Menantu Tegas, Ipar Panas, Mertua Lemas74. Cinta Galuh dan Ellena (Bagian A)Aku mengusap kepala Bang Galuh yang tengah berada di pangkuanku. Saat ini kami sudah berada di tempat tidur, dengan aku yang duduk bersandar di kepala ranjang dan Bang Galuh yang menyandarkan kepalanya di pangkuanku.Kami menangis berdua, dan meratap bersama. Suamiku itu benar-benar menunjukkan kerapuhannya, dia membenamkan wajahnya di perutku. Tanganku tak berhenti mengelus rambutnya yang lebat, dan berharap sentuhan tanganku akan sukses membuat dia tenang dan juga nyaman.Kami belum bersuara dari tadi, hanya sesekali isakannya terdengar dan teredam perutku."Dek …." Suara Bang Galuh terdengar sangat serak di telingaku, walau bersuara namun dia masih tetap di posisi semula. Aku menunggu dia untuk membuka pembicaraan, malam ini aku akan mendengar semua keluh kesahnya."Hmmm?" Aku bergumam pelan, tanganku tetap bergerak di rambutnya, menyisir rambut tebalnya dengan jemariku."Apa mungkin, aku ini memang tida
75. Cinta Galuh dan Ellena (Bagian B)Allah, tak mampu aku melanjutkan ucapanku. Aku ikut terisak dan tergugu hingga air mataku jatuh membasahi kepalanya.Namun tak lama, telapak tangan Bang Galuh terasa menepuk-nepuk kepalaku yang tak tertutupi hijab. Walau posisinya tidak berubah, namun tangannya mengelus kepalaku dengan sangat lembut."Jangan nangis, saat ini A—abang lagi nggak bisa meluk dan nenangin kamu, Dek …." katanya serak.Pecah sudah tangisanku, aku mengeluarkan semua air mata kesedihanku. Berharap dengan itu, sesak di dadaku sedikit berkurang. Bang Galuh terisak semakin perih, tapi saat ini aku maupun dia tidak bisa saling menguatkan. "Du—dulu Abang sering bermain sampai larut malam, berharap Ibu mengkhawatirkan Abang. Ta—tapi sayangnya, hingga Abang kecelakaan dan mengalami patah tulang pun, Ibu hanya melihat tak lebih dari satu menit. Pupus sudah harapan Abang agar bisa dirawat oleh Ibu, sama seperti sebelum-sebelumnya Kak Ambar dan Kak Dewi lah yang merawat Abang. Saki
Menantu Tegas, Ipar Panas, Mertua Lemas76. Menjalankan Rencana (Bagian A)"Dek, mata Abang sakit," kata Bang Galuh.Sambil mengucek matanya, dia lalu berjalan perlahan mendekatiku yang sedang memasak di dapur. Masakan simple kupilih pagi ini, hanya nasi goreng sosis. Mudah dibuat, namun enak rasanya dan tentunya mengenyangkan. Untuk menghadapi keluarga Bang Gery kami memang membutuhkan energi yang besar.Aku menatap Bang Galuh yang kini duduk di kursi meja makan, dia pasti sudah mandi karena aura kesegaran menguat dari tubuhnya. Suamiku sangat tampan, walau matanya sedikit sembab."Kan, udah aku kompres, Bang," kataku sambil mendekatinya."Iya, kamu mengompreskan supaya nggak bengkak. Emang nggak bengkak, sih, Dek. Tapi sakit, perih gitu …." katanya manja. “Lihat ini,” katanya sambil menunjukkan matanya."Hem, itu efek samping dari air mata yang keluar, Bang. Nikmatin aja," kataku santai. “Bagus juga sih, mata Abang jadi kecuci,” lanjutku lagi."Oh, gitu." Bang Galuh mengangguk menge
77. Menjalankan Rencana (Bagian B)Setelah menemui Wak Sarkam, kami segera berlalu ke arah lokasi pembangunan bengkel Bang Galuh. Di sana sudah menunggu Bang Gitok dan juga Bang Torik, mereka berdua terlihat sedang berbincang dan meminum kopi di bangku luar yang ada di warnet Bang Torik.Aku langsung menuju ke tempat mereka duduk, sedangkan Bang Galuh menuju pembangunan bengkelnya. Entah apa yang mau dia lakukan, aku pun tidak bertanya."Wah, Nyonya Bos tumben ikut ke sini?" tanya Bang Torik menggoda."Iya, Bang. Mau memantau, kerjanya Bang Gitok ini bagus nggak. Kalau nggak bagus, biar aku cor sekalian," kataku bercanda. "Serem banget, Len. Kalau Abang kamu cor, siapa yang nemenin kakakmu di rumah?" tanya Bang Gitok setelah menyeruput kopinya."Ya nikah lagi, lah," ucapku dengan santai."Tak pites juga istrimu ini, Luh!" kata Bang Gitok bercanda, saat Bang Galuh berjalan mendekat."Ha ha ha, jangan lah, Bang!" sahut Bang Galuh mendekat. “Kesayangan aku ini!” katanya sambil merangkul
Menantu Tegas, Ipar Panas, Mertua Lemas78. Bu Ratmi Salah Paham (Bagian A)"Wah wah, ngapain ke sini rame-rame?" ujar Sarah mengejek.Dia berkacak pinggang di teras rumah keluarga Bang Gery, wajah cantiknya merengut saat melihat aku menggandeng lengan Bang Galuh manja. Dia menatapku dari atas ke bawah dan kembali mencebik sinis, aku sih santai saja. Toh, dia hanya mantan dan aku lah yang sah statusnya menjadi Nyonya Galuh Dirga."Apaan sih gandeng-gandengan di depan khalayak ramai, gak punya malu, yah?" tanyanya sinis. “Kayak truk aja, gandengan terus!” katanya lagi."Malu? Kami ini sudah sah, lohhhhh," kataku memamerkan cincin kawin yang ada di jemariku. “Sudah sah!” kataku lagi dengan penuh penekanan."Sialan kamu Ellen!" katanya sambil menghentakkan kaki nya dan berjalan masuk ke dalam rumah. "BU! ADA PENGGANGGU DATANG KE SINI!" teriaknya lantang, sehingga kami yang masih berada di luar bisa mendengar teriakannya yang seperti suara geledek itu."Mantan kamu itu, Bang," kataku men
79. Bu Ratmi Salah Paham (Bagian B)Mereka ini bukan keluarga yang kekurangan, tapi sifat serakah dari Bu Ratmi lah yang membuat Bang Gery mampu mencuri sawit Ibu, terlepas dari dia berselingkuh atau tidak.Sangkin serakahnya, aku pernah dengar kalau Pak Parno itu sebenarnya sudah tidak kuat bekerja menjadi pemborong bangunan karena dia sudah tua, dia mau membuka usaha di rumahnya saja. Tapi Bu Ratmi tidak setuju, karena jelas penghasilan Pak Parno yang berpuluh-puluh juta sebulan, tidak bisa lagi dinikmatinya."Masih kerja? Oalah Ratmi, Ratmi … kok ya tidak ada kasihan ya sedikitpun sama Parno," kata Pak Jarwo sambil menggeleng. “Dia itu sudah tua!” lanjut Pak Jarwo."Maksud Abang apa?!" tanya Bu Ratmi tak terima."Parno itu sudah tua, mbok ya kamu buatkan usaha di sini. Kan, dia tidak perlu bekerja di luaran sana!" kata Pak Jarwo lagi."Halah, Abang tau apa? Rokoknya deras, aku tidak sanggup menanggungnya kalau dia tidak kerja!" kata Bu Ratmi masih ketus."Tapi kan selama ini dia be
Menantu Tegas, Ipar Panas, Mertua Lemas80. Gery yang terkutuk (Bagian A)POV RATMIBau minyak kayu putih langsung menyeruak masuk ke dalam Indra penciumanku, dan aku bisa merasakan kalau betisku tengah dipijat-pijat oleh seseorang."Bu! Ibu!" Suara Sarah terdengar sayup-sayup di telingaku, namun untuk membuka mata saja aku masih belum sanggup. Berat sekali rasanya.Kepalaku pusing, dan rasanya seperti tengah ditimpa batu puluhan ton. Sakit sekali.Kenapa aku bisa seperti ini? Aku mengingat lagi, menggali lebih dalam ke memoriku. Namun, tak kutemukan apapun apa yang bisa menyebabkan aku seperti ini."Ibu!"Suara Sarah kembali terdengar kali ini seperti hampir mau menangis di telingaku, dia merengek di samping kepalaku, dan juga terdengar seperti tengah memaki-maki seseorang. Memaki siapa?"Ibu! Kalian apakan Ibuku? Hah?!" ujarnya emosi. “Dasar pengacau!” katanya lagi.Dia kembali memaki dan berteriak, dan setelahnya terdengar suara wanita membantah ucapan Sarah. Siapa? Siapa yang be
81. Gery yang terkutuk (Bagian B)Aku memejamkan mata berusaha mencari cara agar bisa membantah ucapannya, namun tak bisa menemukan bantahan yang pas."Dan sudah lewat jatuh tempo dari dua minggu yang lalu!" kata Bang Jarwo sambil menatap wajahku. "Seperti kesepakatan awal, maka rumah ini akan menjadi milikku!" katanya lantang."APA?!" Sarah berdiri tergesa-gesa, dia menatap Bang Jarwo dengan pandangan nyalang. "Heh, orang tua! Enak saja mau mengambil rumah ini! Ini adalah rumah yang akan diberikan Bapak untukku!" katanya marah. “Siapa kalian yang ingin mengambil rumahku, hah?” pekiknya emosi.Ya, kami memang berencana untuk memberikan rumah ini kepada Sarah sebagai anak bungsu. Dan sudah pasti dia akan bertindak bar-bar untuk mempertahankan miliknya, aku menghela nafas dengan lelah.Punya anak lelaki hanya satu, tapi tingkah lakunya seperti mempunyai anak seratus. Aku pusing dibuatnya! Segala tingkah lakunya selalu merugikanku. Ya, walaupun keuntungan dia mengambil sawit Ajeng juga
235. (ENDING) CUPLIKAN SEASON 2 (Bagian B)“Bang Usman?”Usman menghentikan langkahnya seketika, panggilan yang baru saja di dengarnya berhasil menarik atensinya agar berhenti sebentar dari kegiatannya.“Ya?” tanyanya sopan.Usman belum pernah melihat wanita ini, cantik, muda, dan juga terlihat sangat lembut. Dan wanita ini juga terlihat cukup ramah, entah kenapa Usman seperti pernah melihatnya.“Apa Ellena ada di rumah?” tanyanya pelan.“Ellena?” Usman mengulang pertanyaan wanita itu.Dia mengernyit heran dan kemudian langsung menatap wanita itu dari atas ke bawah dengan pandangan menyelidik, berusaha kembali mengingat siapa sebenarnya wanita ini.Namun nihil, Usman sama sekali tidak mendapatkan secuil pun ingatan tentangnya.“Maaf, anda siapa?” tanya Usman ingin tahu.“Oh, maaf, saya lupa memperkenalkan diri. Saya Veya, saya adalah suster yang akan menjaga Ellena!” katanya tegas. “Apa Ellena di rumah?” tanyanya lagi.Suster? Apakah wanita ini adalah suster yang dikatakan Indra? Sust
Menantu Tegas, Ipar Panas, Mertua Lemas234. (ENDING) CUPLIKAN SEASON 2 (Bagian A)POV ELLENA Aku sudah banyak berpikir, dan memikirkan hal ini berulang-ulang kali. Dan aku sudah memutuskan kalau berpisah dengan Bnag Galuh adalah keputusan yang tepat.Dia adalah penerus keluarga Dirga, dan jika kami kekeh untuk bersama maka kemungkinan besarnya adalah darah keluarga Dirga akan terputus hanya di Bang Galuh saja.Aku tidak bisa memberinya keturunan, dan mungkin lebih baik kalau dia menikah dengan orang lain dan hidup bahagia bersama keluarga kecilnya.Taraf paling tinggi dalam mencintai adalah ikhlas, dan aku akan mencoba mengikhlaskan Bang Galuh dan berusaha melepaskannya dengan dada yang lapang.Mencintainya, bukan berarti mengikatnya dengan duri yang terlilit hingga mengeluarkan darah. Definisi cinta bagiku adalah, membiarkan dia menemukan kebahagiaannya yang lain.Jika aku bukanlah pelabuhan terakhirnya, maka aku akan membantu angin agar meniup layarnya hingga menemukan pelabuhan y
233. BERCERAI (Bagian B)“Besok di cek aja, Dek. Takutnya ada yang kurang atau ada yang harus dibeli,” ujar Bang Usman memberi saran. “Oke,” sahutku cepat.“Rumah kalian gimana?” tanya Bang Usman tiba-tiba.Aku dan Bang Galuh terdiam, kami memang belum ada pembahasan tentang ini. Aku sebenarnya juga bingung, jujur saja aku berat meninggalkan rumah lamaku, tapi aku juga berat meninggalkan rumah ini kosong.Bukan karena rumah ini lebih nyaman ataupun lebih besar dan mewah, yang membuat aku berat meninggalkannya adalah memori Bapak dan Ibu yang ada di sini. Jika aku di rumah ini, setidaknya aku bisa selalu mengenang mereka.“Aku sih, ikut Ellen saja, Bang,” ujar Bnag Galuh bijak. “Di mana dia bisa merasa nyaman dan aman, maka di situ kami akan tinggal,” katanya lagi sambil tersenyum.“Nah, Dek … kamu mau di mana?” kata Bang Usman sambil menghadap ke arahku. “Kalau di sini, rumah kalian di kontrakkan saja, daripada rusak,” lanjutnya memberi usul.Aku terdiam dan menimbang, bagaimanapun j
Menantu Tegas, Ipar Panas, Mertua Lemas232. BERCERAI (Bagian A)Setelah perdebatan yang cukup alot dan juga lama, akhirnya Wak Nurma dan juga Bang Diky serta Kak Nuri sepakat untuk pulang besok. Walaupun sebenarnya, Wak Nurma dan juga Bang Diky terlihat masih keberatan akan permintaan yang diberikan oleh Kak Nuri. Karena memang, yang sangat ngotot untuk pulang adalah Kak Nuri.Entah karena bentakan Bang Galuh tadi, atau karena dia memang sudah sadar kalau selama ini sudah menjadi benalu di rumahku.Yah, yang manapun tidak menjadi masalah. Yang penting mereka tidak di sini, bukannya aku kejam ataupun tidak tidak punya hati, tapi memang aku tidak tahan akan kelakuan mereka yang seenak jidat dan juga keterlaluan.Sekarang berhutang pada Bu Saodah dan juga Mpok Lela, tapi besok-besok bisa saja mereka mengulangi perbuatan mereka ini pada orang lain dan kembali mengatasnamakan aku.Bang Diky dan juga Kak Nuri memang keterlaluan, bahkan mereka sama sekali tidak ada mengeluarkan kata maaf k
231. EMOSI BANG GALUH (Bagian B)"Salahnya adalah … kalian yang terlalu sok tahu! Tutup mulut kalian, jangan sampai aku mendengar hal-hal seperti ini lagi. Atau aku bersumpah, akan merobek mulut kalian!" ujar bang Galuh dengan tajam."Galuh, kami hanya bercanda!" sahut Bang Diky sambil terkekeh kecil."Kalian keterlaluan, Diky, Nuri!" ujar Bulek Rosma pelan. "Masalah keturunan bukanlah hal yang bisa dijadikan candaan!" lanjutnya dengan tajam."Bulek, mereka saja yang terlalu sensitif!" sahut Bang Diky cepat, senyumnya hilang berganti rengutan kesal."Sensitif? Jika kalian bercanda, dan hanya kalian yang merasa itu adalah hal lucu dan hanya kalian yang tertawa. Berarti ada kesalahan di dalam candaan kalian!" sahut Bulek Rosma. "Jangan berlindung dibalik kata 'terlalu sensitif', karena bisa jadi yang kalian tertawakan adalah sesuatu yang mereka perjuangkan!" lanjutnya lagi.War Nurma dan keluarganya terdiam, walau aku yakin kalau mereka masih gatal ingin membalas tapi mereka memilih pi
Menantu Tegas, Ipar Panas, Mertua Lemas230. EMOSI BANG GALUH (Bagian A)BRAK!Meja kokoh yang terbuat dari kayu jati itu sukses bergetar dengan kuat, dan ….Prang!Asbak cantik yang terbuat dari kristal itu pun jatuh menghantam lantai, pecah berkeping-keping hingga menjadi butiran kecil.Semua orang tersentak kaget, dan semuanya sontak melotot kaget dan menatap si pelaku yang tak lain dan tak bukan adalah Bang galuh.Wajahnya memerah menahan amarah, dan nafasnya memburu dengan kuat. Dadanya naik turun berusaha menormalkan detak jantungnya, aku tahu benar kalau lelaki kesayanganku itu tengah sangat marah saat ini."Jaga mulutmu!" desisnya tajam.Kak Nuri tergagap, instingnya sebagai wanita pasti mengatakan padanya untuk menjauh. Dia beringsut mundur ke belakang tubuh Bang Diky, badannya bergetar pelan dan keringat dingin mengalir di pelipisnya.Ditekan oleh aura mendominasi sekuat ini, jelas membuat siapapun menjadi gentar. Apalagi dia adalah seorang wanita, bahkan Bang Diky saja belu
229. ELLENA YANG PERKASA (Bagian B)"Aku tidak bercanda!" balasku tegas. "Aku tidak mau menampung benalu, dan aku tidak mau menjual tanahku!" kataku lagi."Sombong sekali kamu, Ellen!" ujar Kak Nuri marah."Iya, dong. Sombong adalah nama tengahku!" kataku cuek.Wajah mereka terlihat memerah, mungkin mereka tidak terima dengan apa yang aku katakan. Tapi biarlah, memang sekali sekali mereka wajib diberi pelajaran.“Kamu juga, Luh. Tidak bisa tegas sebagai seorang suami!” kata Kak Nuri tiba-tiba.“Maksud Kakak apa?” tanya Bang Galuh heran. “Ya iya, kana kata Kakakmu itu, kamu banyak warisan. punya harta dan tidak mengharapkan punya Ellen. Kalau gitu, ya suruh istrimu ini ngasih tanahnya buat kami, dong!’ katanya santai.Bang Galuh sontak menganga lebar, sedangkan aku mala menahan mulutku agar tidak tertawa. Ngadi-ngadi ni, Kak Nuri … mau mengatur harta orang dia.“Loh, mana bisa begitu, Kak. Milik Ellen adalah sepenuhnya punya dia, aku mana ada hak untuk mengatur-aturnya!” kata Bang Gal
Menantu Tegas, Ipar Panas, Mertua Lemas228. ELLENA YANG PERKASA (Bagian A)"Woah, tunggu dulu!" Aku memotong ucapan Bang Diky, dengan cara mengangkat tanganku di depan dada. Dia terlihat langsing terdiam, namun matanya menatapku dengan tajam."Asal? Asal apa? Kalian mengajukan syarat padaku? Begitu?" tanyaku santai. "Lucu sekali," lanjutku sambil menatapnya.Bang Diky dan Wak Nurma sontak saling berpandangan, dan tak sengaja aku melihat kalau Kak Nuri sedang mencubit kecil tangan suaminya itu."Kalau begitu kami tidak akan pergi!" kata Bang Diky tegas."Lah, aku yang punya rumah sudah tidak mau kalian tumpangi. Apa tidak malu? Kok betah banget menjadi benalu?" sindirku kepada mereka."Dek!" Bang Galuh kembali menegur, dan dia menggeleng pelan.Aku mendengus, kesal sekali rasanya dengan mereka. Bukannya mendapat pencerahan, dan kemudian sadar, eh, malah sok mengajukan syarat padaku.Memangnya mereka siapa? Saudara boleh saudara, tapi saudara yang baik dan sopan lah yang akan aku angg
228. PENGUSIRAN KELUARGA WAK NURMA (Bagian B)"Dan sekarang, saat mereka datang ke sini untuk menagih perbuatan kalian, kalian berdua malah berpura-pura tidak tahu dan melimpahkan semuanya pada Wak Nurma!" kataku panjang lebar. "Manusia namanya itu?" tanyaku lagi dengan ketus.Semua orang di sini terdiam dan mendengarkan ucapanku, aku yang emosi adalah yang terburuk."Dia Ibu kalian, dan Kakak dari Ibuku! Itu artinya dia juga adalah Ibuku, pengganti orang tuaku! Aku tidak terima kalian melakukan hal itu pada beliau!" kataku lagi. "Tapi kalian malah bersikap seenaknya, apa kalian memikirkan Wak Nurma, hah?" tanyaku lagi."Bila kalian tidak bisa memberi, setidaknya jangan menyusahkan!" kataku dengan nafas terengah.Wak Nurma yang mendengar ucapanku terlihat terdiam, sedangkan Kak Nuri dan Bang Diky masih menatapku marah."Apa kalian tahu rasanya tidak mempunyai orang tua lagi? Aku bahkan rela melakukan apapun, asal Ibu dan Bapak kembali," kataku lirih."Lebay!" Aku menatap Kak Nuri den