Menantu Tegas, Ipar Panas, Mertua Lemas26. Aura yang Berbeda (Bagian A)"Ya Allah …." Bang Galuh mendesah lirih, wajahnya menunjukkan kegusaran yang sangat besar dan dia sama sekali tidak berusaha untuk menutupinya,sehingga aku bisa melihatnya dengan sangat jelas. Aku mengelus punggungnya dengan lembut, dengan irama naik turun aku berusaha menenangkannya. Berusaha membuat dia santai dan juga rileks, karena mungkin saja setelah ini lebih banyak kejutan yang menanti."Sudah, nanti lagi kita pikirkan masalah ini, Bang," kataku pelan. "Yuk, sholat Maghrib dulu!" ajakku berusaha membuat dia lupa dengan kejadian ini, walau hanya sebentar karena setelahnya kami tentu akan membahas kembali masalah ini.Lagipula bukankah mengadu kepada Allah sang maha segalanya adalah hal utama yang harus kita lakukan saat ini? Bukankah Allah lah tempat sebaik-baiknya untuk curhat? Yang akan selalu mendengarkan keluh kesah hambanya, dan juga yang terpenting, tidak akan mengadukan apa yang telah kita curhatka
27. Aura Yang Berbeda (Bagian B)Aku menyukai Bang Galuh yang polos, dan juga lugu. Namun, Bang Galuh yang seperti ini, tidak buruk juga. Aku tertawa dalam diam."Dek, O dek!"Bang Galuh menjentikkan jarinya di depan wajahku, dan aku segera mengerjap pelan. Wah, ternyata aku melamun lagi."Ada apa, Bang?" kataku heran karena dia menahan langkahku yang hendak keluar rumah.Bukannya dia mau cepat? Kenapa sekarang diperlama?"Dek, hijabmu!" katanya sambil mengelus kepalaku dengan sayang.Aku segera meraba kepalaku, dan benar saja, aku hanya bisa merasakan helai demi helai rambut di jemariku. Astaghfirullah, aku sampai lupa mengenakan hijab."Ya sudah, Abang tunggu sebentar, ya!" pintaku sambil berlalu menuju kamar."Bawakan hoodie yang berwarna merah ya, Dek!" pekiknya dari belakang punggungku, dan aku balas dengan menaikkan jempol tanganku ke udara.Setelah berbenah dan juga memastikan aku terlihat cantik, aku segera keluar dan memberikan hoodie merah kesayangan Bang Galuh padanya. Berge
Menantu Tegas, Ipar Panas, Mertua Lemas28. Ketegangan (Bagian A)Situasi masih terasa sangat canggung, aku bisa melihat dari ekor mataku kalau Ibu membelalak dengan sangat dramatis. Kak Ambar dan juga Bang Gery terdiam, namun amarah dan juga rasa malu tercetak jelas di wajah mereka berdua.Aku menyeringai puas! Mereka terlihat tidak menyangka kalau bang Galuh bisa berbicara seperti itu, wong, aku sendiri juga tidak percaya! Suamiku yang pendiam dan juga selalu tertindas itu tiba-tiba berubah menjadi sangar."Jadi? Sebenarnya ada apa, Nang?" tanya Ibu pelan."Sawit Ibu hilang?" Tembak Bang Galuh secara langsung."Iya, sudah dua bulan ini," kata Ibu membenarkan.Aku melirik Bang Gery, dan dia terlihat sangat gelisah dan juga tidak tenang. Bolak balik berganti posisi setelah mendengar ucapan Bang Galuh."Sudah ada petunjuk siapa yang mencurinya?" tanya Bang Galuh dengan nada tegas."Belum …." Ibu menggeleng lemah."Ada yang Ibu curigai?" tanya Bang Galuh lagi.Ibu terlihat menghela nafas
29. Ketegangan (Bagian B)"Astaghfirullah, ya Allah," lirih Ibu. "Siapa, Nang? Biar di bawa Abangmu ke sini!" kata Ibu lagi.Ck, ck, ck, aku kasihan pada Ibu."Bu, orangnya sudah ada di sini!" kata Bang Galuh dengan tegas.Matanya melihat Bang Gery dengan pandangan mematikan, yang di pandangi terlihat sangat gelisah dan juga takut "Maksud kamu?" tanya Ibu ragu."Iya, yang Ibu pikirkan sama dengan yang aku maksud," jawab Bang Galuh dengan nada meremehkan. "Menantu kesayangan Ibu yang mencurinya!" tegasnya lagi."GALUH!" pekik Kak Ambar tidak terima."Kamu lancang sekali karena menuduh Abangmu mencuri," desisnya dengan bibir terkatup rapat. "Aku bukan bicara omong kosong, Kak! Aku bicara sesuai bukti," jawab Bang Galuh santai."De—Dek, mana mungkin aku mencuri!" kata Bang Gery sambil tergagap."Kamu dengar? Suamiku tidak mungkin mencuri!" Kak Ambar membela suaminya."Mana ada maling teriak maling," jawab Bang Galuh."GALUH!" pekiknya kuat "AMBAR!"Kak Ambar terlihat mengatur nafasnya
Menantu Tegas, Ipar Panas, Mertua Lemas30. Kebenaran Mulai Terungkap (Bagian A)"Waalaikumussalam," sahut Ibu dengan cepat, dan diikuti oleh kami semua terkecuali Bang Gery yang langsung terdiam.Bang Galuh beranjak keluar, dan beberapa saat kemudian dia sudah masuk kembali dengan diikuti oleh Mang Akim dan juga dua orang lainnya dari belakang. Aku mengenali dia sebagai teman Bang Galuh yang bernama Sugeng dan juga Marwan, kenapa mereka juga ikut serta ke sini? Aku berpikir keras memikirkan segala kemungkinannya.."Gimana kabarnya, Bi?" tanya Bang Sugeng sambil mencium tangan Ibu, yang diikuti juga oleh Bang Marwan. Mereka terlihat sangat menghormati Ibu."Alhamdulillah baik, sudah lama nggak mampir ke sini loh, Nang," kata Ibu sambil mempersilahkan mereka duduk. “Kemana saja? Ham?” tanya Ibu sambil tersenyum simpul.Terlihat sekali Bang Marwan dan juga Bang Sugeng ini sudah sangat terbiasa di rumah ini, karena mereka terlihat sangat santai di hadapan Ibu seolah tengah berhadapan deng
31. Kebenaran Mulai Terungkap (Bagian B)Dia mendecih jijik dan menatap Mang Akim dengan pandangan maut, ludahnya barusan tepat jatuh di karpet mahal milik Ibu. Abang iparku itu berkacak pinggang, seolah dia tengah menantang Mang Akim."Gery! Duduk!" Ibu memerintah tegas.Wajahnya masih tenang, tidak terlihat sedikitpun kegusaran di wajahnya yang masih terlihat cantik hingga saat ini. Bang Gery menurut, walau masih tetap bersungut-sungut seolah mengancam mang Akim."Lanjutkan, Kim," kata Ibu memerintah. "Siapa saja komplotan Gery?" tanya Ibu lagi.Bang Gery terlihat semakin gelisah, dia mengerling pada Kak Ambar seolah minta pertolongan. Kak Ambar hanya bisa menghela nafas dan menggelengkan kepalanya dengan pelan. Yah, siapa juga yang mau melawan Ibu, sih?"Saya, Bu!" kata mang Akim dengan mantap. "Tapi sumpah, saya sama sekali tidak mengambil uangnya, Bu! Saya mau karena Den Gery mengancam akan memecat saya. Saya sudah tidak tahan menanggung beban dosa, makanya saya mau jujur," jelasn
Menantu Tegas, Ipar Panas, Mertua Lemas32. Amarah Galuh (Bagian A)POV AUTHOR"Bang!" Ellena menjerit saat melihat Galuh menggebrak meja dengan kuat, urat lengannya menyembul membuat siapapun yang melihat pasti bisa membayangkan seberapa kuat pukulan itu.Raut wajahnya memerah, matanya memindai Gery dengan aura intimidasi yang sangat kental. Ellena tidak pernah melihat Galuh semenyeramkan ini, ya, bahkan seluruh orang yang ada di ruangan itu tidak pernah melihat Galuh dalam kondisi seperti ini.Orang yang cuek, lawak, dan juga tidak mau ikut campur urusan orang, itulah sosok Galuh yang sebenarnya. Saat ini, Galuh berubah dan terlihat seperti orang lain. Terlihat menyeramkan namun di sisi lainnya Galuh terlihat sangat berwibawa."Sabar, Bang!" Ellena kembali berucap. “Jangan emosi, dan dinginkan kepala, Abang!” lata Ellena lagiDengan lembut dia mengambil kepalan tangan Galuh yang masih berada di atas meja, sambil mengelusnya Ellena membuka satu persatu jari Galuh yang tadi terkepal d
33. Amarah Galuh (Bagian B)"Heh, aku ini tidak mencuri ya. Kamu dengar itu? Aku ini difitnah suamimu dan komplotannya itu," kata Gery lagi. "Gery, dian kamu! Ibu malu dengan kelakuanmu!" kata Ajeng membentak."Malu kenapa? Aku tidak mencuri, Bu! Aku di fitnah!" balas Gery tidak mau kalah.Ellen menghela nafas, melirik Galuh yang sepertinya sudah lumayan tenang. Dan setelahnya Ellen menoleh ke arah Ambar, dan terlihatlah Kakak Iparnya itu tengah menunduk menyembunyikan tangisnya."Kak, minumlah dulu," tegur Ellen pelan, dia menyodorkan teh hangat pada Ambar.Gelengan Ambar menjadi jawaban, dia menunduk semakin dalam menahan isakan. Pasti dia merasa amat terguncang karena semua hal ini, suaminya dituduh mencuri dan juga sudah ada bukti serta saksi yang kuat."Ambar, minum. Tenangkan dirimu," kata Ajeng sambil merangkul putrinya itu.Dengan sayang dia mengelus lembut kepala Ambar, yang langsung menangis terisak di pelukan Ibunya. Ajeng menghela nafas, dia seperti juga bisa merasakan sak