yang bingung.Sebab Arnita sudah duduk di balkon kamar cukup lama tapi tidak melihat mobil Arman masuk ke halaman. Arman juga tadi sempat memanggil Arnita saat masuk ke dalam kamar, tetapi Arnita tidak menjawabnya. Dan akhirnya Arman menemukan Arnita duduk termenung di balkon kamar."Kamu nggak papa? Apa yang kamu pikirkan sampai nggak denger saya panggil." tiba-tiba Arnita memeluk pinggang Arman sambil menyandarkan kepalanya di perut Arman."Kamu mikirin apa hmm?" tanya Arman lagi karena masih belum mendapat balasan dari Arnita."Tadi mbak Jenny datang ke rumah." gumam Arnita di perut Arman. Arnita tahu jika ucapannya pasti tidak akan terdengar jelas di telinga Arman."Hmm?" Arman bergumam mendengar ucapan Arnita yang kurang jelas.Arman menangkup wajah Arnita dan menjauhkannya dari perutnya. "Coba ulangi lagi tadi ng
Dewa merangkul pinggang Mawar sambil tersenyum lebar ke arah semua tamu. Dewa membawa Mawar semakin masuk ke dalam pesta. Mata Dewa menjelajahi setiap tamu yang datang ke pesta itu. Satu sudut bibirnya terangkat ketika melihat targetnya tertangkap oleh penglihatannya. Dewa menarik Mawar ke arah meja tersebut. Matanya tak lepas menatap laki-laki yang berdiri di kerumunan itu."Pak Dewa." sapa laki-laki paruh baya yang berada di kerumunan itu."Selamat malam pak Albert." Dewa balas menyapa pria paruh baya itu dengan ramah."Selamat malam pak Atlas." sapa Dewa dengan menekan nama laki-laki di depannya itu.Dewa merasakan atmosfer disekitarnya berubah menjadi canggung dan tegang. Ia menatap Atlas di depannya yang terlihat kikuk saat melihat kehadirannya."Selamat malam pak Dewa." balas Atlas.Beberapa kali Dewa menangkap tatapan Atlas yang mencuri lirik ke arah istrinya. Dewa menatap istri Atlas yang terlihat seperti tidak tahu apa-apa yang sudah diperbuat suaminya di belakangnya."Bagaim
Arnita menunggu Arman di meja makan. Kepalanya terus menatap ke arah pintu menunggu kedatangan Arman. Dua porsi sate yang tadi ia beli sudah disiapkan di piring. Karena Arman terlalu lama berada diluar, Arnita jadi berpikir untuk memanggil Arman untuk segera masuk ke dalam. Perutnya sudah lapar minta diisi."Mas Arman." panggil Arnita sambil kepalanya celingukan mencari keberadaan suaminya itu.Seketika Arnita sadar jika mobil suaminya yang tadi terparkir di halaman rumah sekarang sudah tidak ada lagi disana. Arnita terdiam berpikir apa yang sebenarnya sudah terjadi. Apa Arman pergi lagi setelah mengangkat telepon tadi? Sepertinya memang ada hal penting yang Arman lakukan saat ini.Dengan langkah lesu Arnita kembali melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah. Ia kembali membungkus sate milik Arman dan menyimpannya. Arnita kemudian menghabiskan seporsi sate ayam seorang diri di meja makan.Selesai makan Arnita menunggu Arman pulang di depan tv. Waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh mala
Kandungan Arnita sudah memasuki bulan ketiga kehamilan. Tak terasa perut Arnita semakin membesar. Seperti menjadi kebiasaan baru Arman, setiap kali Arnita berada di dekatnya ia selalu mengelus perut istrinya itu. Hingga kadang Arnita kesal kepadanya karena risih dengan sikapnya itu.Hingga sampai sekarang Arman belum memberitahu mamanya tentang kehamilan Arnita. Tapi rencananya Arman akan memberitahu mamanya dalam waktu dekat. Ia akan membawa Arnita ke rumah.Arman menggeser layar tab nya. Keningnya berkerut melihat berita sebuah agensi model yang ia ketahui Jenny menjadi salah satu model disana itu sedang terjerat kasus penipuan. Arman membuka artikel berita tersebut dan mencari tahu kebenarannya. Ia tercengang jika agensi tersebut benar-benar melakukan tindakan penipuan. Bukan hanya menipu modelnya saja, tetapi juga menipu pengusaha lain yang menggunakan jasa modelling perusahaan tersebut. Kasus itu juga ikut menyeret para model di perusahaan tersebut dan Arman melihat nama Jenny ju
"Makasih ya Ar udah mau temani aku makan." ujar Jenny."Hmm." "Istri kamu nggak akan marah kan?" tanya Jenny hati-hati. Arman menggelengkan kepalanya."Oh iya untuk perpanjang kontrak yang kamu tawarkan sepertinya aku nggak bisa ambil." tangannya memainkan pisau dan garpu di atas steaknya.Arman mendongakkan sedikit kepalanya untuk menatap perempuan di depannya. "Kenapa?" "Emm, bukannya aku nggak tertarik mau ambil perpanjangan kontrak yang kamu tawarkan. Tapi aku mau mencoba untuk ekspor modelling yang beda dari sebelumnya.""Manajer aku bilang kalau ada salah satu merk fashion ternama di Indonesia yang nawarin kerja sama dengan aku. Aku harap kamu nggak tersinggung sama keputusan aku."Arman menganggukkan kepalanya pelan. Ia mengerti jika Jenny ingin mencoba dunia modelling lain yang ada di negara ini. Itu juga akan mempermudah karirnya di negara ini."Bagus kalau kamu mau ekspor dunia modelling disini." balas Arman.Jenny lega mendengar jawaban Arman yang mendukung keputusannya.
Arman menyandarkan kepalanya ke bahu Arman. Kakinya diluruskan sampai ujung kakinya menyentuh batas ujung sofa yang ia duduki. Tangannya asik menggeser layar ponselnya. Disisi lain Arman terlihat sibuk dengan tab di tangannya. Ia tidak sama sekali tidak kelihatan pegal saat Arnita menyandarkan tubuhnya ke tubuh Arman. Arman melepas kacamata yang bertengger di hidungnya dan meletakkan tab di tangannya ke atas meja. Ia sedikit menggerakkan tubuhnya dengan pelan."Kamu sudah minum susu hamilnya?" tanya Arman."Belum." balas Arnita pelan seperti gumaman."Kenapa belum? Ayo minum susunya dulu." Arman mengambil ponsel yang ada di genggaman Arnita.Arnita sempat memasang wajah kesalnya saat Arman tiba-tiba mengambil ponselnya. Namun segera ia merubah raut wajahnya saat Arman menatapnya dengan tatapan tajam. "Jangan main ponsel terus. Ayo saya buatkan susu." Arman menggandeng lengan Arnita ke dapur. Ia menyuruh Arnita untuk duduk sambil menunggunya selesai membuatkan susu untuk Arnita."Mi
Mawar berjalan berlenggak-lenggok memasuki lobi hotel. Dengan masker dan kacamata hitam yang menghiasi wajahnya tidak akan membuat orang lain mengenalinya. Mawar berjalan ke arah meja resepsionis."Ada yang bisa saya bantu bu?" tanya resepsionis hotel tersebut dengan ramah."Saya ingin ambil kunci nomor 506." ujar Mawar."Atas nama siapa bu?" "Pak Atlas." "Tunggu sebentar ya bu." "Silahkan di isi data diri ibu disini." resepsionis wanita tersebut menyerahkan buku tamu kepada Mawar.Setelah mendapatkan kunci kamar milik Atlas, Mawar masuk ke dalam lift menuju lantai lima hotel tersebut. Langkahnya berhenti di depan pintu bernomor 506. Dengan menempelkan kartu akses, pintu itu sudah bisa terbuka.Mawar masuk ke dalam kamar itu. Matanya menyoroti setiap sudut ruangan. Satu sudut bibirnya terangkat ke atas membentuk sebuah senyum miring. Diambilnya pigura foto yang ada di atas meja. Terlihat sebuah keluarga bahagia di foto itu. Tiitt tittSuara seseorang yang baru saja menempelkan kar
Alif dan Arnita menengokkan kepalanya ke belakang secara bersamaan. Terlihat mobil Arman yang berhenti tepat di belakang mereka. Arman berjalan cepat menghampiri mereka berdua dengan tergesa-gesa. Arnita meneguk ludahnya dengan susah payah ketika melihat Arman terus menatap Alif dengan begitu intens."Kaki kamu kenapa?" tanya Arman dengan khawatir."Ini tadi nggak sengaja nginjek pecahan kaca mas." ujar Arnita sambil menunjuk ke pecahan kaca yang sudah Alif singkirkan ke tepi jalan."Kamu kenapa bisa disini?" "Aku tadi habis ikut penyuluhan RT terus pulangnya mampir ke warung es dawet di depan. Ini aku baru mau pulang ke rumah." jelas Arnita menceritakannya dengan singkat dan jelas."Kamu bisa jalan?" tanya Arman lagi. Pandangannya tidak lepas dari kaki Arnita yang terluka."Bisa kok mas." Arnita berjalan pelan menunjukkannya kepada Arman."Bisa dari mana? Kamu jalan aja kesusahan." Arman sedikit membungkukan badannya. Satu tangannya ia selipkan di belakang dengkul Arnita."Mas!" Arn
Arnita berusaha menahan tawanya agar tidak mengeluarkan suara yang mengganggu tidur Arman. Sudah hampir sepuluh menit Arnita terbangun. Pertama ia terbangun ia terkejut dengan Arman yang memakai piyama hello kitty miliknya. Pagi ini piyama berwarna ungu itu sudah tidak berbentuk lagi. Dua kancing piyama di bagian tengah terlepas entah kemana. Mungkin karena terlalu sempit di tubuh Arman hingga membuat kancing piyama itu terlepas dengan sendirinya. Arnita merasa kasihan dengan Arman yang terlihat tidak nyaman memakai piyama miliknya. Tangan Arnita bergerak membuka satu persatu kancing piyama. Ia hanya ingin membukakan kancing piyama itu agar Arman bisa bergerak dengan nyaman dalam tidurnya. "Hmm." tanpa sepengetahuan Arnita, Arman terbangun dari tidurnya karena gerakan tangan Arnita.Arman menundukkan pandangannya ke bawah di mana Arnita sedang sibuk membuka kancing piyama yang ia pakai. Tangan Arman langsung memegang tangan Arnita. Arnita yang sebelumnya sedang terfokus membuka kan