Menantu Tegas, Ipar Panas, Mertua Lemas28. Ketegangan (Bagian A)Situasi masih terasa sangat canggung, aku bisa melihat dari ekor mataku kalau Ibu membelalak dengan sangat dramatis. Kak Ambar dan juga Bang Gery terdiam, namun amarah dan juga rasa malu tercetak jelas di wajah mereka berdua.Aku menyeringai puas! Mereka terlihat tidak menyangka kalau bang Galuh bisa berbicara seperti itu, wong, aku sendiri juga tidak percaya! Suamiku yang pendiam dan juga selalu tertindas itu tiba-tiba berubah menjadi sangar."Jadi? Sebenarnya ada apa, Nang?" tanya Ibu pelan."Sawit Ibu hilang?" Tembak Bang Galuh secara langsung."Iya, sudah dua bulan ini," kata Ibu membenarkan.Aku melirik Bang Gery, dan dia terlihat sangat gelisah dan juga tidak tenang. Bolak balik berganti posisi setelah mendengar ucapan Bang Galuh."Sudah ada petunjuk siapa yang mencurinya?" tanya Bang Galuh dengan nada tegas."Belum …." Ibu menggeleng lemah."Ada yang Ibu curigai?" tanya Bang Galuh lagi.Ibu terlihat menghela nafas
29. Ketegangan (Bagian B)"Astaghfirullah, ya Allah," lirih Ibu. "Siapa, Nang? Biar di bawa Abangmu ke sini!" kata Ibu lagi.Ck, ck, ck, aku kasihan pada Ibu."Bu, orangnya sudah ada di sini!" kata Bang Galuh dengan tegas.Matanya melihat Bang Gery dengan pandangan mematikan, yang di pandangi terlihat sangat gelisah dan juga takut "Maksud kamu?" tanya Ibu ragu."Iya, yang Ibu pikirkan sama dengan yang aku maksud," jawab Bang Galuh dengan nada meremehkan. "Menantu kesayangan Ibu yang mencurinya!" tegasnya lagi."GALUH!" pekik Kak Ambar tidak terima."Kamu lancang sekali karena menuduh Abangmu mencuri," desisnya dengan bibir terkatup rapat. "Aku bukan bicara omong kosong, Kak! Aku bicara sesuai bukti," jawab Bang Galuh santai."De—Dek, mana mungkin aku mencuri!" kata Bang Gery sambil tergagap."Kamu dengar? Suamiku tidak mungkin mencuri!" Kak Ambar membela suaminya."Mana ada maling teriak maling," jawab Bang Galuh."GALUH!" pekiknya kuat "AMBAR!"Kak Ambar terlihat mengatur nafasnya
Menantu Tegas, Ipar Panas, Mertua Lemas30. Kebenaran Mulai Terungkap (Bagian A)"Waalaikumussalam," sahut Ibu dengan cepat, dan diikuti oleh kami semua terkecuali Bang Gery yang langsung terdiam.Bang Galuh beranjak keluar, dan beberapa saat kemudian dia sudah masuk kembali dengan diikuti oleh Mang Akim dan juga dua orang lainnya dari belakang. Aku mengenali dia sebagai teman Bang Galuh yang bernama Sugeng dan juga Marwan, kenapa mereka juga ikut serta ke sini? Aku berpikir keras memikirkan segala kemungkinannya.."Gimana kabarnya, Bi?" tanya Bang Sugeng sambil mencium tangan Ibu, yang diikuti juga oleh Bang Marwan. Mereka terlihat sangat menghormati Ibu."Alhamdulillah baik, sudah lama nggak mampir ke sini loh, Nang," kata Ibu sambil mempersilahkan mereka duduk. “Kemana saja? Ham?” tanya Ibu sambil tersenyum simpul.Terlihat sekali Bang Marwan dan juga Bang Sugeng ini sudah sangat terbiasa di rumah ini, karena mereka terlihat sangat santai di hadapan Ibu seolah tengah berhadapan deng
31. Kebenaran Mulai Terungkap (Bagian B)Dia mendecih jijik dan menatap Mang Akim dengan pandangan maut, ludahnya barusan tepat jatuh di karpet mahal milik Ibu. Abang iparku itu berkacak pinggang, seolah dia tengah menantang Mang Akim."Gery! Duduk!" Ibu memerintah tegas.Wajahnya masih tenang, tidak terlihat sedikitpun kegusaran di wajahnya yang masih terlihat cantik hingga saat ini. Bang Gery menurut, walau masih tetap bersungut-sungut seolah mengancam mang Akim."Lanjutkan, Kim," kata Ibu memerintah. "Siapa saja komplotan Gery?" tanya Ibu lagi.Bang Gery terlihat semakin gelisah, dia mengerling pada Kak Ambar seolah minta pertolongan. Kak Ambar hanya bisa menghela nafas dan menggelengkan kepalanya dengan pelan. Yah, siapa juga yang mau melawan Ibu, sih?"Saya, Bu!" kata mang Akim dengan mantap. "Tapi sumpah, saya sama sekali tidak mengambil uangnya, Bu! Saya mau karena Den Gery mengancam akan memecat saya. Saya sudah tidak tahan menanggung beban dosa, makanya saya mau jujur," jelasn
Menantu Tegas, Ipar Panas, Mertua Lemas32. Amarah Galuh (Bagian A)POV AUTHOR"Bang!" Ellena menjerit saat melihat Galuh menggebrak meja dengan kuat, urat lengannya menyembul membuat siapapun yang melihat pasti bisa membayangkan seberapa kuat pukulan itu.Raut wajahnya memerah, matanya memindai Gery dengan aura intimidasi yang sangat kental. Ellena tidak pernah melihat Galuh semenyeramkan ini, ya, bahkan seluruh orang yang ada di ruangan itu tidak pernah melihat Galuh dalam kondisi seperti ini.Orang yang cuek, lawak, dan juga tidak mau ikut campur urusan orang, itulah sosok Galuh yang sebenarnya. Saat ini, Galuh berubah dan terlihat seperti orang lain. Terlihat menyeramkan namun di sisi lainnya Galuh terlihat sangat berwibawa."Sabar, Bang!" Ellena kembali berucap. “Jangan emosi, dan dinginkan kepala, Abang!” lata Ellena lagiDengan lembut dia mengambil kepalan tangan Galuh yang masih berada di atas meja, sambil mengelusnya Ellena membuka satu persatu jari Galuh yang tadi terkepal d
33. Amarah Galuh (Bagian B)"Heh, aku ini tidak mencuri ya. Kamu dengar itu? Aku ini difitnah suamimu dan komplotannya itu," kata Gery lagi. "Gery, dian kamu! Ibu malu dengan kelakuanmu!" kata Ajeng membentak."Malu kenapa? Aku tidak mencuri, Bu! Aku di fitnah!" balas Gery tidak mau kalah.Ellen menghela nafas, melirik Galuh yang sepertinya sudah lumayan tenang. Dan setelahnya Ellen menoleh ke arah Ambar, dan terlihatlah Kakak Iparnya itu tengah menunduk menyembunyikan tangisnya."Kak, minumlah dulu," tegur Ellen pelan, dia menyodorkan teh hangat pada Ambar.Gelengan Ambar menjadi jawaban, dia menunduk semakin dalam menahan isakan. Pasti dia merasa amat terguncang karena semua hal ini, suaminya dituduh mencuri dan juga sudah ada bukti serta saksi yang kuat."Ambar, minum. Tenangkan dirimu," kata Ajeng sambil merangkul putrinya itu.Dengan sayang dia mengelus lembut kepala Ambar, yang langsung menangis terisak di pelukan Ibunya. Ajeng menghela nafas, dia seperti juga bisa merasakan sak
Menantu Tegas, Ipar Panas, Mertua Lemas34. Sebuah Keputusan (Bagian A)POV ELLEN"AMBAR!" Suara Bang Gery terdengar menggelegar hingga memekakkan telinga, aku yakin dia menggunakan seluruh kekuatannya untuk berteriak tadi. Urat-urat lehernya tercetak jelas dan aliran darahnya naik membuat wajahnya memerah sempurna, dia terlihat mengerikan.Dia pasti tidak menyangka Kak Ambar sanggup berkata seperti itu, bahkan aku sendiripun tidak bisa percaya. Kak Ambar yang patuhnya minta ampun, sekarang ini bisa membuat keputusan yang mencengangkan.Apa dia tidak kasihan pada Bang Gery? Padahal, bukankah kalau Bang Gery mencuri, uangnya akan dinikmati bersama Kak Ambar? Walau Kak Ambar tidak tahu itu uang hasil pencurian, tapi setidaknya kan dia ikut menikmati. Atau bagaimana kalau sebenarnya, uang itu tidak sampai sama sekali pada Kak Ambar? Dan malah jatuh ke tangan orang lain?Wah … Apa ini waktu yang tepat untuk mengungkapkan semuanya? Kalau sebenarnya ada kemungkinan kalau Bang Gery bersel
35. Sebuah Keputusan (Bagian B)Wajahnya memerah, sama seperti wajah Bang Gery yang juga memerah karena darah keluar dari hidungnya yang aku yakin pasti patah."Galuh! Sudah!" ucap Ibu sambil menahan lengan Bang Galuh."Luh, sadar!" Kak Ambar juga ikut menghalangi. “Nggak begini caranya, Dek!” kata Kak Ambar lagi."Biar saja! Manusia laknat seperti dia memang perlu dikasih pelajaran, Bu. Kalau cuman pakai kata-kata, pasti tidak mempan!" sungut Bang Galuh dengan nada tajam. "Jangan berani kau menyakiti istriku, kalau tidak kau tanggung sendiri akibatnya!" kata Bang Galuh lagi.Bang Gery mengusap darahnya yang masih mengalir di hidungnya, wajahnya sama sekali tidak menunjukkan rasa bersalah. Tapi, setitik rasa takut terlihat di sana."Ambar, obati aku!" titahnya sok berkuasa.Aku bisa melihat Kak Ambar mendengus dan melengos untuk duduk lagi di sofa, tidak mengindahkan sedikitpun perintah Bang Galuh. Kakak iparku itu mengacuhkan semua yang terjadi pada Bang Gery."Ambar, dasar istri durh
235. (ENDING) CUPLIKAN SEASON 2 (Bagian B)“Bang Usman?”Usman menghentikan langkahnya seketika, panggilan yang baru saja di dengarnya berhasil menarik atensinya agar berhenti sebentar dari kegiatannya.“Ya?” tanyanya sopan.Usman belum pernah melihat wanita ini, cantik, muda, dan juga terlihat sangat lembut. Dan wanita ini juga terlihat cukup ramah, entah kenapa Usman seperti pernah melihatnya.“Apa Ellena ada di rumah?” tanyanya pelan.“Ellena?” Usman mengulang pertanyaan wanita itu.Dia mengernyit heran dan kemudian langsung menatap wanita itu dari atas ke bawah dengan pandangan menyelidik, berusaha kembali mengingat siapa sebenarnya wanita ini.Namun nihil, Usman sama sekali tidak mendapatkan secuil pun ingatan tentangnya.“Maaf, anda siapa?” tanya Usman ingin tahu.“Oh, maaf, saya lupa memperkenalkan diri. Saya Veya, saya adalah suster yang akan menjaga Ellena!” katanya tegas. “Apa Ellena di rumah?” tanyanya lagi.Suster? Apakah wanita ini adalah suster yang dikatakan Indra? Sust
Menantu Tegas, Ipar Panas, Mertua Lemas234. (ENDING) CUPLIKAN SEASON 2 (Bagian A)POV ELLENA Aku sudah banyak berpikir, dan memikirkan hal ini berulang-ulang kali. Dan aku sudah memutuskan kalau berpisah dengan Bnag Galuh adalah keputusan yang tepat.Dia adalah penerus keluarga Dirga, dan jika kami kekeh untuk bersama maka kemungkinan besarnya adalah darah keluarga Dirga akan terputus hanya di Bang Galuh saja.Aku tidak bisa memberinya keturunan, dan mungkin lebih baik kalau dia menikah dengan orang lain dan hidup bahagia bersama keluarga kecilnya.Taraf paling tinggi dalam mencintai adalah ikhlas, dan aku akan mencoba mengikhlaskan Bang Galuh dan berusaha melepaskannya dengan dada yang lapang.Mencintainya, bukan berarti mengikatnya dengan duri yang terlilit hingga mengeluarkan darah. Definisi cinta bagiku adalah, membiarkan dia menemukan kebahagiaannya yang lain.Jika aku bukanlah pelabuhan terakhirnya, maka aku akan membantu angin agar meniup layarnya hingga menemukan pelabuhan y
233. BERCERAI (Bagian B)“Besok di cek aja, Dek. Takutnya ada yang kurang atau ada yang harus dibeli,” ujar Bang Usman memberi saran. “Oke,” sahutku cepat.“Rumah kalian gimana?” tanya Bang Usman tiba-tiba.Aku dan Bang Galuh terdiam, kami memang belum ada pembahasan tentang ini. Aku sebenarnya juga bingung, jujur saja aku berat meninggalkan rumah lamaku, tapi aku juga berat meninggalkan rumah ini kosong.Bukan karena rumah ini lebih nyaman ataupun lebih besar dan mewah, yang membuat aku berat meninggalkannya adalah memori Bapak dan Ibu yang ada di sini. Jika aku di rumah ini, setidaknya aku bisa selalu mengenang mereka.“Aku sih, ikut Ellen saja, Bang,” ujar Bnag Galuh bijak. “Di mana dia bisa merasa nyaman dan aman, maka di situ kami akan tinggal,” katanya lagi sambil tersenyum.“Nah, Dek … kamu mau di mana?” kata Bang Usman sambil menghadap ke arahku. “Kalau di sini, rumah kalian di kontrakkan saja, daripada rusak,” lanjutnya memberi usul.Aku terdiam dan menimbang, bagaimanapun j
Menantu Tegas, Ipar Panas, Mertua Lemas232. BERCERAI (Bagian A)Setelah perdebatan yang cukup alot dan juga lama, akhirnya Wak Nurma dan juga Bang Diky serta Kak Nuri sepakat untuk pulang besok. Walaupun sebenarnya, Wak Nurma dan juga Bang Diky terlihat masih keberatan akan permintaan yang diberikan oleh Kak Nuri. Karena memang, yang sangat ngotot untuk pulang adalah Kak Nuri.Entah karena bentakan Bang Galuh tadi, atau karena dia memang sudah sadar kalau selama ini sudah menjadi benalu di rumahku.Yah, yang manapun tidak menjadi masalah. Yang penting mereka tidak di sini, bukannya aku kejam ataupun tidak tidak punya hati, tapi memang aku tidak tahan akan kelakuan mereka yang seenak jidat dan juga keterlaluan.Sekarang berhutang pada Bu Saodah dan juga Mpok Lela, tapi besok-besok bisa saja mereka mengulangi perbuatan mereka ini pada orang lain dan kembali mengatasnamakan aku.Bang Diky dan juga Kak Nuri memang keterlaluan, bahkan mereka sama sekali tidak ada mengeluarkan kata maaf k
231. EMOSI BANG GALUH (Bagian B)"Salahnya adalah … kalian yang terlalu sok tahu! Tutup mulut kalian, jangan sampai aku mendengar hal-hal seperti ini lagi. Atau aku bersumpah, akan merobek mulut kalian!" ujar bang Galuh dengan tajam."Galuh, kami hanya bercanda!" sahut Bang Diky sambil terkekeh kecil."Kalian keterlaluan, Diky, Nuri!" ujar Bulek Rosma pelan. "Masalah keturunan bukanlah hal yang bisa dijadikan candaan!" lanjutnya dengan tajam."Bulek, mereka saja yang terlalu sensitif!" sahut Bang Diky cepat, senyumnya hilang berganti rengutan kesal."Sensitif? Jika kalian bercanda, dan hanya kalian yang merasa itu adalah hal lucu dan hanya kalian yang tertawa. Berarti ada kesalahan di dalam candaan kalian!" sahut Bulek Rosma. "Jangan berlindung dibalik kata 'terlalu sensitif', karena bisa jadi yang kalian tertawakan adalah sesuatu yang mereka perjuangkan!" lanjutnya lagi.War Nurma dan keluarganya terdiam, walau aku yakin kalau mereka masih gatal ingin membalas tapi mereka memilih pi
Menantu Tegas, Ipar Panas, Mertua Lemas230. EMOSI BANG GALUH (Bagian A)BRAK!Meja kokoh yang terbuat dari kayu jati itu sukses bergetar dengan kuat, dan ….Prang!Asbak cantik yang terbuat dari kristal itu pun jatuh menghantam lantai, pecah berkeping-keping hingga menjadi butiran kecil.Semua orang tersentak kaget, dan semuanya sontak melotot kaget dan menatap si pelaku yang tak lain dan tak bukan adalah Bang galuh.Wajahnya memerah menahan amarah, dan nafasnya memburu dengan kuat. Dadanya naik turun berusaha menormalkan detak jantungnya, aku tahu benar kalau lelaki kesayanganku itu tengah sangat marah saat ini."Jaga mulutmu!" desisnya tajam.Kak Nuri tergagap, instingnya sebagai wanita pasti mengatakan padanya untuk menjauh. Dia beringsut mundur ke belakang tubuh Bang Diky, badannya bergetar pelan dan keringat dingin mengalir di pelipisnya.Ditekan oleh aura mendominasi sekuat ini, jelas membuat siapapun menjadi gentar. Apalagi dia adalah seorang wanita, bahkan Bang Diky saja belu
229. ELLENA YANG PERKASA (Bagian B)"Aku tidak bercanda!" balasku tegas. "Aku tidak mau menampung benalu, dan aku tidak mau menjual tanahku!" kataku lagi."Sombong sekali kamu, Ellen!" ujar Kak Nuri marah."Iya, dong. Sombong adalah nama tengahku!" kataku cuek.Wajah mereka terlihat memerah, mungkin mereka tidak terima dengan apa yang aku katakan. Tapi biarlah, memang sekali sekali mereka wajib diberi pelajaran.“Kamu juga, Luh. Tidak bisa tegas sebagai seorang suami!” kata Kak Nuri tiba-tiba.“Maksud Kakak apa?” tanya Bang Galuh heran. “Ya iya, kana kata Kakakmu itu, kamu banyak warisan. punya harta dan tidak mengharapkan punya Ellen. Kalau gitu, ya suruh istrimu ini ngasih tanahnya buat kami, dong!’ katanya santai.Bang Galuh sontak menganga lebar, sedangkan aku mala menahan mulutku agar tidak tertawa. Ngadi-ngadi ni, Kak Nuri … mau mengatur harta orang dia.“Loh, mana bisa begitu, Kak. Milik Ellen adalah sepenuhnya punya dia, aku mana ada hak untuk mengatur-aturnya!” kata Bang Gal
Menantu Tegas, Ipar Panas, Mertua Lemas228. ELLENA YANG PERKASA (Bagian A)"Woah, tunggu dulu!" Aku memotong ucapan Bang Diky, dengan cara mengangkat tanganku di depan dada. Dia terlihat langsing terdiam, namun matanya menatapku dengan tajam."Asal? Asal apa? Kalian mengajukan syarat padaku? Begitu?" tanyaku santai. "Lucu sekali," lanjutku sambil menatapnya.Bang Diky dan Wak Nurma sontak saling berpandangan, dan tak sengaja aku melihat kalau Kak Nuri sedang mencubit kecil tangan suaminya itu."Kalau begitu kami tidak akan pergi!" kata Bang Diky tegas."Lah, aku yang punya rumah sudah tidak mau kalian tumpangi. Apa tidak malu? Kok betah banget menjadi benalu?" sindirku kepada mereka."Dek!" Bang Galuh kembali menegur, dan dia menggeleng pelan.Aku mendengus, kesal sekali rasanya dengan mereka. Bukannya mendapat pencerahan, dan kemudian sadar, eh, malah sok mengajukan syarat padaku.Memangnya mereka siapa? Saudara boleh saudara, tapi saudara yang baik dan sopan lah yang akan aku angg
228. PENGUSIRAN KELUARGA WAK NURMA (Bagian B)"Dan sekarang, saat mereka datang ke sini untuk menagih perbuatan kalian, kalian berdua malah berpura-pura tidak tahu dan melimpahkan semuanya pada Wak Nurma!" kataku panjang lebar. "Manusia namanya itu?" tanyaku lagi dengan ketus.Semua orang di sini terdiam dan mendengarkan ucapanku, aku yang emosi adalah yang terburuk."Dia Ibu kalian, dan Kakak dari Ibuku! Itu artinya dia juga adalah Ibuku, pengganti orang tuaku! Aku tidak terima kalian melakukan hal itu pada beliau!" kataku lagi. "Tapi kalian malah bersikap seenaknya, apa kalian memikirkan Wak Nurma, hah?" tanyaku lagi."Bila kalian tidak bisa memberi, setidaknya jangan menyusahkan!" kataku dengan nafas terengah.Wak Nurma yang mendengar ucapanku terlihat terdiam, sedangkan Kak Nuri dan Bang Diky masih menatapku marah."Apa kalian tahu rasanya tidak mempunyai orang tua lagi? Aku bahkan rela melakukan apapun, asal Ibu dan Bapak kembali," kataku lirih."Lebay!" Aku menatap Kak Nuri den