Martin tergesa-gesa pulang ke kediamannya dengan kondisi sudah sedikit mabuk. Pria itu menyetir mobil sangat cepat, membuat pengendara lain marah."Woi! Kamu bosan hidup!" seru salah satu pengemudi yang di salip Martin.Martin mengabaikan pengemudi tersebut, ia tetap melajukan mobilnya dengan cepat, mendengar sang Istri menangis, ia sudah tidak peduli dengan apa pun.Suara klakson mobil terus berbunyi untuk menegur Martin. Namun, pria itu tidak menggubrisnya sama sekali, sampai-sampai ada beberapa mobil polisi yang mengejarnya."Ckk, mengganggu saja!" gerutu Martin yang melihat beberapa mobil polisi mengejarnya.Martin tetap mengendarai mobilnya dengan cepat, terjadilah kejar-kejaran antara Polisi dengan pria itu. Polisi memberikan peringatan kepada Martin. Namun, pria itu tidak peduli sama sekali, hingga akhirnya ia menghentikan mobilnya ketika ada sekelompok polisi yang sudah menunggunya dengan ranjau ban didepan jalan.Ciiit!Terdengar suara derit ban mobil yang bergesekan dengan a
Orang-orang suruhan Helinsiki turun dari pesawat, mereka bertiga langsung mencari taksi untuk pergi ke hotel yang sudah di pesan.Ke tiga orang tersebut tidak seperti Samuel dan Rudeus yang bergerak tanpa rencana. Mereka tidak tergesa-gesa agar semuanya berjalan dengan lancar."Rex, bagaiman menurutmu? Apa mungkin mereka masih hidup?" tanya pria yang memiliki rambut cepak datar."Tidak mungkin mereka masih hidup, jikapun ada yang masih hidup pasti sudah melapor dari awal," jawab Pria yang di panggil dengan sebutan Rex.Pria yang memiliki rambut panjang di kuncir menimpali, "Kalau kamu sudah menyimpulkan seperti itu, buat apa kita datang kemari? Harusnya bilang saja langsung pada Bos.""Kata-katamu seperti baru mengenal Bos, dia tidak mungkin langsung percaya begitu saja sebelum menemukan sebuah bukti," ucap Rex masih santai.Sopir taksi yang mendengar pembicaraan mereka bertiga hanya bisa terdiam. Ia menebak kalau mereka bertiga bukanlah orang-orang biasa, apalagi topik pembicaraan mer
Belingham Rosfold dengan tergesa-gesa menemui Adrian yang sudah menunggunya di ruang tamu. Ketika pria paruh baya itu sampai di sana, terlihat bawahan Martin tersebut sedang duduk santai memegang ponsel, menyilangkan kakinya sambil mengapit sebatang rokok di bibirnya."Tu-Tuan Adrian," sapa Belingham sopan, sedikit membungkukkan badan.Adrian tidak menjawab sama sekali, ia masih fokus dengan ponselnya sambil menghembuskan asap rokok yang ia pegang.Belingham sedikit melirik Adrian yang tidak berbicara sepatah kata pun, ia benar-benar mengutuk sang Anak yang sudah berurusan dengan Martin."Sudah berapa lama kau kerjasama dengan tuan Luther?" tanya Adrian tiba-tiba dengan suara dingin sambil beranjak dari duduknya."Se-Sejak awal tuan besar mulai berbisnis tuan," jawabnya gugup sambil menelan ludah.Adrian memegang kerah Belingham dan menatapnya dengan tajam. Sontak saja pria paruh baya itu terkejut, ia langsung ketakutan diperlakukan seperti itu."A-Ampuni saya tuan, saya tidak pernah b
Melihat Video tersebut Rex langsung mengeluarkan ponsel menelepon Helinsiki. Tidak butuh waktu lama untuk bosnya itu mengangkat panggilan darinya."Bagaimana hasilnya Rex?" tanya Helinsiki langsung diseberang telepon tanpa berbasa-basi sama sekali.Rex menjawab, "sesuai dugaan bos, Samuel dan yang lainnya memang tewas di sini.""Aku mengerti, kalian cari tahu lagi, siapa orang-orang yang membunuh mereka semua!" perintah Helinsiki tegas sambil menurut telepon.Rex memasukkan kembali teleponnya kedalam saku. "Bos ingin tahu informasi detail siapa yang membunuh Samuel dan yang lainnya," ujarnya kepada dua rekan yang bersama dirinya."Merepotkan sekali, sudah jelas kalau Martin dan bawahannya yang melakukan itu, bukan?" celetuk pria dengan rambut kuncir."Diamlah Nando, kita melakukan ini agar tidak ada korban lagi!" tegur Rex tegas."Cih!" Nando berdecih kesal sambil membuang mukanya.Paul, pria yang ahli dalam peretasan hanya menggeleng-gelengkan kepalanya mendengar perdebatan kedua reka
Ambulan datang ketempat kecelakaan, pihak kepolisian juga ikut datang, pasalnya kecelakaan yang di akibatkan oleh mobil Rex dan yang lainnya menyebabkan macet lalulintas. Namun, tidak ada yang tahu kalau kecelakaan tersebut di sengaja oleh Zarko, mengingat ban belakang mobil Rex seperti pecah biasa ditambah mobil ringsek, sehingga sulit untuk mengidentifikasi jika itu sebuah kesengajaan.Sementara lalu lintas di tempat kecelakaan sedang di atur polisi. Zarko ditempatnya sedang tertawa melihat berita di tv. Pria itu sudah sangat yakin kalau mereka bertiga pasti masih hidup."Bos, apa rencana anda selanjutnya?" tanya bawahan Zarko yang sedang duduk di pos penjagaan sambil menonton TV bersama dengan Zarko.Zarko menyeringai. "Menjadi malaikat pencabut nyawa untuk mereka bertiga," jawabnya santai.Bawahan Zarko tersenyum getir, bosnya itu memang senang sekali jika menyiksa seseorang. Ia hanya bisa mengangguk pelan, mengisyaratkan mengerti dengan rencana Zarko.Zarko tidak seperti Ivan dan
Pria yang mengendarai sepeda motor besar langsung berbelok kearah Mansion Dreams. Hal itu tentu saja membuat penjaga gerbang bergegas menghentikannya. Namun, pengendara motor tidak takut sama sekali, ia dengan santainya turun dari motor melepaskan helm yang ia kenakan."Maaf tuan, ini bukan tempat umum, lebih baik anda cepat meninggalkan tempat ini!" tegur salah satu penjaga gerbang tegas.Pria itu tersenyum simpul mendengar teguran dari penjaga. "Aku tahu itu, kedatanganku kemari untuk menemui tuan kalian," ucapnya santai.Penjaga gerbang saling menatap satu sama lain, mereka tentu saja heran dengan perkataan pria tersebut. Akan tetapi karena kondisi kurang kondusif akibat kehadiran para pengintai yang silih berganti berdatangan, para penjaga gerbang tidak percaya begitu saja.Mereka menatap pria berwajah oriental, kulit sawo matang dan tubuhnya yang kekar dari balik pakaiannya itu dari atas sampai ke bawah."Ada apa!" teriak Zarko yang berniat akan keluar dari Mansion untuk membunuh
Entah siapa yang akan ditemui Galard, pria itu seolah sudah sangat akrab dengan sosok orang yang diteleponnya.Sementara Galard pergi menemui kenalannya, para bawahan yang ikut bersama dengannya mencari penginapan sendiri.Galard merupakan sosok terkuat dari para pengawal Leonardo, pria itu terkenal dengan kekuatan fisiknya yang sangat prima.Helinsiki dan Rocky juga kuat, hanya saja jika beradu fisik dengan Galard keduanya bisa dipastikan kalah, mengingat mereka memiliki kemampuan yang berbeda dengan pria itu.Alasan kenapa Leonardo memerintahkan Galard untuk memburu Martin. Karena selama ini Galard tidak pernah gagal dalam menjalankan misinya.Leonardo tidak ingin gagal lagi, setelah dua kali tidak dapat membunuh Martin. Ia yakin dengan mengutus pengawal terkuatnya akan sangat mudah membunuh sosok yang menghalangi tujuannya.***Sementara itu Zarko yang berniat membunuh ketiga mata-mata yang di kirim Helinsiki terlihat sudah keluar dari rumah sakit mengenakan jas dokter dan mengenaka
Ivan dengan sopan menghampiri Adama dan Martin yang sedang mengobrol berdua. Kedatangan pria tua itu membuat keduanya reflek menoleh."Ada apa Ivan?" tanya Martin tanpa basa-basi terlebih dahulu.Ivan mengulurkan tangannya. "Tuan, Zarko menitipkan ini kepada saya," jawabnya sopan.Martin menatap benda yang kecil yang ada di tangan Ivan, ia mengambilnya dan berkata, "Flashdisk? Dari mana Zarko mendapatkannya?" "Saya tidak tahu tuan, tapi Zarko bilang Jimy nanti akan datang, kemungkinan dia yang akan memberitahu tuan," jawab Ivan yakin.Martin mengangguk mengerti, ia memasukkan Flashdisk tersebut ke saku. "Terima kasih Ivan, kamu boleh pergi."Ivan mengangguk, ia meninggalkan ruangan tersebut setelah memberikan barang titipan Ivan.Baru saja Ivan pergi. Jimy dengan tergesa-gesa datang ke ruang keluarga, terlihat napas pria gempal itu terengah-engah, sehingga membuat Martin dan Adama mengernyitkan dahi."Kenapa kau Jimy?" tanya Martin langsung.Jimy mengangkat tangannya, memberikan kode
Setelah Adama sampai di Narika, pria itu langsung melakukan penangkapan terhadap Patricia. Mengatasnamakan keamanan Narika atas transaksi ilegal yang dilakukan wanita itu, membuat Patricia pun tidak bisa berkilah lagi.Patricia berhasil ditangkap oleh Adama di bantu keamanan Narika, menggunakan bukti-bukti transaksi ilegal yang dilakukan wanita itu.Bahkan beberapa orang yang bekerjasama dengannya juga ikut terseret masuk kedalam jeruji besi.Di ruang interogasi, terlihat Adama sedang duduk dihadapan Patricia yang sudah mengenakan pakaian tahanan."Katakan padaku, apa saja yang kamu ketahui tentang Martin Luther?" tanya Adama.Patricia hanya diam, menatap tajam Adama, tanpa berbicara sepatah kata pun.Adama menghela napas panjang. "Kakakmu bukanlah orang yang baik, seharusnya kamu hidup lebih baik darinya, tidak perlu meneruskan usahanya, tetap sembunyi di Vlasir."Patricia masih tetap diam, ia tidak berbicara sama sekali, hanya memperhatikan Adama dengan seksama.Adama memijat pangkal
Adama sebenarnya tidak ingin melibatkan Martin terlebih dahulu. Akan tetapi Patricia berhubungan dengan Leonardo dan yang lebih penting wanita itu sedang mengincar Jessica, sehingga ia pikir kalau Martin harus tahu tentang masalah tersebut."Kamu tidak perlu datang ke Narika, aku cuma memberitahumu. Setelah bukti-bukti terkumpul, akan aku seret wanita itu kehadapan kamu," ucap Adama mencoba menenangkan Martin.Martin menghela napas. "Selama ini aku sudah merepotkan kalian, tidak enak jika diriku tetap diam dan masalah ini juga berhubungan dengan Istriku, Adama.""Ck, kau baru saja kembali, anak dan Istrimu masih merindukan kamu, serahkan semuanya pada kami," ujar Adama.Adama mengangguk pelan sembari tersenyum agar Martin percaya padanya dan tidak memikirkan masalah tersebut.Martin memijat pangkal hidungnya, lantas buka suara. "Baiklah ... selesaikan dengan cepat Adama, aku tidak ingin Istriku kenapa-napa.""Siap Bos!" jawab Adama sembari hormat.Martin terkekeh geli melihat tingkah A
"Kenapa bengong, tidak mau?" tegur si gadis.Matias seketika langsung tersadar, mengambil kopi kaleng pemberian gadis tersebut. "Terima kasih."Gadis itu mengangguk pelan, ia duduk disebelah Ivan sambil menenggak minuman kaleng yang ada ditangannya.Matias terlihat gugup, ia mencuri-curi pandang ke arah di gadis sambil mengusap-usap minuman kaleng yang dipegangnya."Seila Rosemary Weil, itu namaku," ucap si gadis tiba-tiba."Eh ... a-aku Mati ....""Matias Luther, aku sudah tahu," sela Seila ketika Matias belum selesai berbicara.Matias hanya tersenyum kecut, ia tidak bisa berkata-kata lagi, karena saking gugupnya. Ini pertama kalinya ia mengobrol dengan gadis tapi segugup itu, padahal kalau disekolah ia tidak pernah seperti itu.Seila menoleh menatap Matias, ia memperhatikan Matias yang sedang menundukkan kepalanya sambil menggenggam minuman kaleng yang ia berikan."Kamu tidak suka kopi?" tanya Seila."Su-suka!" jawab Matias langsung membuka kopi kaleng ditangannya dan menenggaknya."
Orang yang datang tersebut ternyata anak dan cucu Profesor Erikson, mereka memang sering menjemput pria tua itu, jika Martin tidak mengundangnya.Anak dan Cucu Profesor Erikson terkejut saat melihat wajah Martin yang terlihat buruk rupa, bahkan gadis yang usianya sama dengan Matias sampai bersembunyi di balik tubuh sang Ayah, padahal tadi sangat bersemangat."Ayah, siapa mereka?" tanya anak profesor Erikson penasaran."Orang yang selalu Ayah bicarakan, dialah yang selama ini meminta bantuan Ayah. Martin, kenalkan mereka anak dan cucuku," ucap Profesor Erikson."Astaga, jadi benar ada orang yang terluka parah masih hidup," celetuk cucu profesor Erikson.Ayah gadis itu langsung memelototi sang anak, sehingga si gadis langsung menutup mulutnya sambil sedikit membungkukkan badan.Martin mengulas sebuah senyum, ia mengulurkan tangannya. "Maaf selama ini telah merepotkan Ayah anda, saya Martin Luther, mereka anak dan Istriku."Anak Profesor Erikson menyambut uluran tangan Martin, balas terse
Martin, Istri dan anaknya pulang ke Mansion, kedatangan mereka di sambut Celine, Adama dan Norman yang memang sudah menunggu mereka.Adama dan Norman memang langsung terbang ke Souland setelah mendengar Martin telah kembali."Martin!" Adama langsung menghambur memeluknya.Martin balas memeluk sambil tersenyum. Norman yang melihat wajah Martin separuh buruk rupa membuatnya sedih, ia tidak pernah menyangka kalau keponakannya menjadi seperti itu.Adama melepaskan pelukannya. "Kondisi kamu, kenapa seperti ini?""Aku tidak apa, asalkan kalian sudah mengenaliku itu lebih dari cukup," jawab Martin lembut.Adama menghela napas, melihat kondisi saudaranya seperti itu, jelas saja membuatnya sedih, ia yakin kalau Martin telah melewati masa sulit."Lama tidak bertemu Paman," sapa Martin, memeluk Norman yang sudah terlihat semakin tua.Norman balas memeluk Martin, sedikit menepuk-nepuk punggungnya. "Syukurlah kamu baik-baik saja."Martin melepaskan pelukannya, ia tersenyum menatap Norman dan Adama,
Matias tidak mempermasalahkan Ibunya mengencani siapa pun, tetapi yang membuat ia bingung kenapa tiba-tiba, ditambah pria yang dikencani buruk rupa.Melihat Matias yang menatapnya dengan seksama. Martin menyadari kalau putranya tersebut mengenali dirinya saat pertama kali bertemu di gunung Soul."Kita bertemu lagi," ucap Martin sambil tersenyum."Astaga ... jadi benar itu kau Paman!" Matias terlihat terkejut, kemudian bertanya, "Paman mengenal Ibuku?""Tunggu dulu, kalian sudah saling kenal?" sela Jessica diantara Suami dan Putranya.Martin menggelengkan kepalanya. "Tidak, tapi kami pernah bertemu satu kali, saat anak kita bolos sekolah ke gunung Soul.""Astaga ...." Jessica menutup mulutnya tidak percaya, ternyata ada sebuah kebetulan seperti itu bukan hanya di film-film saja.Matias mengernyitkan dahi ketika Paman buruk rupa itu menganggapnya sebagai anak. Ia menatap sang Ibu yang tampak sangat tergila-gila dengan sosok tersebut, terlihat dari sorot matanya.Pemuda itu ingin bertanya
Jessica tidak merasa sama sekali kalau Suaminya buruk rupa, ia masih memperlakukannya sama seperti dulu, ketika ia masih sangat tampan.Mereka berdua keluar dari Mansion Luther. Martin dan Jessica sedikit terkejut ketika melihat semua bawahannya berbaris di halaman Mansion. Adrian, Zarko, Jimy, Ivan dan Sulivan berdiri paling depan memimpin mereka semua."Selamat datang kembali Tuan!" sapa semua bawahan Martin serempak sambil membungkukkan badan.Martin merasa terharu melihat mereka semua masih menghargainya, padahal ia sudah berprasangka buruk kepada mereka semua dan tidak berani memunculkan wajah buruk rupanya.Jessica merangkul lengan sang Suami, Martin menoleh menatap sang Istri, terlihat Jessica tersenyum padanya sambil menganggukkan kepala.Martin meminta para bawahannya untuk berdiri tegap kembali, mereka semua pun langsung berdiri tegap siap mendengarkan apa yang akan pemimpinnya katakan."Terima kasih untuk kalian semua yang sudah menjaga keluargaku dengan baik ... dan maaf, s
Semua orang yang ada di sana tercengang, mereka semua tidak menyangka kalau Istri Tuannya tidak merasa jijik sama sekali dengan kondisi wajah Martin.Celine yang tertegun segera tersadar, ia memberikan kode kepada semua pengawal penjaga Mansion agar pergi meninggalkan tempat tersebut.Mereka semua pun bergegas pergi sesuai dengan kode yang Celine berikan agar tidak mengganggu pertemuan kembali Tuan mereka.Celine tersenyum ketika ikut keluar dengan para penjaga Mansion. Ia juga merasa lega melihat Martin yang ternyata masih hidup.Martin membalas kecupan Jessica, ia memeluk wanita yang telah ditinggalkannya tersebut selama belasan tahun lamanya, ia memeluk tubuhnya dengan erat.Keduanya melepaskan cumbuan mereka, terlihat Jessica memegang kedua pipi Martin. "Selama ini ... kamu pasti menderita sendirian," ucapnya lembut.Martin menggelengkan kepalanya. "Tidak, kalian lah yang lebih menderita dariku, maaf."Air mata mereka berdua tidak terbendung lagi, keduanya kembali berpelukan melepa
Zarko dan Adrian sampai di pantai Heracles, di mana Jimy mengatakan terlihat di salah satu CCTV jalan dekat dengan pantai.Mereka berdua turun dari mobil mendongak menatap CCTV yang ada di sebuah tiang pinggir jalan."Zarko, apa kamu yakin kemungkinan beliau ada di sini?" tanya Adrian sambil menatap tepi pantai yang tampak sangat sepi."Jangan banyak bertanya, kita cari jejaknya!" tegur Zarko yang langsung berlari ke arah CCTV menyorot.Adrian berdecak kesal, pasalnya jika Zarko sudah bergerak, pria itu tidak akan menyerah sampai apa yang ia inginkan terpenuhi.Mereka berdua pun menyusuri pantai Heracles sepanjang malam. Namun, keduanya tidak menemukan apa pun di sana."Ah ... aku lelah." Adrian ambruk di pantai, telentang menatap langit yang mulai cerah.Zarko menghela napas, ia juga berhenti dan duduk di sebelah rekannya tersebut sambil mengacak-acak rambutnya. Karena tidak berhasil menemukan apa pun di sana."Tuan, di mana kamu sebenarnya?" gumam Zarko.Adrian menoleh mendengar reka