Mobil yang dinaiki Norman berjalan sangat cepat, bahkan pria itu menelepon polisi Newland untuk mengawalnya agar tidak ada yang menghambatnya di jalan.Daryl yang berada satu mobil dengan Norman berkeringat dingin, wajahnya memucat melihat laju mobil sangat cepat, hingga saking ketakutannya, pria itu kemudian memejamkan mata sambil berdoa dalam hati agar selamat sampai tujuan.Bagi para Mafia, dalam kondisi genting hidup dan mati sudah biasa. Mengendarai mobil dengan kecepatan penuh terbiasa bagi mereka ketika dalam pelarian atau mengejar musuh. Berbeda dengan Daryl yang hanya seorang karyawan perusahan, tentu hal tersebut membuat pria itu memiliki pengalaman baru, bagaimana rasanya ikut dengan kelompok Mafia.Sementara Norman masih dalam perjalanan ke Mansion Dreams tempat Martin tinggal sekarang bersama sang Istri. Di kamar Martin, pria itu sedang dibersihkan tubuhnya oleh Jessica setelah semua jarum akupuntur di cabut.Jesica membasuh tubuh Martin dengan telaten, ia tampak begitu pe
Malam hari di Mansion Dreams. Martin mengerjapkan matanya, pria itu merasakan tubuhnya terasa sakit semua. Ia sedikit mengatupkan rahang untuk menahan rasa sakit di sekujur tubuhnya tersebut.Pandangan mata Martin mengedar ke segala arah, saat tahu itu kamarnya, ia menghela napas lega. Ketika akan mengangkat tangan kanannya terasa berat, membuat pria itu reflek menoleh.Martin tersenyum saat melihat sang Istri terlelap sambil duduk di samping ranjang dengan beralaskan tangan kanannya. Ia menggunakan tangan kiri untuk mengusap puncak kepala Jesica dengan lembut."Sayang bangun," tegurnya lembut dengan suara parau.Jesica yang merasakan sentuhan tangan Martin, mata wanita itu mengerjap, ia langsung reflek menatap Martin, walau belum sepenuhnya terasadar. Namun, ketika melihat sang suami sudah siuman ia langsung tersadar sepenuhnya."Sayang, kamu sudah bangun," ucapnya langsung memeluk Martin.Martin tersenyum, ia juga balas memeluk sang Istri sambil mengusap punggungnya dengan lembut.Je
Ke esokan harinya di Mansion Dreams. Martin terbangun dari tidurnya, saat melihat ke samping sang Istri sudah tidak ada di sana. Terdengar suara gemericik air dari dalam kamar mandi, menandakan kalau Jesica sedang berada di sana.Martin hany tersenyum, pria itu beranjak dari berbaring, duduk bersandar di ranjang, mengulurkan tangan mengambil ponselnya yang berada di atas nakas. Sambil menunggu sang Istri selesai mandi, pria itu bermain game kesukaannya.Tidak berselang lama Jesica keluar dari kamar mandi, wanita itu melihat sang Suami yang sudah terbangun mendekatinya."Pagi sayang," sapa Jesica seraya mengecup bibir sang Suami.Martin tersenyum simpul saat Jesica melakukan hal tersebut kemudian menjawab. "Pagi juga sayang.""Mandi dulu sana, nanti kita sarapan bareng," ucap wanita itu lembut.Martin menggelengkan kepalanya. "Tidak mau, aku pengennya di mandikan," jawab pria itu sambil tersenyum memegang dagu sang Istri.Jesica menurunkan tangan Martin dengan lembut. "Jangan seperti an
Air mata Jesica menetes membasahi pipi dan tangannya yang digunakan untuk menutupi mulut, seketika membuat Martin terkejut."Astaga, kamu kenapa, sayang? Mana yang sakit?" tanya sang Suami khawatir sambil meletakan roti yang sedang ia makan, menghapus air matanya.Bukannya menjawab Jesica langsung menghambur ke pelukan sang Suami, tangisnya pecah seketika.Norman dan Xiawei tentu saja terkejut saat tiba-tiba Jesica menangis terisak seperti itu. Mereka berdua tidak tahu apa yang terjadi pada wanita yang telah menjadi Istri Martin tersebut."Hei, kamu kenapa?" tanya Martin lembut sambil mengusap punggung sang Istri.Jesica tidak menjawab sama sekali, wanita itu hanya memeluk erat sang suami, masih menangis terisak.Jelas saja hal tersebut membuat Martin semakin bingung, akhirnya ia hanya diam, membiarkan sang Istri menangis di pelukannya.Setelah beberapa saat, akhirnya Jesica sudah sedikit tenang. Martin melepaskan pelukan sang Istri, menghapus air matanya yang membasahi pipi dengan ked
Ekspresi Martin dan Norman yang tadinya santai berubah ketika mendengar kebenaran tentang kemungkinan adanya tambang emas di Newland dan Souland.Mereka berdua langsung duduk dengan tegap mencondongkan tubuh mereka ke depan, menatap Daryl dengan serius."Apa kamu yakin dengan ini?" tanya Martin memastikan.Daryl menganggukkan kepalanya pelan. "Saya sangat yakin tuan.""Dimana lokasinya?" tanya Norman penasaran."Perbatasan Newland dan Souland, dekat dengan gunung Soul," jawab Daryl yakin.Martin mengerutkan keningnya. "Apa kamu yakin? Gunung Soul masih aktif, jikapun ada tambang emas di sana, apa itu tidak berbahaya?" Daryl menghela napas tidak berdaya. "Tuan, orang seperti Leonardo tidak akan peduli dengan apa pun, asalkan bisa semakin memperkaya dirinya dia tidak peduli dengan segala resiko yang didapat."Awalnya Martin sangat antusias ketika mendengar tambang emas tersebut. Namun, ketika mendengar wilayahnya berada dekat dengan gunung Soul, ia jelas tidak ingin mengambil resiko mem
Didalam kamar mandi Martin mengunci pintu, bersandar di sana sambil menghela napas panjang. Niat hati ingin membuat kejutan untuk sang Istri, malah dirinya yang terkejut karena Istrinya lebih memprioritaskan teman-temannya."Apa aku masih belum mendapatkan hati Jesica sepenuhnya?" gumam pria itu sambil memijat pangkal hidungnya.Martin sudah berusaha sebisa mungkin membuat Jesica nyaman, tapi mendengar jawaban dari sang Istri barusan membuatnya sangat yakin kalau Jesica belum menerima dia sepenuhnya. Karena tanggal pernikahan mereka saja tidak di ingat wanita itu sama sekali.Semua rencana Martin untuk memeberikan kejutan pada sang Istri sirna sudah, ia menghela napas panjang mencoba menerima kenyataan tersebut.***Ke esokan harinya ....Jesica sedang bersiap-siap untuk datang ke pesta yang di buat temannya. "Sayang, kamu serius tidak mau ikut?" tanya wanita itu lembut.Martin hanya mengangguk pelan tanpa menoleh ke arah sang Istri sama sekali."Ya sudah, aku berangkat dulu yah," ucap
Axel Solford, dia pria yang cukup tampan dan pintar. Sosok yang pernah menjadi idaman para wanita dulu.Axel langsung mendapatkan kerjaan yang cukup bagus setelah lulus kuliah. Alasan kenapa dirinya hilang kontak dengan Jesica, karena orang tuanya tidak menyukai keluarga wanita itu yang hanya kelas menengah.Kedua orang tua Axel menginginkan menantu yang keluarganya setara dengan mereka. Sebab itulah hubungan mereka tidak mendapatkan restu sama sekali.Keluarga Axel memiliki perusahaan cukup besar bernama Solford Industri yang berada di Newland dan Souland. Bisa dikatakan keluarga Solford merupakan salah satu keluarga yang mengenal kelompok Mafia Luther secara baik. Karena semua pebisnis di dua Negara tersebut ada di bawah genggaman mereka.***Jesica duduk berdampingan dengan Axel, teman-temannya sengaja membiarkan mereka berdua duduk berdekatan."Aku dengar kamu sudah menikah Jes, benarkah itu?" tanya Axel lembut.Jesica hanya mengangguk pelan sambil menundukkan kepalanya. Ia tidak i
Martin tergesa-gesa pulang ke kediamannya dengan kondisi sudah sedikit mabuk. Pria itu menyetir mobil sangat cepat, membuat pengendara lain marah."Woi! Kamu bosan hidup!" seru salah satu pengemudi yang di salip Martin.Martin mengabaikan pengemudi tersebut, ia tetap melajukan mobilnya dengan cepat, mendengar sang Istri menangis, ia sudah tidak peduli dengan apa pun.Suara klakson mobil terus berbunyi untuk menegur Martin. Namun, pria itu tidak menggubrisnya sama sekali, sampai-sampai ada beberapa mobil polisi yang mengejarnya."Ckk, mengganggu saja!" gerutu Martin yang melihat beberapa mobil polisi mengejarnya.Martin tetap mengendarai mobilnya dengan cepat, terjadilah kejar-kejaran antara Polisi dengan pria itu. Polisi memberikan peringatan kepada Martin. Namun, pria itu tidak peduli sama sekali, hingga akhirnya ia menghentikan mobilnya ketika ada sekelompok polisi yang sudah menunggunya dengan ranjau ban didepan jalan.Ciiit!Terdengar suara derit ban mobil yang bergesekan dengan a
Setelah Adama sampai di Narika, pria itu langsung melakukan penangkapan terhadap Patricia. Mengatasnamakan keamanan Narika atas transaksi ilegal yang dilakukan wanita itu, membuat Patricia pun tidak bisa berkilah lagi.Patricia berhasil ditangkap oleh Adama di bantu keamanan Narika, menggunakan bukti-bukti transaksi ilegal yang dilakukan wanita itu.Bahkan beberapa orang yang bekerjasama dengannya juga ikut terseret masuk kedalam jeruji besi.Di ruang interogasi, terlihat Adama sedang duduk dihadapan Patricia yang sudah mengenakan pakaian tahanan."Katakan padaku, apa saja yang kamu ketahui tentang Martin Luther?" tanya Adama.Patricia hanya diam, menatap tajam Adama, tanpa berbicara sepatah kata pun.Adama menghela napas panjang. "Kakakmu bukanlah orang yang baik, seharusnya kamu hidup lebih baik darinya, tidak perlu meneruskan usahanya, tetap sembunyi di Vlasir."Patricia masih tetap diam, ia tidak berbicara sama sekali, hanya memperhatikan Adama dengan seksama.Adama memijat pangkal
Adama sebenarnya tidak ingin melibatkan Martin terlebih dahulu. Akan tetapi Patricia berhubungan dengan Leonardo dan yang lebih penting wanita itu sedang mengincar Jessica, sehingga ia pikir kalau Martin harus tahu tentang masalah tersebut."Kamu tidak perlu datang ke Narika, aku cuma memberitahumu. Setelah bukti-bukti terkumpul, akan aku seret wanita itu kehadapan kamu," ucap Adama mencoba menenangkan Martin.Martin menghela napas. "Selama ini aku sudah merepotkan kalian, tidak enak jika diriku tetap diam dan masalah ini juga berhubungan dengan Istriku, Adama.""Ck, kau baru saja kembali, anak dan Istrimu masih merindukan kamu, serahkan semuanya pada kami," ujar Adama.Adama mengangguk pelan sembari tersenyum agar Martin percaya padanya dan tidak memikirkan masalah tersebut.Martin memijat pangkal hidungnya, lantas buka suara. "Baiklah ... selesaikan dengan cepat Adama, aku tidak ingin Istriku kenapa-napa.""Siap Bos!" jawab Adama sembari hormat.Martin terkekeh geli melihat tingkah A
"Kenapa bengong, tidak mau?" tegur si gadis.Matias seketika langsung tersadar, mengambil kopi kaleng pemberian gadis tersebut. "Terima kasih."Gadis itu mengangguk pelan, ia duduk disebelah Ivan sambil menenggak minuman kaleng yang ada ditangannya.Matias terlihat gugup, ia mencuri-curi pandang ke arah di gadis sambil mengusap-usap minuman kaleng yang dipegangnya."Seila Rosemary Weil, itu namaku," ucap si gadis tiba-tiba."Eh ... a-aku Mati ....""Matias Luther, aku sudah tahu," sela Seila ketika Matias belum selesai berbicara.Matias hanya tersenyum kecut, ia tidak bisa berkata-kata lagi, karena saking gugupnya. Ini pertama kalinya ia mengobrol dengan gadis tapi segugup itu, padahal kalau disekolah ia tidak pernah seperti itu.Seila menoleh menatap Matias, ia memperhatikan Matias yang sedang menundukkan kepalanya sambil menggenggam minuman kaleng yang ia berikan."Kamu tidak suka kopi?" tanya Seila."Su-suka!" jawab Matias langsung membuka kopi kaleng ditangannya dan menenggaknya."
Orang yang datang tersebut ternyata anak dan cucu Profesor Erikson, mereka memang sering menjemput pria tua itu, jika Martin tidak mengundangnya.Anak dan Cucu Profesor Erikson terkejut saat melihat wajah Martin yang terlihat buruk rupa, bahkan gadis yang usianya sama dengan Matias sampai bersembunyi di balik tubuh sang Ayah, padahal tadi sangat bersemangat."Ayah, siapa mereka?" tanya anak profesor Erikson penasaran."Orang yang selalu Ayah bicarakan, dialah yang selama ini meminta bantuan Ayah. Martin, kenalkan mereka anak dan cucuku," ucap Profesor Erikson."Astaga, jadi benar ada orang yang terluka parah masih hidup," celetuk cucu profesor Erikson.Ayah gadis itu langsung memelototi sang anak, sehingga si gadis langsung menutup mulutnya sambil sedikit membungkukkan badan.Martin mengulas sebuah senyum, ia mengulurkan tangannya. "Maaf selama ini telah merepotkan Ayah anda, saya Martin Luther, mereka anak dan Istriku."Anak Profesor Erikson menyambut uluran tangan Martin, balas terse
Martin, Istri dan anaknya pulang ke Mansion, kedatangan mereka di sambut Celine, Adama dan Norman yang memang sudah menunggu mereka.Adama dan Norman memang langsung terbang ke Souland setelah mendengar Martin telah kembali."Martin!" Adama langsung menghambur memeluknya.Martin balas memeluk sambil tersenyum. Norman yang melihat wajah Martin separuh buruk rupa membuatnya sedih, ia tidak pernah menyangka kalau keponakannya menjadi seperti itu.Adama melepaskan pelukannya. "Kondisi kamu, kenapa seperti ini?""Aku tidak apa, asalkan kalian sudah mengenaliku itu lebih dari cukup," jawab Martin lembut.Adama menghela napas, melihat kondisi saudaranya seperti itu, jelas saja membuatnya sedih, ia yakin kalau Martin telah melewati masa sulit."Lama tidak bertemu Paman," sapa Martin, memeluk Norman yang sudah terlihat semakin tua.Norman balas memeluk Martin, sedikit menepuk-nepuk punggungnya. "Syukurlah kamu baik-baik saja."Martin melepaskan pelukannya, ia tersenyum menatap Norman dan Adama,
Matias tidak mempermasalahkan Ibunya mengencani siapa pun, tetapi yang membuat ia bingung kenapa tiba-tiba, ditambah pria yang dikencani buruk rupa.Melihat Matias yang menatapnya dengan seksama. Martin menyadari kalau putranya tersebut mengenali dirinya saat pertama kali bertemu di gunung Soul."Kita bertemu lagi," ucap Martin sambil tersenyum."Astaga ... jadi benar itu kau Paman!" Matias terlihat terkejut, kemudian bertanya, "Paman mengenal Ibuku?""Tunggu dulu, kalian sudah saling kenal?" sela Jessica diantara Suami dan Putranya.Martin menggelengkan kepalanya. "Tidak, tapi kami pernah bertemu satu kali, saat anak kita bolos sekolah ke gunung Soul.""Astaga ...." Jessica menutup mulutnya tidak percaya, ternyata ada sebuah kebetulan seperti itu bukan hanya di film-film saja.Matias mengernyitkan dahi ketika Paman buruk rupa itu menganggapnya sebagai anak. Ia menatap sang Ibu yang tampak sangat tergila-gila dengan sosok tersebut, terlihat dari sorot matanya.Pemuda itu ingin bertanya
Jessica tidak merasa sama sekali kalau Suaminya buruk rupa, ia masih memperlakukannya sama seperti dulu, ketika ia masih sangat tampan.Mereka berdua keluar dari Mansion Luther. Martin dan Jessica sedikit terkejut ketika melihat semua bawahannya berbaris di halaman Mansion. Adrian, Zarko, Jimy, Ivan dan Sulivan berdiri paling depan memimpin mereka semua."Selamat datang kembali Tuan!" sapa semua bawahan Martin serempak sambil membungkukkan badan.Martin merasa terharu melihat mereka semua masih menghargainya, padahal ia sudah berprasangka buruk kepada mereka semua dan tidak berani memunculkan wajah buruk rupanya.Jessica merangkul lengan sang Suami, Martin menoleh menatap sang Istri, terlihat Jessica tersenyum padanya sambil menganggukkan kepala.Martin meminta para bawahannya untuk berdiri tegap kembali, mereka semua pun langsung berdiri tegap siap mendengarkan apa yang akan pemimpinnya katakan."Terima kasih untuk kalian semua yang sudah menjaga keluargaku dengan baik ... dan maaf, s
Semua orang yang ada di sana tercengang, mereka semua tidak menyangka kalau Istri Tuannya tidak merasa jijik sama sekali dengan kondisi wajah Martin.Celine yang tertegun segera tersadar, ia memberikan kode kepada semua pengawal penjaga Mansion agar pergi meninggalkan tempat tersebut.Mereka semua pun bergegas pergi sesuai dengan kode yang Celine berikan agar tidak mengganggu pertemuan kembali Tuan mereka.Celine tersenyum ketika ikut keluar dengan para penjaga Mansion. Ia juga merasa lega melihat Martin yang ternyata masih hidup.Martin membalas kecupan Jessica, ia memeluk wanita yang telah ditinggalkannya tersebut selama belasan tahun lamanya, ia memeluk tubuhnya dengan erat.Keduanya melepaskan cumbuan mereka, terlihat Jessica memegang kedua pipi Martin. "Selama ini ... kamu pasti menderita sendirian," ucapnya lembut.Martin menggelengkan kepalanya. "Tidak, kalian lah yang lebih menderita dariku, maaf."Air mata mereka berdua tidak terbendung lagi, keduanya kembali berpelukan melepa
Zarko dan Adrian sampai di pantai Heracles, di mana Jimy mengatakan terlihat di salah satu CCTV jalan dekat dengan pantai.Mereka berdua turun dari mobil mendongak menatap CCTV yang ada di sebuah tiang pinggir jalan."Zarko, apa kamu yakin kemungkinan beliau ada di sini?" tanya Adrian sambil menatap tepi pantai yang tampak sangat sepi."Jangan banyak bertanya, kita cari jejaknya!" tegur Zarko yang langsung berlari ke arah CCTV menyorot.Adrian berdecak kesal, pasalnya jika Zarko sudah bergerak, pria itu tidak akan menyerah sampai apa yang ia inginkan terpenuhi.Mereka berdua pun menyusuri pantai Heracles sepanjang malam. Namun, keduanya tidak menemukan apa pun di sana."Ah ... aku lelah." Adrian ambruk di pantai, telentang menatap langit yang mulai cerah.Zarko menghela napas, ia juga berhenti dan duduk di sebelah rekannya tersebut sambil mengacak-acak rambutnya. Karena tidak berhasil menemukan apa pun di sana."Tuan, di mana kamu sebenarnya?" gumam Zarko.Adrian menoleh mendengar reka